Artinya :
Alif Laam Raa',(inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta
dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Maha
Bijaksana lagi Maha Mengetahui. ( QS. Hud :1 )
Al-Qur’an itu seluruhnya muhkam, artinya seluruh kandungan Al Qur’an
adalah kokoh, fasih dan menghadirkan perbedaan antara yang hak dan yang batil.
Inilah yang dimaksud dengan muhkam dalam pengertian umum.
Ulama berbeda pendapat dalam mengartikan muhkam. Jumhur ulama
berpendapat bahwa yang disebut muhkam adalah lafal atau kalimat yang
menunjukkan pengertian yang jelas, baik petunjuknya bersifat zanni’, maupun
qatli’. kalangan fuqaha berpendapat bahwa yang disebut muhkam adalah lafal
atau kalimat yang jelas, tidak menerima pembatalan dan perubahan, serta tidak
dapat menerima kemungkinan untuk ditakwilkan.1
1
Ar-Raghib Al-Asfahani, Mufradat Al-Qur’an, (Beirut: Da’r Al-Kutb, 1995), 74
Lafal-lafal tersebut terkait ajaran-ajaran dasar agama seperti iman kepada
Allah, malaikat, kitab-kitab suci, para rasul, akhlak, dan lain sebagainya sehinga
tidak bisa menerima takwil apalagi pembatalan kandungan hukumnya. Di
samping itu, wacana tentang muhkam, biasa pula diiringi oleh kalimat yang
menunjukkan bahwa wacana itu tidak dapat diubah seperti diiringi kata ’abadan,
selama-lamanya. Sehubungan dengan itu, secara sederhana muhkam adalah, lafal
yang menunjukkan pengertian yang jelas dan qatli, tidak menerima ta’wil, takhsis,
dan nasakh.
2. Pengertian Al Mutasyabih
Al Mutasyabih secara kebahasaan berarti “mirip, tidak jelas, atau samar-
samar”. Dalam ilmu tafsir, Mutasyabih berarti ayat yang mengandung makna atau
pengertian yang tidak tegas atau samar-samar karena artinya berdekatan atau
terdapat beberapa pengertian. Mutasyabih merupakan istilah popular dalam ilmu
tafsir, lawan dari muhkam yang tegas dan jelas. 2 Para ahli tafsir mengemukakan
pengertian ayat Mutasyabih sebagai ayat yang mengandung makna dan pengertian
yang tidak tegas. Namun begitu, terdapat sejumlah perbedaan antar mufassir
mengenai maksud Mutasyabih sesungguhnya. Di antara pendapat tersebut adalah:
(1) Ayat yang pemahamannya memerlukan kajian yang mendalam atau
penjelasan dari luar. Termasuk dalam kelompok ini, ayat yang mujmal
(global, lawan dari = terperinci).
(2) Ayat yang mempunyai beberapa pengertian.
(3) Ayat yang pengertian sebenarnya berlainan dengan lafadznya.
(4) Ayat tertentu dalam Al-Qur’an : dalam hal ini ayat yang mansukh hukumnya,
ayat yang berupa huruf hijaiyyah pada awal bagian surat, dan ayat tentang
sifat Tuhan.3
2
Manna’ Khalil al-Qattan, Mabahis Fi al-Ulum al-Qur’an, ter mudzakir As, (Bogor: Litera
Antarnusa), 304
3
Al-Suyuthi, al-Itqan, Vol II (Beirut: Muassasah Kutb al-Hadithah, 1985), 15
Sedang Mutasyabih, secara bahasa adalah tashabuh, yakni bila salah satu dari
dua hal serupa dengan yang lain. Shubhah adalah keadaan dimana salah satu dari
dua hal itu tidak dapat dibedakan dari yang lain. Mutasyabih disebut juga dengan
mutamathil dalam perkataan dan keindahan. Jadi tashabuh kalam adalah
kesamaan dan kesesuaian.4
Artinya :
“Sudah datangkah kepadamu berita (Tentang) hari pembalasan?”
2. Ayat-ayat muhkam bisa dideteksi dari maksudnya yang mudah dimengerti.
Sebaliknya, ayat Mutasyabih adalah ayat yang sulit dimengerti, sebab merupakan
kewenanagan Allah semata. Contah lain tentang ayat Mutasyabih selain tentang
hari kiamat dan jejeran huruf di awal sejumlah surat adalah tanda-tanda
munculnya dajjal. Pendapat ini merupakan pikiran kaum ahlu al-sunnah.
4
5. Al-Zarqani, Manahi al-Irfan, Vol II, (Beirut: Da>r al-Kutb, 1996), 290
5
Al-Zarqani, Manahi al-irfan, 293
Artinya :
“Tentang Apakah mereka saling bertanya-tanya? Tentang berita yang besar”.
3. Yang membedakan ayat muhkam atas ayat mutasyabih adalah terkait ta’wil. Ayat
muhkam cukup dengan satu ta’wil, sementara ayat mutasyabih membutuhkan
sejumlah ta’wil untuk bisa mendekati dan menangkap maknanya. Pendapat ini
merupakan pendapat ahlu al- ushul.
Artinya :
“Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka
dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah
dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu
tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan
itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa
bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan
keluar”.
4. Ayat muhkam adalah ayat yang bisa berdiri sendiri tanpa perlu keterangan dan
penjelasan. Adapun ayat mutasyabih, adalah ayat yang tidak bisa berdiri sendiri,
melainkan memerlukan keterangan dan penjelasan, demi memperoleh
kemungkinan-kemungkinana ta’wilnya. Ini menurut Imam Ahmad Ibn Hanbal.
Artinya :
“(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu
sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak
pasanganpasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan
jalan itu. tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang
Maha mendengar dan melihat.”
5. Cara untuk mengetahui muhkam bisa pula dilakukan dengan melihat susunan
ayatnya yang ber-nazham dan tertib. Sedang mutasyabih dari sisi bahasa
umumnya merupakana jejeran sejumlah huruh di awal surat, demikian menurut
pendapat Imam Haramain.
Artinya :
“Yaa siin”
Ialah huruf-huruf abjad yang terletak pada permulaan sebagian dari surat-surat
Al-Qur’an seperti: Alif laam miim, Alif laam raa, Alif laam miim shaad dan
sebagainya. diantara Ahli-ahli tafsir ada yang menyerahkan pengertiannya kepada
Allah karena dipandang Termasuk ayat-ayat mutasyabihat, dan ada pula yang
menafsirkannya. golongan yang menafsirkannya ada yang memandangnya
sebagai nama surat, dan ada pula yang berpendapat bahwa huruf-huruf abjad itu
gunanya untuk menarik perhatian Para Pendengar supaya memperhatikan Al-
Qur’an itu, dan untuk mengisyaratkan bahwa Al-Qur’an itu diturunkan dari Allah
dalam bahasa Arab yang tersusun dari huruf-huruf abjad. kalau mereka tidak
percaya bahwa Al-Qur’an diturunkan dari Allah dan hanya buatan Muhammad
SAW semata-mata.
6
Abdul Jalal, Ulumul Qur’an, Surabaya: Dunia Ilmu, 2008, hal 239
tidak tegas, karena sebagian besar merupakan hal-hal yang pengetahuanya
hanya dimonopoli oleh Allah SWT saja.
Adapun adanya ayat Mutasyabihat dalam Al Qur’an disebabkan karena (tiga)
hal antara lain :
a. Kesamaran Lafal, dibagi menjadi 2 (dua) :
Kesamaran lafal Mufrad Gharib (asing)
Contoh : Lafal dalam ayat 31 surat Abasa : kata Abban jarang terdapat
dalam Al – Qur’an, sehingga asing. Kemudian dalam ayat selanjutnya , ayat
32 : (untuk kesenangan kamu dan binatang – binatang ternakmu), sehingga
jelas dimaksud Abban adalah rerumputan.
Kesamaran Lafal Mufrad yang bermakna Ganda. Kata Al – Yamin bisa
bermakna tangan kanan, keleluasan atau sumpah.
Kesamaran dalam Lafal Murakkab
Kesamaran dalam lafal Murakkab itu disebabkan karena
lafal yang Murakkab terlalu ringkas, terlalu luas atau karena
susunan kalimatnya kurang tertib.
b. Kesamaran pada Makna Ayat
Kesamaran pada makna ayat seperti dalam ayat-ayat yang
menerangkan sifat-sifat Allah, seperti sifat rahman rahim-Nya,
atau sifat qudrat iradat-Nya, maupun sifat-sifat lainnya. Dan
seperti makna dari ihwal hari kiamat, kenikmatan surga, siksa
kubur, dan sebagainya manusia bisa mengerti arti maksud
ayat-Nya, sedangkan mereka tidak pernah melihatnya.
c. Kesamaran pada Lafal dan Makna Ayat
Seperti, QS. Al Baqarah ayat 189
…. ….
“...Dan bukanlah kebijakan memasuki rumah-rumah dari
belakangnya, akan tetapi kebijakan itu ialah kebijakn orang -orang
yang bertakwa...”.
Sebab kesamaran dalam ayat tersebut terjadi pada lafalnya, karena terlalu
ringkas, juga terjadi pula pada maknanya, karena termasuk adat kebiasaan
khusus orang arab. Hingga dalam memahami ayat ini akan sulit bagi orang-
orang yang bukan termasuk orang arab. Dan sejatinya ayat ini adalah
diperuntukkan untuk orang yang sedang melaakukan ihrom baik haji maupun
umroh.
7
Rosihon Anwar, Ulumul Qur’anI, cet II, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2004, hlm.142.
8
Ibid , hlm.142
9
Ibid , hlm. 142
kehidupan. Disisi lain, adanya mutasyabihat memotivasi manusia untuk
senantiasa menggunakan dalil akal di samping dalil naqal. Allah SWT sengaja
menjadikan al-qur’an yang muhkam dan mutasyauh sebagai ajang uji coba
atas keimanan hamba-hamba-Nya. Orang yang benar keimanannaya sadr
bahwa al-qur’an seluruhnya dari sisi Allah SWT dan segala yang datang dari
Allah SWT adalah haq dan tidak tercampur dengan kebathilan atau hal yang
bertentangan.
c. Memberikan pemahaman absrak ilmiah kepada manusia melalui pemahaman
inderawi yang biasa disaksikannya.
Sebagaimana dimaklumi bahwa pemahaman diperoleh manusia tatkala ia
diberi gambaran inderawi terlebih dahulu. Dalam kasus sifat-sifat Allah SWT,
sengaja Allah SWT memberikan gambaran fisik agar manusia dapat lebih
mengenal sifat-sifat-Nya. Bersamaan dengan itu, bahwa dirinya tidak sama
dengan hamba-Nya dalam hal pemilikan anggota badan.10 Menurut penulis
adanya muhkam dan mutasyabihat sebagai bukti kejelasan al-Qur’an yang
memiliki mutu tinggi nilai sasteranya, agar manusia meyakini bahwa itu
bukan produk Muhammad SAW, tetapi produk Allah SWT, agar mereka
melaksanakan isinya. Kenapa Allah SWT memberikan penggambaran diri-
Nya? Hal itu dikarenakan agar manusia dapat memahami ayat-ayat
mutasyabihat tentang Allah SWT. Kita bisa mengambil sebuah contoh dalam
al-qur’an di katakana” yadullah fauqa aidihim” yang artinya tangan Allah
SWT di atas tangan mereka. Dalam memahami ayat tersebut kita tidak bisa
memahami secara tekstual tetapi harus di pahami secara tafsiri, tangan disana
kita artikan sebagai kekuasaan, sehingga artinya “ kekuasaan Allah SWT di
atas kekuasaan mereka.
10
Ibid , hlm 143