Anda di halaman 1dari 11

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Al Muhkam dan Al Mutasyabih


1. Pengertian Al Muhkam
Muhkam berasal dari kata “ahkama “ yang artinya sesuatu yang dikokohkan,
yaitu mengokohkan dengan memisahkan sesuatu yang benar dari yang salah.
Raghib al-Asfahan mengatakan Muhkam adalah memisahkan sesuatu yang benar
( haq ) dengan ilmu dan akal. Ahkama yang artinya menahan. Sehingga terdapat
kata hakim artinya orang yang mencegah dan memisahkan antara dua pihak yang
bersengketa, serta memisahkan antara yang hak dengan yang bathil, dan anrata
yang kebenaran dengan kebohongan. Pengertian ini yang mensifati, bahwa
Kalamullah ( Al-Qur’an ) seluruhnya muhkam. Sebagaimana dimaksudkan dalam
surat Hud : 1

Artinya :
Alif Laam Raa',(inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta
dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Maha
Bijaksana lagi Maha Mengetahui. ( QS. Hud :1 )
Al-Qur’an itu seluruhnya muhkam, artinya seluruh kandungan Al Qur’an
adalah kokoh, fasih dan menghadirkan perbedaan antara yang hak dan yang batil.
Inilah yang dimaksud dengan muhkam dalam pengertian umum.
Ulama berbeda pendapat dalam mengartikan muhkam. Jumhur ulama
berpendapat bahwa yang disebut muhkam adalah lafal atau kalimat yang
menunjukkan pengertian yang jelas, baik petunjuknya bersifat zanni’, maupun
qatli’. kalangan fuqaha berpendapat bahwa yang disebut muhkam adalah lafal
atau kalimat yang jelas, tidak menerima pembatalan dan perubahan, serta tidak
dapat menerima kemungkinan untuk ditakwilkan.1

1
Ar-Raghib Al-Asfahani, Mufradat Al-Qur’an, (Beirut: Da’r Al-Kutb, 1995), 74
Lafal-lafal tersebut terkait ajaran-ajaran dasar agama seperti iman kepada
Allah, malaikat, kitab-kitab suci, para rasul, akhlak, dan lain sebagainya sehinga
tidak bisa menerima takwil apalagi pembatalan kandungan hukumnya. Di
samping itu, wacana tentang muhkam, biasa pula diiringi oleh kalimat yang
menunjukkan bahwa wacana itu tidak dapat diubah seperti diiringi kata ’abadan,
selama-lamanya. Sehubungan dengan itu, secara sederhana muhkam adalah, lafal
yang menunjukkan pengertian yang jelas dan qatli, tidak menerima ta’wil, takhsis,
dan nasakh.
2. Pengertian Al Mutasyabih
Al Mutasyabih secara kebahasaan berarti “mirip, tidak jelas, atau samar-
samar”. Dalam ilmu tafsir, Mutasyabih berarti ayat yang mengandung makna atau
pengertian yang tidak tegas atau samar-samar karena artinya berdekatan atau
terdapat beberapa pengertian. Mutasyabih merupakan istilah popular dalam ilmu
tafsir, lawan dari muhkam yang tegas dan jelas. 2 Para ahli tafsir mengemukakan
pengertian ayat Mutasyabih sebagai ayat yang mengandung makna dan pengertian
yang tidak tegas. Namun begitu, terdapat sejumlah perbedaan antar mufassir
mengenai maksud Mutasyabih sesungguhnya. Di antara pendapat tersebut adalah:
(1) Ayat yang pemahamannya memerlukan kajian yang mendalam atau
penjelasan dari luar. Termasuk dalam kelompok ini, ayat yang mujmal
(global, lawan dari = terperinci).
(2) Ayat yang mempunyai beberapa pengertian.
(3) Ayat yang pengertian sebenarnya berlainan dengan lafadznya.
(4) Ayat tertentu dalam Al-Qur’an : dalam hal ini ayat yang mansukh hukumnya,
ayat yang berupa huruf hijaiyyah pada awal bagian surat, dan ayat tentang
sifat Tuhan.3

2
Manna’ Khalil al-Qattan, Mabahis Fi al-Ulum al-Qur’an, ter mudzakir As, (Bogor: Litera
Antarnusa), 304
3
Al-Suyuthi, al-Itqan, Vol II (Beirut: Muassasah Kutb al-Hadithah, 1985), 15
Sedang Mutasyabih, secara bahasa adalah tashabuh, yakni bila salah satu dari
dua hal serupa dengan yang lain. Shubhah adalah keadaan dimana salah satu dari
dua hal itu tidak dapat dibedakan dari yang lain. Mutasyabih disebut juga dengan
mutamathil dalam perkataan dan keindahan. Jadi tashabuh kalam adalah
kesamaan dan kesesuaian.4

B. Pendapat Ulama Tentang Al Muhkam dan Al Mutasyabih


Setidaknya menurut Al-Zarqani ada tujuh pendapat tentang kemungkinan
mengetahui makna muhkam dan mutasyabih.5
1. Ayat– ayat yang mengandung makna muhkam, bisa dideteksi dari artinya yang
jelas, dan bukan merupakan ayat yang dinasakh. Sedang ayat mutasyabih, adalah
ayat yang kandungan maknanya samar-samar, tidak diketahui secara "pasti", oleh
akal dan naql (tafsir al-A’yah bi al-a’yah, dan tafsir al-a’yah bi al-hadith). Ayat
mutasyabih menjadi otoritas Allah untuk mengetahui maksud sejatinya (Allah
A'lam Bi muradihi). Ayat-ayat mutasyabih itu antara lain: ayat-ayat tentang hari
kiamat, atau jejeran sejumlah huruf di awal sejumlah surat. Pendapat ini diyakini
oleh para pengikujt madzhab Hanafi.

Artinya :
“Sudah datangkah kepadamu berita (Tentang) hari pembalasan?”
2. Ayat-ayat muhkam bisa dideteksi dari maksudnya yang mudah dimengerti.
Sebaliknya, ayat Mutasyabih adalah ayat yang sulit dimengerti, sebab merupakan
kewenanagan Allah semata. Contah lain tentang ayat Mutasyabih selain tentang
hari kiamat dan jejeran huruf di awal sejumlah surat adalah tanda-tanda
munculnya dajjal. Pendapat ini merupakan pikiran kaum ahlu al-sunnah.

4
5. Al-Zarqani, Manahi al-Irfan, Vol II, (Beirut: Da>r al-Kutb, 1996), 290
5
Al-Zarqani, Manahi al-irfan, 293
Artinya :
“Tentang Apakah mereka saling bertanya-tanya? Tentang berita yang besar”.
3. Yang membedakan ayat muhkam atas ayat mutasyabih adalah terkait ta’wil. Ayat
muhkam cukup dengan satu ta’wil, sementara ayat mutasyabih membutuhkan
sejumlah ta’wil untuk bisa mendekati dan menangkap maknanya. Pendapat ini
merupakan pendapat ahlu al- ushul.

Artinya :
“Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka
dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah
dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu
tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan
itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa
bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan
keluar”.
4. Ayat muhkam adalah ayat yang bisa berdiri sendiri tanpa perlu keterangan dan
penjelasan. Adapun ayat mutasyabih, adalah ayat yang tidak bisa berdiri sendiri,
melainkan memerlukan keterangan dan penjelasan, demi memperoleh
kemungkinan-kemungkinana ta’wilnya. Ini menurut Imam Ahmad Ibn Hanbal.

Artinya :
“(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu
sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak
pasanganpasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan
jalan itu. tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang
Maha mendengar dan melihat.”
5. Cara untuk mengetahui muhkam bisa pula dilakukan dengan melihat susunan
ayatnya yang ber-nazham dan tertib. Sedang mutasyabih dari sisi bahasa
umumnya merupakana jejeran sejumlah huruh di awal surat, demikian menurut
pendapat Imam Haramain.

Artinya :
“Yaa siin”
Ialah huruf-huruf abjad yang terletak pada permulaan sebagian dari surat-surat
Al-Qur’an seperti: Alif laam miim, Alif laam raa, Alif laam miim shaad dan
sebagainya. diantara Ahli-ahli tafsir ada yang menyerahkan pengertiannya kepada
Allah karena dipandang Termasuk ayat-ayat mutasyabihat, dan ada pula yang
menafsirkannya. golongan yang menafsirkannya ada yang memandangnya
sebagai nama surat, dan ada pula yang berpendapat bahwa huruf-huruf abjad itu
gunanya untuk menarik perhatian Para Pendengar supaya memperhatikan Al-
Qur’an itu, dan untuk mengisyaratkan bahwa Al-Qur’an itu diturunkan dari Allah
dalam bahasa Arab yang tersusun dari huruf-huruf abjad. kalau mereka tidak
percaya bahwa Al-Qur’an diturunkan dari Allah dan hanya buatan Muhammad
SAW semata-mata.

C. Macam-Macam dan Sebab–Sebab Ayat Al Mutasyabih


1. Macam-macam ayat Mutasyabih
Menurut Abdul Jalal, macam – macam ayat Al Mutasyabih ada 3 (tiga)
macam yaitu :
a. Ayat–ayat Mutasyabih yang tidak dapat diketahui oleh seluruh umat manusia,
kecuali Allah SWT. Contoh : Artinya : “Dan pada sisi Allah–lah kunci –
kunci semua yang ghaib, tak ada yang mengetahuinya, kecuali Dia sendiri”
(Q.S. Al – An’am : 59)
b. Ayat–ayat yang Mutasyabih yang dapat diketahui oleh semua orang dengan
jalan pembahasan dan pengkajian yang mendalam. Contoh : pencirian
mujmal, menentukan mutasyarak, mengqayyidkan yang mutlak, menertibkan
yang kurang tertib, dst.
c. Ayat–ayat Mutasyabih yang hanya dapat diketahui oleh para pakar ilmu dan
sains, bukan oleh semua orang, apa lagi orang awam. Hal ini termasuk
urusan–urusan yang hanya diketahui Allah SWT dan orang – orang yang
rosikh (mendalam) ilmu pengetahuan.6

2. Sebab-Sebab Adanya ayat Mutasyabih


Dikatakan dengan tegas, bahwa sebab adanya ayat Muhkam
dan Mutasyabih ialah karena Allah SWT menjadikan demikian.
Allah membedakan antara ayat-ayat yang Muhkam dari yang
Mutasyabih, dan menjadikan ayat Muhkam sebagai bandingan
ayat yang Mutasyabih.
Pada garis besarnya sebab adanya ayat-ayat Mutasyabihat
dalam Al Qur’an ialah karena adanya kesamaran maksud syara’
dalam ayat – ayat-Nya sehingga sulit dipahami umat, tanpa
dikatakan dengan arti ayat lain, disebabkan karena bisa
dita’wilkan dengan bermacam – macam dan petunjuknya pun

6
Abdul Jalal, Ulumul Qur’an, Surabaya: Dunia Ilmu, 2008, hal 239
tidak tegas, karena sebagian besar merupakan hal-hal yang pengetahuanya
hanya dimonopoli oleh Allah SWT saja.
Adapun adanya ayat Mutasyabihat dalam Al Qur’an disebabkan karena (tiga)
hal antara lain :
a. Kesamaran Lafal, dibagi menjadi 2 (dua) :
 Kesamaran lafal Mufrad Gharib (asing)
Contoh : Lafal dalam ayat 31 surat Abasa : kata Abban jarang terdapat
dalam Al – Qur’an, sehingga asing. Kemudian dalam ayat selanjutnya , ayat
32 : (untuk kesenangan kamu dan binatang – binatang ternakmu), sehingga
jelas dimaksud Abban adalah rerumputan.
 Kesamaran Lafal Mufrad yang bermakna Ganda. Kata Al – Yamin bisa
bermakna tangan kanan, keleluasan atau sumpah.
 Kesamaran dalam Lafal Murakkab
Kesamaran dalam lafal Murakkab itu disebabkan karena
lafal yang Murakkab terlalu ringkas, terlalu luas atau karena
susunan kalimatnya kurang tertib.
b. Kesamaran pada Makna Ayat
Kesamaran pada makna ayat seperti dalam ayat-ayat yang
menerangkan sifat-sifat Allah, seperti sifat rahman rahim-Nya,
atau sifat qudrat iradat-Nya, maupun sifat-sifat lainnya. Dan
seperti makna dari ihwal hari kiamat, kenikmatan surga, siksa
kubur, dan sebagainya manusia bisa mengerti arti maksud
ayat-Nya, sedangkan mereka tidak pernah melihatnya.
c. Kesamaran pada Lafal dan Makna Ayat
Seperti, QS. Al Baqarah ayat 189

…. ….
“...Dan bukanlah kebijakan memasuki rumah-rumah dari
belakangnya, akan tetapi kebijakan itu ialah kebijakn orang -orang
yang bertakwa...”.
Sebab kesamaran dalam ayat tersebut terjadi pada lafalnya, karena terlalu
ringkas, juga terjadi pula pada maknanya, karena termasuk adat kebiasaan
khusus orang arab. Hingga dalam memahami ayat ini akan sulit bagi orang-
orang yang bukan termasuk orang arab. Dan sejatinya ayat ini adalah
diperuntukkan untuk orang yang sedang melaakukan ihrom baik haji maupun
umroh.

D. Hikmah Ayat-Ayat Al Muhkam dan Al Mutasyabih


1. Hikmah Ayat-Ayat Al Muhkam
a. Menjadi rahmat bagi manusia, khususnya orang kemampuan bahasa Arabnya
lemah. Dengan adanya ayat-ayat muhkam yang sudah jelas arti maksudnya,
sangat besar arti dan faedahnya bagi mereka.
b. Memudahkan bagi manusia mengetahui arti dan maksudnya. Juga
memudahkan bagi mereka dalam menghayati makna maksudnya agar mudah
mengamalkan pelaksanaan ajaranajarannya.
c. Mendorong umat untuk giat memahami, menghayati, dan mengamalkan isi
kandungan AlQuran, karena lafal ayat-ayatnya telah mudah diketahui,
gampang dipahami, dan jelas pula untuk diamalkan.
d. Menghilangkan kesulitan dan kebingungan umat dalam mempelajari isi
ajarannya, karena lafal ayat-ayat dengan sendirinya sudah dapat menjelaskan
arti maksudnya, tidak harus menuggu penafsiran atau penjelasan dari lafal
ayat atau surah yang lain
2. Hikmah Ayat-Ayat Al Mutasyabih
Diantara hikmah keberadaan ayat-ayat mutasyabih di dalam al-Qur’an dan
ketidak mampuan akal untuk mengetahuinya adalah sebagai berikut:
a. Memperlihatkan kelemahan akal manusia.
Akal sedang dicoba untuk meyakini keberadaan ayat-ayat mutasyabih
sebagaimana Allah SWT memberikan cobaan pada badan untuk beribadah.
Seandainya akal merupakan anggota badan paling mulia itu tidak di uji,
tentunya seseorang yang berpengetahuan tinggi akan menyombongkan
keilmuannya sehingga enggan tunduk kepada naluri kehambaannya.7 Ayat-
ayat mutasyabih merupakan sarana bagi penundukan akal terhadap Allah
SWT karena kesadarannya akan ketidakmampuan akalnya untuk mengungkap
ayat-ayat mutasyabih itu.8Menurut penulis disini keimanan kita di uji apakah
kita percaya atau tidak terhadap ayat-ayat mutasyabih, karena ayat-ayat
mutasyabih adalah ayat yang memang masih samar-samar sehingga keimanan
kita di uji kembali. Jika seluruh ayat al-Qur’an terdiri dari ayat-ayat
muhkamat, maka sirnalah ujian keimanan dan amal perbuatan lantaran
pengertian ayat-ayat yang jelas dan sebaliknya orang yang tidak tahan uji
terhadap cobaan maka mereka akan ingkar terhadap ayat-ayat mutasyabihat.
b. Teguran bagi orang-orang yang mengotak atik ayat mutasyabih.
Sebagai cercaan terhadap orang yang mengotak-atik ayat-ayat
mutasyabih. Sebaliknya, memberikan pujian pada orang-orang yang
mendalami ilmunya, yakni tidak mengikuti hawa nafsunya untuk mengotak-
atik ayat-ayat mutasyabih sehingga mereka berkata” rabbanaa la tuzigh
quluubana.9 Mereka menyadari keterbatasan akalnya dan mengharapkan ilmu
laduni. menurut penulis disini Allah memberikan pujian bagi orang yang
beriman karena keimanannya dan memberikan petunjuk-Nya. Sementara bagi
orang kafir yang suka mengotak-atik ayat-ayat al-Qur’an Allah SWT akan
tambah menyesatkan mereka. Adanya ayat muhkam memudahkan manusia
mengetahui maksud ayat tersebut dan menghayati untuk diamalkan dalam

7
Rosihon Anwar, Ulumul Qur’anI, cet II, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2004, hlm.142.
8
Ibid , hlm.142
9
Ibid , hlm. 142
kehidupan. Disisi lain, adanya mutasyabihat memotivasi manusia untuk
senantiasa menggunakan dalil akal di samping dalil naqal. Allah SWT sengaja
menjadikan al-qur’an yang muhkam dan mutasyauh sebagai ajang uji coba
atas keimanan hamba-hamba-Nya. Orang yang benar keimanannaya sadr
bahwa al-qur’an seluruhnya dari sisi Allah SWT dan segala yang datang dari
Allah SWT adalah haq dan tidak tercampur dengan kebathilan atau hal yang
bertentangan.
c. Memberikan pemahaman absrak ilmiah kepada manusia melalui pemahaman
inderawi yang biasa disaksikannya.
Sebagaimana dimaklumi bahwa pemahaman diperoleh manusia tatkala ia
diberi gambaran inderawi terlebih dahulu. Dalam kasus sifat-sifat Allah SWT,
sengaja Allah SWT memberikan gambaran fisik agar manusia dapat lebih
mengenal sifat-sifat-Nya. Bersamaan dengan itu, bahwa dirinya tidak sama
dengan hamba-Nya dalam hal pemilikan anggota badan.10 Menurut penulis
adanya muhkam dan mutasyabihat sebagai bukti kejelasan al-Qur’an yang
memiliki mutu tinggi nilai sasteranya, agar manusia meyakini bahwa itu
bukan produk Muhammad SAW, tetapi produk Allah SWT, agar mereka
melaksanakan isinya. Kenapa Allah SWT memberikan penggambaran diri-
Nya? Hal itu dikarenakan agar manusia dapat memahami ayat-ayat
mutasyabihat tentang Allah SWT. Kita bisa mengambil sebuah contoh dalam
al-qur’an di katakana” yadullah fauqa aidihim” yang artinya tangan Allah
SWT di atas tangan mereka. Dalam memahami ayat tersebut kita tidak bisa
memahami secara tekstual tetapi harus di pahami secara tafsiri, tangan disana
kita artikan sebagai kekuasaan, sehingga artinya “ kekuasaan Allah SWT di
atas kekuasaan mereka.

10
Ibid , hlm 143

Anda mungkin juga menyukai