Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

KASUS ANAK DENGAN ATRESIA ANI

OLEH :

I MADE SATYA WIGUNA


P07120419018N

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATANMATARAM
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2020

1
LAPORAN PENDAHULUAN
ATRESIA ANI

A. PENGERTIAN
Atresia ani atau anus imperforata adalah tidak terjadinya perforasi
membran yang memisahkan bagian endoterm mengakibatkan pembentukan
lubang anus yang tidak sempurna.  Anus tampak rata atau sedikit cekung ke
dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan
rektum (Purwanto, 2010).
Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi
membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan
lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke
dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan
rectum. ( agung hidayat, 2009 )
Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada
distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi & Yuliani, R, 2010).

B. ANATOMI FISIOLOGI
Pencernaan adalah proses pemecahan molekul-molekul zat makanan
dari yang lebih besar menjadi molekul-molekul yang lebih kecil sehingga dapat
diserap oleh dinding usus halus. Proses pencernaan makanan dibantu oleh HCl,
garam empedu dan berbagai enzim pencernaan yang disekresikan oleh kelenjar
pencernaan. Selain kelenjar pencernaan, proses ini juga memerlukan alat-alat
pencernaan.

2
Berikut dijelaskan proses pencernaan makanan secara berurutan dari
mulut hingga usus besar:
a.    Mulut
Di dalam rongga mulut, makanan dicerna secara mekanik dan
kimiawi. Pencernaan mekanik dibantu beberapa organ yaitu gigi dan lidah.
Gigi berfungsi untuk memotong dan penghalus makanan. Lidah digunakan
untuk mengatur letak makanan dalam mulut, sebagai indra perasa dan
mendorong makan masuk ke kerongkongan. Adanya kelenjar ludah di
sekitar mulut dapat membantu pencernaan secara kimiawi. Kelenjar
tersebut menghasilkan enzim ptialin yang berfungsi memecah amilum
menjadi disakarida.
b.    Kerongkongan (Oesophagus)
Organ ini berfungsi menghubungkan mulut dengan lambung
(panjang: sekitar 20 cm). Selama di kerongkongan makanan tidak
mengalami proses pencernaan, karena di kerongkongan hanya terjadi
gerak peristable.
c.    Lambung (Gaster)
Lambung berbentuk seperti kantung yang terdiri dari fundus,
kardiak dan pilorus. Di organ ini makanan dicerna secara kimiawi dengan
bantuan getah lambung. Sekresi getah lambung dipacu oleh hormon
Gastrin.
d.    Usus Halus (Intestin)
Saluran usus halus merupakan saluran terpanjang yang terdiri dari
duodenum (usus dua belas jari),  jejunum (usus kosong) dan ileum (usus
penyerapan). Dalam usus duodenum bermuara dua saluran dari pankreas
dan hepar. Hepar akan mengirimkan getah empedu ke duodenum untuk
mengemulsikan lemak. Usus halus juga bisa mensekresi enzim antara lain
erepsinogen dan enterokinase. Enterokinase adalah enzim pengaktif, yang
dapat mengaktifkan tripsinogen menjadi tripsin dan erepsinogen menjadi
erepsin. 
Hasil pencernaan di usus halus akan diserap oleh jonjot usus (villi)
yang ada di illeum dan kemudian diedarkan ke seluruh tubuh. Sebelum

3
beredar, sari makanan dialirkan dulu ke hepar melalui vena porta hepatica.
Khusus untuk lemak dan vitamin yang larut dalam lemak tidak diangkut
melalui darah tapi melalui pembuluh getah bening.
e.    Usus Besar (Colon)
Di dalam colon tidak ada lagi proses pencernaan. Dengan adanya
Escherichia coli, sisa pencernaan akan dibusukkan dan diperoleh vitamin
K dari proses tersebut. Fungsi utama colon adalah mengatur keadaan air
sisa makanan.
f.     Rektum
Rektum ini merupakan lanjutan dari kolon sigmoid yang
menghubungkan intestinum mayor dengan anus, panjangnya 12 cm,
dimulai dari pertengahan sakrum sampai kanalis anus.
Rektum terletak dalam rongga pelvis didepan os sarkum dan os
koksigis.
Rektum terdiri atas dua bagian yaitu :
1) Rektum propia : bagian yang melebar disisa sebut ampula rekti, jika
terisi makanan akan timbul hasrat defekasi
2) Rektum analis rekti : sebelah bawah ditutupi oleh serat-serat otot polos
(muskulus spingter ani  internus dan muskulus sfingter ani eksternus).
Kedua otot ini berfungsi pada waktu defekasi. Tunika mukosa rektum
mengandung pembuluh darah, jaringan mukosa dan jaringan otot yang
membentuk lipatan  disebut kolumna rektalis. Bagian bawah terdapat
vene rektalis (hemoroidalis dan inferior) yang sering mengalami
pelebaran atau varises yang disebut wasir (ambeyen).
g.     Anus
Anus merupakan saluran pencernaan yag berhubungan dengan
dunia luar terletak didasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh spingter ani
yang terdiri atas :
1) Spingter ani internus : terletak disebelah dalam bekerja tidak menurut
kehendak
2) Spingter lefatomi : bagian tengaah bekerja tidak menurut kehendak
3) Spingter ani eksternus : sebelah luar bekerja menurut kehendak

4
Defekasi adalah hasil refleks. Apabila bahan feses masuk kedalam
rektum, dinding rektum akan meregang menimbulkan impuls aferens
disalurkan melalui pleksus mesentrikus sehingga menimbulkan gelombang
peristaltik pada kolon desenden dan kolon sigmoid yang akan mendorong
feses ke arah anus. Apabila gelombang peristaltiik sampai di anus, spfingter
ani internus akan menghambat feses sementara dan sfingter ani eksternus
melemas sehingga terjadi defekasii.

C. ETIOLOGI
1. Secara pasti belum diketahui
2. Merupakan anomali gastrointestinal dan genitourynari
Namun ada sumber yang mengatakan kelainan anus bawaan disebabkan
oleh:
a. Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena
gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan
embrionik.
b. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi
lahir tanpa lubang anus.
c. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani,
karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia
12 minggu atau 3 bulan.
d. Kelainan bawaan , dimana sfingter internal mungkin tidak memadai.
(Betz. Ed 7. 2012)

D. PATOFISIOLOGI
Terjadinya anus imperforata karena kelainan congenital dimana saat
proses perkembangan embrionik tidak lengkap pada proses perkembangan
anus dan rectum. Dalam perkembangan selanjutnya ujung ekor dari belakang
berkembang jadi kloaka yang juga akan berkembang jadi genitor urinary dan
struktur anoretal.
Atresia ani ini terjadi karena tidak sempurnanya migrasi dan
perkembangan kolon antara 7-10 minggu selama perkembangan janin.

5
Kegagalan tersebut terjadi karena abnormalitas pada daerah uterus dan
vagina, atau juga pada proses obstruksi. Anus imperforate ini terjadi karena
tidak adanya pembukaan usus besar yang keluar anus sehingga menyebabkan
feses tidak dapat dikeluarkan.
Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstuksi dan adanya 'fistula.
Obstuksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah
dengan segala akibatnya Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum,
maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperchloremia,
sebaliknya feses mengalir kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi
berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rectum
dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina
(rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki- laki biasanya letak
tinggi, umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostate
(rektovesika) pada letak rendah fistula menuju ke urethra (rektourethralis).
(Mediana,2011)

6
7
E. PATHWAY
Faktor kongenital dan faktor lain
Yang tidak diketahui / Idiopatik

ATRESIA ANI

Ujung rektum buntu

Ketidakmampuan fekal dikeluarkan

Pre operasi Fekal menjadi menumpuk diatas Dilakukan tindakan operasi

Kurang pengetahuan Obstruksi


Colostomy Terputusnya kontinuitas Pembuatan lubang anus
ttg tindakan Operasi
Distensi abdomen jaringan
Perubahan
Respon psikologis Waktu lama tidak terkontrol
Mendorong diafragma Merangsang peningkatan Konsep diri
Pot de entri Merangsang mediator Penutupan anus
Pasien dan keluarga Peristaltik usus mikroorganisme
Complience paru terganggu HDR kimia ( BHSP ) ujung-
cemas ujung saraf bebas Distensi abdomen
Memudahkan masuknya
Kebutuhan O2tidak adekuat Penumpukan feses
Pergerakan makanan Mk : Body kuman kedalam tubuh Radix Dorsalis Penumpukan Feses
Mk : Ansietas Pernafasan tdk optimal lambat Image
Proses peradangan
Pengeluaran Infeksi Impuls / rangsangan Mk: Gangguan Eliminasi
Medulla
Thalamusspinalis
Sesak Peningkatan
Rasa HCL
penuh diperut inter Leukin I Mk : Resiko Alvi
(asam lambung) Korteks serebri
Infeksi
Mk: Ketidakefektifan Set point Temperature
Pola Nafas Anoreksia, mual , meningkat Persepsi nyeri Merangsang RAS
muntah
Febris Tidur terjaga
Mk: Nyeri Akut
Muntah berlebihan
Mk : Peningkatan Mk: Gangguan
Mk: Ketidakseimbangan
suhu tubuh / Istirahat Tidur
nutrisai kurang dari
Hipertermi
kebutuhan tubuh Mk : Deficit
Volume Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma , 2015
Cairan

8
F. KLASIFIKASI
Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok
besar yaitu :
1. Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastro
intestinalis di capai melalui saluran fistula eksterna. Kelompok ini terutma
melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina atau rectofourchette
yang relative besar, dimana fistula ini sering dengan bantuan dilatasi, maka
bisa di dapatkan dekompresi usus yang adequate sementara waktu.
2. Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalan
keluar tinja. Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk
menghasilkan dekompresi spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk
intervensi bedah segera. Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3
sub kelompok anatomi yaitu :
a. Anomali rendah
b. Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborectalis,
terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan
fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran
genitourinarius.
c. Anomali intermediet
d. Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung anal
dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
e. Anomali tinggi
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada.
Hal ini biasanya berhungan dengan fistul sgenitourinarius-retrouretral (pria)
atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit
perineum lebihdari 1 cm.
( Amin Huda & hardhi Kusuma, 2015 )

G. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala yang khas pada klien antresia ani seperti :
1. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
2. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
3. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya
4. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada
fistula).
5. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
6. Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.
7. Perut kembung. ( Amin Huda & hardhi Kusuma, 2015 )

9
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada klien dengan atresia ani menurut Aziz Alimul
Hidayat (2010), Suriadi dan Rita Yuliani  ( 2011 ), Fitri Purwanto ( 2009 ) adalah
sebagai berikut :
1. Penatalaksanaan Medis
a. Therapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan
keparahan defek. Untuk anomaly tinggi dilakukan colostomi beberapa
hari setelah lahir, bedah definitifnya yaitu anoplasti perineal ( prosedur
penarikan perineum abdominal ). Untuk lesi rendah diatasi dengan
menarik kantong rectal melalui sfingter sampai lubang pada kulit anal,
fistula bila ada harus ditutup. Defek membranosa memerlukan tindakan
pembedahan yang minimal yaitu membran tersebut dilubangi dengan
hemostat atau scalpel.
b. Pemberian cairan parenteral seperti KAEN 3B
c. Pemberian antibiotic seperti cefotaxim dan garamicin untuk mencegah
infeksi pada pasca operasi.
d. Pemberian vitamin C untuk daya tahan tubuh.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Monitor status hidrasi ( keseimbangan cairan tubuh intake dan output )
dan ukur TTV tiap 3 jam.
b. Lakukan monitor status gizi seperti timbang berat badan, turgor kulit,
bising usus, jumlah asupan parental dan enteral.
c. Lakukan perawatan colostomy, ganti colostomybag bila ada produksi,
jaga kulit tetap kering.
d. Atur posisi tidur bayi kearah letak colostomy.
e. Berikan penjelasan pada keluarga tentang perawatan colostomy dengan
cara membersihkan dengan kapas air hangat kemudian keringkan dan
daerah sekitar ostoma diberi zing zalf, colostomybag diganti segera setiap
ada produksi.

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk memperkuat diagnosis sering di perlukan pemeriksaan penunjang
sebagai berikut :
1. Pemeriksaan radiologist
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
2. Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk
mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.

10
3. Ultrasound terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system
pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena
massa tumor.
4. CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
5. Pyelografi intra vena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
6. Pemeriksaanfisik rectum
Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang
atau jari.
7. Rontgenogram abdomen dan pelvis
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan
dengan traktus urinarius. (Betz. Ed 7. 2012)

J. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :
1. Obstruksi
2. Perforasi
3. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
4. Komplikasi jangka panjang.
a. Eversi mukosa anal
b. Stenosis
5. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
6. Inkontinensia (akibat stenosis awal )
7. Prolaps mukosa anorektal.
8. Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi)
9. Sepsis. (Wong, Whaley.2011)

11
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
ATRESIA ANI

A. PENGKAJIAN
1. Biodata klien
2. Riwayat keperawatan
a. Riwayat keperawatan/kesehatan sekarang
b. Riwayat kesehatan masa lalu
3. Riwayat tumbuh kembang
a. BB lahir abnormal
b. Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan tumbuh kembang
pernah mengalami trauma saat sakit
c. Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal
d. Sakit kehamilan tidak keluar mekonium
4. Pola nutrisi Metabolik
Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umu terjadi pada pasien dengan
atresia ani post kolostomi. Keinginan pasien untuk makan mungkin terganggu
oleh mual dan munta dampak dari anestesi.
5. Pola Eliminasi
Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru
maka tubuh dibersihkan dari bahan – bahan yang melebihi kebutuhan dan dari
produk buangan. Oleh karena pada atresia ani tidak terdapatnya lubang pada
anus, sehingga pasien akan mengalami kesulitan dalam defekasi
6. Pola Aktivitas dan Latihan
Pola latihan dan aktivitas dipertahankan untuk menhindari kelemahan
otot.
7. Pola Persepsi Kognitif
Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman,
daya ingatan masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.
8. Pola Tidur dan Istirahat
Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri
pada luka inisisi.
9. Konsep Diri dan Persepsi Diri
Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body
comfort. Terjadi perilaku distraksi, gelisah, penolakan karena dampak luka
jahitan operasi
10. Peran dan Pola Hubungan
Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah
sakit. Perubahan pola biasa dalam tanggungjawab atau perubahan kapasitas
fisik untuk melaksanakan peran

12
11. Pola Reproduktif dan Sexual
Pola ini bertujuan menjelaskan fungsi sosial sebagi alat reproduksi
12. Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi, Adanya faktor stress lama, efek
hospitalisasi, masalah keuangan
13. Pola Keyakinan dan Nilai
Untuk menerangkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan
agama yang dipeluk dan konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini
diharapkan perawat dalam memberikan motivasi dan pendekatan terhadap
klien dalam upaya pelaksanaan ibadah.
14. Pemeriksaan fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah
anus tampak merah, usus melebar, kadang – kadang tampak ileus obstruksi,
termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada
auskultasi terdengan hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam 24 jam setelah
bayi lahir, tinja dalam urin dan vagina. (Mediana,2011)

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
1. Pre Operasi

a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan anoreksia, mual, muntah.

b. Deficit volume cairan berhubungan dengan muntah berlebihan.

c. Peningkatan suhu tubuh / Hipertermi berhubungan dengan proses


peradangan, pengeluaran inter Leukin I.

d. Ketidakefektifan Pola Nafas berhubungan dengan sesak, distensi abdomen.

e. Kecemasan / ansietasberhubungan dengan kurang pengetahuan tentang


penyakit dan prosedur perawatan.

2. Post Operasi

a. Nyeri Akut berhubungan dengan insisi pembedahan.

b. Gangguan eliminasi Alvi berhubungan dengan penumpukan feses.

c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan persepsi nyeri post pembedahan

d. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan.

e. Body image berhubungan dengan colostomy.


( Amin Huda & hardhi Kusuma, 2015 )

13
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa INTERVENSI RASIONAL


Keperawatan
Pre Operasi
1. Ketidakseimba 1. Kaji KU pasien 1. Mengetahui keadaan
ngan nutrisi umum pasien
kurang dari 2. Timbang berat badan 2. Mengantisipasi adanya
kebutuhan pasien malnutrisi
tubuh 3. Catat frekuensi mual, 3. Mengetahui output
berhubungan muntah pasien pasien
dengan 4. Catat masukan nutrisi 4. Mengetahui input
anoreksia,
pasien pasien.
mual, muntah.
5. Berimotivasi pasien untuk 5. Untuk menambah
Tujuan : Setelah meningkatkan asupan nutrisi pasien
dilakukan nutrisi
tindakan 6. Kolaborasi dengan ahli 6. Mengetahui diit yang
keperawatan gizi dalam pengaturan dibutuhkan
selama 3x24 jam menu
diharapkan
pasien tidak
terjadi
kekurangan
nutrisi.

Kriteria Hasil :
1. Pasien tidak
mengalami
penurunan berat
badan
2. Turgor pasien
baik
3. Pasien tidak
mual, muntah
4. Nafsu makan
bertambah
2. Deficit volume 1. Monitor intake-output 1. Mengantisipasi adanya
cairan cairan dehidrasi.
berhubungan 2. Monitor status hidrasi 2. Perubahan status hidrasi,
dengan (kelembapan membran membran mukosa, turgor
muntah mukosa, nadi adekuat) kulit menggambarkan
berlebihan. berat/ringannya
kekurangan cairan.
Tujuan : Setelah 3. Lakukan pemasangan
3. Mengetahui kehilangan
dilakukan infus dan berikan cairan
cairan melalui suhu
tindakan IV
keperawatan tubuh yang tinggi.
selama 3x24 jam 4. Pantau TTV 4. Mengetahui keadaan
diharapkan umum pasien
kebutuhan 5. Dorong keluarga untuk 5. Keluarga sebagai
volume membantu pasien makan. pendorong pemenuhan
cairanpasienterpe kebutuhan cairan klien.
nuhi

Kriteria Hasil :
1. Output
urin 1-2
ml/kg/jam, 
2. Capillary

14
refill 3-5 detik, 
3. Turgor
kulit baik,
membrane
mukosa lembab
4. Pengeluar
an feses
terkontrol
3. Peningkatan 1. Pantau tanda-tanda 1. Tan da-tanda vital
suhu tubuh / vitalterutama suhu merupakan aluan untuk
Hipertermi mengetahui keadaan
berhubungan umum pasien terutama
dengan proses suhu tubuhnya.
peradangan, 2. air (1500-2000 cc/hari)Beri 2. Dengan minum banyak
pengeluaran pasien banyak minum air diharapkan cairan
inter Leukin I. yang hilang dapat
diganti.
Tujuan : Setelah 3. Beri pasien kompres air 3. Dengan kompres akan
dilakukan hangat atau air dingin terjadi perpindahan
tindakan panas secara konduksi
keperawatan dan kompres hangat
selama 3 jam akan  mendilatasi
diharapkan suhu pembuluh darah.
tubuh tidak panas 4. Beri selimut pendingin 4. Untuk mengurangi
lagi demam umumnya lebih
besar dari 39,5-400C dan
Kriteria Hasil : untuk mengurangi
1. Suhu tubuh respon hipertermi.
dalam rentang 5. Pantau suhu lingkungan 5. Suhu ruangan harus
normal (36,5- dirubah agar dapat
37,50C) membantu
2. Nadi dan RR mempertahankan suhu
dalam rentang pasien
normal 6. Kolaborasi dalam pemberian 6. Pemberian obat
3. Tidak ada obat antipiretik dan antibiotik unuk
perubahan antibiotik mencegah infeksi
warna kulit dan pemberian obat
tidak pusing antipiretik untuk
penurunan panas.
7. Ketidakefektifa 1. Kaji frekuensi kedalaman 1. Kecepatan biasanya
n Pola Nafas pernafasan dan mencapai kedalaman
berhubungan ekspansidada. Catat upaya pernafasan bervariasi
dengan sesak, pernafasan termasuk tergantung derajat gagal
distensi penggunaan ototbantu nafas. Expansi dada
abdomen. pernafasan / pelebaran terbatas yang
nasal. berhubungan dengan
Tujuan : Setelah
atelektasis dan atau nyeri
dilakukan tindakan
dada.
keperawatan
selama 3x24 jam 2. Auskultasi bunyi nafas dan 2. ronki
diharapkan pola catat adanya bunyi nafas dan wheezing menyertai
nafas kembali seperti krekels, wheezing. obstruksi jalannafas /
efektif. kegagalan pernafasan.
3. Tinggikan kepala dan 3. duduk
Kriteria Hasil : bantumengubah posisi. tinggi memungkinkan
1. Pola nafas ekspansiparu dan
efektif, bunyi memudahkan
nafas normal pernafasan.
atau bersih. 4. Observasi pola batuk 4. Kong
2. TTV dalam dankarakter sekret. esti

15
batas normal alveolarmengakibatkan
3. batuk 5. Dorong/bantu pasien batuk sering/iritasi.
berkurang, dalamnafas dan latihan 5. menin
ekspansi paru batuk. gkatkan/banyaknya
mengembang. sputum dimana
gangguanventilasi dan
ditambah ketidak
nyaman upaya bernafas.
4. Kecemasan / 1. Jelaskan dg istilah yg 1. Agar orang tua mengerti
ansietasberhub dimengerti tentang anatomi kondisi klien.
ungan dengan dan fisiologi saluran
kurang pencernaan normal.
pengetahuan 2. Gunakan alat, media dan 2. Pengetahuan tersebut
tentang gambar. diharapkan dapat
penyakit dan membantu menurunkan
prosedur 3. Beri informasi pada orang kecemasan.
perawatan. tua tentang operasi 3. Membantu mengurangi
kolostomi kecemasan klien
Tujuan : Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 1x24 jam
diharapkan
kecemasan orang
tua dapat
berkurang.

Kriteria Hasil :
1. Pasien tidak
lemas
2. Vital sign
dalam batas
normal
3. Menunjukkan
tehnik untuk
mengontrol
cemas
4. Postur tubuh,
ekspresi
wajah, bahasa
tubuh dan
tingkat
aktivitas
menunjukkan
berkurang nya
kecemasan

Post Operasi
1. Nyeri Akut 1. Kaji tingkat nyeri yang 1. Mengetahui tingkat nyeri
berhubungan dirasakan pasien. pada pasien.
dengan insisi 2. Berikan penjelasan pada 2. Pasien mampu menerima
pembedahan. pasien tentang nyeri yang apa yang terjadi pada
terjadi. pasien.
Tujuan : Setelah 3. Ajarkan teknik relaksasi, 3. Mengurangi rasa nyeri
dilakukan distraksi.
tindakan
4. Bantu melakukan latihan 4. Agar tidak terjadi
keperawatan
rentang gerak. imobilitas pada pasien.
selama 1x24 jam
diharapkan nyeri 5. Kolaborasi pemberian 5. Mengurangi rasa nyeri

16
berkurang. analgetik pada luka post operasi.

Kriteria Hasil :
1. Nyeriberkuran
g
2. Pasienmerasat
enang
3. Status
lingkungan
yang nyaman
4. Mampu
mengontrol
nyeri
5. Status
kenyamanan
meningkat
6. Tidakadaperub
ahantanda
vital

2. Gangguan 1. Kaji tingkat nyeri yang 1. Mengetahui pola BAB


eliminasi alvi dirasakan pasien. pasien
berhubungan 2. Ajarkan teknik relaksasi 2. Mengetahui input dan
dengan distraksi. output cairan yang ada
penumpukan 3. Berikan posisi yang nyaman dalam tubuh klien
feses. pada pasien. 3. Mengetahui adanya
4. Kolaborasi pemberian obat komplikasi
sesuai indikasi. 4. Mengurangi  rasa sakit
Tujuan : Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 1x24 jam
diharapkan
tidakterjadi
perubahan pola
eliminasi BAB.

Kriteria Hasil :
1. Pasien dapat
BAB dengan
normal
2. Tidak ada
perubahan
pada jumlah
feses

3. Gangguan 1. Pantau keadaan umum 1. Mengetahui kesadaran,


pola tidur pasien dan TTV.
dan kondisi tubuh dalam
berhubungan
dengan keadaan normal atau
persepsi nyeri tidak.
post 2. Kaji Pola Tidur 2. Untuk mengetahui
pembedahan
kemudahan dalam tidur.
.
Tujuan : Setelah 3. Kaji fungsi pernapasan: 3. Untuk mengetahui
dilakukan bunyi napas, kecepatan, tingkat kegelisahan.
tindakan irama.
keperawatan 4.  Kaji faktor yang
selama 1 x 24 jam menyebabkan gangguan 4. Untuk mengidentifikasi

17
diharapkan pasien tidur (nyeri, takut, penyebab aktual dari
dapat istirahat stress, ansietas,
gangguan tidur.
tidur malam imobilitas,gangguan
dengan optimal. eliminasi sepertisering
berkemih,gangguan
Kriteria Hasil : metabolisme, gangguan
1. Melaporkan transportasi,lingkungan
istirahat tidur yang asing,
malam yang temperature,aktivitas yang
optimal. tidak adekuat)
2. Tidak 5. Catat tindakan kemampuan 5. Untuk memantau
menunjukan untuk
perilaku mengurangikegelisahan. seberapa jauh dapat
gelisah. bersikap tenang dan
3. Wajah tidak 6. Ciptakan suasana rilex.
pucat dan nyaman, Kurangi atau 6. Untuk membantu
konjungtiva hilangkan distraksi
mata tidak lingkungan dan gangguan relaksasi saat tidur.
anemis karena tidur
kurang tidur 7. Batasi pengunjung selama 7. Tidur akan sulit
malam. periode istirahat yang dilakukan tanpa
4.  Mempertahan optimal (mis; setelah
kan (atau makan). relaksasi,
membentuk)
pola tidur
yang
memberikan
energi
yang cukup
untuk
menjalani
aktivitas
sehari-hari.
4. Resiko infeksi 1. Kaji KU pasien 1. Untuk mengetahui
berhubungan keadaan umum pasien
dengan 2. Observasi tanda-tanda 2. Mengetahui adanya
prosedur infeksi tanda-tanda infeksi
pembedahan. 3. Kolaborasi pemberian 3. Untuk meminimalkan
antibiotik jumlah bakteri
Tujuan : Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 2 x 24 jam
diharapkan tidak
ada tanda-tanda
infeksi.

Kriteria Hasil :
1. Pasien bebas
dari tanda dan
gejala infeksi
2. Menunjukkan
kemampuan
untuk
mencegah
timbulnya
infeksi
5. Body image 1. Kaji tingkat pengetahuan 1. Mengidentifikasi luas
berhubungan pasien ttg kondisi dan masalah dan perlunya

18
dengan pengobatan. intervensi.
colostomy. 2. Diskusi arti dari perubahan 2. Beberapa pasien
pasien. memandang situasi
Tujuan : Setelah 3. Anjurkan orang terdekat sebagai tantangan.
dilakukan memperlakukan pasien 3. Menyampaikan harapan
tindakan secara normal dan bukan bahwa pasien mampu
keperawatan sebagai orang cacat untuk mengatur situasi
selama 1x24 jam dan membantu untuk
diharapkan nyeri mempertahankan
berkurang. perasaan harga diri dan
tujuan hidup.
Kriteria Hasil :
1. Body image
po
siti
f
2. Mampu
mengidentifik
asi kekuatan
personal
3. Mempertahan
kan interaksi
sosial.

19
DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Nanda NIC-NOC. Jogjakarta :
Penerbit Mediaction

Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. 2012. BukuSakuKeperawatanPediatrik. Edisike-


3.Jakarta : EGC.
Hidayat, A. Azis Alimul . (2010) . Pengantar Ilmu Anak buku 2. Editor Dr Dripa
Sjabana
Suriadi & Rita Yuliani, 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak edisi 2. Jakarta :
Penebar swadaya.
Wong, Donna L. 2011. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Monica Ester (Alih
Bahasa). Sri Kurnianianingsih (ed),. edisi ke-4. Jakarta : EGC.

20

Anda mungkin juga menyukai