Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya

dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudu “ Cara Mencegah Stunting” ini tepat pada

waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas “Keperawatan Anak”.

Selain itu, makalh ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Keperawatan Anak bagi

para pembaca maupun penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak/ibu dosen, yang telah memberikan tugas ini

sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi ini.

Saya juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian

pengetahuaanya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,

krtitk dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

22 February 2020

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………… i

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………...

ii

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang……………………………………………………………………………….....1

B.Rumusan Masalah…………………………………………………………………………….2

C.Tujuan………………………………………………………………………………………... .....

.2

D. Manfaa............................................................................................. 2

BAB II ISI

1.Stunting…………………………………………………………………………………………

….4

1.1 Pengertia................................................................................... 4

1.2 Dampak stunting pada balita.................................................. 5

2. Faktor yang mempengaruhi terjadinya stuntig........................... 7

2.1 Riwayat kehamilan...................................................................8

2.2 BBLR (Berat Badan Lahir Rendah).......................................... 11

2.3 ASI Eksklusif............................................................................ 13

2.4 Infeksi...................................................................................... 14
3. Kerangka Teori..............................................................................15

4. Kerangka Konsep......................................................................... 15

BAB III KESIMPULAN

A. Kesimpulan.................................................................................. 16

B. Saran............................................................................................ 17

Daftar Pustaka.................................................................................18
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Balita pendek (stunting) merupakan keadaan tubuh yang pendek dan sangat pendek

sehingga melapaui deficit -2 SD dibawah median panjang atau tinggi badan. Stunting

fapat di diagnosis melalui indeks antropometri tinggi badan menurut umur yang

mecerminkan pertumbuhan linier yang dicapai pada pra dan pasca persalinan dengan

indikasi kekurangan gizi jangka panjang, akibat dari gizi yang tidak memadai. Stunting

merupakan pertumbuhan linear yang gagal untuk mencapai potensi genetic sebagai akibat

dari pola makan yang buruk dan penyakit infeksi (ACC/SCN,2000).

Stunting adalah masalah gizi utama yang akan berdampak pada kehidupan social dan

ekonomi dalam masyarakat. Ada bukti jelas bahwa individu yang stunting memiliki

tingkat kematian lebih tinggi dari berbagai penyebab dan terjadinya peningkatan

penyakit. Stunting akan mempengaruhi kinerja pekerjaan fisik dan fungsi mental dan

intelektual akan terganggu (Mann dan Truswell, 2002). Hal ini juga didukung oleh
Jackson dan Calder (2004) yang menyatakan bahwa stunting berhubungan dengan

gangguan fungsi kekebalan dan meningkatkan risiko kematian.

Di Indonesia, diperkirakan 7,8 juta anak mengalami stunting, data ini berdasarkan

laporan yang dikeluarkan oleh UNICEF dan memposisikan Indonesia masuk ke dalam 5

besar Negara dengan jumlah anak yang mengalami stunting tinggi (UNICEF,2007), hasil

riskesdes 2010, secaranasional prevalensi kependekan pada anak umur 2-5 tahun di

Indonesia adalah 3,6% yang terdiri dari 15,1% sangat pendek dan 20% pendek.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan maka, perumusan masalah pada

makalah ini adalah apakah ada hubungan antara pangan dan tingkat asupan makan pada

balita pendek (stunting)?

C. Tujuan

a. Mengetahui apakah pola makan ibu saat mengandung mempengaruhi stunting saat

anak lahir

b. Dampak stunting pada balita.

c. Mengetahui karakterisitik anak yang mengalami stunting

d. Mengetahui apa saja penyebab anak mengalami stanting

e. Cara mencegah stunting

D. Manfaat

1. Bagi Masyarakat
Penilitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai factor yang

mepengaruhi tingkat asupan makanan pada balita, anak, dan ibu hamil, diharapkan

dapat menambah pengetahuan sehingga asupan makan balita, anak, dan ibu hamil

menjadi lebih baik dan mengurangi jumlah stunting pada balita dan anak.

2. Bagi Instansi Pelayanan kesehatan

Penilitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar mengenai tingkat asupan makana

pada balita,anak dan ibu hamil nantinya dari instasi pelayanan kesehatan yang terkait

menyelesaikan permasalahan stunting.

3. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan kreatiditas untuk

mengetahui factor yang mempengaruhi tingkat asupan makanan pada balita

khususnya pada balita dan anak yg mengalami stunting.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Stunting

1.1 Pengertian

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi dibawah lima

tahun) akibat dari kekeurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk

usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal

setelah bayi lahir akan tetapi, kondisi stunting baru Nampak setelah bayi berusia 2

tahun. Balita pendek (stunted) dan sangat pendek (severely stunted) adalah balita

dengan panjang badan (PB/U) atau tinggi badan (TB/U) meneurut umurnya

dibandingkan dengan standar buku WHO-MGRS (Multicenter Growth Referenc

Study) 2006. Sedangkan defenisi stunting menurut Kementrian Kesehatan

(kemenkes) adalah anak balita dengan nilai z-scorenya kurang dari -2SD/standar

deviasi (stunted) dan kurang dari -3SD (severly stunted). (Tim Nasional

Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Sekretariat Wakil Presiden, 2017).

Di Indonesia, sekitar 37% (hamper 9 juta) anak balita mengalami stunting

Indonesia adalah Negara dengan prevalensi stunting terbesar. Balita/ badutaa

(bayi dibawah usia dua tahun) yang mengalami stunting akan memilki tingkat

kecerdasan tidak maksimal , menjadikan anak menjadi lebih rentan terhadap

penyakit dan dimasa depan dapat berisiko pada menurunnya tingkat produktivitas.

Pada akhirnya secara luas stunting akan dapat menghambat pertumbuhan

ekonomi, meningkatkan kemiskinan, dan memperlebar ketimpangan. (Riset

Kesehatan Dasar 2013).


Stunting yang telah terjadi bila tidak diimbangi dengan catch-up growth

(tumbuh kejar) mengakibatkan menurunnya pertumbuhan. Masalah stunting

merupakan masalah kesehatan masyarakat yang berhubungan dengan

meningkatnya resiko kesakitan, kematian, dan hambatan pada pertumbuhan baik

motorik maupun mental. Stunting dibentuk oleh growth faltering dan catch up

growth yang tidak memadai yang mencerminkan ketidakmampuan untuk

mencapai pertumbuhan optimal. Hal tersebut mengungkapkan bahwa kelompok

balita yang lahir dengan berat badan normal dapat mengalami stunting bila

pemenuhan kebutuhan selanjutnya tidak terpenuhi dengan baik. (Kemenkes)

1.2 Dampak stunting Pada Balita

Laporan UNICEF tahun 2010, beberapa fakta terkait stunting dan pengaruhnya

adalah sebagai berikut :

a. Anak yang mengalami stunting lebih awal yaitu sebelum usia enam bulan,

akan mengakami stunting lebih berat menjelang usia dua tahun. Stunting yang

parah pada anak, akan terjadi deficit jangka panjang dalam perkembangan

fisik dan mental sehingga tidak mampu untuk belajar secara optimal di

sekolah dibandingkan anak dengan tinggi badan normal. Anak dengan

stunting cenderung lebih lama masuk sekolah dan llebih sering absen dari

sekolah dibandingkan anak denga status gizi baik. Hal ini memberikan

konsekuensi terhadap kesuksesan dalam kehidupannya dimasa yang akan

datang. Stunting akan sangat empengaruhi kesehatan dan perkembangan anka.

Factor dasar yang menyebabkan stunting dapat menganggu pertumbuhan dan

perkembangan intelektual. Penyebab Dari stunting adalah bayi berat lahir


rendah,ASI yang tidak memadai, makanan tambahan yang tidak sesuai, diare

berulang, dan infeksi pernapasan. Berdasarkan penilitian sebagian besar anak

dengan stunting mengkonsumsi makanan yang berbeda dibawah ketentuan

rekomendasi kadar gizi, berasal dari keluarga banyak bertempat tinggal di

wilayah pinggiran kota dan komunitas pedesaan.

b. Pengaruh gizi pada usia dini yang mengalami stunting dapat mengganggu

pertumbuhan dan perkembangan kognitif yang kurang. Stunting pada usia

lima tahun cenderung menetap sepanjang hidup, kegagalan pertumbuhan usia

dini berlanjut pada masa remaja dan kemudain tumbuh menjadi wanita

dewasa yang stunting dan mempengaruhi secara langsung pada kesehatan dan

produktivitas, sehingga meningkatkan peluang melahirkan BBLR.

c. Stunting terutama berbahaya pada perempuan, karena lebih cenderung

menghambat dalam proses pertumbuhan dan berisiko lebih besar meninggal

saat melahirkan. Akibat lainnya kekurangan gizi/stunting terhadap

perkembangan sangat merugikan performance anak. Jika kondisi buruk terjadi

pada masa golden period perkembangan otak (0-2 tahun) maka tidak dapat

perkembangan dan kondisi ini sulit untuk dapat pulih kembali. Hal ini

disebabkan karena 80-90% jumlah sel otak terbentuk semenjak masa dalam

kandungan sampai usia 2 tahun. Apabila gangguan tersebut terus berlangsung

maka akan terjadi penurunan skor tes IQ sebesar 10-13 point. Penurunan

perkembangan kognitif, gangguan pemusatan perhatian dan menghambat

prestasi belajar serta produktifitas menurun sebesar 20-30%, yang akan

mengakibatkan terjadinya loss generation, artinya anaka tersebut hidup tetapi


tidak bias berbuat banyak baik dalam bidang pendidikan, ekonomi, dan

lainnya.

2. Factor Faktor Yang mempengaruhi Terjadinya stunting

Status gizi pada dasarnya ditentukan oleh dua hal yaitu: makanan yang

dimakan dan keadaan kesehatan, kualitas dan kuantitas makanan seorang

tergantung pada kandungan zat gizi makanan tersebut, ada tidaknya pemberian

makanan tambah di keluarga, daya beli keluarga dan karakteristik ibu tentang

makanan dan kesehatan, daya beli keluarga, ada tidaknya penyakit infeksi dan

jangkauan terhadap pelayanan kesehatan (Pramuditya SW,2010)

2.1 Riwayat Kehamilan

1. Usia Ibu Hamil

Usia ibu mempunyai hubungan erat dengan berat bayi lahir, pada usia ibu yang

masih muda, perkembangan organ-organ reproduksi dan fngsi fisiologisnya

belum optimal. Selain itu emosi dan kejiwaany=nya belum cukup matang,

sehingga pada saat kehamilan tersebut belum dapat menghadapi kehamilannya

secara sempurna, dan sering terjadi komplikasi-komplikasi. Telah dibuktikan pula

bahwa angka kejadian persalinan kurang bulan akan tinggi pada usia dibawah 20

tahun dan kejadian paling rendah pada usia 26-35 tahun, semakin muda usia ibu

maka yang dilahirkan akan semakin ringan. Risiko kehamilan akan terjadi pada

ibu yang melahirkan dengan usia kurangdari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun erat

kaitannya dengan terjadinya kanker Rahim BBLR. Usia ibu yang berisiko akan
berpotensi untuk melahirkan bayi BBLR, bayi yang BBLR akan berpotensi untuk

menjadi stunting (Depkes RI,2013)

2. Hamil dengan KEK (kurang Energi Kronis)

Kurang energy kronis merupakan keadaan di mana ibu penderita kekurangan

makanan yang berlangsung menahun (kronis) yang mengakibatkan timbulnya

gangguan kesehatan pada ibu (Depkes RI 2012). Kekurangan energy kronik dapat

terjadi pada wanita usia subur (WUS) dan pada ibu hami. Kurang gizi akut

disebabkan oleh tidak mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang cukup atau

makanan yang baik (dari segi kandungan gizi) untuk satu periode tertentu untuk

mendapatkan tambahan kalori dan protein (untuk melawan) muntah dan mencret

dan infeksi lainnya. Lingkar lengan atas (LILA) sudah digunakan secara umum di

Indonesia untuk mengidentifikasi ibu hamil risiko Kurang Energi Kronis.

Menurut departemen kesehatan batas ibu hamil yang mendereita risiko KEK

jika ukuran LILA < 23,5 cm, dalam pedoman Depkes tersebut disebutkan

intervensi yang diperlukan untuk WUS atau ibu hamil yang menderita risiko

KEK. Sampai saat ini masih banyak ibu hamil yang mengalami masalah gizi,

khsusnya gizi kurang seperti KEK dan anemia, sehingga mempunyai

kecenderungan melahirkan bayi dengan berat badan lahir kuranng. Gizi kurang

pada ibu hamil dapat menyebabkan resiko dan komplikasi pada ibu, antara lain

anemia, perdarahan setelah persalinan, bahkan kematian ibu (Muliarini,2010). Ibu

hamil yangmenderita KEK dan anemia berisiko mengalami Intrauterine Growth

Retardation (IUGR) ata pertumbuhan janin terhambat, dan bayi yang dilahirkan

mempunyai BBLR (Depkes RI, 2010). Asupan energy dan protein yang tidak
mencukupi pada hamil dapat menyebabkam KEK. Wanita hamil berisiko

mengalami KEK jika memiliki Lingkar Lengan Atas (LILA) <23,5 cm. Ibu hamil

dengan KEK berisiko melahirkan bayi berat lehir rendah (BBLR) yang jika tidak

segera ditangani dengan baik akan berisiko mengalami stunting (Pusat dan Data

Informasi Kementrian Kesehatan RI).

3. Kadar Hb (hemoglobin)

Masa kehamilan sering sekali terjadi kekurangan zat besi dalam tubuh. Zat

besi merupakan mineral yang sanga dibutuhkan untuk membentuk sel darah

merah (Hemoglobin). Selain itu mineral ini juga berperan sebagai kmponen untuk

membentuk myoglobin ( protein yang membawa oksigen ke otot ), kolaagen

( protein yang terdapat ditulang, tulang rawan, dan jaringan penyambung) serta

enzim zat besi juga berfungsi dalam system pertahanan tubuh (Dewi, 2013).

Saat hamil kebutuhan zat besi meningkatkan dua kali lipat dari kebuthan

sebelum hamil. Hal ini terjadi karena selama hamil, volumr darah meningkat

sampai 50% sehingga perlu lebih bnyak zat besi untuk membentuk hemoglobin.

Volume darah meningkat disebabkan karena terjadi pengenceran darah,

kebutuhan pembentukan plasenta, dan pertumbuhan janin. Hemoglobin (sel darah

merah) yab=ng disingkat menjadi Hb adalah metaloprotein atau protein yang

mengandung zat besi dalam sel darah merah yang berfungsi mengangkat oksigen

dari paru-paru ke seluruh tubuh. Kadar hemoglobin termasuk kedalam factor

internal ibu hamil (Nurkhasanah, 2008). Kadar Hb bwanita sehat seharusnya

sekita 12mg/dl. Kekurangan HB biasanya disebut anemia. Kadar hemoglobin

menggunakan satuan mg/dl, yang artinya banyaknya gram hemoglobim dalam


100 mililiter. Dikatakan anemia ringan pada keadaan HB dibawah 11gr%, yaitu 9-

11 gr% dan anemia berat yaitu Hb dibawah 7 gr%.

4. Frekuensi Antenatal Care (ANC)

Pemeriksaan selama kehamilan bertujuan untuk menelusuri hal-hal yang

sekecil kecilnya mengenai segala sesuatu yang mungkin dapat memepengaruhi

kesehatan ibu dan bayinya (Oswari E, 2008). Antenatal care adalah perawatan

yang diberikan kepada ibu hamil, selama kehamilan secara berkala yang diikuti

dengan upaya koreksi terhdapa kelainan yang ditemukan sesuai dengan pedoman

pelayanan antenatal yang ditentukan. Pelayanan ANC yang diberikan kepada ibu

hamil sesuai dengan pedoman pelayanan antenetanal care minimal 4 kali selama

kehamilan dengan ketentuan 1 kali pada tribulan I, 1 kali pada tribulan II, dan 2

kali pada tribulan III (Depkes RI 2013).

2.2 BBLR (Berat Badan Lahir Rendah)

Secara individual, BBLR merupakan predictor penting dengan umur kehamilan

kurang dari 37 minguu dengan berat badan kurang dari 2500 gram. Bila bayi

yanglahir dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat badannya

kurang dari seharusnya disebut dengan dismatur kurang bulan kecil untuk masa

kehamilan. Dampak Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) sangat erat kaitannya

dengan mortalitas janin. Keadaan ini dapat menghambat pertumbuhan dan

perkembangan kognitif, kerentanan terhadap penyakit kronis di kemudian hari.

Dampak lanjutan dari BBLR dapat berupa gagal tumbuh (growth faltering),

penelitian serajudin dkk tahun 2011 menyatakan bahwa bayi BBLR memiliki

potensi menjadi penyebab wasting, dan risiko malnutrisi.


a) Pencegahan BBLR

Upaya-upaya pencegahan merupakan hal yang sangat penting dalam

menrunkan insiden atau kejadian berat badan lahir rendah di masyarakat.

Menurut Suprayanto 2013, upaya-upaya ini dapat dilakukan sebagai berikut :

1. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal empat kali

selama periode kehamilan yakni 1 kali pada trimester I, 1 kali pada

trimester II, dan 2 kali pada trimester III.

2. Pada ibu hamil dianjurkan mengkonsumsi diet seimbang serat dan rendah

lemak, kalori cukup, vitamin, dan mineral termasuk 400 mikrogram

vitamin B asam folat setiap hari. Pengontrolan berat badan selama

kehamilan dari pertambahan berat badan awal dikisaran 12,5-15 kg.

3. Hindari rokok atau asap rokok dan jenis polusi lain, minuman beralkohol,

aktifitas fisik yang berlebihan.

4. Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin

dalam Rahim, factor resiko tinggi dalam kehamilan, dan perawatan diri

selama kehamilan agar mereka dapat menjaga kesehatannya dan janinnya

dikandungan dengan baik.

5. Pengobatan oleh bidan secara berkesinambungan sehingga ibu dapat

merencanakan persalinannya pada kurun umur reproduksi sehat.

2.3 Asi Eksklusif

Pemberian ASI secara dini dan eksklusif sekurang-kurangnya 4-6 bulan akan

membantu mencegah berbagai penyakit anak, termasuk gangguan lambung dan


saluran nafas, terutama asma pada anak-anak. Hal ini disebabkan adanya

antybody penting yang ada dalam kolustrum ASI (dalam jumlah yang lebih

sedikit), akan melindungi bayu baru lahir dan mencegah timbulnya alergi. Untuk

alas an tersebut, semua bayi baru lahir harus mendapatkan kolostrum (Rahmi

(2008) dalam Aprilia, 2009). Imisiasi ,enyusu dini dan Asi Eksklusif selama 6

bulan pertama dapat mencegah kematian bayi dan infat yang lebih besar dengan

mereduksi risiko penyakit infeksi , hal ini karena (WHO,2010) :

a. Adanya kolostrum yang merupakan susu pertama yang mengandung sejumlah

besar factor protektif yang memberikan proteksi aktif dan pasif terhadap

berbagai jenis pathogen.

b. ASI eksklusif dapat mengeliminasi mikroorgansme pathogen yang

terkominasi melalu air, makana, atau cairan lainnya. Juga dapat mencegah

kerusakan barrier imunologi dari kontamisani atau zat-zat penyebab alergi

pada susu formula atau makanan

2.4 Infeksi

Infeksi adalah invasi (Masuk kedalam tubuh) dan multiplikasi (pertumbuhan dan

perkembangan) mikroorganisme pathogen dibagian tubuh atau jaringan, yang

dapat menghasilkan cedera jaringan berikutnya dan kemajuan untuk terbuka

penyakit melalui berbagai mekanisme seluler atau beracun (Notoadmojo, 2010).

Beberapa contoh infeksi enteric seperti diare, enteripati, dan cacing, dapat juga

disebabkan oleh infeksi pernafasan (ISPA), malaria, berkurangnya nafsu makan

akibat serangan infeksi, dan inflamasi. Menurut Suiraoka et al.(2011) hubungan

penyakit ifeksi dengan keadaan gizi kurang merupakan hubungan timbal balik dan
sebab akibat. Penyakit infeksi dapat mempermudah sesorang terkena penyakit

infeksi yang akibatnya dapat menrunkan nafsu makan , adanya gangguan

peyerapan dalam saluran pencernaan atau peningkatan kebutuhan zat gizi oleh

adanya penyakit sehingga kebutuhan zat gizi tidak terpenuhi. Infeksi akan

menyebabkan asupan makanan menurun , gangguan absorpsi nutrient , kehilangan

mikronutrien secara langsung, metabolism meningkat, kehilangan nutrient akibat

katabolisme yang menignkat , kehilangan nutrienutrientt katabolisme yang

meningkat, gangguan transportasi nutrient ke jaringan (WHO). Sebuah penelitian

di peru menunjukkan infeksi parasite merupakan factor resiko sebagai penyebab

pendek atau stunting (Anisa,2012).

3. Kerangka Teori

Pendapatan Pemilihan
Daya Beli
Konsumsi BM

Pendidikan Pengetahuan Asupan Balita


Ibu Kejadian
stunting
Frekuensi ANC

ASI eksklusif MP
ASI
Status Gizi

LILA

Hb Infeksi

Umur Ibu

Saat Berat bayi lahir


Hamil
Gambar 3 Kerangka teori kejadian stunting (sumber :UNICEF)

4. Kerangka Konsep

Usia ibu hamil

Kadar Hb ibu hamil

LILA Ibu Hamil Kejadian Stunting

Frekuensi ANC

Berat Bayi Lahir

Pemberian ASI Eksklusif

BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan

1. Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi dibawah lima tahun)

akibat dari kekeurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya.

2. Anak yang mengalami stunting lebih awal yaitu sebelum usia enam bulan akan

mengalami stunting lebih berat mejelang usia dutahun. Stunting yang parah pada

anak, akan terjadi deficit jangka panjang dalam perkembangan fisik dan mental

sehingga tidak mampu belajar secara optimal di sekolah dibandingkan anak dengan

tinggi normal.
3. Factor yang mempengaruhi terjadinya stunting yaitu asupan gizi,riwayat kehamilan,

BBLR, asi eksklusif

4. Infeksi parasite merupakan factor resiko sebagai pencebab perawakan pendek atau

stunting.

B. Saran

1. Bagi dinas kesehatan

Adanya perencanaan program gizi yang menyentuh kelompok remaja putri,

pernikahan dalam penerapan kebijakan 1000 HPK agar dapat memutus mata rantai

masalah gizi stunting dengan munggunakan satu ukuran yang komperehensif (CIAF).

2. Bagi masyarakat

a. Masyarakat terutama ibu dan keluarga hendaknya selalu memantau pertumbuhan

dan perkembangan sejak bayi dalam kandungan secara rutin agar tumbuh secara

optimal dan mampu menjadi keluarga sdar gizi, sehingga masalah gizi kronis

dapat ditanggulangi.

b. Hendaknya ibu memperhatikan dan meningkatkan kebutuhan makanan balita

yang mengandung konsumsi zat gizi yang cukup dengan komposisi yang sesuai
dengan Angka kecekupan Gizi (AKG) dan memberikan makan yang beraneka

ragam agar kebutuhan gizinya tercukupi.

c. Bagi peneliti selanjutnya

Disarankan bagi peneliti lain untuk meneliti lebih lanjut tentang gizinya balita

berdasarkan CIAF dengan menguraikan 6 kategori CIAF (kategori B- F dan Y)

agar lebih spesifik dan difokuskan pada balita usia 1-3 tahun.

DAFTAR PUSTAKA

www.

Repository.unimus.ac.idooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooo[[[[[

[[[[[[[[[[[[[[[[[[[[[[[[[[[[[[[[[[[[[[[[[[[[[[[[[[[[[[‘

Anda mungkin juga menyukai