Laporan RPH Kelompok 2
Laporan RPH Kelompok 2
Kelompok II (Dua) :
1.3 Tujuan
Tujuan dalam makalah ini yaitu :
1. Mengetahui pengertian Rumah Potong Hewan (RPH)
2. Mengetahui fungsi Rumah Potong Hewan (RPH)
3. Mengetahui syarat- syarat Rumah Potong Hewan (RPH) menurut Standar
Nasional Iindonesia (SNI) dan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan)
2 TINJAUAN PUSTAKA
1. Persyaratan Lokasi
Tidak bertentangan dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR),
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan/atau Rencana Bagian
Wilayah Kota (RBWK).
Tidak berada di bagian kota yang padat penduduknya serta letaknya
lebih rendah dari pemukiman penduduk, tidak menimbulkan gangguan
atau pencemaran lingkungan.
Tidak berada dekat industri logam dan kimia, tidak berada di daerah
rawan banjir, bebas dari asap, bau, debu dan kontaminan lainnya.
Memiliki lahan yang relatif datar dan cukup luas untuk pengembangan
rumah pemotongan hewan.
2. Persyaratan Sarana
Rumah Pemotongan Hewan harus dilengkapi dengan sarana jalan
yang baik menuju Rumah Pemotongan Hewan yang dapat dilalui
kendaraan pengangkut hewan potong dan kendaraan daging.
Sumber air yang cukup dan memenuhi persyaratan SNI 01-0220-
1987.
Persediaan air yang minimum harus disediakan yaitu : Sapi, Kerbau,
Kuda dan hewan yang setara beratnya: 1000 liter/ekor/hari; Kambing,
Domba dan hewan yang setara beratnya: 100 liter/ekor/hari; Babi: 450
liter/ekor/hari.
Sumber tenaga listrik yang cukup.
Pada Rumah Pemotongan Hewan Babi harus ada persediaan air panas
untuk pencelupan sebelum pengerokan bulu.
Pada Rumah Pemotongan Hewan seyogyanya dilengkapi dengan
instalasi air bertekanan dan/atau air panas (suhu 80oC).
4. Syarat Peralatan
Seluruh perlengkapan pendukung dan penunjang di Rumah
Pemotongan Hewan harus terbuat dari bahan yang tidak mudah
korosif, mudah dibersihkan dan didesinfeksi serta mudah dirawat.
Peralatan yang langsung berhubungan dengan daging harus terbuat
dari bahan yang tidak toksik, tidak mudah korosif, mudah dibersihkan
dan didesinfeksi serta mudah dirawat.
Di dalam bangunan utama harus dilengkapi dengan sistem rel (railing
system) dan alat penggantung karkas yang didisain khusus dan
disesuaikan dengan alur prosesuntuk mempermudah proses
pemotongan dan menjaga agar karkas tidak menyentuh lantai dan
dinding.
Sarana untuk mencuci tangan harus didesain sedemikian rupa agar
tangan tidak menyentuh kran air setelah selesai mencuci tangan,
dilengkapi dengan sabun dan pengering tangan seperti lap yang
senantiasa diganti, kertas tissue atau pengering mekanik. Jika
menggunakan kertas tissue, maka disediakan pula tempat sampah
tertutup yang dioperasikan dengan menggunakan kaki.
Sarana untuk mencuci tangan disediakan disetiap tahap proses
pemotongan dan diletakkan ditempat yang mudah dijangkau, ditempat
penurunan ternak hidup, kantor administrasi dan kantor dokter hewan,
ruang istirahat pegawai dan/atau kantin serta kamar mandi/WC.
Pada pintu masuk bangunan utama harus dilengkapi sarana untuk
mencuci tangan dan sarana mencuci sepatu boot, yang dilengkapi
sabun, desinfektan, dan sikat sepatu. Pada Rumah Pemotongan Hewan
untuk babi disediakan bak pencelup yang berisi air panas.
Peralatan yang digunakan untuk menangani pekerjaan bersih harus
berbeda dengan yang digunakan untuk pekerjaan kotor, misalnya
pisau untuk penyembelihan tidak boleh digunakan untuk pengerjaan
karkas.
Ruang untuk jeroan harus dilengkapi dengan sarana/peralatan untuk
pengeluaran isi jeroan, pencucian jeroan dan dilengkapi alat
penggantung hati, paru, limpa dan jantung. Ruang untuk kepala dan
kaki harus dilengkapi dengan sarana/peralatan untuk mencuci dan alat
penggantung kepala. Ruang untuk kulit harus dilengkapi dengan
sarana/peralatan untuk mencuci.
Harus disediakan sarana/peralatan untuk mendukung tugas dan
pekerjaan dokter hewan atau petugas pemeriksa berwenang dalam
rangka menjamin mutu daging, sanitasi dan higiene di Rumah
Pemotongan Hewan. Perlengkapan standar untuk karyawan pada
proses pemotongan dan penanganan daging adalah pakaian kerja
khusus, apron plastik, penutup kepala, penutup hidung dan sepatu boot
(SNI 01–6159, 1999).
11. Laboratorium
Laboratorium didisain khusus agar memenuhi persyaratan kesehatan
dankeselamatan kerja. Tata ruang didesain agar dapat menunjang
pemeriksaan laboratorium. Penerangan dalam laboratorium memiliki
intensitas cahaya 540 lux. Lampu harus diberi pelindung (SNI 01-
6159, 1999).
3.1 Hasil
Pada hari Minggu tanggal 4 Februari 2018 dilakukan kunjungan ke Rumah
Potong Hewan Tamangapa, Kota Makassar untuk mengamati proses pemotongan
hewan serta penanganan daging di RPH. Berdasarkan pengamatan saat kunjungan
tersebut, terdapat beberapa hal yang perlu dibenahi dalam proses penanganan
daging di RPH, yaitu tidak dilakukan pemeriksaan ante mortem terhadap hewan
sebelum disembelih dan tidak dilakukan pemeriksaan post mortem terhadap
hewan yang telah disembelih, belum ada pemisahan antara daerah kotor dan
daerah bersih, dan pemotongan sapi betina produktif masih dilakukan di RPH
tersebut. Selain itu, RPH belum memiliki Nomor Kontrol Veteriner (NKV)
sebagai jaminan kelayakan dan keamanan pangan asal hewan.
3.2 Pembahasan
Pemeriksaan ante mortem dan post mortem perlu dilakukan di RPH. Hal ini
berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian RI No.13 Tahun 2010 Pasal 4 bagian (b)
pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dipotong (ante-mortem inspection) dan
pemeriksaan karkas, dan jeroan (post-mortem inspection) untuk mencegah
penularan penyakit zoonotik ke manusia.
Berdasarkan SNI Nomor 01-6159 Tahun 1999 dan Peraturan Menteri
Pertanian RI No.13 Tahun 2010 di RPH perlu adanya pemisahan daerah kotor dan
daerah bersih dalam proses penanganan hewan yang akan disembelih dan telah
disembelih. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian RI No.13 Tahun 2010
dalam Pasal 9 ayat (2) daerah kotor meliputi area pemingsanan atau perebahan
hewan, area pemotongan dan area pengeluaran darah; area penyelesaian proses
penyembelihan (pemisahan kepala, keempat kaki sampai metatarsus dan
metakarpus, pengulitan, pengeluaran isi dada dan isi perut); ruang untuk jeroan
hijau; ruang untuk jeroan merah; ruang untuk kepala dan kaki; ruang untuk kulit;
dan pengeluaran (loading) jeroan. Sedangkan daerah bersih meliputi area
pemeriksaan post-mortem; penimbangan karkas; serta pengeluaran (loading)
karkas/daging.
Persyaratan lain yang belum terpenuhi di RPH Tamangapa yaitu masih
dilakukan pemotongan betina produktif. Pemotongan hewan betina produktif
tidak dianjurkan berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian RI No.13 Tahun 2010
Pasal 13 ayat (1) yang berbunyi Untuk melindungi populasi ternak ruminansia
betina produktif, harus dilakukan pencegahan pemotongan ternak ruminansia
betina produktif di RPH.
Rumah Potong Hewan Tamangapa belum memiliki Nomor Kontrol
Veteriner (NKV) sebagai syarat kelayakan produk hewan. Berdasarkan Peraturan
Menteri Pertanian Nomor 381 Tahun 2005 Pasal 1 butir 1 berbunyi Sertifikat
Kontrol Veteriner Unit Usaha Pangan Asal Hewan yang selanjutnya disebut
Nomor Kontrol Veteriner (NKV) adalah sertifikat sebagai bukti tertulis yang sah
telah dipenuhinya persyaratan higiene-sanitasi sebagai kelayakan dasar jaminan
keamanan pangan asal hewan pada unit usaha pangan asal hewan. Pasal 4 ayat (1)
menyebutkan bidang usaha yang wajib memiliki NKV yaitu Rumah Pemotongan
Hewan, Rumah Pemotongan Unggas, Rumah Pemotongan Babi; Usaha budidaya
unggas petelur; Usaha pemasukan, usaha pengeluaran; Usaha distribusi; Usaha
ritel; dan/atau Usaha pengolahan pangan asal hewan.
4 KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan kunjungan ke Rumah Potong Hewan (RPH) Tamangapa, Kota
Makassar terdapat beberapa hal yang perlu dibenahi dalam proses penanganan
daging di RPH, yaitu tidak dilakukan pemeriksaan ante mortem terhadap hewan
sebelum disembelih dan tidak dilakukan pemeriksaan post mortem setelah hewan
disembelih, belum ada pemisahan antara daerah kotor dan daerah bersih, dan
pemotongan sapi betina produktif masih dilakukan di RPH tersebut. Selain itu,
RPH belum memiliki Nomor Kontrol Veteriner (NKV) sebagai jaminan
kelayakan dan keamanan pangan asal hewan.
4.2 Saran
Perlu dilakukan pembenahan terhadap proses penanganan hewan dan proses
penyembelihan hewan di RPH. Kerja sama berbagai pihak sangat dibutuhkan
dalam mewujudkan RPH yang memiliki standar mutu kelayakan dan keamanan
pangan asal hewan.
DAFTAR PUSTAKA
Riaz, M.N and Chaudry, M. M, 2004. Halal Food Production. Halal Production
Requirements for Meat and Poultry. CRC Press. Boca Raton London
NewYork Washington D.C.