Anda di halaman 1dari 17

Co-Asistensi Bidang Kesmavet dan Epidemiologi

RUMAH POTONG HEWAN (RPH) TAMANGAPA


KOTA MAKASSAR

Kelompok II (Dua) :

Andi Hasrawati, S.KH C034171002


Muliani, S.KH C034171003
Andi Atikah Khairana, S.KH C034171005
Risna Risyani, S.KH C034171008
Silvana A, S.KH C034171009
A. Rianti Rhasinta Alifha R, S.KH C034171017
Aminul Rahman, S.KH C034171021
Siti Aryni Syahrir, S.KH C034171028
Andi Husnul Khatimah, S.KH C034171032
Muh.Agus Harianda, S.KH C034171034
Muhammad Zulfadillah Sinusi, S.KH C034171035
Andi Nuny Woniarsih Radjab, S.KH C034171039
Degi Prasetya Himawan, S.KH C034171041
Dwiputera Jayanegara, S.KH C034171043

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2018
1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Daging merupakan salah satu bahan asal hewan yang penting sebagai
bahan pangan. Daging  merupakan sumber protein hewani yang mudah rusak oleh
aktivitas bakteri pengurai protein. Kualitas daging sangat menentukan mutu
produk olahannya, sehingga proses pemotongan dan pengolahan daging harus
diperhatikan untuk memperoleh daging berkualitas. Daging dikatakan sehat jika
memiliki zat-zat yang berguna bagi kesehatandan pertumbuhan tubuh. Secara
umum daging mengandung protein, lemak,karbohidrat, vitamin dan mineral yang
digunakan untuk sumber tenaga atauenergi, zat pembangunan dan zat pengatur
dalam tubuh (Rohyati et al. 2017).
Rumah Potong Hewan (RPH) adalah suatu bangunan atau komplek
bangunan dengan desain dan konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan
teknis dan higieni tertentu serta digunakan sebagai tempat pemotongan hewan.
Rumah pemotongan hewan merupakan salah satu tempat penyediaan daging yang
rawan dan beresiko cukup tinggi mengakibatkan cemaran mikroba terhadap
daging.
Peraturan mengenai rumah potong hewan diatur dalam Undang-Undang No.
6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan
Hewan, Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1977 tentang Usaha Peternakan,
Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan, Surat
Keputusan Menteri Pertanian No.555/KPTS.240/9/1996 tentang Syarat-Syarat
RPH dan Usaha Pemotongan Hewan, Peraturan Menteri Pertanian RI No.13
Tahun 2010 tentang Persyaratan Rumah Potong Hewan Ruminansia Dan Unit
Penanganan Daging (Meat Cutting Plant).
Dalam pelaksaan pemotongan hewan, rumah potong hewan harus
memperhatikan dan memenuhi syarat-syarat dari suatu RPH. Dalam laporan ini
akan dibahas mengenai syarat-syarat RPH menurut SNI Nomor 01-6159 Tahun
1999 dan Peraturan Menteri Pertanian RI No.13 Tahun 2010.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini yaitu :
1. Apa yang dimaksud dengan Rumah Potong Hewan (RPH) (RPH)?
2. Apa fungsi dari Rumah Potong Hewan (RPH)?
3. Apa syarat- syarat Rumah Potong Hewan (RPH) menurut Standar
Nasional Iindonesia (SNI) dan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan)

1.3 Tujuan
Tujuan dalam makalah ini yaitu :
1. Mengetahui pengertian Rumah Potong Hewan (RPH)
2. Mengetahui fungsi Rumah Potong Hewan (RPH)
3. Mengetahui syarat- syarat Rumah Potong Hewan (RPH) menurut Standar
Nasional Iindonesia (SNI) dan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan)
2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Rumah Potong Hewan


Rumah Pemotongan Hewan adalah kompleks bangunan dengan desain dan
konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higiene tertentu serta
digunakan sebagai tempat memotong hewan potong selain unggas bagi konsumsi
masyarakat (SNI 01-6159, 1999).
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian RI No.13 Tahun 2010, Rumah
Potong Hewan yang selanjutnya disebut dengan RPH adalah suatu bangunan atau
kompleks bangunan dengan desain dan syarat tertentu yang digunakan sebagai
tempat memotong hewan bagi konsumsi masyarakat umum.

2.2 Fungsi Rumah Potong Hewan


Rumah Potong Hewan (RPH) merupakan unit pelayanan masyarakat dalam
penyediaan daging yang aman, sehat, utuh, dan halal, serta berfungsi sebagai
sarana untuk melaksanakan: a) pemotongan hewan secara benar, (sesuai dengan
persyaratan kesehatan masyarakat veteriner, kesejahteraan hewan dan syariaT
agama); b) pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dipotong (pemeriksaan ante-
mortem) dan pemeriksaan karkas, dan jeroan (pemeriksaan post-mortem) untuk
mencegah penularan penyakit zoonotik ke manusia; c) pemantauan dan surveilans
penyakit hewan dan zoonosis yang ditemukan pada pemeriksaan ante-mortem dan
pemeriksaan post-mortem guna pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan
penyakit hewan menular dan zoonosis di daerah asal hewan.
Pada pasal 62 UU 18 Tahun 2009 tentang peternakan dan kesehatan hewan
dinyatakan, bahwa pemerintah daerah kabupaten/kota wajib memiliki rumah
potong hewan yang memenuhi persyaratan teknis. Dari pernyataan tersebut, maka
undang-undang mengamanatkan kepada pemerintah daerah untuk memenuhi
persyaratan teknis RPH di wilayahnya. Namun, pada kenyataannya RPH yang
memiliki fungsi utama melindungi konsumen terhadap kehalalan ternak yang
dipotong, kesehatan daging dan menjaga kualitas daging yang dihasilkan, pada
saat ini masih belum berfungsi dengan baik.
2.3 Standarisasi Rumah Potong Hewan
Berdasarkan SNI No. 01-6159 Tahun 1999 mengenai Rumah Potong Hewan
dan Peraturan Menteri Pertanian RI No.13 Tahun 2010 tentang Persyaratan
Rumah Potong Hewan Ruminansia dan Unit Penanganan Daging terdapat
beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh sebuah RPH yang meliputi
persyaratan lokasi, sarana, bangunan dan tata letak, peralatan, persyaratan higiene
karyawan dan perusahaan, pengawasan kesehatan masyarakat veteriner,
kendaraan pengangkut daging, persyaratan ruang pendingin, ruang pembekuan,
ruang pembagian karkas dan pengemasan daging, serta syarat laboratorium.

1. Persyaratan Lokasi
 Tidak bertentangan dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR),
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan/atau Rencana Bagian
Wilayah Kota (RBWK).
 Tidak berada di bagian kota yang padat penduduknya serta letaknya
lebih rendah dari pemukiman penduduk, tidak menimbulkan gangguan
atau pencemaran lingkungan.
 Tidak berada dekat industri logam dan kimia, tidak berada di daerah
rawan banjir, bebas dari asap, bau, debu dan kontaminan lainnya.
 Memiliki lahan yang relatif datar dan cukup luas untuk pengembangan
rumah pemotongan hewan.

2. Persyaratan Sarana
 Rumah Pemotongan Hewan harus dilengkapi dengan sarana jalan
yang baik menuju Rumah Pemotongan Hewan yang dapat dilalui
kendaraan pengangkut hewan potong dan kendaraan daging.
 Sumber air yang cukup dan memenuhi persyaratan SNI 01-0220-
1987.
 Persediaan air yang minimum harus disediakan yaitu : Sapi, Kerbau,
Kuda dan hewan yang setara beratnya: 1000 liter/ekor/hari; Kambing,
Domba dan hewan yang setara beratnya: 100 liter/ekor/hari; Babi: 450
liter/ekor/hari.
 Sumber tenaga listrik yang cukup.
 Pada Rumah Pemotongan Hewan Babi harus ada persediaan air panas
untuk pencelupan sebelum pengerokan bulu.
 Pada Rumah Pemotongan Hewan seyogyanya dilengkapi dengan
instalasi air bertekanan dan/atau air panas (suhu 80oC).

3. Persyaratan Bangunan dan Tata Letak


 Kompleks Rumah Pemotongan Hewan harus terdiri dari bangunan
utama, kandang penampung dan istirahat untuk hewan, kandang
isolasi, kantor administrasi dan kantor dokter hewan, tempat istirahat
karyawan, kantin dan mushola, tempat penyimpanan barang pribadi
(locker)/ruang ganti pakaian, kamar mandi dan WC, sarana
penanganan limbah, insenerator, tempat parkir, rumah jaga, gardu
listrik, dan menara air.
 Kompleks Rumah Pemotongan Hewan harus dipagar sedemikian rupa
sehingga dapat mencegah keluar masuknya orang yang tidak
berkepentingan dan hewan lain selain hewan potong. Pintu masuk
hewan potong harus terpisah dari pintu keluar daging.
 RPH harus memiliki Kendaraan Pengangkut Daging.
 RPH dilengkapi dengan ruang pendingin (chilling room), ruang
pembeku, ruang pemotongan karkas dan pengemasan, serta
laboratorium.
 Sistem saluran pembuangan limbah cair harus cukup besar, didesain
agar aliran limbah mengalir dengan lancar, terbuat dari bahan yang
mudah dirawat dan dibersihkan, kedap air agar tidak mencemari
tanah, mudah diawasi dan dijaga agar tidak menjadi sarang tikus atau
rodensia lainnya. Saluran pembuangan dilengkapi dengan penyaring
yang mudah diawasi dan dibersihkan.
 Di dalam kompleks Rumah Pemotongan Hewan, sistem saluran
pembuangan limbah cair harus selalu tertutup agar tidak menimbulkan
bau.
 Di dalam bangunan utama, sistem saluran pembuangan limbah cair
terbuka dan dilengkapi dengan grill yang mudah dibuka-tutup, terbuat
dari bahan yang kuat dan tidak mudah korosif.

4. Syarat Peralatan
 Seluruh perlengkapan pendukung dan penunjang di Rumah
Pemotongan Hewan harus terbuat dari bahan yang tidak mudah
korosif, mudah dibersihkan dan didesinfeksi serta mudah dirawat.
 Peralatan yang langsung berhubungan dengan daging harus terbuat
dari bahan yang tidak toksik, tidak mudah korosif, mudah dibersihkan
dan didesinfeksi serta mudah dirawat.
 Di dalam bangunan utama harus dilengkapi dengan sistem rel (railing
system) dan alat penggantung karkas yang didisain khusus dan
disesuaikan dengan alur prosesuntuk mempermudah proses
pemotongan dan menjaga agar karkas tidak menyentuh lantai dan
dinding.
 Sarana untuk mencuci tangan harus didesain sedemikian rupa agar
tangan tidak menyentuh kran air setelah selesai mencuci tangan,
dilengkapi dengan sabun dan pengering tangan seperti lap yang
senantiasa diganti, kertas tissue atau pengering mekanik. Jika
menggunakan kertas tissue, maka disediakan pula tempat sampah
tertutup yang dioperasikan dengan menggunakan kaki.
 Sarana untuk mencuci tangan disediakan disetiap tahap proses
pemotongan dan diletakkan ditempat yang mudah dijangkau, ditempat
penurunan ternak hidup, kantor administrasi dan kantor dokter hewan,
ruang istirahat pegawai dan/atau kantin serta kamar mandi/WC.
 Pada pintu masuk bangunan utama harus dilengkapi sarana untuk
mencuci tangan dan sarana mencuci sepatu boot, yang dilengkapi
sabun, desinfektan, dan sikat sepatu. Pada Rumah Pemotongan Hewan
untuk babi disediakan bak pencelup yang berisi air panas.
 Peralatan yang digunakan untuk menangani pekerjaan bersih harus
berbeda dengan yang digunakan untuk pekerjaan kotor, misalnya
pisau untuk penyembelihan tidak boleh digunakan untuk pengerjaan
karkas.
 Ruang untuk jeroan harus dilengkapi dengan sarana/peralatan untuk
pengeluaran isi jeroan, pencucian jeroan dan dilengkapi alat
penggantung hati, paru, limpa dan jantung. Ruang untuk kepala dan
kaki harus dilengkapi dengan sarana/peralatan untuk mencuci dan alat
penggantung kepala. Ruang untuk kulit harus dilengkapi dengan
sarana/peralatan untuk mencuci.
 Harus disediakan sarana/peralatan untuk mendukung tugas dan
pekerjaan dokter hewan atau petugas pemeriksa berwenang dalam
rangka menjamin mutu daging, sanitasi dan higiene di Rumah
Pemotongan Hewan. Perlengkapan standar untuk karyawan pada
proses pemotongan dan penanganan daging adalah pakaian kerja
khusus, apron plastik, penutup kepala, penutup hidung dan sepatu boot
(SNI 01–6159, 1999).

5. Higiene Karyawan dan Perusahaan


 Rumah Pemotongan Hewan harus memiliki peraturan untuk semua
karyawandan pengunjung agar pelaksanaan sanitasi dan higiene
rumah pemotongan hewan dan higiene produk tetap terjaga baik.
 Setiap karyawan harus sehat dan diperiksa kesehatannya secara rutin
minimal satu kali dalam setahun dan harus mendapat pelatihan yang
berkesinambungan tentang higiene dan mutu.
 Daerah kotoratau daerah bersih hanya diperkenankan dimasuki oleh
karyawan yang bekerja di masing-masing tempat tersebut, dokter
hewan dan petugas pemeriksa yang berwenang (SNI 01-6159, 1999).

6. Pengawasan Kesehatan Masyarakat Veteriner


 Pengawasan kesehatan masyarakat veteriner serta pemeriksaan
antemortemdan postmortem di Rumah Pemotongan Hewan dilakukan
oleh petugas pemeriksa berwenang.
 Pada setiap Rumah Pemotongan Hewan harus mempunyai tenaga
dokter hewan yang bertanggung jawab terhadap dipenuhinya syarat-
syarat dan prosedur pemotongan hewan, penanganan daging serta
sanitasi dan higiene (SNI 01-6159, 1999).

7. Kendaraan Pengangkut Daging


 Boks pada kendaraan untuk mengangkut daging harus tertutup.
Lapisan dalamboks pada kendaraan pengangkut daging harus terbuat
dari bahan yang tidak toksik, tidak mudah korosif, mudah dibersihkan
dan didesinfeksi, mudah dirawat serta mempunyai sifat insulasi yang
baik. Boks dilengkapi dengan alat pendingin yang dapat
mempertahankan suhu bagian dalam daging segar +7 oC dan suhu
bagian dalam jeroan +3 oC (SNI 01-6159, 1999).

8. Persyaratan Ruang Pendingin/Pelayuan


 Ruang pendingin/pelayuan terletak di daerah bersih. Besarnya ruang
disesuaikan dengan jumlah karkas yang dihasilkan. Konstruksi
bangunan harus memenuhi persyaratan :
a. Dinding :
Tinggi dinding pada tempat proses pemotongan dan pengerjaan
karkas minimum 3 meter. Dinding bagian dalam berwarna terang,
terbuat dari bahan yang kedap air,memiliki insulasi yang baik,
tidak mudah korosif, tidak toksik, tahan terhadap benturan keras,
mudah dibersihkan dan didesinfeksi serta tidak mudah mengelupas.
b. Lantai :
Lantai terbuat dari bahan yang kedap air, tidak mudah korosif,
tidak toksik, tahanterhadap benturan keras, mudah dibersihkan dan
didesinfeksi serta tidak mudah mengelupas (SNI 01-6159, 1999).
9. Ruang Beku
 Ruang Pembeku terletak di daerah bersih. Besarnya ruang disesuaikan
denganjumlah karkas yang dihasilkan. Ruang didisain agar tidak ada
aliran air atau limbah cair lainnya dari ruang lain yang masuk ke
dalam ruang pendingin/pelayuan. Ruang mempunyai alat pendingin
yang dilengkapi dengan kipas (blast freezer). Suhu dalam ruang di
bawah –18 oC dengan kecepatan udara minimum 2 meter per detik
(SNI 01-6159, 1999).

10. Ruang Pembagian Karkas dan Pengemasan Daging


 Ruang pembagian dan pengemasan karkas terletak di daerah bersih
danberdekatan dengan ruang pendingin/pelayuan dan ruang pembeku.
Ruang didisain agar tidak ada aliran air atau limbah cair lainnya dari
ruang lain yang masuk ke dalam ruang pembagian dan pengemasan
daging. Ruang dilengkapi dengan meja dan fasilitas untuk memotong
karkas dan mengemas daging (SNI 01-6159, 1999).

11. Laboratorium
 Laboratorium didisain khusus agar memenuhi persyaratan kesehatan
dankeselamatan kerja. Tata ruang didesain agar dapat menunjang
pemeriksaan laboratorium. Penerangan dalam laboratorium memiliki
intensitas cahaya 540 lux. Lampu harus diberi pelindung (SNI 01-
6159, 1999).

2.4 Syarat Pemotongan Hewan


Syarat pemotongan hewan berdasarkan Permentan No. 13 Tahun 2010
tercantum dalam Pasal 37 antara lain:
(1) Dalam rangka menjamin karkas, daging, dan jeroan yang dihasilkan oleh RPH
atau UPD (UPD) memenuhi kriteria aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH)
perlu dilakukan pengawasan kesehatan masyarakat veteriner di RPH dan
UPD oleh Dokter Hewan Berwenang atau Dokter Hewan Penanggung Jawab
Perusahaan yang disupervisi oleh Dokter Hewan Berwenang.
(2) Kegiatan pengawasan kesehatan masyarakat veteriner sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. penerapan kesehatan hewan di RPH;
b.pemeriksaan kesehatan hewan sebelum disembelih (ante-mortem
inspection);
c. pemeriksaan kesempurnaan proses pemingsanan (stunning);
d. pemeriksaan kesehatan jeroan dan/atau karkas (post- mortem inspection);
e. pemeriksaan pemenuhan persyaratan higiene-sanitasi pada proses produksi.
(5) Pemeriksaan ante-mortem sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
dilakukan di kandang penampungan sementara atau peristirahatan hewan,
kecuali apabila atas pertimbangan dokter hewan berwenang dan/atau dokter
hewan penanggung jawab perusahaan, pemeriksaan tersebut harus dilakukan
di dalam kandang isolasi, kendaraan pengangkut atau alat pengangkut lain.
(6) Pemeriksaan post-mortem sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d
dilakukan segera setelah penyelesaian penyembelihan, dan pemeriksaan
dilakukan terhadap kepala, karkas dan/atau jeroan.
(7) Pemeriksaan pemenuhan persyaratan higiene-sanitasi pada proses produksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e dilakukan terhadap
pemeliharaan sanitasi bangunan, lingkungan produksi, peralatan, proses
produksi dan higiene personal.
(8) Karkas, daging, dan/atau jeroan yang telah lulus pemeriksaan ante-mortem dan
post-mortem harus distempel oleh Dokter Hewan Penanggung Jawab RPH
yang berisi informasi tentang “Di Bawah Pengawasan Dokter Hewan” dan
Nomor Kontrol Veteriner (NKV).
(9) Kesimpulan hasil pengawasan kesehatan masyarakat veteriner yang
menyatakan karkas, daging, dan/atau jeroan tersebut aman, sehat, dan utuh
dinyatakan dalam Surat Keterangan Kesehatan Daging (SKKD) yang
ditandatangani oleh Dokter Hewan Berwenang di RPH atau di UPD dengan
format SKKD, seperti format model 1.
(10)Surat Keterangan Kesehatan Daging sebagaimana dimaksud pada ayat (9)
harus disertakan pada peredaran karkas, daging, dan/atau jeroan.
Syarat-syarat pemotongan hewan dan penangan daging halal berdasarkan
sembilan titik kontrol halal yaitu (Riaz and Chaudry,2004) :
1. Hewan halal adalah hewan yang dapat diterima sebagai hewan halal seperti
jenis kambing, domba, sapi, kerbau, lembu, unta dan bangsa unggas seperti
ayam, bebek, itik, burung dara, kalkun dan ayam jago. Sedangkan hewan
seperti babi, anjing, kucing, singa, beruang, cheetah, babi hutan, burung
elang, burung hering dan hewan sejenis hewan-hewan tersebut tidak halal
sekalipun dipotong dengan cara yang halal.
2. Menampung hewan dalam kondisi yang manusiawi. Di tempat penampungan
hewan harus tersedia air minum. Restrain dilakukan menurut cara yang
dianjurkan untuk menghasilkan produk halal yaitu hewan tidak boleh stress.
3. Metode pemingsanan diizinkan dalam proses penyembelihan halal dengan
syarat hewan harus tetap hidup sampai saat penyembelihan dan hewan mati
karena kehilangan darah dan bukan karena pukulan atau elektrik dari
pemingsanan.
4. Pemotongan atau penyembelihan dilakukan dengan menggunakan pisau yang
tajam agar hewan tidak merasa sakit pada saat dipotong. Pada pemotongan
tanpa pemingsanan, pisau harus lebih tajam. Ukuran pisau yang digunakan
disesuaikan dengan besar hewan. Pisau potong tidak boleh diasah/dipertajam
di depan hewan yang akan disembelih.
5. Penyembelih adalah seorang muslim dewasa laki-laki atau perempuan
yangter biasa dengan proses penyembelihan
6. Penyembelih harus mengucapkan nama Tuhan dengan suara pelan,
memotong dari pada bagian depan leher yaitu memotong arteri carotis, vena
jugularis, trachea dan esofagus tanpa menyebabkan kepala hewan telepas.
7. Pada saat penyembelihan, penyembelih harus menyebut nama Tuhan dengan
membaca Bismillah satu kali dan khusus pada hewan besar penyembelih
menyebut nama Tuhan dengan membaca Bismillah Allahu Akbar tiga kali
8. Persyaratan setelah pemotongan : Tidak dibolehkan untuk melepas bagian
tubuh hewan seperti telinga, tanduk dan kaki sebelum hewan benar-benar
mati. Normanya setelah perdarahan berhenti, jantung berhenti dan hewan
mati dan pengerjaan karkas dapat dimulai. Pengulitan dan pengeluaran jeroan
sebelum dilakukan pemisahan daging dari tulang akan menjaga keamanan
daging.
9. Pengemasan dan pemberian label. Daging dikemas dalam kemasan dan box
bersih, dan pemberian label untuk identitas produk sebgai produk halal (Riaz
and Chaudry,2004)
3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil
Pada hari Minggu tanggal 4 Februari 2018 dilakukan kunjungan ke Rumah
Potong Hewan Tamangapa, Kota Makassar untuk mengamati proses pemotongan
hewan serta penanganan daging di RPH. Berdasarkan pengamatan saat kunjungan
tersebut, terdapat beberapa hal yang perlu dibenahi dalam proses penanganan
daging di RPH, yaitu tidak dilakukan pemeriksaan ante mortem terhadap hewan
sebelum disembelih dan tidak dilakukan pemeriksaan post mortem terhadap
hewan yang telah disembelih, belum ada pemisahan antara daerah kotor dan
daerah bersih, dan pemotongan sapi betina produktif masih dilakukan di RPH
tersebut. Selain itu, RPH belum memiliki Nomor Kontrol Veteriner (NKV)
sebagai jaminan kelayakan dan keamanan pangan asal hewan.

3.2 Pembahasan
Pemeriksaan ante mortem dan post mortem perlu dilakukan di RPH. Hal ini
berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian RI No.13 Tahun 2010 Pasal 4 bagian (b)
pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dipotong (ante-mortem inspection) dan
pemeriksaan karkas, dan jeroan (post-mortem inspection) untuk mencegah
penularan penyakit zoonotik ke manusia.
Berdasarkan SNI Nomor 01-6159 Tahun 1999 dan Peraturan Menteri
Pertanian RI No.13 Tahun 2010 di RPH perlu adanya pemisahan daerah kotor dan
daerah bersih dalam proses penanganan hewan yang akan disembelih dan telah
disembelih. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian RI No.13 Tahun 2010
dalam Pasal 9 ayat (2) daerah kotor meliputi area pemingsanan atau perebahan
hewan, area pemotongan dan area pengeluaran darah; area penyelesaian proses
penyembelihan (pemisahan kepala, keempat kaki sampai metatarsus dan
metakarpus, pengulitan, pengeluaran isi dada dan isi perut); ruang untuk jeroan
hijau; ruang untuk jeroan merah; ruang untuk kepala dan kaki; ruang untuk kulit;
dan pengeluaran (loading) jeroan. Sedangkan daerah bersih meliputi area
pemeriksaan post-mortem; penimbangan karkas; serta pengeluaran (loading)
karkas/daging.
Persyaratan lain yang belum terpenuhi di RPH Tamangapa yaitu masih
dilakukan pemotongan betina produktif. Pemotongan hewan betina produktif
tidak dianjurkan berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian RI No.13 Tahun 2010
Pasal 13 ayat (1) yang berbunyi Untuk melindungi populasi ternak ruminansia
betina produktif, harus dilakukan pencegahan pemotongan ternak ruminansia
betina produktif di RPH.
Rumah Potong Hewan Tamangapa belum memiliki Nomor Kontrol
Veteriner (NKV) sebagai syarat kelayakan produk hewan. Berdasarkan Peraturan
Menteri Pertanian Nomor 381 Tahun 2005 Pasal 1 butir 1 berbunyi Sertifikat
Kontrol Veteriner Unit Usaha Pangan Asal Hewan yang selanjutnya disebut
Nomor Kontrol Veteriner (NKV) adalah sertifikat sebagai bukti tertulis yang sah
telah dipenuhinya persyaratan higiene-sanitasi sebagai kelayakan dasar jaminan
keamanan pangan asal hewan pada unit usaha pangan asal hewan. Pasal 4 ayat (1)
menyebutkan bidang usaha yang wajib memiliki NKV yaitu Rumah Pemotongan
Hewan, Rumah Pemotongan Unggas, Rumah Pemotongan Babi; Usaha budidaya
unggas petelur; Usaha pemasukan, usaha pengeluaran; Usaha distribusi; Usaha
ritel; dan/atau Usaha pengolahan pangan asal hewan.
4 KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan kunjungan ke Rumah Potong Hewan (RPH) Tamangapa, Kota
Makassar terdapat beberapa hal yang perlu dibenahi dalam proses penanganan
daging di RPH, yaitu tidak dilakukan pemeriksaan ante mortem terhadap hewan
sebelum disembelih dan tidak dilakukan pemeriksaan post mortem setelah hewan
disembelih, belum ada pemisahan antara daerah kotor dan daerah bersih, dan
pemotongan sapi betina produktif masih dilakukan di RPH tersebut. Selain itu,
RPH belum memiliki Nomor Kontrol Veteriner (NKV) sebagai jaminan
kelayakan dan keamanan pangan asal hewan.

4.2 Saran
Perlu dilakukan pembenahan terhadap proses penanganan hewan dan proses
penyembelihan hewan di RPH. Kerja sama berbagai pihak sangat dibutuhkan
dalam mewujudkan RPH yang memiliki standar mutu kelayakan dan keamanan
pangan asal hewan.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Standardisasi Nasional-BSN. 1999. SNI 01-6159-1999. SNI Rumah


PotongHewan (RPH), Rumah Potong Unggas (RPU) dan HACCP. Jakarta.

Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor


13/Permentan/Ot.140/1/2010. Persyaratan Rumah Potong Hewan
Ruminansia dan Unit Penanganan Daging (Meat Cutting Plant).

Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor:


381/Kpts/Ot.140/10/2005. Pedoman Sertifikasi Kontrol Veteriner Unit
Usaha Pangan Asal Hewan.

Riaz, M.N and Chaudry, M. M, 2004. Halal Food Production. Halal Production
Requirements for Meat and Poultry. CRC Press. Boca Raton London
NewYork Washington D.C.

Rohyati, E., Bernadus Ndoen., Cardial L. Penu. 2017. Kajian Kelayakan


Operasional Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Oeba Pemerintah Kota
Kupang Nusa Tenggara Timur dalam Menghasilkan Daging dengan Kualitas
ASUH. Jurnal P2M Nomor 2, Halaman 162-171.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2009. Peternakan dan


Kesehatan Hewan.

Anda mungkin juga menyukai