Anda di halaman 1dari 3

TUGAS KP 2.5.4.

MIFTAHUL FIKRAH 1810312011

1. Dikatakan seseorang menderita ADHF apabila si pasien sudah pernah memiliki

riwayat gejala dan tanda gagal jantung sebelumnya, kemudian sekarang datang

dengan kondisi perburukan gejala gagal jantung kronik yang progresif. Umumnya

memiliki tanda adanya kongesti sistemik ataupun pulmoner. Kasus ADHF ini

merupakan kasus yang paling banyak diantara kasus gagal jantung lainnya.

Sedangkan AHF hipertensif, umumnya orang datang dengan tekanan darah tinggi dan

kita bisa lihat di elektrokardiografi fungsi sistolik ventrikel kirinya umumnya normal.

Mekanisme utama terjadinya AHF hipertensif ini ialah adanya peningkatan tonus

simpatis yang akhirnya mengakibatkan peningkatan heart rate dan vasokonstriksi.

Venokonstriksi dan vasokonstriksi arteri mengakibatkan aliran darah kembali ke vena

pulmonalis sehingga kita bisa lihat pada si pasien adanya tanda kongesti pada vena

pulmonalis ataupun sistemik. Perbedaan yang sangat menonjol antara AHF hipertensif

ini dengan ADHF ialah umumnya si pasien euvolemik atau sedikit rendah, lain halnya

pada ADHF yang mana si pasiennya hipervolemik.

2. Arah ke kanan menggambarkan ada atau tidaknya kongesti, atas bawah

menggambarkan keadaan perfusi. Secara vertikal kuadran kanan dan kiri dibatasi oleh

garis yang menggambarkan PCWP=15 mmHg. Jika nilainya <15 maka tidak ada

tanda kongesti. Sebaliknya, nilai>15 akan ada tanda kongesti. Sedangkan secara

horizontal, kuadran atas dan bawah dibatasi oleh garis yang menggambarkan cardiac

index yang nilainya 2,2 L/min/m2.

3. Beberapa faktor presipitat cepat yang menyebabkan gagal jantung akut, 3 diantaranya

yaitu 1. Takiaritmia atau bradiaritmia berataritmia atau gangguan irama jantung

dapat diderita oleh pasien gagal jantung kongestif. Aritmia ini dapat terjadi karena
gangguan aliran listrik jantung yang berfungsi mengatur irama dan detak jantung. Jika

penderita gagal jantung kongestif kemudian menderita aritmia, maka ia akan berisiko

tinggi terkena stroke. Penderita juga rentan mengalami tromboemboli, yaitu sumbatan

pada pembuluh darah akibat bekuan darah yang terlepas. 2. Komplikasi mekanis

ACSCardiac arrest umumnya terjadi pada infark miokard akut, ditandai dengan

aritmia maligna berupa ventrikel takikardi. Gangguan suplai oksigen ke miokard

terganggu karena oklusi akut arteri koroner menimbulkan disrupsi sel, kerusakan

miokard, penipisan, fibrosis dan remodeling. Aritmia maligna sering ditemukan pada

jam-jam awal infark akut, termasuk diantaranya ventrikel takikardi dan ventrikel

fibrilasi. Komplikasi yang lain berupa edema paru yang merupakan gagal jantung

akut. Kondisi ini bisa terjadi pada hipertensi berat, karena meningkatnya beban

afterload dan resistensi vaskuler sistemik (SVR). 3. Edema paru akut juga bisa terjadi

sebagai komplikasi infark miokard akut, dimana terjadi penurunan fungsi pompa otot

miokard, dan menurunnya fungsi ejeksi ventrikel kiri. Kondisi ini menimbulkan

perubahan pada keseimbangan gaya starling tekanan kapiler alveolar, berupa

peningkatan tekanan hidrostatik kapiler alveolar disertai kebocoran cairan ke

intersisial dan alveoli. Faktor presipitat yang lambat biasanya mengakibatkan gagal

jantung akut dalam waktu seminggu atau bahkan ada yang sebulan. Yang paling

sering ialah 1. penyakit infeksi pada paru, contoh PPOK. Penelitan epidemiologi

menunjukkan penurunan fungsi paru pada subjek PPOK dan terkait dengan angka

kesakitan dan kematian, bahkan dengan memasukkan riwayat merokok. Penelitian

Lung Health melaporkan penurunan 10% fungsi paru (VEP1) pada pasien PPOK

terkait dengan peningkatan risiko kematian penyakit kardiovaskular sebesar 30%

yang terdiri dari aritmia, gagal jantung dan stroke dikutip serta penyakit

kardiopulmoner seperti penyakit tromboemboli (termasuk risiko emboli paru dan


trombosis vena dalam (DVT)) serta kematian mendadak. Pada penelitian Lung

Health, kejadian kardiovaskular diperkirakan 42% pada perwatan pertama dan 48%

pada perawatan kedua dan berbeda dengan perawatan karena infeksi saluran napas

bawah yang hanya sekitar 15%. 2. gangguan ginjalTerjadi peningkatan kadar

kreatinin serum pada pasien gagal jantung, kecuali pada pasien CHF I. Rerata LFG

pada CHF semakin menurun sesuai dengan peningkatan derajat klasifikasi fungsional

CHF. Nilai rerata LFG pada pasien dengan AHF lebih rendah dibandingkan pada

pasien dengan CHF. Terjadi penurunan fungsi ginjal ringan, sedang, sampai berat

pada pasien gagal jantung. 3. Penggunaan NSAID yang mana ini sifatnya

mengakibatkan retensi air sehingga gagal jantung akutnya jadi lebih berat.

4. Berdasarkan rekomendasi, jika kita curiga pasien mengalami sesak yang disebabkan

AHF from non-cardiac atau AHF, kita bisa memberikan plasma natriuretic peptide

level. Jika pasien dicurigai AHF maka lakukan ekg 12 lead, rontgen toraks, dan

pemeriksaan laboratorium darah: troponin, BUN, kreatinin, elektrolit, glukosa darah,

complete blood count, tes fungsi hati, dan TSH. Ekokardiografi direkomendasikan

untuk segera dilakukan pada pasien dengan haemodynamically unstable AHF.

Tatalaksana awal yang perlu dilakukan jika kita curigai pasien dengan gagal jantung

akut, kita nilai ada atau tidaknya tanda syok kardiogenik. Jika didapatkan tanda syik

kardiogenik maka kita harus lakukan circulatory support dengan inotropin secara

mekanik atau farmakologik, yang mungkin kita lakukan ialah secara farmakologis.

5. Diuretik berguna untuk memperbaiki keadaan kongesti cairan. Morfin diberikan pada

pasien yang mengalami stres hebat gelisah untuk menghentikan stresnya. Nitrogliserin

intravena berguna untuk menciptakan kondisi hipotensi terkontrol atau mengurangi

gejala serangan jantung akut lainnya.

Anda mungkin juga menyukai