Anda di halaman 1dari 15

DAFTAR ISI

BAB I 1

PENDAHULUAN.. 1

Latar Belakang. 1

Mengapa Memilih Topik Tersebut 2

BAB II 2

ISI 2

Lada. 2

Penyebab Penurunan Produksi Lada. 2

Bibit Tanaman Lada. 3

Meningkatkan Produksi Lada di Indonesia. 4

Syarat Tempat Tumbuh Tanaman Lada. 4

Syarat Dalam Memilih Tanaman Induk. 5

Bahan Tanam.. 5

Persiapan Tanam Lada dengan Tajar Hidup. 6


Pengolahan Tanah. 6

Penanaman. 6

Pengendalian Gulma. 7

Pemupukan Dan Pemangkasan Tajar. 7

KESIMPULAN.. 7

DAFTAR PUSTAKA. 8

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lada (Piper nigrum) merupakan salah satu komoditas


subsektor perkebunan yang telah memberikan
kontribusi nyata sebagai sumber devisa, penyedia
lapangan kerja, dan sumber pendapatan petani. Luas
areal perkebunan lada pada tahun 2009 mencapai
191,54 ribu hektar yang tersebar di 29 provinsi
dengan produksi 84,51

ribu ton (Risfaheri. 2012). Pemanfaatan sumber daya


alam di indonesia akan diharapkan pada berbagai
pilihan. Bila Sumber daya tersebut dimanfaatkan
untuk menghasilkan produk-produk ekspor, maka
pilihan akan Jatuh pada produk yang memiliki
keunggulan komparatif tinggi, yaitu produk yang
membutuhkan Sumber daya dalam negeri minimum
tetapi menghasilkan devisa maksimum. Salah satu
tanaman Industri yang mempunyai keunggulan
komparatif tinggi adalah lada (Rukmana, 2003)

Lada Merupakan salah satu komoditas ekspor


andalan indonesia, diperoleh dari buah tanaman lada.
Walaupun bukan tanaman asli indonesia peranannya
di dalam perekonomian nasional sangatlah Besar.
Indonesia tercatat sebagai salah satu negara produsen
dan pengekspor lada di dunia. (Martin, Same, &
Indrawati, 2015)

Budidaya lada ( Piper nigrum L ) di indonesia sampai


saat ini umumnya menggunakan tiang panjat,
sehinga memerlukan biaya mahal perawatan intensif.
Bibit lada biasa ditanam petani bersal dari bibit asal
sulur panjat. Penanaman lada dengan cara ini
memerlukan tiang panjat baik tiang panjat hidup
( pohon dadap, gamal, kapok, pinang, buah-buahan).
(Zaubin & P, 1996)

Beberapa sentra produksi lada adalah Bangka


belitung, lampung, Kalimantan timur, Sumatera
selatan, Sulawesi selatan.

Mengapa Memilih Topik Tersebut

Saya memilih topik ini karena pada umumnya


wilayah Bangka belitung banyak yang menjadi petani
lada, meskipun banyak juga petani yang menanam
tanaman lain. Bangka belitung juga termasuk daerah
penghasil lada terbesar meskipun sekarang sudah
menurun produksinya karena disebabkan beberapa
hal.

BAB II

ISI

Lada

Dalam sejarah perdagangan rempah-rempah, lada


dikenal sebagai the King of Spices atau rajanya
rempah-rempah. Baik karena nilainya yang tinggi dan
volume perdagangannya sangat besar dibandingkan
rempah-rempah lainnya, juga merupakan salah satu
komoditas rempah-rempah tertua yang
diperdagangkan. (Risfaheri, 2012 )

Lada (Piper nigrum L.) merupakan tanaman yang


buahnya berfungsi sebagai bumbu masakan, obat
herbal, anti bakteri dan anti oksidan. Kebutuhan lada
dunia mencapai 350 ribu ton/tahun. Kontribusi
Indonesia sebagai pengekspor lada mencapai 29%
dari kebutuhan dunia, terbesar kedua setelah
Vietnam Produksi lada Nasional tahun 2014
mencapai 91.941 ton (Direktorat Jenderal
Perkebunan, 2014)

Penyebab Penurunan Produksi Lada


Indonesia merupakan salah satu produsen dan
eksportir lada (Piper nigrum L) terbesar di dunia dan
sekitar ± 90% dari produksinya ditujukan untuk
ekspor. Namun, pada periode 2000–2004 volume
dan kontribusi ekspor lada Indonesia terhadap pasar
dunia cenderung mengalami penurunan dengan laju
berturut-turut 9,2% dan 15,5% Mutu lada putih yang
dihasilkan di tingkat petani cenderung rendah atau
bahkan tidak memenuhi mutu yang disyaratkan
negara importir.

( Usmiati & Nanan, 2006)

Terlepas dari fluktuasi produksi lada Indonesia,


penyebab utama menurunnya ekspor lada Indonesia
yaitu bervariasinya mutu lada yang di-hasilkan,
meningkatnya standar mutu yang dikehendaki
negara-negara konsumen lada, serta munculnya
negara-negara penghasil lada baru yang
perkembangannya sangat pesat. (Nurdjannah, Hasil
Analisis lada putih dari bangka dan lada hitam dari
Lampung di Laboratorium Balittro, 1999b) Menurut
(Putro, 2001.) masalah utama yang sering dikeluhkan
oleh importir rempah Eropa terhadap produk lada
Indonesia yaitu tinggi-nya kadar kotoran dan
kontaminasi mikroorganisme. Hasil analisis produk
lada putih petani Indonesia umumnya mengandung
kadar lada hitam 3–13%, sedangkan syarat mutu IPC
1–2% Diketahui pula bahwa kandungan total
mikroorganisme (total plate count) dari produk lada
tersebut 12 x 108 sampai 70 x 108 CFU/g, jauh lebih
tinggi dari syarat mutu IPC (5 x 104 CFU/g).
Hasil penelitian (Nurdjannah, Usaha perbaikan
pengolahan lada hitam, 1999a) menunjukkan bahwa
lada putih petani maupun eksportir di Bangka
mengandung E. coli dalam jumlah yang cukup tinggi.
Kondisi tersebut menyebabkan pasar lada Indonesia
semakin terdesak oleh produsen-produsen baru yang
tidak hanya menawarkan volume yang lebih besar,
tetapi juga mutu yang lebih tinggi.

Bibit Tanaman Lada

Perbanyakan tanaman lada (Piper nigrum L) untuk


perkebunan komersial dilakukan melalui teknik
pemotongan tamanan (stek). Perbanyakan tanaman
dari bahan tanam yang berkualitas menjadi hal yang
mendasar dalam membangun perkebunan lada yang
baik dan sehat. Di perkebunan lada komersial, usia
produktif tanaman lada dapat mencapai lebih dari 20
tahun dan bahkan bisa mencapai lebih dari 30 tahun
dengan sistem tanaman perdu. Kualitas bahan taman
atau bibit menjadi faktor yang menentukan kapasitas
produksi tanaman lada ketika dewasa (Tanaman
Menghasilkan/RM) dan juga dapat pula menjadi
sumber penyakit tanaman, apabila tindakan
pencegahan tidak dilakukan pada tahap awal.

Kesalahan sekecil apapun pada tahap pembibitan


dapat menyebabkan kapasitas produksi tanaman
tidak maksimal di kemudian hari. Membangun
perkebunan lada pada tahap awal, dimana tanaman
belum menghasilkan, betul-betul membutuhkan
investasi dan upaya yang serius. Oleh karena itu yang
perlu ditekankan adalah bagaimana memproduksi
bibit tanaman yang baik sehingga di kemudian hari
akan benar-benar dihasilkan perkebunan yang
produktif. (Kementrian PPN/ BAPPENAS, 2017)

Produktivitas tanaman lada masih berpotensi dapat


ditingkatkan dengan melalui penerapan teknologi
budidaya mulai dari persiapan lahan, pembibitan,
penanaman, pemeliharaan dan penanganan pasca
panen yang baik. (Suprapto & Alvi, 2008)Lada perdu
merupakan tanaman yang dihasilkan dari
perbanyakan vegetative dengan mengunakan setek
yang berasal dari cabang buah. Lada ini memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan dengan lada biasa.
(Hariyadi, I, & R, 1996) Pengolahan lada putih di
tingkat petani masih dilakukan secara tradisional,
umumnya belum mem-perhatikan efisiensi
pengolahan, segi kebersihan dan konsistensi mutu.
Perontokan buah lada dengan cara diinjak-injak serta
cara penjemuran yang sangat sederhana
memungkinkan terjadinya kontaminasi oleh debu,
kotoran binatang peliharaan, maupun
mikroorganisme (Nurdjannah, Hasil Analisis lada
putih dari bangka dan lada hitam dari Lampung di
Laboratorium Balittro, 1999b)

Meningkatkan Produksi Lada di Indonesia

Karena masih banyak yang yang harus diperhatikan


apabila ingin meningkatkan kualitas produksi lada di
Indonesia ada beberapa hal yang harus diperbaharui
antara lain adalah:

ü meningkatkan kualitas bibit yang ada dengan


menciptakan bibit unggul yang tahan penyakit atau
yang memiliki tingkat produksi yang lebih besar.

ü Menyiapkan laham yang baik bagi tanaman

ü Mempublikasikan hasil penelitan ilmuan kepada


masyarakat luas, agar masyarakat lebih mengetahui
perkembangan ilmu pengetahuan yang ada. Supaya
bisa diterapkanlangsung oleh masyarakat dalam
budidaya tanaman lada.

ü Peranan pemerintah dalam mengatur harga lada,


agar tidak turun naik seperti sekarang ini, dengan
adanya aturan diharapkan petani lada bisa hidup
sejahtera.

ü Penanaman harus dilakukan dengan baik dan benar


serta perawatan yang teratur.

Syarat Tempat Tumbuh Tanaman Lada

Tanaman lada tumbuh dengan baik pada daerah


dengan ketinggian mulai dari 0–700 m di atas
permukaan laut (dpl). Penyebaran tanaman lada
sangat luas berada di wilayah tropika antara 200 LU
dan 200 LS, dengan curah hujan dari 1.000–3.000
mm per tahun, merata sepanjang tahun dan
mempunyai hari hujan 110–170 hari per tahun,
musim kemarau hanya 2–3 bulan per tahun.
Kelembaban udara 63–98% selama musim hujan,
dengan suhu maksimum 35oC dan suhu minimum
20oC. Lada dapat tumbuh pada semua jenis tanah,
terutama tanah berpasir dan gembur dengan unsur
hara cukup, drainase (air tanah) baik, tingkat
kemasaman tanah (pH) 5,0–6,5. (Suprapto & Alvi,
2008)

Syarat Dalam Memilih Tanaman Induk

Memilih tanaman induk yang sehat dan produktif


adalah hal yang sangat penting untuk berhasilnya
budidaya tanaman lada. Berikut beberapa syarat
dalam memilih tanaman induk: (Kementrian PPN/
BAPPENAS, 2017)

1. Tanaman Lada yang sehat dengan pertumbuhan


yang meyakinkan

2. Jarak antara dua buku/ruas lebih pendek dan


jumlah cabang-cabang samping yang lebih banyak,
serta lebih banyak tangkai buah di setiap cabangnya

3. Panjang tangkai buah lebih dari 7 cm (pada


beberapa jenis akan lebih pendek)

4. Tangkai buah memiliki buah dengan kesamaan


ketebalan dan ukuran buah yang lebih besar
5. Kepadatan dari lada hitam kering adalah lebih dari
550 g setiap liter dan untuk lada putih adalah lebih
dari 600 g setiap liter

6. Bebas dari hama dan penyakit

7. Kemampuan pengakaran yang baik dan


pertumbuhan bibit tanaman yang baik

8. Keberlanjutan dan kesamaan dalam kapasitas


menghasilkan lada

Bahan Tanam

Tanaman lada dapat diperbanyak secara generative


dengan biji, dan vegetatif dengan setek. Perbanyakan
menggunakan setek lebih praktis, efisien dan bibit
yang dihasilkan sama dengan sifat induknya. Setek
tanaman lada dapat diambil dari sulur panjat, sulur
gantung, sulur tanah dan sulur buah (cabang buah).
Untuk menghasilkan tanaman lada yang dapat
tumbuh baik pada tanaman penegak, sebaiknya
menggunakan bahan tanaman yang berasal dari sulur
panjat. Bahan tanaman untuk bibit sebaiknya berasal
dari tanaman yang tumbuh kuat, daunnya berwarna
hijau tua, tidak menunjukkan gejala kekurangan hara
dan tidak memperlihatkan gejala serangan hama dan
penyakit. Bahan tanaman tersebut dapat diambil dari
kebun perbanyakan yang sudah dipersiapkan atau
dari kebun produksi yang masih muda.
Persiapan Tanam Lada dengan Tajar Hidup

Menanam tajar lada dilakukan satu tahun sebelum


penanaman lada. Jenis tajar lada yang baik adalah
gamal (Gliricidia maculata) atau dadap cangkring
pucuk merah (Erythrina fusca L). Jenis tajar hidup
yang banyak digunakan di Lampung adalah gamal
(Gliricidia maculata), dadap cangkring (Erythrina
fusca L), kapok (Ceiba petandra ), dadap licin
(Erythrina lihosperma), dadap duri (Erythrina
indica ) dll. Jarak tanam tajar lada sama dengan jarak
tanam lada yaitu 2,5x2,5 m atau 2,5x2 m. Lubang
tanam lada ukuran 45x45x45 cm atau 60x60x60 cm)
dibuat 10–15 cm di sebelah timur tajar lada. Lubang
tanam dilakukan 0,5–3,0 bulan sebelum tanam lada.
Tanah galian lubang tanam dipisahkan menjadi dua,
tanah bagian atas (top soil) dan tanah bagian bawah
(sub soil) ditempatkan terpisah. Tanah galian lubang
tanam lada yang berasal dari bagian atas (top soil)
dicampur pupuk organik atau pupuk kandang (5–10
kg) yang telah ditaburi agen hayati Trichodema
harzianum sebanyak 50–100gr. (Suprapto & Alvi,
2008)

Pengolahan tanah

Pembuatan lubang

• Ukuran lubang tanam 45 x 45 x 45 cm sampai 60 x


60 x 60 cm (panjang x lebar x dalam)
• Tanah galian dibiarkan terbuka sekurang-
kurangnya 40 hari sebelum penanaman

• Tanah yang berasal dari bagian atas dicampur


pupuk organik/pupuk kandang dan infestasi
Trichoderma harzianum

• Dolomite dapat ditambahkan bila diperlukan

Penanaman

Bibit lada setelah dilepaskan dari polibag atau setek


5–7 buku yang sudah tumbuh dan berakar ditanam
dengan cara meletakkan miring (30–45o ) mengarah
ke tajar, 3–4 buku/setek bagian pangkal tanpa daun
dibenamkan mengarah ke tajar, sedangkan 2–3 ruas
sisanya (berdaun) disandarkan dan diikat pada tajar.
Selanjutnya tanah di sekelilingnya yang telah
dicampur pupuk organik dipadatkan. Tanah di sekitar
tanaman lada dibuat sedikit guludan agar tidak
tergenang air di musim hujan. Guludan tidak boleh
terlalu tinggi agar tidak menjadi tempat sarang rayap.
Setelah ditanam, tanah di sekelilingnya dipadatkan
dan di atas tanaman lada diberi naungan yang
diikatkan pada tajar agar tanaman lada yang baru
ditanam terlindungi dari teriknya sinar matahari.
Naungan tanaman lada yang umum digunakan dan
mudah diperoleh adalah alang-alang atau tanaman
hutan lainnya yang tidak mudah lapuk. Naungan
dilepas apabila tanaman lada telah tumbuh kuat.
(Suprapto & Alvi, 2008)
Pengendalian Gulma

Gulma di kebun lada dikendalikan dengan cara


dipangkas, agar gulma tetap tumbuh namun tidak
menggangu tanaman lada, sehingga keragaman
hayati di kebun lada stabil, tersedia nektar bagi
musuh alami, aliran air dipermukaan tanah di musim
hujan terhambat, penyebaran (Suprapto & Alvi,
2008)

Pemupukan Dan Pemangkasan Tajar

Tanaman lada memerlukan pupuk organik dan


anorganik. Pemberiannya dapat dilakukan secara
terpisah maupun secara bersama-sama dengan
mencampur pupuk organik dan inorganik sebelum
diberikan pada tanaman lada. Pemupukan inorganik
sebanyak 1.600 gr NPKMg (12–12–17–
2)/tanaman/tahun untuk tanaman produktif.
Pemberian pupuk inorganik dibagi 3–4 kali per
tahun. Tajar dipangkas 7–10 hari sebelum dilakukan
pemupukan, agar tidak terjadi kompetisi hara dan
memaksimalkan masuknya sinar matahari. (Suprapto
& Alvi, 2008)

KESIMPULAN

Kualitas bahan taman atau bibit menjadi faktor yang


menentukan kapasitas produksi tanaman lada ketika
dewasa. Selain itu semua proses penanaman lada
yang lain seperti penyemaian bibit, persiapan tajar
baik itu tajar hidup atau bukan, persiapan lubang
tanam dan yang paling penting perawatan tanaman
baik itu memberantas gulma, memangkas sulur yang
bias menghambat produksi tanaman dan juga
pemangkasan tajar yang rutin harus dilakukan agar
produksi lada maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Usmiati , S., & Nanan, N. (2006). Pengaruh Lama


Perendaman Dan Cara Pengeringan Terhadap Mutu
Lada Putih. Jurnal Of Agroindustrial Technology,
Vol 16 (3).

Direktorat Jenderal Perkebunan. (2014). Statistik


Perkebunan Indonesisa Komoditas Lada 2013–
2015. Jakarta: Kementrian Pertanian.

Hariyadi, I, D., & R, Z. (1996). Pengaruh Jenis Setek


Dan Media Pembibitan Terhadap Pertumbuhan Bibit
Tanaman Lada (Piper Nigrum L). . Bul. Agron. 24(1):
6–9, . Bul. Agron. 24(1): 6–9.

Kementrian PPN/ BAPPENAS. (2017). Praktek


Budidaya Lada Yang Baik.Jakarta: Deutsche
Gesellschaft Für Internationale Zusammennarbeit
(GIZ) Gmbh.

Martin, B., Same, M., & Indrawati, W. (2015).


Pengaruh Media Pembibitan Pada Pertumbuhan
Setek Lada (Piper Nigrum L). Jurnal Agroindustri
Perkebunan, Vol 3 No 2.

Nurdjannah, N. (1999a). Usaha Perbaikan


Pengolahan Lada Hitam. Makalah Disampaikan
Pada Seminar Mutu Lada, Kerjasama Multilateral
Depperindag. Lampung 7–8 Juni 1999.

Nurdjannah, N. (1999b). Hasil Analisis Lada Putih


Dari Bangka Dan Lada Hitam Dari Lampung Di
Laboratorium Balittro. Tidak Diplubikasikan.

Putro, S. (2001.). Peluang Pasar Rempah Indonesia


Di Eropa. Jakarta: Pros. Simposium Rempah
Indonesia.

Risfaheri. (2012 ). Diversifikasi Produk Lada (Piper


Nigrum) Untuk Peningkatan Nilai Tambah . Buletin
Teknologi Pascananen Pertanian, Vol 8 (1).

Rukmana, R. (2003). Usaha Tani Lada


Perdu. Yogyakarta: Kanisius.

Suprapto, & Alvi, Y. (2008). Teknologi Budidaya


Lada. Bogor: Balitbang Pertanian.

Zaubin , R., & P, Y. (1996). Jenis Tegakan Dan


Produktivitas Tanaman Lada.Bogor: Balitbang-
Deptan.

Anda mungkin juga menyukai