PRE-EKLAMPSIA
DISUSUN OLEH :
SARINI
201901157
A. Latar Belakang
Di Indonesia Preeklampsia berat (PEB) merupakan salah satu penyebab utama kematian
maternal dan perinatal di Indonesia. PEB diklasifikasikan kedalam penyakit hypertensi yang
disebabkan karena kehamilan. PEB ditandai oleh adanya hipertensi sedang-berat, edema, dan
proteinuria yang masif. Penyebab dari kelainan ini masih kurang dimengerti, namun suatu
Diagnosis dini dan penanganan adekuat dapat mencegah perkembangan buruk PER
kearah PEB atau bahkan eklampsia penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk
menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan anak. Semua kasus PEB harus dirujuk ke rumah
sakit yang dilengkapi dengan fasilitas penanganan intensif maternal dan neonatal, untuk
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin mencari tanda preeklampsia sangat
Preeklampsia adalah penyakit pada wanita hamil yang secara langsung disebabkan oleh
segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi.
Preeklampsia hampir secara eksklusif merupakan penyakit pada nullipara. Biasanya terdapat
pada wanita masa subur dengan umur ekstrem yaitu pada remaja belasan tahun atau pada
wanita yang berumur lebih dari 35 tahun. Pada multipara, penyakit ini biasanya dijumpai pada
keadaan-keadaan berikut :
3. Penyakit ginjal.
A. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar tentang kasus kegawatdaruratan obstretic yaitu pre-
eklampsia
2. Untuk mengetahui bagamana konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien bersalin
dengan pre-eklampsia
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Preeklampsia atau sering juga disebut toksemia adalah suatu kondisi yang bisa
dialami oleh setiap wanita hamil. Preeklampsia adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu
hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias : hipertensi, proteinuri, dan
1. Preeklampsia adalah suatu penyakit vasospastik, yang melibatkan banyak sistem dan
2. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan
kehamilan setelah usia 20 minggu atau segera setelah persalinan (Mansjoer dkk, 2000).
4. Pre eklamsi merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensi terjadi setelah
minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal
B. Etiologi
Etiologi penyakit pre-eklamsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak
teori dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya. Oleh karena itu
disebut “penyakit teori” namun belum ada memberikan jawaban yang memuaskan.
Pre-eklampsia ialah suatu kondisi yang hanya terjadi pada kehamilan manusia. Tanda dan
gejala timbul hanya selama hamil dan menghilang dengan cepat setelah janin dan plasenta
lahir. Tidak ada profil tertentu yang mengidentifikasi wanita yang akan menderita
preeklampsia.
Pre-eklampsia umumnya terjadi pada kehamilan yang pertama kali, kehamilan di usia
remaja dan kehamilan pada wanita diatas 40 tahun. Faktor resiko yang lain adalah :
3. Kegemukan.
7. Gizi buruk
Akan tetapi, ada beberapa faktor resiko tertentu yang berkaitan dengan perkembangan
penyakit: primigravida, grand multigravida, janin besar, kehamilan dengan janin lebih dari
Kira-kira 85% preeklampsia terjadi pada kehamilan pertama. Preeklampsia terjadi pada
14% sampai 20% kehamilan dengan janin lebih dari satu dan 30% pasien mengalami anomali
rahim yang berat. Pada ibu yang mengalami hipertensi kronis atau penyakit ginjal, insiden
dapat mencapai 25%. Preeklampsia ialah suatu penyakit yang tidak terpisahkan dari
preeklampsia ringan sampai berat, sindrom HELLP, atau eklampsia (Bobak, dkk., 2005).
C. Manifestasi Klinis
1. Edema
2. Hipertensi
3. Proteinuria
Berat badan yang berlebihan bila terjadi kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali. Edema
terlihat sebagai peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan dan muka. Tekanan
darah ≥ 140/90 mmHg atau tekanan sistolik meningkat > 30 mmHg atau tekanan diastolik >
15 mmHg yang diukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit. Tekanan diastolik pada
trimester kedua yang lebih dari 85 mmHg patut dicurigai sebagai bakat preeklamsia.
Proteiuria bila terdapat protein sebanyak 0,3 g/l dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan
kualitatif menunjukkan +1 atau 2; atau kadar protein ≥ 1 g/l dalam urin yang dikeluarkan
dengan kateter atau urin porsi tengah, diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam.
- Trombositopenia
- Mual muntah
- Nyeri epigastrium
- Pusing
D. Patofisiologi
Pada preeklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air.
Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen
arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilakui oleh satu sel darah merah. Jadi
jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tenanan darah akan naik sebagai
usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi.
kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan
dalam ruangan interstitial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam.
Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada
kehamilan. Adaptasi fisiologis normal pada kehamilan meliputi peningkatan volume plasma
maternal menurun, termasuk perfusi ke unit janin- uteroplasenta. Vasospasme siklik lebih
lanjut menurunkan perfusi organ dengan menghancurkan sel-sel darah merah, sehingga
permeabilitas kapiler. Keadaan ini meningkatkan edema dan lebih lanjut menurunkan volume
intravaskular, mempredisposisi pasien yang mengalami pre eklamsi mudah mengalami edema
paru.
Hubungan sistem imun dengan pre eklamsi menunjukkan bahwa faktor-faktor imunologi
memainkan peran penting dalam pre eklamsi. Keberadaan protein asing, plasenta, atau janin
bisa membangkitkan respon imunologis lanjut. Teori ini didukung oleh peningkatan insiden
pre eklamsi, pada ibu baru dan ibu hamil dari pasangan baru (materi genetik yang berbeda).
Predisposisi genetik dapat merupakan faktor imunologi lain. Frekuensi pre eklamsi dan
eklamsi pada anak dan cucu wanita yang memiliki riwayat eklamsi, yang menunjukkan suatu
edema otak dan meningkatkan resistensi otak. Komplikasi meliputi nyeri kepala, kejang, dan
gangguan penglihatan (skotoma) atau perubahan keadaan mental dan tingkat kesadaran.
Komplikasi yang mengancam jiwa ialah eklampsia atau timbul kejang (Bobak, dkk., 2005)
berlanjut, terjadi kerusakan pada dinding pembuluh darah, yang mengakibatkan mengalirnya
trombosit dan fibrin ke dalam lapisan subendotel dinding pembuluh darah. Hal ini diketahui
bahwa ibu yang mengalami preeklampsia mempunyai sensivitas pada angiotensin II, yang
dianggap menjadi kontributor utama untuk proses vasospasme. Vasokonstriksi juga berperan
pada kerusakan sel darah merah ketika melewati diameter pembuluh darah yang bgerkurang
ukurannya. Vasospasme akhirnya menimbulkan hipoksia jaringan lokal pada berbagai sistem
organ, termasuk plasenta, hati, paru, otak, dan retina. Vasospasme serebral berperan pada
gejala sakit kepala dan gangguan penglihatan serta dapat berlanjut menjadi stroke.
Vasospasme pada sistem ginjal berperan pada penurunan aliran darah ginjal. Sistem
berkonstriksi, dan filtrasi glomerulus dan selanjutnya menurun. Karena penurunan filtrasi,
nitrogen urea darah serum, kreatinin, dan natrium meningkat; dan haluaran urin menurun.
Retensi natrium selanjutnya sensivitas terhadap angiotensi II dan peningkatan volume cairan
ektra seluler. Pada kasus berat, vasospasme dan pembentukan trombus arterial dapat
Terjadinya edema umum karena kerusakan dinding pembuluh darah dan retensi cairan
sekunder akibat penurunan filtrasi glomerulus. Ketika cairan bergeser dari ruang
Hemokonsentrasi. Hal ini pada gilirannya menempatkan kebutuhan pada jantung sebagai
presoreseptor pada organ mayor memberi umpan balik untuk meningkatkan curah jantung.
Beberapa penelitian telah menetapkan penurunan curah jantung yang dikaitkan dengan
peningkatan tahanan vaskular perifer, sedangkan penilitian lain menemukan bahwa beberapa
ibu dengan preeklampsia secara nyata mengalami peningkatan curah jantung dan penurunan
Disfungsi hati pada preeklampsia dapat direntang dari perubahan enzim ringan sampai
edema hepatik, edema subkapsular, atau hemoragi. Perubahan berat dapat terjadi sebagai nyeri
kuadran kanan atas. Bila edema hepatik mewakili derajat edema umum yang mencakup
edema serebral, nyeri kuadran kanan atas sering dikaitkan dengan derajat edema serebral yang
mengakibatkan aktivitas kejang (eklampsia).
Kerusakan dinding pembuluh darah, dan kebocoran produk darah ke dalam ruang
dipahami dengan baik. Satu teori adalah bahwa kerusakan endotel dikaitkan dengan agregasi
Beberapa ibu yang mengalami preeklampsia berlanjut mengalami sindrom HELLP, yang
dikaitkan dengan progresi cepat proses patologis dan mengakibatkan hasil janin dan maternal
individual yang mengalami disfungsi endotel lebih berat, dan dianggap bahwa predisposisi ini
Disamping efek tidak langsung penurunan perfusi maternal pada janin, proses
vasospasme juga secara langsung mempengaruhi plasenta. Lesi plasenta yang adalah akibat
restriction (IUGR) dan hipoksia. Komplikasi yang dikaitkan dengan preeklampsia berat
meliputi gangguan plasenta, gagal ginjal akut, abrupsio retina, gagal jantung, hemoragi
E. Penatalaksanaan
1. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan
medisinal. Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap penderita dilakukan
pemeriksaan fetal assesment (NST dan USG). Indikasi :
a. Ibu
yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan desakan darah atau setelah 24
jam perawatan medisinal, ada gejala-gejala status quo (tidak ada perbaikan)
b. Janin
c. Laboratorium
trombositopenia)
b. Tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital perlu diperiksa setiap 30 menit, refleks
c. Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-125 cc/jam) 500
cc.
Dosis awal sekitar 4 gr MgSO4) IV (20% dalam 20 cc) selama 1 gr/menit kemasan
20% dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti segera 4 gram di pantat
kiri dan 4 gr di pantat kanan (40% dalam 10 cc) dengan jarum no 21 panjang 3,7
cm. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan xylocain 2% yang tidak mengandung
Dosis ulang : diberikan 4 gr IM 40% setelah 6 jam pemberian dosis awal lalu dosis
ulang diberikan 4 gram IM setiap 6 jam dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-
3 hari.
menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12-15 mEq/liter dapat terjadi
f. Berikan calcium gluconase 10% 1 gr (10% dalam 10 cc) secara IV dalam waktu 3 menit
g. Berikan oksigen
(normotensi)
j. Deuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantung
Desakan darah sistolik > 180 mmHg, diastolik > 110 mmHg atau MAP lebih 125
mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolik <105 mmHg (bukan < 90
antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang dapat dipakai
5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan darah.
secara sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5 kali. Bersama dengan awal
pemberian sublingual maka obat yang sama mulai diberikan secara oral (syakib
bakri,1997)
medisinal.
a. Indikasi : bila kehamilan paterm kurang 37 minggu tanpa disertai tanda- tanda inpending
Hanya loading dose MgSO4 tidak diberikan IV, cukup intramuskular saja dimana gram
Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif
Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan medisinal gagal
Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dulu MgSO4 20%
2 gr IV.
Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan preeklamsia ringan : penderita dapat
1-2 minggu).
F. Diagnosis
mengukur tekanan darah ibu dan menguji protein urine. Diagnosis preeklampsia ringan
ditegakkan berdasar atas timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan/atau edema setelah
kenaikan diastolik ≥15 mmHg tidak dipakai lagi sebagai kriteria preeklampsia.
preeklampsia berat bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut :
1. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg. Tekanan
darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat dirumah sakit dan sudah
5. Gangguan visus dan serebral : penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan
pandangan kabur.
6. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat teregangnya
kapsula Glisson).
8. Hemolisis mikroangiopatik.
9. Trombositopenia berat: < 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat.
10. Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular): peningkatan kadar alanin dan
aspartate aminotransferase.
G. Pencegahan
(Prawirohardjo, 2008). Oleh karena itu, pencegahan atau diagnosis dini dapat mengurangi
Untuk dapat menegakkan diagnosis dini diperlukan pengawasan hamil yang teratur
dengan memperhatikan kenaikan berat badan, kenaikan tekanan darah, dan pemeriksaan urin
untuk menetukan proteinuria. Untuk mencegah kejadian preeklampsia ringan dapat dilakukan
1. Diet makanan. Makanan tinggi protein, rendah karbohidrat, cukup vitamin, rendah lemak.
2. Cukup istirahat. Istirahat yang cukup pada hamil semakin tua dalam arti bekerja
seperlunya dan disesuaikan dengan kemampuan. Lebih banyak duduk atau berbaring kea
rah punggung janin sehingga aliran darah menuju plasenta tidak mengalami gangguan.
3. Pengawasan antenatal. Bila terjadi perubahan peraan dan gerak janin dalam rahim segera
5. Kalau mungkin dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal, fungsi hati, gambaran darah umum,
7. Pemeriksaan janin : gerakan janin dalam rahim, denyut jantung janin, pemantauan air
ketuban
2. Pemeriksaan darah, khususnya untuk mengetahui kadar ureum darah (untuk menilai
4. Pemeriksaan kadar human laktogen plasenta (HPL) dan esteriol di dalam plasma serta urin
I. Komplikasi Preeklampsia
Tergantung pada derajat preeklampsi yang dialami. Namun yang termasuk komplikasi antara
lain:
1. Pada Ibu
a. Eklampsia
b. Solusio plasenta
f. Ablasio retina
2. Pada Janin
c. Asfiksia neonatorum
A. Pengkajian
1. Data subyektif :
a. Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau > 35 tahun
b. Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi, edema, pusing, nyeri
hipertensi kronik, DM
e. Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun selingan
f. Psiko sosial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan, oleh
2. Data Obyektif :
d. Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM (jika refleks +)
e. Pemeriksaan penunjang ;
Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali dengan
interval 6 jam
Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream ( biasanya meningkat
hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ), kadar hematokrit
menurun, BJ urine meningkat, serum kreatini meningkat, uric acid biasanya > 7
mg/100 ml
1. Resiko tinggi terjadinya kejang pada ibu berhubungan dengan penurunan fungsi organ
2. Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin berhubungan dengan perubahan pada
plasenta
3. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan kontraksi uterus dan pembukaan
jalan lahir
4. Gangguan psikologis ( cemas ) berhubungan dengan koping yang tidak efektif terhadap
proses persalinan
B. Perencanaan
1. Diagnosa keperawatan I : Resiko tinggi terjadinya kejang pada ibu berhubungan dengan
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan tidak terjadi kejang pada ibu
b. Kriteria Hasil :
c. Intervensi :
R/. Tekanan diastole > 110 mmHg dan sistole 160 atau lebih merupkan
R/. Gejala tersebut merupakan manifestasi dari perubahan pada otak, ginjal,
4) Monitor adanya tanda-tanda dan gejala persalinan atau adanya kontraksi uterus
terjadinya persalinan
2. Diagnosa keperawatan II :
a. Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin berhubungan dengan perubahan
pada plasent
b. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan tidak terjadi foetal distress pada
janin
c. Kriteria Hasil :
1) DJJ ( + ) : 12-12-12
2) Hasil NST :
3) Hasil USG ;
d. Intervensi :
solusio plasenta
R/. Ibu dapat mengetahui tanda dan gejala solutio plasenta dan tahu akibat
R/. Reaksi terapi dapat menurunkan pernafasan janin dan fungsi jantung serta
aktifitas janin
b) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan ibu mengerti penyebab nyeri dan
c) Kriteria Hasil :
d) Intervensi :
R/. Ambang nyeri setiap orang berbeda ,dengan demikian akan dapat
nyerinya
3) Ajarkan ibu mengantisipasi nyeri dengan nafas dalam bila HIS timbul
terpenuhi
4. Diagnosa keperawatan IV :
b) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan kecemasan ibu berkurang atau hilang
c) Kriteria Hasil :
d) Intervensi :
medikamentosa
R/. Kecemasan akan dapat teratasi jika mekanisme koping yang dimiliki
ibu efektif
C. Implementasi
Pelaksanaan atau implementasi yang akan dilakukan disesuaikan dengan intervensi yang
telah ditentukan.
D. Evaluasi
Evaluasi disesuaikan dengan kriteria hasil yang telah ditentukan saat penyusunan intevensi
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Preeklampsia atau sering juga disebut toksemia adalah suatu kondisi yang bisa dialami
oleh setiap wanita hamil. Preeklampsia adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil,
bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias : hipertensi, proteinuri, dan edema.
Etiologi penyakit pre-eklamsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak
teori dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya. Oleh karena itu
disebut “penyakit teori” namun belum ada memberikan jawaban yang memuaskan.
Pre-eklampsia ialah suatu kondisi yang hanya terjadi pada kehamilan manusia. Tanda
dan gejala timbul hanya selama hamil dan menghilang dengan cepat setelah janin dan
plasenta lahir. Tidak ada profil tertentu yang mengidentifikasi wanita yang akan menderita
preeklampsia
B. saran
kesehatan pada ibu dengan preeklampsia berat sehingga dapat mengurangi dan
Dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan asuhan keperawatan pada ibu
3. Bagi masyarakat