Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

PRE-EKLAMPSIA

DISUSUN OLEH :

SARINI
201901157

PRORAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
TAHUN 2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di Indonesia Preeklampsia berat (PEB) merupakan salah satu penyebab utama kematian

maternal dan perinatal di Indonesia. PEB diklasifikasikan kedalam penyakit hypertensi yang

disebabkan karena kehamilan. PEB ditandai oleh adanya hipertensi sedang-berat, edema, dan

proteinuria yang masif. Penyebab dari kelainan ini masih kurang dimengerti, namun suatu

keadaan patologis yang dapat diterima adalah adanya iskemia uteroplacentol.

Diagnosis dini dan penanganan adekuat dapat mencegah perkembangan buruk PER

kearah PEB atau bahkan eklampsia penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk

menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan anak. Semua kasus PEB harus dirujuk ke rumah

sakit yang dilengkapi dengan fasilitas penanganan intensif maternal dan neonatal, untuk

mendapatkan terapi definitif dan pengawasan terhadap timbulnya komplikasi-komplikasi.

Pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin mencari tanda preeklampsia sangat

penting dalam usaha pencegahan preeklampsia berat, di samping pengendalian terhadap

faktor-faktor predisposisi yang lain

Preeklampsia adalah penyakit pada wanita hamil yang secara langsung disebabkan oleh

kehamilan. Pre-eklampsia adalah hipertensi


disertai proteinuri dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau

segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi.

Preeklampsia hampir secara eksklusif merupakan penyakit pada nullipara. Biasanya terdapat

pada wanita masa subur dengan umur ekstrem yaitu pada remaja belasan tahun atau pada

wanita yang berumur lebih dari 35 tahun. Pada multipara, penyakit ini biasanya dijumpai pada

keadaan-keadaan berikut :

1. Kehamilan multifetal dan hidrops fetalis.

2. Penyakit vaskuler, termasuk hipertensi essensial kronis dan diabetes mellitus.

3. Penyakit ginjal.

A. Tujuan

1. Untuk mengetahui konsep dasar tentang kasus kegawatdaruratan obstretic yaitu pre-

eklampsia

2. Untuk mengetahui bagamana konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien bersalin

dengan pre-eklampsia
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Preeklampsia atau sering juga disebut toksemia adalah suatu kondisi yang bisa

dialami oleh setiap wanita hamil. Preeklampsia adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu

hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias : hipertensi, proteinuri, dan

edema. Pengertian preelamsia menurut beberapa referensi :

Preeklampsia adalah perkembangan hipertensi, protein pada urin dan pembengkakan,

dibarengi dengan perubahan pada refleks (Curtis, 1999).

1. Preeklampsia adalah suatu penyakit vasospastik, yang melibatkan banyak sistem dan

ditandai oleh hemokonsentrasi, hipertensi, dan proteinuria (Bobak, dkk., 2005).

2. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan

proteinuria (Prawirohardjo, 2008).

3. Preeklampsia adalah timbulanya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat

kehamilan setelah usia 20 minggu atau segera setelah persalinan (Mansjoer dkk, 2000).

4. Pre eklamsi merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensi terjadi setelah

minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal

B. Etiologi

Etiologi penyakit pre-eklamsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak

teori dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya. Oleh karena itu

disebut “penyakit teori” namun belum ada memberikan jawaban yang memuaskan.
Pre-eklampsia ialah suatu kondisi yang hanya terjadi pada kehamilan manusia. Tanda dan

gejala timbul hanya selama hamil dan menghilang dengan cepat setelah janin dan plasenta

lahir. Tidak ada profil tertentu yang mengidentifikasi wanita yang akan menderita

preeklampsia.

Pre-eklampsia umumnya terjadi pada kehamilan yang pertama kali, kehamilan di usia

remaja dan kehamilan pada wanita diatas 40 tahun. Faktor resiko yang lain adalah :

1. Riwayat kencing manis, kelainan ginjal, lupus atau rematoid arthritis

2. Riwayat tekanan darah tinggi yang khronis sebelum kehamilan.

3. Kegemukan.

4. Riwayat mengalami preeklampsia sebelumnya.

5. Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan.

6. Mengandung lean alirbih dari satu orang bayi.

7. Gizi buruk

8. Gangguan aliran darah ke rahim.

Akan tetapi, ada beberapa faktor resiko tertentu yang berkaitan dengan perkembangan

penyakit: primigravida, grand multigravida, janin besar, kehamilan dengan janin lebih dari

satu, morbid obesitas.

Kira-kira 85% preeklampsia terjadi pada kehamilan pertama. Preeklampsia terjadi pada

14% sampai 20% kehamilan dengan janin lebih dari satu dan 30% pasien mengalami anomali

rahim yang berat. Pada ibu yang mengalami hipertensi kronis atau penyakit ginjal, insiden

dapat mencapai 25%. Preeklampsia ialah suatu penyakit yang tidak terpisahkan dari

preeklampsia ringan sampai berat, sindrom HELLP, atau eklampsia (Bobak, dkk., 2005).
C. Manifestasi Klinis

Diagnosis preeklamsia ditegakkan berdasarkan adanya dari tiga gejala, yaitu :

1. Edema

2. Hipertensi

3. Proteinuria

Berat badan yang berlebihan bila terjadi kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali. Edema

terlihat sebagai peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan dan muka. Tekanan

darah ≥ 140/90 mmHg atau tekanan sistolik meningkat > 30 mmHg atau tekanan diastolik >

15 mmHg yang diukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit. Tekanan diastolik pada

trimester kedua yang lebih dari 85 mmHg patut dicurigai sebagai bakat preeklamsia.

Proteiuria bila terdapat protein sebanyak 0,3 g/l dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan

kualitatif menunjukkan +1 atau 2; atau kadar protein ≥ 1 g/l dalam urin yang dikeluarkan

dengan kateter atau urin porsi tengah, diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam.

Disebut preeklamsia berat bila ditemukan gejala :

- Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg.

- Proteinuria + ≥5 g/24 jam atau ≥ 3 pada tes celup.

- Oliguria (<400 ml dalam 24 jam)

- Sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan

- Nyeri epigastrum dan ikterus

- Trombositopenia

- Pertumbuhan janin terhambat

- Mual muntah

- Nyeri epigastrium
- Pusing

- Penurunan visus (Kapita Selekta Kedokteran edisi ke-3)

D. Patofisiologi

Pada preeklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air.

Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen

arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilakui oleh satu sel darah merah. Jadi

jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tenanan darah akan naik sebagai

usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi.

kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan

dalam ruangan interstitial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam.

Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada

glomerulus (Sinopsis Obstetri, Jilid I, Halaman 199).

Patofisiologi pre eklamsi-eklamsi setidaknya berkaitan dengan perubahan fisiologis

kehamilan. Adaptasi fisiologis normal pada kehamilan meliputi peningkatan volume plasma

darah, vasodilatasi penurunan resistensi vaskular sistemik (systemic vascular

resistance[SVRI]), peningkatan curah jantung, dan penurunan tekanan osmotik koloid.

Pada preeklamsia volume plasma yang beredar menurun sehingga terjadi

hemokonsentrasi dan peningkatan hematokrit maternal. Perubahan ini membuat organ

maternal menurun, termasuk perfusi ke unit janin- uteroplasenta. Vasospasme siklik lebih

lanjut menurunkan perfusi organ dengan menghancurkan sel-sel darah merah, sehingga

kapasitas oksigen maternal menurun.

Vasospasme merupakan akibat peningkatan sensifitas terhadap tekanan peredaran darah,

seperti angiotensin II dan kemungkinan suatu ketidakseimbagan antara prostasiklin


prostaglandin dan tromboksan A2.

Selain kerusakan endotelial vasospasme arterial menyebabkan peningkatan

permeabilitas kapiler. Keadaan ini meningkatkan edema dan lebih lanjut menurunkan volume

intravaskular, mempredisposisi pasien yang mengalami pre eklamsi mudah mengalami edema

paru.

Hubungan sistem imun dengan pre eklamsi menunjukkan bahwa faktor-faktor imunologi

memainkan peran penting dalam pre eklamsi. Keberadaan protein asing, plasenta, atau janin

bisa membangkitkan respon imunologis lanjut. Teori ini didukung oleh peningkatan insiden

pre eklamsi, pada ibu baru dan ibu hamil dari pasangan baru (materi genetik yang berbeda).

Predisposisi genetik dapat merupakan faktor imunologi lain. Frekuensi pre eklamsi dan

eklamsi pada anak dan cucu wanita yang memiliki riwayat eklamsi, yang menunjukkan suatu

gen resesif autoso yang mengatur respon imun maternal.

Patofisiologi preeklampsia mempengaruhi sistem saraf pusat (SSP) dengan menginduksi

edema otak dan meningkatkan resistensi otak. Komplikasi meliputi nyeri kepala, kejang, dan

gangguan penglihatan (skotoma) atau perubahan keadaan mental dan tingkat kesadaran.

Komplikasi yang mengancam jiwa ialah eklampsia atau timbul kejang (Bobak, dkk., 2005)

Vasospasme paling mungkin sebagai penyebab proses penyakit. Ketika vasospasme

berlanjut, terjadi kerusakan pada dinding pembuluh darah, yang mengakibatkan mengalirnya

trombosit dan fibrin ke dalam lapisan subendotel dinding pembuluh darah. Hal ini diketahui

bahwa ibu yang mengalami preeklampsia mempunyai sensivitas pada angiotensin II, yang

dianggap menjadi kontributor utama untuk proses vasospasme. Vasokonstriksi juga berperan

pada kerusakan sel darah merah ketika melewati diameter pembuluh darah yang bgerkurang

ukurannya. Vasospasme akhirnya menimbulkan hipoksia jaringan lokal pada berbagai sistem
organ, termasuk plasenta, hati, paru, otak, dan retina. Vasospasme serebral berperan pada

gejala sakit kepala dan gangguan penglihatan serta dapat berlanjut menjadi stroke.

Vasospasme pada sistem ginjal berperan pada penurunan aliran darah ginjal. Sistem

ginjal mengalami pembengkakan sel endotel glomerulus, lumen kapiler glomerulus

berkonstriksi, dan filtrasi glomerulus dan selanjutnya menurun. Karena penurunan filtrasi,

nitrogen urea darah serum, kreatinin, dan natrium meningkat; dan haluaran urin menurun.

Retensi natrium selanjutnya sensivitas terhadap angiotensi II dan peningkatan volume cairan

ektra seluler. Pada kasus berat, vasospasme dan pembentukan trombus arterial dapat

menimbulkan nekrosis korteks renal.

Terjadinya edema umum karena kerusakan dinding pembuluh darah dan retensi cairan

sekunder akibat penurunan filtrasi glomerulus. Ketika cairan bergeser dari ruang

intravaskular ke ektravaskular terjadi hipovolemia.

Hemokonsentrasi. Hal ini pada gilirannya menempatkan kebutuhan pada jantung sebagai

presoreseptor pada organ mayor memberi umpan balik untuk meningkatkan curah jantung.

Riset tentang curah jantung pada preeklampsia masih menjadi konflik

Beberapa penelitian telah menetapkan penurunan curah jantung yang dikaitkan dengan

peningkatan tahanan vaskular perifer, sedangkan penilitian lain menemukan bahwa beberapa

ibu dengan preeklampsia secara nyata mengalami peningkatan curah jantung dan penurunan

tahanan perifer sampai penyakit menjadi berat.

Disfungsi hati pada preeklampsia dapat direntang dari perubahan enzim ringan sampai

edema hepatik, edema subkapsular, atau hemoragi. Perubahan berat dapat terjadi sebagai nyeri

kuadran kanan atas. Bila edema hepatik mewakili derajat edema umum yang mencakup

edema serebral, nyeri kuadran kanan atas sering dikaitkan dengan derajat edema serebral yang
mengakibatkan aktivitas kejang (eklampsia).

Kerusakan dinding pembuluh darah, dan kebocoran produk darah ke dalam ruang

ektravaskular akhirnya menimbulkan koagulopati konsumtif serupa dengan koagulasi

intravaskular diseminata. Mekanisme trombositopenia yang tampak pada preeklampsia tidak

dipahami dengan baik. Satu teori adalah bahwa kerusakan endotel dikaitkan dengan agregasi

dan destruksi tombosit. Gangguan mekanisme pembekuan normal dapat menimbulkan

hemoragi dan kematian.

Beberapa ibu yang mengalami preeklampsia berlanjut mengalami sindrom HELLP, yang

dikaitkan dengan progresi cepat proses patologis dan mengakibatkan hasil janin dan maternal

sebaliknya. Ibu yang mengalami sindrom HELLP kemungkinan menunjukkan subset

individual yang mengalami disfungsi endotel lebih berat, dan dianggap bahwa predisposisi ini

mungkin bersifat genetik.

Disamping efek tidak langsung penurunan perfusi maternal pada janin, proses

vasospasme juga secara langsung mempengaruhi plasenta. Lesi plasenta yang adalah akibat

infrak selanjutnya menurunkan perfusi ke janin, yang menimbulkan intrauterine growth

restriction (IUGR) dan hipoksia. Komplikasi yang dikaitkan dengan preeklampsia berat

meliputi gangguan plasenta, gagal ginjal akut, abrupsio retina, gagal jantung, hemoragi

serebral, IUGR, dan kematian maternal dan janin (Walsh, 2008).

E. Penatalaksanaan

Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklampsia berat

selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi :

1. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan

medisinal. Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap penderita dilakukan
pemeriksaan fetal assesment (NST dan USG). Indikasi :

a. Ibu

• Usia kehamilan 37 minggu atau lebih

• Adanya tanda-tanda atau gejala impending eklampsia, kegagalan terapi konservatif

yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan desakan darah atau setelah 24

jam perawatan medisinal, ada gejala-gejala status quo (tidak ada perbaikan)

b. Janin

• Hasil fetal assesment jelek (NST dan USG)

• Adanya tanda IUGR (janin terhambat)

c. Laboratorium

• Adanya “HELLP Syndrome” (hemolisis dan peningkatan fungsi hepar,

trombositopenia)

2. Pengobatan mediastinal, Pengobatan mediastinal pasien preeklampsia berat adalah :

a. Segera masuk rumah sakit.

b. Tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital perlu diperiksa setiap 30 menit, refleks

patella setiap jam.

c. Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-125 cc/jam) 500

cc.

d. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.

e. Pemberian obat anti kejang magnesium sulfat (MgSO4).

 Dosis awal sekitar 4 gr MgSO4) IV (20% dalam 20 cc) selama 1 gr/menit kemasan

20% dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti segera 4 gram di pantat

kiri dan 4 gr di pantat kanan (40% dalam 10 cc) dengan jarum no 21 panjang 3,7
cm. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan xylocain 2% yang tidak mengandung

adrenalin pada suntikan IM.

 Dosis ulang : diberikan 4 gr IM 40% setelah 6 jam pemberian dosis awal lalu dosis

ulang diberikan 4 gram IM setiap 6 jam dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-

3 hari.

Syarat-syarat pemberian MgSO4

- Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10% 1 gr (10% dalam 10

cc) diberikan IV dalam 3 menit.

- Refleks patella positif kuat.

- Frekuensi pernapasan lebih 16 x/menit.

- Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/KgBB/jam) 4.

MgSO4 dihentikan bila :

- Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, refleks fisiologis menurun,

fungsi jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat

menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot pernapasan karena ada serum

10 U magnesium pada dosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter. Refleks fisiologis

menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12-15 mEq/liter dapat terjadi

kelumpuhan otot pernapasan dan > 15 mEq/liter terjadi kematian jantung.

- Bila timbul tanda-tanda keracunan MgSO4 :

- Hentikan pemberian MgSO4

f. Berikan calcium gluconase 10% 1 gr (10% dalam 10 cc) secara IV dalam waktu 3 menit

g. Berikan oksigen

h. Lakukan pernapasan buatan


i. MgSO4 dihentikan juga bila setelah 4 jam pasca persalinan sedah terjadi perbaikan

(normotensi)

j. Deuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantung

kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg IM.

k. Anti hipertensi diberikan bila :

 Desakan darah sistolik > 180 mmHg, diastolik > 110 mmHg atau MAP lebih 125

mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolik <105 mmHg (bukan < 90

mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta.

 Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.

 Bila diperlukan penurunan tekanan darah secepatnya dapat diberikan obat-obat

antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang dapat dipakai

5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan darah.

 Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet antihipertensi

secara sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5 kali. Bersama dengan awal

pemberian sublingual maka obat yang sama mulai diberikan secara oral (syakib

bakri,1997)

3. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan

medisinal.

a. Indikasi : bila kehamilan paterm kurang 37 minggu tanpa disertai tanda- tanda inpending

eklampsia dengan keadaan janin baik.

b. Pengobatan medisinal : sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan aktif.

Hanya loading dose MgSO4 tidak diberikan IV, cukup intramuskular saja dimana gram

pada pantat kiri dan 4 gram pada pantat kanan.


c. Pengobatan obstetri :

 Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif

hanya disini tidak dilakukan terminasi.

 MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda preeklampsia ringan,

selambat-lambatnya dalam 24 jam.

 Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan medisinal gagal

dan harus diterminasi.

 Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dulu MgSO4 20%

2 gr IV.

Penderita dipulangkan bila :

 Penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda preeklampsia ringan dan telah

dirawat selama 3 hari.

 Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan preeklamsia ringan : penderita dapat

dipulangkan dan dirawat sebagai preeklampsia ringan (diperkirakan lama perawatan

1-2 minggu).

F. Diagnosis

Diagnosis preeklampsia dilakukan pada setiap kali pemeriksaan prenatal dengan

mengukur tekanan darah ibu dan menguji protein urine. Diagnosis preeklampsia ringan

ditegakkan berdasar atas timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan/atau edema setelah

kehamilan 20 minggu (Prawirohardjo, 2008).

1. Hipertensi : sistolik/diastolik ≥140/90 mmHg. Kenaikan sistolik ≥30 mmHg dan

kenaikan diastolik ≥15 mmHg tidak dipakai lagi sebagai kriteria preeklampsia.

2. Proteinuria : ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ 1+ dipstik.


3. Edema :edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria preeklampsia, kecuali edema pada

lengan, muka, dan perut, edema generalisata.

Prawirohardjo (2008) menjelaskan bahwa diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasar

kriteria preeklampsia berat sebagaimana tercantum dibawah ini. Preeklampsia digolongkan

preeklampsia berat bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut :

1. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg. Tekanan

darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat dirumah sakit dan sudah

menjalani tirah baring.

2. Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif.

3. Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam.

4. Kenaikan kadar kreatinin plasma.

5. Gangguan visus dan serebral : penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan

pandangan kabur.

6. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat teregangnya

kapsula Glisson).

7. Edema paru-paru dan sianosis.

8. Hemolisis mikroangiopatik.

9. Trombositopenia berat: < 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat.

10. Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular): peningkatan kadar alanin dan

aspartate aminotransferase.

11. Pertumbuhan janin intrauterine yang terhambat.

G. Pencegahan

Preeklampsia dan eklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang berkelanjutan


dengan penyebab yang sama. Pencegahan yang dimaksud ialah upaya untuk mencegah

terjadinya preeklampsia pada perempuan hamil yang berisiko terjadinya preeklampsia

(Prawirohardjo, 2008). Oleh karena itu, pencegahan atau diagnosis dini dapat mengurangi

angka kejadian dan menurunkan angka kesakitan dan kematian.

Untuk dapat menegakkan diagnosis dini diperlukan pengawasan hamil yang teratur

dengan memperhatikan kenaikan berat badan, kenaikan tekanan darah, dan pemeriksaan urin

untuk menetukan proteinuria. Untuk mencegah kejadian preeklampsia ringan dapat dilakukan

nasehat tentang dan berkaitan dengan preeklampsia :

1. Diet makanan. Makanan tinggi protein, rendah karbohidrat, cukup vitamin, rendah lemak.

Makanan berorientasi pada empat sehat lima sempurna.

2. Cukup istirahat. Istirahat yang cukup pada hamil semakin tua dalam arti bekerja

seperlunya dan disesuaikan dengan kemampuan. Lebih banyak duduk atau berbaring kea

rah punggung janin sehingga aliran darah menuju plasenta tidak mengalami gangguan.

3. Pengawasan antenatal. Bila terjadi perubahan peraan dan gerak janin dalam rahim segera

datang ke tempat pemeriksaan. Keadaan yang memerlukan perhatian :

Uji kemungkinan preeklampsia :

1. Pemeriksaan tekanan darah atau kenaikannya

2. Pemeriksaan tinggi fundus uteri

3. Pemeriksaan kenaikan berat badan atau edema

4. Pemeriksaan protein dalam urine

5. Kalau mungkin dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal, fungsi hati, gambaran darah umum,

dan pemeriksaa retina mata.

6. Penilaian kondisi janin dalam rahim

7. Pemeriksaan janin : gerakan janin dalam rahim, denyut jantung janin, pemantauan air
ketuban

8. Usulkan untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografi (Curtis, 2001).

H. Pemeriksaan Penunjang Preeklampsia

1. Pemeriksaan spesimen urine mid-stream untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi urin.

2. Pemeriksaan darah, khususnya untuk mengetahui kadar ureum darah (untuk menilai

kerusakan pada ginjal) dan kadar hemoglobin.

3. Pemeriksaan retina, untuk mendeteksi perubahan pada pembuluh darah retina.

4. Pemeriksaan kadar human laktogen plasenta (HPL) dan esteriol di dalam plasma serta urin

untuk menilai faal unit fetoplasenta (Helen Farier : 1999)

5. Elektrokardiogram dan foto dada menunjukkan pembesaran ventrikel dan kardiomeg,

I. Komplikasi Preeklampsia

Tergantung pada derajat preeklampsi yang dialami. Namun yang termasuk komplikasi antara

lain:

1. Pada Ibu

a. Eklampsia

b. Solusio plasenta

c. Pendarahan subkapsula hepar

d. Kelainan pembekuan darah ( DIC )

e. Sindrom HELPP ( hemolisis, elevated, liver,enzymes dan low platelet count )

f. Ablasio retina

g. Gagal jantung hingga syok dan kematian.

2. Pada Janin

a. Terhambatnya pertumbuhan dalam uterus


b. Prematur

c. Asfiksia neonatorum

d. Kematian dalam uterus

e. Peningkatan angka kematian dan kesakitan perinatal


BAB III

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PRE-EKLAMPSIA

A. Pengkajian

Data yang dikaji pada ibu dengan preeklampsia adalah :

1. Data subyektif :

a. Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau > 35 tahun

b. Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi, edema, pusing, nyeri

epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur

c. Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial,

hipertensi kronik, DM

d. Riwayat kehamilan : riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta

riwayat kehamilan dengan preeklampsia atau eklampsia sebelumnya

e. Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun selingan

f. Psiko sosial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan, oleh

karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya

2. Data Obyektif :

a. Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam

b. Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema

c. Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress

d. Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM (jika refleks +)

e. Pemeriksaan penunjang ;

 Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali dengan

interval 6 jam
 Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream ( biasanya meningkat

hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ), kadar hematokrit

menurun, BJ urine meningkat, serum kreatini meningkat, uric acid biasanya > 7

mg/100 ml

 Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu

 Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada otak

 USG ; untuk mengetahui keadaan janin

 NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin 

B. Diagnosa / Masalah Keperawatan

1. Resiko tinggi terjadinya kejang pada ibu berhubungan dengan penurunan fungsi organ

( vasospasme dan peningkatan tekanan darah )

2. Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin berhubungan dengan perubahan pada

plasenta

3. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan kontraksi uterus dan pembukaan

jalan lahir

4. Gangguan psikologis ( cemas ) berhubungan dengan koping yang tidak efektif terhadap

proses persalinan

B. Perencanaan 

1. Diagnosa keperawatan I : Resiko tinggi terjadinya kejang pada ibu berhubungan dengan

penurunan fungsi organ (vasospasme dan peningkatan tekanan darah).

a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan tidak terjadi kejang pada ibu

b. Kriteria Hasil :

1) Kesadaran : compos mentis, GCS : 15 ( 4-5-6 )


2) Tanda-tanda vital :

 Tekanan Darah : 100-120/70-80 mmHg Suhu : 36-37 C

 Nadi : 60-80 x/mnt RR : 16-20 x/mnt

c. Intervensi :

1) Monitor tekanan darah tiap 4 jam

 R/. Tekanan diastole > 110 mmHg dan sistole 160 atau lebih merupkan

indikasi dari PIH

2) Catat tingkat kesadaran pasien

 R/. Penurunan kesadaran sebagai indikasi penurunan aliran darah otak

3) Kaji adanya tanda-tanda eklampsia ( hiperaktif, reflek patella dalam, penurunan

nadi,dan respirasi, nyeri epigastrium dan oliguria )

 R/. Gejala tersebut merupakan manifestasi dari perubahan pada otak, ginjal,

jantung dan paru yang mendahului status kejang

4) Monitor adanya tanda-tanda dan gejala persalinan atau adanya kontraksi uterus

 R/. Kejang akan meningkatkan kepekaan uterus yang akan memungkinkan

terjadinya persalinan

5) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti hipertensi dan SM

 R/. Anti hipertensi untuk menurunkan tekanan darah dan SM untuk

mencegah terjadinya kejang

2. Diagnosa keperawatan II :

a. Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin berhubungan dengan perubahan

pada plasent

b. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan tidak terjadi foetal distress pada
janin 

c. Kriteria Hasil :

1) DJJ ( + ) : 12-12-12

2) Hasil NST :

3) Hasil USG ; 

d. Intervensi :

1) Monitor DJJ sesuai indikasi

 R/. Peningkatan DJJ sebagai indikasi terjadinya hipoxia, prematur dan

solusio plasenta

2) Kaji tentang pertumbuhan janin

 R/. Penurunan fungsi plasenta mungkin diakibatkan karena hipertensi

sehingga timbul IUGR

3) Jelaskan adanya tanda-tanda solutio plasenta ( nyeri perut, perdarahan, rahim

tegang, aktifitas janin turun )

 R/. Ibu dapat mengetahui tanda dan gejala solutio plasenta dan tahu akibat

hipoxia bagi janin

4) Kaji respon janin pada ibu yang diberi SM

 R/. Reaksi terapi dapat menurunkan pernafasan janin dan fungsi jantung serta

aktifitas janin

5) Kolaborasi dengan medis dalam pemeriksaan USG dan NST

 R/. USG dan NST untuk mengetahui keadaan/kesejahteraan janin 

3. Diagnosa keperawatan III :

a) Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan kontraksi uterus dan


pembukaan jalan lahir

b) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan ibu mengerti penyebab nyeri dan

dapat mengantisipasi rasa nyerinya

c) Kriteria Hasil :

1) Ibu mengerti penyebab nyerinya

2) Ibu mampu beradaptasi terhadap nyerinya-

d) Intervensi :

1) Kaji tingkat intensitas nyeri pasien

 R/. Ambang nyeri setiap orang berbeda ,dengan demikian akan dapat

menentukan tindakan perawatan yang sesuai dengan respon pasien terhadap

nyerinya

2) Jelaskan penyebab nyerinya

 R/. Ibu dapat memahami penyebab nyerinya sehingga bisa kooperatif

3) Ajarkan ibu mengantisipasi nyeri dengan nafas dalam bila HIS timbul

 R/. Dengan nafas dalam otot-otot dapat berelaksasi , terjadi vasodilatasi

pembuluh darah, expansi paru optimal sehingga kebutuhan 02 pada jaringan

terpenuhi

4) Bantu ibu dengan mengusap/massage pada bagian yang nyeri

 R/. untuk mengalihkan perhatian pasien 

4. Diagnosa keperawatan IV :

a) Gangguan psikologis ( cemas ) berhubungan dengan koping yang tidak efektif

terhadap proses persalinan

b) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan kecemasan ibu berkurang atau hilang
c) Kriteria Hasil :

1) Ibu tampak tenang

2) Ibu kooperatif terhadap tindakan perawatan

3) Ibu dapat menerima kondisi yang dialami sekarang

d) Intervensi :

1) Kaji tingkat kecemasan ibu

 R/. Tingkat kecemasan ringan dan sedang bisa ditoleransi dengan

pemberian pengertian sedangkan yang berat diperlukan tindakan

medikamentosa

2) Jelaskan mekanisme proses persalinan

 R/. Pengetahuan terhadap proses persalinan diharapkan dapat mengurangi

emosional ibu yang maladaptif

3) gali dan tingkatkan mekanisme koping ibu yang efektif

 R/. Kecemasan akan dapat teratasi jika mekanisme koping yang dimiliki

ibu efektif

4) Beri support system pada ibu

 R/. ibu dapat mempunyai motivasi untuk menghadapi keadaan yang

sekarang secara lapang dada asehingga dapat membawa ketenangan hati 

C. Implementasi

Pelaksanaan atau implementasi yang akan dilakukan disesuaikan dengan intervensi yang

telah ditentukan. 

D. Evaluasi

Evaluasi disesuaikan dengan kriteria hasil yang telah ditentukan saat penyusunan intevensi
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Preeklampsia atau sering juga disebut toksemia adalah suatu kondisi yang bisa dialami

oleh setiap wanita hamil. Preeklampsia adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil,

bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias : hipertensi, proteinuri, dan edema.

Etiologi penyakit pre-eklamsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak

teori dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya. Oleh karena itu

disebut “penyakit teori” namun belum ada memberikan jawaban yang memuaskan.

Pre-eklampsia ialah suatu kondisi yang hanya terjadi pada kehamilan manusia. Tanda

dan gejala timbul hanya selama hamil dan menghilang dengan cepat setelah janin dan

plasenta lahir. Tidak ada profil tertentu yang mengidentifikasi wanita yang akan menderita

preeklampsia

B. saran

1. Bagi instansi pelayanan kesehatan

Dapat digunakan sebagai tambahan referensi dalam memberikan pendidikan

kesehatan pada ibu dengan preeklampsia berat sehingga dapat mengurangi dan

mencegah terjadinya tekanan darah tinggi, edema, dan proteinuria.

2. Bagi institusi pendidikan kesehatan

Dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan asuhan keperawatan pada ibu

dengan preeklampsia berat yang selanjutnya.

3. Bagi masyarakat

Meningkatkan pengetahuan masyarakat khususnya ibu dengan preeklampsia berat

tentang pentingnya pencegahan peningkatan tekanan darah dan meningkatkan kesehatan


khususnya tentang pencegahan proteinuria, bahaya janin, dan edema.

Anda mungkin juga menyukai