Anda di halaman 1dari 8

JURNAL PEMIKIRAN ALTERNATIF KEPENDIDIKAN

Sultan Mahmud II
dan Pembaruan Pendidikan
di Era Turki Usmani

Ida Novianti *)

*)
Penulis adalah Magister Agama (M.Ag.) alumnus Program Pascasarjana IAIN ar-Raniry Banda Aceh. Dia menjadi
dosen tetap di Jurusan Hukum Islam (Syari'ah) STAIN Purwokerto. Bukunya yang telah terbit, Kenabian Mirza Ghulam
Ahmad (Yogyakarta: Fajar Pustaka bekerjasama dengan STAIN Purwokerto Press, 2006).

Abstract: As one of the sultan from Turki Usmani (Ottoman Turk) Empire, Mahmud II have conducted various renewal,
especially in education. Mahmud II believe that one factor causing the decline of Usmani Empire is conventional education
pattern (madrasah) which is only teach religious knowledge. By orienting at West, Mahmud II opens the new schools that
teaching various modern science and send hundreds of student to various country in Europe. His effort brings successful fruit,
namely emergence of innovators in various areas in Turki Usmani. Keywords: Education, Reformation, Mahmud II.

Pendahuluan
Dampak pembaruan pada masa Turki Usmani masih bisa dirasakan sampai sekarang, di antaranya yang
paling menonjol adalah pembaruan di bidang politik yang menjurus pada sekularisasi, yaitu pemisahan
urusan agama dan negara. Pembaruan ini menjadikan masyarakat Turki secara umum terbagi menjadi
dua kelompok, yakni Islam militan dan Islam sekular.
Kelompok Islam militan menghendaki agar semua aspek berjalan secara Islami, baik menyangkut
bidang sosial kemasyarakatan, pendidikan, maupun kenegaraan. Mereka tetap memperhatikan
keterpaduan antara unsur keagamaan dan kenegaraan. Sebaliknya, kelompok Islam sekuler menentang
pemikiran tersebut dengan merujuk pada historis Turki yang mengalami kemunduran karena berpegang
pada ajaran-ajaran agama yang membelenggu.
Masa kejayaan politik Muslim (khususnya Turki Usmani) menyebabkan rasa kememadaian
(suffiency) kaum muslimin terhadap Islam begitu tinggi. Hal ini membuat mereka lalai mencermati
perkembangan dan dinamika umat lain (nonmuslim), dalam hal ini khususnya Eropa.
Akan tetapi, kekalahan militer dan politik yang terus-menerus menyebabkan mereka “bercermin
diri” dan mengevaluasi pandangan-pandangan yang selama ini dipegang. Kekalahan militer Turki
dikunci dengan perjanjian Carlowitz 1699 yang membuat kaum muslimin berada dalam posisi yang
defensif. Secara eksplisit mereka beranjak dan meninggalkan pandangan tentang kememadaian Islam.
Oleh karena itu, para elit penguasa dan kalangan birokrat terpaksa mengambil langkah-langkah drastis
dan jurus-jurus yang tidak pernah ada dalam sejarah sebelumnya, yakni meniru Eropa. Peniruan ini
mula-mula dalam bidang kemiliteran dan birokrasi pemerintahan hingga akhirnya menyangkut segala
aspek kehidupan lainnya.

INSANIA|Vol. 11|No. 1|Jan-Apr 2006|106-115 1 P3M STAIN Purwokerto | Ida Novianti


JURNAL PEMIKIRAN ALTERNATIF KEPENDIDIKAN

Pembaruan yang cukup dramatis mulai mengambil momentumnya di Turki Usmani sebelum abad
ke-18 yang diprakarsai oleh elit penguasa. Usaha-usaha ini mengalami hambatan dan tantangan dari
kaum ulama tradisional, militer, dan tarekat. Hingga pada masa Sultan Mahmud II (1808-1830) dapat
melakukan pembaruan di paruh kedua abad ke-18 dengan hasil yang cukup gemilang.

Kondisi Sosial Turki


Sultan Mahmud II adalah sultan ke-33 dari 40 Sultan Turki yang berkuasa melanjutkan kekuasaan
Sultan Musthafa IV. Secara detail riwayat hidup Sultan Mahmud II tidak banyak terungkap. Harun
Nasution menyebutkan bahwa dia dilahirkan pada tahun 1785 M, diangkat menjadi sultan pada tahun
1807 M dan meninggal pada tahun 1839 M. Pendidikan yang ditampuh oleh Mahmud adalah
pendidikan tradisional, yang meliputi pembelajaran pengetahuan agama, sejarah Islam, sastra Arab,
Turki, dan Persia.1
Untuk dapat melihat kondisi dan sosiokultural Turki sebelum masa Sultan Mahmud II, lebih baik
jika diawali dengan menelusuri sejarah Turki di masa lampau. Hal ini perlu sehingga dapat diperoleh
apa dan latar belakang pembaruan yang dilakukan oleh Sultan Mahmud II.
Kejayaan Turki yang telah dirintis oleh para pendirinya, yakni Usman, Orchan, dan seterusnya tidak
lepas dari peran militer. Tepatnya pada masa Orchan (1324-1360) dibentuk pasukan elit kerajaan yang
bernama Yenissari (Yeny-chery). Oleh karena peran militer inilah Turki mencapai kejayaan dan
menjadi adikuasa di dunia pada masanya.
Yenissari terbentuk dan berkembang sesuai dengan situasi, kondisi, dan kebutuhan kerajaan. Dasar
pemikiran pembentukannya berawal dari pengamatan Sultan Turki (Orchan) terhadap kekuatan Eropa
yang mulai bangkit di abad 12. Sikap antisipatif Orchan ini menyebabkan kekuatan Turki lebih maju
dibanding dengan kekuatan Eropa Timur. Berturut-turut wilayah Eropa Timur dapat dikuasai, yaitu
Tawassuli (1330), Uskandar (1338), Ankara (1354), dan Gallipoli (1354).2
Perekrutan tentara Yenissari awalnya dilakukan setiap lima tahun sekali. Oleh karena kerajaan Turki
Usmani sering terlibat dalam peperangan yang berkepanjangan, maka rekruitmen ini dipersingkat
menjadi dua tahun sekali. Pada mulanya, anggota tentara ini tidak diperbolehkan menikah dan
kehidupan mereka benar-benar diabdikan untuk loyalitas kepada sultan.3 Anggota Yenissari direkrut
dari anak-anak miskin. Ketika Murad I menjadi sultan, korp militer ini direkrut dari budak-budak negeri
taklukan, dari narapidana, dan sebagian dari sukarelawan. Mereka diorganisir sebagai pasukan infanteri.
Akan tetapi, selanjutnya pada tahun 1395 anggota Yenissari berasal dari pemuda-pemuda Kristen
sebagai bentuk pengganti pajak yang diambil dari populasi penduduk Balkan.4
Sistem perekrutan yang dilakukan pemerintah seperti di atas ternyata mampu menghasilkan tentara
yang kuat dan menjadi sumber tenaga murah. Mereka dididik di lingkungan istana dengan disiplin
tinggi dan dilatih untuk menguasai teknik-teknik peperangan, mengoperasikan alat-alat dan senjata
perang canggih, serta menggunakan meriam. Di samping itu, mereka diberi pelajaran bahasa Arab,

INSANIA|Vol. 11|No. 1|Jan-Apr 2006|106-115 2 P3M STAIN Purwokerto | Ida Novianti


JURNAL PEMIKIRAN ALTERNATIF KEPENDIDIKAN

Turki, dan pendidikan agama Islam sehingga menjadi prajurit handal yang bergaya hidup Turki. Sultan
menjanjikan kepada mereka jabatan yang menawan, seperti pengawal kerajaan, pengawal pribadi
sultan, dan pegawai kemiliteran yang lain.5
Pada perjalanan selanjutnya, ternyata Yenissari yang semula mendapat keistimewaan dari sultan-
sultan terdahulu justru menjadi bumerang bagi sultan selanjutnya, yang dapat diibaratkan senjata makan
tuan. Setelah memiliki kekuatan Yenissari dapat mempengaruhi sultan dalam mengambil keputusan.
Di samping Yenissari, terdapat satu kekuatan lain yang cukup besar pengaruhnya, yaitu tarekat
Bektasyi. Tarekat Bektasyi adalah sebuah perkumpulan penganut sufi yang didirikan oleh Haji Bektasy
yang diperkirakan hidup pada abad 13. Menurut sebuah cerita yang disinyalir oleh Lapidus, Haji
Bektasy dan 40 orang pengikutnya mendirikan beberapa ribat (semacam padepokan) di beberapa
tempat seperti di Anatolia, Macedonia, Thessaly, dan Rhodope. Ajaran tarekat ini tersebar luas dengan
sukses di seluruh Anatolia dan sebagian wilayah Balkan pada abad 15. Para Sultan Turki
memperbolehkan bahkan mengesahkan ajaran tarekat ini.6
Ajaran aliran ini dipengaruhi oleh Syiah dan Kristen. Mereka mengambil Imam ke enam, yakni
Imam Ja’far sebagai orang suci yang menjadi pelindung. Mereka juga memuliakan trinitas, yaitu Allah,
Muhammad, dan Ali. Hal ini sebagaimana disebutkan Lapidus sebagai berikut.
The Bektasyi were strongly influenced by both Shi’ism and Cristinity. They took sixth imam, Ja’far as
patron saint, vereneted the trinity of God, Muhammad and Ali.7
Mereka mengajarkan empat tingkat keyakinan keagamaan, mulai dari syari’ah, tariqah, ma’rifah,
dan haqiqah. Bagi anggota baru terlebih dulu dikenalkan dengan pelajaran yang sifatnya rahasia dan
berbagai kegiatan seremonial.
Pengaruh Bektasyi ini pada akhirnya menembus korp militer Yenissari. Banyak anggota militer
yang aktif mengikuti kegiatan ritual tarekat ini sehingga menjadikan sinergi dua kekuatan yang memiliki
pengaruh besar dalam bidang politik maupun sosial kemasyarakatan.
Banyak pos-pos strategis dan jabatan penting yang dipegang oleh mereka hingga semakin kokoh
sampai akhirnya segala tindakan sultan harus melalui persetujuan mereka. Inilah yang kemudian bisa
dikatakan menimbulkan petaka bagi Sultan Turki Usmani. Maka dari itu, tidak mengherankan kalau
pada abad ke-17 Yenissari telah menguasai suasana politik Turki.8

Usaha Pembaruan Pendidikan Sultan Mahmud II


Masa awal pemerintahan Sultan Mahmud II disibukkan dengan peperangan melawan Rusia dan
usaha dalam menundukkan daerah-daerah yang ingin melepaskan diri dari Turki Usmani. Peperangan
dengan Rusia baru berakhir pada tahun 1812 M.9

INSANIA|Vol. 11|No. 1|Jan-Apr 2006|106-115 3 P3M STAIN Purwokerto | Ida Novianti


JURNAL PEMIKIRAN ALTERNATIF KEPENDIDIKAN

Setelah berhasil mematahkan gejolak-gejolak daerah yang ingin melepaskan diri, langkah
berikutnya adalah melakukan penataan dan pembaruan dalam pemerintahan, yang meliputi berbagai
bidang, di antaranya yang terpenting adalah bidang pendidikan dan militer.
Bidang Pendidikan
Di bidang pendidikan Sultan Mahmud II melakukan pembaruan dalam beberapa wilayah, seperti
pendidikan politik. Tradisi sebelumnya, Sultan berkeyakinan bahwa dirinya mempunyai martabat tinggi
sehingga tidak pantas untuk bergaul dengan rakyat. Oleh karena itu, mereka mengungkung diri di dalam
istana dan menyerahkan urusan pemerintahan dan urusan rakyat kepada bawahannya.
Dalam hal ini, Sultan Mahmud II melanggar tradisi dan menyalahi keyakinan yang selama ini
dipegang para pendahulunya. Dia justru mengambil sikap merakyat, egaliter, dan selalu muncul di
hadapan publik.
Masalah pakaian kerajaan disederhanakan, tanda-tanda kebesaran dihilangkan. Sebaliknya,
masyarakat dianjurkan untuk meninggalkan pakaian tradisional dan beralih ke pakaian Barat. Menurut
Mahmud cara ini dianggap dapat menghilangkan perbedaan status yang tampak pada pakaian
tradisional.10
Jika melihat usaha Mahmud dari sisi ini, penulis memandang bahwa apa yang dilakukan Mahmud
mengarah pada demokratisasi, walaupun gaya demokrasi Mahmud belum seperti demokrasi yang
dipahami saat ini. “Kiblat” yang diambil Mahmud saat itu adalah demokrasi gaya Barat.
Di bidang pemerintahan, Mahmud menerapkan peraturan baru yang menyangkut wewenang dan
kekuasaan gubernur (pasya). Pada masa sultan sebelumnya, gubernur mempunyai kuasa mutlak untuk
menjatuhkan hukuman mati hanya dengan isyarat tangan. Dengan adanya peraturan baru, hal tersebut
dihapuskan dan sebagai gantinya hukuman mati hanya bisa diputuskan oleh Qadhi (hakim). Penyitaan
harta milik orang yang terkena hukuman mati oleh negara juga dihapuskan.11
Di samping itu, Mahmud II juga mereformasi sistem kekuasaan lama, di mana sultan dibantu oleh
dua pejabat tinggi, yaitu Sadr al-A’zam untuk urusan pemerintahan dan Sadr al-Islam untuk urusan
keagamaan. Tugas Sadr al-A’zam adalah sebagai wakil sultan apabila sultan berhalangan atau
bepergian. Dengan demikian, Sadr al-A’zam mempunyai kekuasaan yang besar sekali.
Mahmud II menghapus jabatan Sadr al-A’zam dan menggantinya dengan perdana menteri yang
membawahi menteri-menteri (luar negeri, dalam negeri, keuangan, dan pendidikan). Setiap menteri
mengepalai departemen yang sifatnya otonom. Jadi, tugas perdana menteri adalah sebagai penghubung
antara sultan dan para menteri sehingga kekuasaannya jauh berkurang dibanding Sadr al-A’zam.12
Demikian pula di bidang hukum, kekuasaan yudikatif yang semula berada di tangan Sadr al-A’zam
beralih ke tangan Syaikh al-Islam dan Dewan Perancang Hukum (DPH). Dengan peraturan baru ini,
maka terdapat dua sistem hukum, yaitu hukum syari’at Islam di bawah Syaikh al-Islam dan hukum
nonsyari’at atau sekuler di bawah Dewan Perancang Hukum.

INSANIA|Vol. 11|No. 1|Jan-Apr 2006|106-115 4 P3M STAIN Purwokerto | Ida Novianti


JURNAL PEMIKIRAN ALTERNATIF KEPENDIDIKAN

Selain pendidikan politik, Mahmud II juga menaruh perhatian yang tinggi terhadap kelangsungan
pelaksanaan pendidikan. Selama ini sistem pendidikan di Turki Usmani adalah pendidikan bercorak
tradisional. Satu-satunya lembaga pendidikan yang ada untuk umum adalah madrasah. Ilmu yang
diajarkan di madrasah hanyalah pengetahuan keagamaan seperti Tafsir, Hadis, sejarah Islam, sastra,
fiqh. Sementara itu, ilmu pengetahuan umum tidak diajarkan. Melihat kondisi yang demikian, Mahmud
II mulai menyadari bahwa madrasah tradisional tidak lagi sesuai dengan perkembangan jaman.
Pada masa pemerintahan Sultan Mahmud II, semangat masyarakat dalam memasukkan anaknya ke
madrasah sudah menurun tajam. Mereka lebih mengutamakan mengambil pelajaran yang bersifat
praktis dan lebih senang memasuki industri yang mengajarkan keterampilan tangan. Hal ini
menyebabkan bertambahnya jumlah buta huruf di kalangan masyarakat. Untuk mengatasi hal ini
Mahmud II memerintahkan agar orangtua tidak menghalangi anaknya untuk memasuki madrasah.
Di bagian lain, Mahmud II juga membenahi kurikulum madrasah dengan memasukkan
pengetahuan umum sebagai salah satu matapelajaran, namun hal ini sulit dilakukan karena pihak
madrasah banyak yang menolak. Maka dari itu, alternatif yang diambil Mahmud II adalah mendirikan
sekolah-sekolah umum di samping madrasah yang sudah berjalan.
Sekolah umum yang didirikan Mahmud II di antaranya adalah Maktab-i Ma’arif dan Maktab-i
Ulum-i Adabiyat-i. Kedua sekolah ini menerima lulusan madrasah yang bermutu tinggi. Adapun
pelajaran yang diberikan di sekolah tersebut meliputi bahasa Perancis, ilmu ukur, sejarah, ilmu politik,
dan bahasa Arab. Sekolah tersebut mendidik siswa untuk menjadi pegawai administrasi dan
menyediakan penerjemah-penerjemah bagi pemerintah.13
Beberapa saat setelah sekolah ini didirikan Mahmud II juga membangun sekolah militer, teknik,
kedokteran, dan pembedahan. Pada tahun 1838 M sekolah kedokteran dan pembedahan digabung
menjadi satu dengan nama Dar-ul Ulum-u Hikemveye Maktab-i Thibbiye-i Sahane. Bahasa pengantar
di sekolah tersebut adalah bahasa Perancis. Tujuan yang dikehendaki Mahmud II dari pendirian sekolah
tersebut diungkapkan oleh Lewis sebagai berikut.
You will study sciencetific medicine in French...my purpose in having you taught French is no to educate
you in French language. It is to teach you scientific medicine and little by little to take it into your language...
therefore work hard to acquire a knowledge at medicine from your teacher and strive by degrees to adopt it
into Turkhis and get it currently in our language...14
Sultan Mahmud II juga mengirim banyak pelajar Turki ke Barat. Sebanyak 150 pelajar dikirim ke
berbagai negeri di Eropa. Tujuannya adalah untuk melatih mereka menjadi guru di sekolah-sekolah
Turki yang baru didirikan. Di samping dari Turki, adapula pelajar yang berasal dari Iran. Salah seorang
di antaranya adalah Mirza Muhammad Shalih Shirazi.15
Salah satu hal yang dipandang penting pada masa Sultan Mahmud II adalah penerbitan surat kabar
resmi pemerintah Takvim-i Vekayi. Surat kabar tersebut tidak hanya berisi tentang berita-berita, daftar
peristiwa, dan pengumuman pemerintah, tetapi juga memuat artikel-artikel mengenai ide-ide yang

INSANIA|Vol. 11|No. 1|Jan-Apr 2006|106-115 5 P3M STAIN Purwokerto | Ida Novianti


JURNAL PEMIKIRAN ALTERNATIF KEPENDIDIKAN

berasal dari Barat. Oleh karena pembaca surat kabar ini sangat luas, maka Takvim-i mempunyai
pengaruh yang besar dalam memperkenalkan ide-ide modern Barat kepada masyarakat Turki.
Salah satu redaktur surat kabar tersebut adalah Musthafa Sami yang pernah berkunjung ke Eropa.
Menurutnya, Eropa maju karena pengetahuan, kemerdekaan beragama, patriotisme, dan pendidikan
yang merata. Sami sungguh-sugguh tertarik dengan peradaban Barat sehingga tidak segan-segan
mengkritik budaya Timur.
Bidang Militer
Untuk melengkapi gambaran pembaruan yang dilakukan oleh Sultan Mahmud II pada masanya,
penulis sampaikan juga pembaruan yang tidak kalah penting dengan yang dilakukan oleh Sultan
Mahmud II adalah bidang militer. Sebagaimana disampaikan di awal tulisan ini bahwa militer adalah
salah satu kekuatan yang menopang eksisnya Turki Usmani, terutama setelah terbentuknya Yenissari.
Sultan Mahmud II yang menyadari kekuatan Yenissari merasa bahwa Yenissari adalah ancaman
bagi pemerintahannya. Hal ini ditunjukkan oleh fakta sejarah bahwa Yenissari pernah melakukan
pemberontakan-pemberontakan kepada Sultan, yakni pada tahun 1525 di masa Sultan Sulaiman; tahun
1632 di masa Sultan Murad IV; tahun 1727 di masa Sultan Ahmad IV, dan terakhir pada masa Sultan
Mahmud II sendiri. Mereka tak segan-segan membunuh sultan yang mereka jatuhkan seperti Sultan
Salim III.16
Bentroknya Yenissari dengan para sultan biasanya disebabkan karena sultan ingin melakukan
pembaruan di bidang militer. Hal ini dikarenakan dalam beberapa kali pertempuran Yenissari
mengalami kekalahan dan tidak setangguh pada masa sebelumnya. Hal ini tentu saja menimbulkan
kekhawatiran dan tidak disetujui oleh Yenissari. Menurut penulis mereka (Yenissari) tidak
menghendaki adanya perubahan dikarenakan mereka takut kehilangan posisi dan status istimewa yang
selama ini mereka peroleh. Namun, pemberontakan terakhir yang mereka lakukan terhadap Sultan
Mahmud II justru menjadi sumber petaka dengan dibubarkannya Yenissari oleh Sultan Mahmud II.
Mulanya Mahmud II bermaksud untuk menciptakan angkatan bersenjata dan birokrasi yang kuat,
sebagaimana Mahmud II melihat Eropa.17 Pada tahun 1826 Mahmud II membentuk korp tentara baru
yang diasuh oleh pelatih-pelatih yang dikirim oleh Muhammad Ali Pasya dari Mesir. Usaha ini awalnya
disetujui oleh perwira tinggi Yenissari, tetapi ditolak oleh para perwira rendah. Beberapa hari sebelum
korp militer baru ini diresmikan, Yenissari melakukan pemberontakan. Menghadapi situasi demikian
Mahmud II mengambil langkah memerintahkan pengepungan dan penghancuran tentara Yenissari
yang memberontak.18
Pertumpahan darah tidak dapat dielakkan. Kurang lebih seribu anggota Yenissari terbunuh. Markas-
markas mereka dihancurkan, penyokong-penyokong mereka dari golongan sipil ditangkap, termasuk
tarekat Bektasyi yang banyak memiliki anggota dari kalangan Yenissari dibubarkan.
Dengan hilangnya Yenissari dan dihapusnya tarekat Bektasyi menyebabkan lemahnya golongan
ulama. Ulama yang termasuk dalam ulama anti pembaruan pengaruhnya nyaris hilang. Hal ini

INSANIA|Vol. 11|No. 1|Jan-Apr 2006|106-115 6 P3M STAIN Purwokerto | Ida Novianti


JURNAL PEMIKIRAN ALTERNATIF KEPENDIDIKAN

membawa dampak mulusnya usaha-usaha pembaruan yang dilancarkan golongan properubahan,


termasuk di antaranya di bidang pendidikan.

Penutup
Jika dicermati, usaha-usaha pembaruan yang dilakukan oleh Sultan Mahmud II di bidang
pendidikan merupakan pondasi awal dari perubahan yang berlangsung di kerajaan Turki Usmani.
Hancurnya Yenissari dan tarekat Bektasyi yang sebagian besar terdiri dari ulama dan militer yang
semula menolak pembaruan memuluskan jalan bagi Mahmud II untuk melancarkan ide-ide
pembaruannya. Perubahan sistem pendidikan, dibangunnya sekolah-sekolah baru, pengiriman pelajar-
pelajar ke Eropa merupakan cikal-bakal yang mengilhami dan melahirkan tokoh-tokoh reformasi dalam
gerakan Tanzimat seperti Mustafa Rasyid Pasya dan Mahmud Shadiq Rasyid Pasya sampai kepada
gerakan nasionalisme Mustafa Kemal yang menjurus ke arah sekularisasi.

Endnote
1
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Gerakan, dan Pemikiran (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hal. 90.
2
Thomas W. Arnold, The Preaching of Islam (Lahore: Khasmir Bazaar, 1979), hal. 152.
3
Mahmudunnasir, Islam: its Concept and History (New Delhi: Kitab Bavan, 1981), hal. 281. Lihat; Ira M. Lapidus, A History
of Islamic Societies (Cambridge: Cambridge University Press, 1991), hal. 326.
4
Lapidus, A History, hal. 362. Lihat; Marshall G.S. Hodgson, The Venture of Islam, Conscience in A History World
Civilization II (Chicago and London: Chicago Press, 1974), hal. 102.
5
Ibid., hal. 312.
6
Lapidus, A History, hal. 326.
7
Ibid.
8
Harun Nasution, Pembaharuan, hal. 17.
9
Ibid., hal. 90.
10
Harun Nasution, Pembaharuan, hal. 92.
11
Ibid.
12
Ibid., hal. 93.
13
Ibid., hal. 93.
14
Bernard Lewis, The Moslem Discovery of Europe (New York and London: W.W. Norton and Company, 1982), hal. 87.
15
Ibid.
16
Carl Brockelman, History of Islamic People (London: Routledge & Kegan Paul, 1982), hal. 346. Lihat juga Harun
Nasution, Pembaharuan, hal. 91.
17
Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Umat Islam dari Fundamentalisme, Modernisme hingga Post Modernisme (Jakarta:
Paramadina, 1996), hal. vii.
18
Harun Nasution, Pembaharuan, hal. 90.

Daftar Pustaka
Arnold, Thomas W. 1979. The Preaching of Islam. Lahore: Khasmir Bazaar.

INSANIA|Vol. 11|No. 1|Jan-Apr 2006|106-115 7 P3M STAIN Purwokerto | Ida Novianti


JURNAL PEMIKIRAN ALTERNATIF KEPENDIDIKAN

Azra, Azyumardi. 1996. Pergolakan Politik Umat Islam dari Fundamentalisme, Modernisme hingga Post
Modernisme. Jakarta: Paramadina.
Brockelman, Carl. 1982. History of Islamic People. London: Routledge & Kegan Paul.
Hodgson, Marshall G.S. 1974. The Venture of Islam, Conscience in A History World Civilization II. Chicago and
London: Chicago Press.
Lapidus, Ira M. 1991. A History of Islamic Societies. Cambridge: Cambridge University Press.
Lewis, Bernard. 1982 The Moslem Discovery of Europe. New York and London: WW. Norton and Company.
Mahmudunnasir. 1981. Islam: its Concept and History. New Delhi: Kitab Bavan.
Nasution, Harun. 1975. Pembaruan dalam Islam: Sejarah Gerakan dan Pemikiran. Jakarta:
Bulan Bintang.

INSANIA|Vol. 11|No. 1|Jan-Apr 2006|106-115 8 P3M STAIN Purwokerto | Ida Novianti

Anda mungkin juga menyukai