Stedi Wardoyo
Universitas Gadjah Mada
stedi.wardoyo@ugm.ac.id
Abstrak
Awal abad ke-20 menjadi titik balik pergeseran aktivitas ekonomi orang Jepang di Hindia
Belanda seiring semakin meningkatnya populasi orang Jepang di Hindia Belanda, khususnya
Jawa. Pada masa ini aktivitas dagang orang Jepang yang sebelumnya didominasi oleh
pedagang keliling yang menjajakan barang-barang Jepang seperti tekstil, obat-obatan, sabun,
dan barang-barang kebutuhan sehari-hari lainnya hingga ke pelosok pedesaan di Jawa,
bergeser menjadi aktivitas dagang secara permanen dalam bentuk toko kecil yang populer di
kalangan masyarakat pada masa itu sebagai toko Jepang.
Menjelang akhir 1910 hingga awal tahun 1940-an aktivitas toko Jepang semakin
berkembang dan meningkat pesat hingga menjadi salah satu ikon dalam sejarah hubungan
ekonomi antara Jepang dengan Hindia Belanda. Selama kurun waktu tersebut terjadi pasang
surut aktivitas dagang toko Jepang, namun pada masa krisis ekonomi dunia tahun 1920-an
toko Jepang tetap mampu bertahan, bahkan pada masa itu produk-produk Jepang yang dijual
toko Jepang mampu menggeser kedudukan produk-produk Cina dan Eropa (Belanda). Toko
Jepang yang populer di kalangan masyarakat pribumi dikenal karena pelayanannya baik,
harganya murah, dan produknya baik.
Penelitian ini mencoba melihat kembali bagaimana toko Jepang membangun jaringan
dan faktor-faktor yang mendukung ataupun menghambat perkembangan toko Jepang pada
masa tersebut. Dalam penelitian ini, selain catatan harian orang Jepang di Hindia Belanda
seperti Jagatara Kanwa dan Nanyou no Seikatsu Kiroku, artikel surat kabar berbahasa
Jepang yang terbit di Jawa yaitu Touindo Nippou juga digunakan sebagai data primer.
Metode analisis isi digunakan untuk mengetahui muatan yang terkandung dalam tulisan-
tulisan tersebut sesuai dengan tema penelitian. Kesimpulan penelitian ini adalah strategi
dagang yang bertumpu pada jaringan dagang yang kuat menjadi kunci keberhasilan toko
Jepang, selain faktor-faktor lain seperti keberhasilan mengobservasi kebutuhan pasar dan
strategi pemasaran produknya.
Abstract
(Title: Strategy Of Commerce And Issues Of Japan Shop In The Netherlands Indies Before
World War II) The early of 20th century was a turning point of Japanese economic activities
in Dutch East Indies, along with increasing number of Japanese population, especially in
Java. In that era, Japanese trading activities that dominated by Japanese goods pitchman like
textiles, drugs, soap and the other daily necessary untill suburb of Java, changed into
permanent economic activities in the form of a small shop that popular among Javanese
society in that era as Toko Jepang or Japanese Store.
In the end of 1910 untill early 1940s, Japanese store’s activities were growing and
increasing to become an icon in the economic relation between Japan and Dutch East Indies.
During that period, there was increase and decrease in Japanese store’s activities, but at the
world economic crisis in 1920s, Japanese Market was able to survive, even Japanese
products from Japanese Store was better than Chinese and European products. Japanese
store, that popular among indigenous was known for it’s good service, cheap price and good
quality products.
This research is trying to find how Japanese store can build it’s connection and the
factors that supporting and obstacling Japanese store’s growth in that era. In this research,
besides the diaries of Japanese immigrants such as Jagatara Kanwa and Nanyou no Seikatsu
Kiroku, Japanese newspaper of Touindo Nippou was used as main sources. Content analysis
was applied as a method to determine the contents in those sources which were relevant to the
topic of this research. It can be concluded that the success keys of Japanese store was
marketing strategies that supported by a strong trade connection, beside another factors like
the success of observing people’s needs and product marketing strategy.
1 2
Meta Sekar Puji Astuti, Apakah Mereka Mata- J.S Furnivall, Netherlands India: A study of Plural
mata?: Orang-orang Jepang di Indonesia (1868- Economy, Cambridge: Cambridge University Press,
1942), Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2008, hal. 8. 1939, hal.431-432
Indonesia masih sangat kuat meskipun memainkan peranan yang cukup besar bagi
sedikit demi sedikit mendapat tantangan pasang surut perkembangan perdagangan
dari produk asing lain, misalnya produk di Indonesia. Namun demikian tidak
Cina. dijelaskan secara konkret tentang
Penelitian tentang sejarah aktivitas komunitas bisnis dan jaringan distribusi
ekonomi orang Jepang di Hindia Belanda yang bagaimana yang digunakan oleh
selama ini banyak dilakukan oleh Jepang dalam mempertahankan pasar
sejarawan Jepang. Namun setelah tahun produk-produknya.
2000, beberapa peneliti sejarah dari Berdasarkan kedua referensi
Indonesia mulai bermunculan. Salah tersebut terungkap tentang kegiatan
satunya adalah Meta Sekar Puji Astuti ekonomi yang membawa kemakmuran
yang meneliti tentang sejarah pada kelompok-kelompok tertentu seiring
perkembangan aktivitas dagang orang perubahan ekonomi, yakni imigran Jepang
Jepang pada tahun 1868-1942 dikaitkan di Hindia Belanda pada masa sebelum
dengan pasang surut kebijakan politik luar Perang Dunia II. Namun demikian ulasan
negeri Jepang yang mengarah fasisme. khusus terkait perkembangan toko Jepang
Dalam bukunya ‘Apakah Mereka Mata- dan permasalahan yang terjadi pada masa
mata?: Orang-orang Jepang di Indonesia itu belum diungkap secara mendalam dan
(1868-1942), Astuti (2008) mencoba komprehensif. Selain itu gambaran tentang
mengulas mengenai latar belakang migrasi strategi bisnis, khususnya berkaitan dengan
orang Jepang ke Hindia Belanda dan pemasaran produk Jepang juga belum
perkembangan aktivitas ekonomi mereka diulas secara mendalam. Untuk itu, artikel
hingga menjelang Perang Dunia II. Dalam ini bertujuan untuk melengkapi gambaran
Bab IV diuraikan secara lengkap tentang tentang toko Jepang di Hindia Belanda,
toko Jepang, namun secara khusus tidak terutama Jawa pada masa sebelum Perang
dikaji tentang strategi dagang yang Dunia II.
menjadi kunci kesuksesan toko Jepang.
Penelitian lain tentang sejarah METODE
perdagangan Hindia Belanda dengan Dalam penelitian ini, metode
Jepang dilakukan oleh Nawiyanto. Dalam sejarah digunakan untuk menjawab
bukunya “Matahari Terbit dan Tirai pertanyaan-pertanyaan penelitian. Setelah
Bambu: Persaingan Dagang Jepang-Cina, proses pengumpulan sumber-sumber
Nawiyanto berusaha membandingkan sejarah primer maupun sekunder berupa
persaingan dagang antara Jepang – Cina buku-buku, artikel, foto-foto yang
dalam situasi krisis ekonomi dunia tahun berkaitan dengan kehidupan orang Jepang
1930-an dan 1990-an. Dalam penelitiannya, di Hindia Belanda pada masa sebelum
Nawiyanto berusaha menunjukkan bahwa Perang Dunia II, diperoleh beberapa
selama krisis 1930-an dan 1990-an, sumber primer berupa catatan harian
Indonesia (khususnya Jawa) menjadi pasar orang-orang Jepang yang menjalankan
potensial yang diperebutkan antara aktivitas ekonomi di Hindia Belanda yakni
kepentingan perdagangan produk Jepang Jagatara Kanwa (Obrolan tentang Jakarta),
dan Cina, meskipun faktanya produk Cina Catatan Harian Okano Shigezo terkait
belum mampu menggoyahkan dominasi kehidupannya di Hindia Belanda, Nanyou
Jepang, namun tetap menjadi ancaman Seikatsu Kiroku (Catatan Kehidupan di
serius bagi Jepang. Dalam kesimpulannya, Nanyou6), dan sumber-sumber lain berupa
Nawiyanto menyatakan bahwa komunitas
bisnis dan jaringan distribusi menjadi 6
Nanyou atau Lautan Selatan merupakan
kunci utama bagi kemenangan produk
penyebutan bagi wilayah atau negara-negara tropis
Jepang, meskipun faktor politis juga turut
yang berada di sebelah selatan Jepang yakni Asia
surat kabar yang terbit masa itu yakni Cikal bakal toko Jepang dimulai
Jawa Shinbun dan Touindo Nippou, serta pada awal tahun 1900-an saat beberapa
dokumen-dokumen lainnya. Dari sumber- pedagang keliling orang Jepang yang
sumber tersebut, melalui metode analisa isi sebelumnya berjualan barang-barang
diperoleh fakta-fakta sejarah terkait kebutuhan sehari-hari seperti bedak, sabun,
aktivitas dan perkembangan toko Jepang kosmetik, dan sebagainya untuk wanita-
pada masa tersebut. Fakta-fakta tersebut wanita Jepang yang berprofesi sebagai
untuk selanjutnya diverifikasi, pelacur atau karayukisan. Mereka yang
diinterpretasi, dan dirangkum menjadi sebelumnya hanya berjualan di kalangan
suatu tulisan sejarah terkait kunci sukses terbatas wanita Jepang semakin lama
toko Jepang dan permasalahannya pada dikenal juga di kalangan masyarakat
masa tersebut. Dengan mengetahui lainnya yakni pribumi dan Eropa.
gambaran strategi bisnis orang Jepang Beberapa pedagang Jepang kemudian
pada masa lalu, diharapkan dapat menjadi berjualan secara keliling hingga ke pelosok
referensi maupun informasi terkait model pedesaan di Jawa. Beberapa tokoh orang
bisnis Jepang, mengingat saat ini dan masa Jepang yang sukses berdagang keliling ini
mendatang, investasi bisnis Jepang di antara lain Ogawa Rihachirou di Tegal,
Indonesia menunjukkan tren semakin Tsutsumibayashi Kazue di Semarang,
meningkat. Satou Shigeru di Bandung, dan Sawabe
Masao di Yogyakarta.
HASIL DAN PEMBAHASAN Memasuki tahun 1910 terjadi
Perkembangan Toko Jepang dan perubahan aktivitas ekonomi orang Jepang
Strategi Dagangnya. di Hindia Belanda, khususnya Jawa dari
Dalam aktivitas ekonomi, aktivitas berdagang keliling kemudian
khususnya terkait dengan jual beli suatu menetap di suatu tempat dan membuka
produk, pemasaran menjadi kunci utama toko kecil yang pada akhirnya berkembang
dalam proses ini. Menurut Kotler dan sebagai toko Jepang. Kepemilikan toko
Keller, pemasaran adalah suatu proses menjadi kegiatan ekonomi orang Jepang
sosial yang di dalamnya individu dan pada masa-masa ini. Tahun 1914 terdapat
kelompok mendapatkan apa yang mereka 74 pemilik toko dan 144 pekerja toko di
butuhkan dan inginkan dengan Jawa, serta 56 pedagang keliling yang 38
menciptakan, menawarkan, secara bebas di antaranya menjual obat-obatan. 8
mempertukarkan produk yang bernilai Kegiatan mereka terpusat di tiga kota
dengan pihak lain 7 . Terdapat 4 unsur pelabuhan utama di Jawa, yakni Batavia,
utama dalam pemasaran yaitu produk, Semarang, dan Surabaya. 9 Kebanyakan
harga, tempat, dan promosi. Dalam dari pedagang keliling ini adalah anak-
konteks toko Jepang, keempat faktor ini anak muda yang datang pada awal abad
yang diasumsikan menjadi kunci utama ke-20 dengan tujuan mengadu nasib di
kesuksesan toko Jepang dalam Hindia Belanda atas informasi kolega atau
memenangkan persaingan di pasar Hindia rekan sesamanya yang terlebih dulu
Belanda. menjalankan aktivitas perdagangan di
Hindia Belanda. Beberapa tokoh perintis
toko Jepang ini di antaranya
Tenggara dan Kepulauan Pasifik. Penyebutan ini
umum dilakukan hingga Perang Dunia II
8
(https://kotobank.jp/word/590820) Yoshitada Murayama, “Pola Penetrasi Ekonomi
Jepang ke Hindia Belanda sebelum Perang” dalam
7
Kotler dan Keller, Manajemen Pemasaran, Saya Shiraishi dan Takashi Shiraishi (eds), Orang
Jakarta: Erlangga, 2009, hlm 6. Jepang di Koloni Asia Tenggara, (Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia, 1998), hlm. 160.
9
ibid
10
Ishii Tarou, “Jawa Kusawake Monogatari” dalam 11
ibid
Jagatara Kanwa: Ran’in Jidai Houjin no Ashiato,
12
(Tokyo: Jagatara Tomo no Kai 1978), hlm. 32. Ibid
19
Ibid. hlm 94-95
20
18
ibid Ibid. hlm 95
Jepang, hingga seruan untuk menutup dan Hindia Belanda. Pada tahun 1936
paksa toko-toko kecil yang menjual produk Jepang menyatakan keluar dari
Jepang berkembang di seluruh wilayah kesepakatan London dan Washington yang
Jawa32. Menghadapi masalah pemboikotan berisi tentang Perjanjian Pengurangan
ini, masyarakat Jepang sendiri menerapkan Persenjataan Angkatan Laut, disusul
langkah-langkah defensif dengan dengan pernyataan Jepang terkait
mengandalkan kebijakan pemerintah kebijakan ekspansi ke Selatan sebagai
Hindia Belanda33. Di sisi lain, pemerintah Haluan Kebijakan Negara. Hal ini
Hindia Belanda mengambil tindakan menyebabkan pemerintah Hindia Belanda
dengan menekan aksi anti-Jepang tersebut semakin mewaspadai langkah-langkah
dengan pertimbangan bahwa gerakan Jepang dan meningkatkan pengawasan
tersebut dikhawatirkan dapat mengacaukan terhadap orang-orang Jepang di Hindia
pranata sosial dan politik di Hindia Belanda. Kondisi ini diperburuk setelah
Belanda, selain pertimbangan ekonomi pecahnya perang Jepang-Tiongkok tahun
bahwa suplai barang Jepang dengan harga 1937 yang memunculkan gerakan-gerakan
murah dipandang mampu menstabilkan yang mengarah pada anti Jepang yang
perekonomian Hindia Belanda34. dilakukan oleh masyarakat Belanda
Hingga pertengahan dekade 1930- maupun Cina. Di beberapa kota, seperti
an, pemerintah Hindia Belanda pada Bandung terjadi aksi pengeroyokan
dasarnya masih bersikap bersahabat terhadap beberapa pemilik toko Jepang
terhadap masyarakat Jepang di Hindia oleh sekelompok pemuda Belanda 36 .
Belanda, meskipun timbul kecurigaan Selain itu terjadi insiden-insiden kecil
terhadap derasnya arus masuk barang dan seperti pelemparan batu kepada anak-anak
manusia dari Jepang ke Hindia Belanda Jepang yang berangkat ke sekolah,
sejak krisis ekonomi dunia. Selain itu, penghalangan terhadap pembeli toko
perubahan kebijakan politik luar negeri Jepang, hingga pelemparan toko Jepang
Jepang yang diwarnai dengan gerakan dengan cat dan kotoran manusia37. Untuk
militer dan invasi ke wilayah selatan, serta pertama kali, situasi seperti ini membawa
keluarnya Jepang dari Liga Bangsa-Bangsa dampak besar terhadap aktivitas orang-
menyebabkan mereka semakin orang Jepang di Hindia Belanda. Orang-
mewaspadai aktivitas orang Jepang di orang Jepang di Hindia Belanda yang
Hindia Belanda. Namun hingga tahun 1936, sebelumnya secara politis tidak pernah
sebagaimana dinyatakan dalam buku terikat dengan negaranya, untuk pertama
Laporan Pemerintah Hindia Belanda kali harus menanggung tekanan akibat
bahwa masyarakat Jepang di Hindia kebijakan negaranya. Menghadapi situasi
Belanda terdiri atas imigran yang rajin dan yang tidak menguntungkan ini, satu-
tidak banyak tingkah sehingga kepolisian satunya tindakan mereka adalah bertindak
tidak pernah dibuat pusing oleh mereka defensif dan berharap pada keberhasilan
karena mereka tidak pernah berhubungan perundingan perdagangan antara Jepang
dengan aktivitas-aktivitas subversi atau dan Hindia Belanda. Di sisi lain, situasi ini
spionase35. juga mendorong kesadaran nasionalisme
Memasuki akhir 1936, terjadi sebagai orang Jepang, khususnya di
perubahan besar dalam hubungan Jepang kalangan pemuda.
Memasuki tahun 1940, situasi
32
politik di Eropa semakin memanas sejak
Ibid. hlm 64
33
Gotou Ken’ichi, “Jepang dan Pergerakan
36
Kebangsaan Indonesia”, Jakarta: Yayasan Obor Ibid. hlm 219
37
Indonesia, 1998, hlm 189 Saya Shiraishi dan Takashi Shiraishi, “ Orang
34
ibid Jepang di Koloni Asia Tenggara”, Jakarta: Yayasan
35
Ibid. hlm 192 Obor Indonesia, 1998, hlm 28.
serangan Jerman ke Polandia yang eksodus warga Jepang keluar dari Hindia
menyulut peperangan dalam skala lebih Belanda untuk kembali ke tanah airnya.
besar. Tanggal 10 Mei 1940, pemerintah Mereka menjual dengan harga murah atau
Belanda terpaksa mengungsi ke London, meninggalkan begitu saja aset yang telah
Inggris akibat invasi Jerman. Keadaan ini dibangunnya dengan penuh perjuangan
menyebabkan pemerintah Hindia Belanda selama beberapa dasawarsa. Hal ini
semakin waspada akibat Jepang memiliki sekaligus menandai masa berakhirnya toko
aliansi dengan Jerman. Suasana anti Jepang di Hindia Belanda.
Jepang semakin meningkat sehingga posisi
orang Jepang yang tinggal di Hindia SIMPULAN
Belanda juga semakin rentan dan terpojok. Perjalanan panjang toko Jepang di
Dalam situasi yang demikian, Perundingan Hindia Belanda diwarnai dengan beragam
Perdagangan II menjadi harapan satu- cerita, baik suka maupun duka bagi
satunya untuk menyelamatkan kehidupan pemiliknya. Pasang surut perjalanan toko
mereka. Hal ini termuat dalam salah satu Jepang tidak dapat dilepaskan dari faktor
artikel Touindo Nippou tanggal 20 internal maupun eksternal yang
Agustus 1940 sebagai berikut: menyertainya. Pada masa-masa awal
Perasaan kita saat ini dapat perintisannya tahun 1900 hingga 1920,
dikatakan hanya dengan satu kata sebagian besar toko Jepang dibangun oleh
yakni harapan. Semoga saudara pemiliknya yang telah teruji melalui
kita bangsa Belanda bersama-sama pengalaman mereka menjalani
dengan kita menaruh harapan pada perdagangan keliling. Perpaduan antara
hasil perundingan antara kedua keuletan, pelayanan, dan kemampuan
negara Jepang dan Belanda38. mengenali kebutuhan konsumen menjadi
salah satu kunci perkembangan toko
Namun harapan tersebut berakhir Jepang. Selain itu, strategi manajemen
sia-sia. Saat dibuka pada bulan September melalui sistem jejaring atau keiretsu dan
1940 perundingan berjalan alot akibat pemasaran melalui penetapan harga pas
sikap anti-Jepang dari pemerintah Belanda, dan potongan harga (obral) juga
selain tuntutan pihak Jepang yang memainkan peranan penting dalam proses
dianggap melampaui batas yakni pengembangan toko Jepang. Hal ini yang
permintaan suplai minyak dan besi baja membuat toko Jepang berbeda dengan
dari Hindia Belanda ke Jepang. Akibat toko-toko lain, khususnya toko Cina di
kegagalan perundingan perdagangan ini, Hindia Belanda pada masa itu.
hubungan diplomatik antara Jepang dan Pada kurun waktu 1920 hingga
Hindia Belanda semakin memburuk. Pada 1936 dapat dikatakan sebagai masa
tanggal 15 Februari 1941 pemerintah keemasan toko Jepang. Selain keberhasilan
Hindia Belanda mengeluarkan kebijakan membangun sistem jejaring internal sendiri,
mencabut perlakuan bebas visa bagi orang perkembangan pesat sistem transportasi
Jepang yang diikuti kebijakan pembatasan pelayaran dari Jepang ke Hindia Belanda
barang dan orang dari Jepang ke Indonesia dan sebaliknya, serta berkembangnya jalur
serta pembekuan aset orang Jepang di pengangkutan di Jawa menyebabkan
Hindia Belanda pada tanggal 28 Juli 1941 kemudahan bagi proses distribusi barang
menjadi pukulan akhir bagi masyarakat dagangan. Hal ini berdampak pada
Jepang di Hindia Belanda 39 . Tahun 1941 efisiensi biaya pengangkutan sehingga
hingga pecah Perang Dunia II terjadi harga jual produk dapat ditekan. Faktor
lain yang mendukung masa kejayaan ini
38 adalah terhentinya pasokan barang dari
Ibid. hlm 218
39 Eropa sebagai akibat perang, sehingga
Ibid. hlm 223
beberapa toko Jepang seperti Nanyou Kotler dan Keller. (2009). Manajemen
Shoukai juga bertindak sebagai importir Pemasaran. Jilid I. Edisi ke 13.
produk Jepang. Besarnya pangsa pasar Jakarta: Erlangga,
Hindia Belanda dan beragamnya
kebutuhan masyarakatnya mendorong Murayama, Yoshitada. (1998). Pola
peningkatan nilai impor produk Jepang Penetrasi Ekonomi Jepang ke Hindia
meskipun pada saat yang sama terjadi Belanda sebelum Perang dalam
krisis ekonomi dunia. Shiraishi Saya dan Shiraishi Takashi.
Namun setelah tahun 1936, Orang Jepang di Koloni Asia
perkembangan toko Jepang menunjukkan Tenggara. Jakarta: Yayasan Obor
penurunan seiring perubahan politik dalam Indonesia.
negeri Jepang. Implementasi paham invasi
ke Selatan (Nanshinron) yang mulanya Nakamura, Takashi. (1979). Batabia-jou
diserukan Angkatan Laut Jepang dengan Nisshi I-III. Tokyo: Touyou Bunkou.
tujuan mencari sumber alam, khususnya
minyak bumi yang sangat dibutuhkan Nawiyanto. (2010). Matahari Terbit dan
Jepang menjadi pangkal permasalahan Tirai Bambu: Persaingan Dagang
yang berimbas pada memburuknya Jepang-Cina. Yogyakarta: Penerbit
hubungan diplomatik Jepang dan Hindia Ombak.
Belanda. Hal ini menjadi pukulan telak
yang mengakibatkan runtuhnya kejayaan Okano, Shigezo. (1942). Nanyou no
toko Jepang di Hindia Belanda, sekaligus Seikatsu Kiroku. Tokyo: Nishikijou.
menjadi penanda masa akhir pendudukan
Belanda dan dimulainya babak baru Post, Peter. (2002). Karakteristik
pendudukan Jepang di Indonesia. Kewirausahaan Jepang dalam
Ekonomi Indonesia sebelum Perang
dalam J. Thomas Lindblad. Fondasi
DAFTAR PUSTAKA Historis Ekonomi Indonesia.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Artikel, Buku, Makalah, dan Laporan
Aoki, Sumio. (2017). Indonesia di Mata Post, Peter dan Touwen-Bouwsma, Elly.
Masyarakat Jepang di Hindia Belanda (1997). Japan, Indonesia and The
100 Tahun yang Lalu dalam Kartu Pos War: Myths and Realities. Leiden:
Bergambar Foto. Jakarta: The Daily KITLV Press.
Jakarta Shinbun.
Ricklefs, M.C. (2001). A History of
Astuti, Meta Sekar Puji. (2008). Apakah Modern Indonesia since c.1200.
Mereka Mata-mata?: Orang-orang California: Stanford University Press.
Jepang di Indonesia (1968-1942).
Yogyakarta: Penerbit Ombak. Shiraishi, Saya dan Shiraishi, Takashi.
(1998). Orang Jepang di Koloni Asia
Furnivall, J.S. (2017). Netherlands India: Tenggara. Jakarta: Yayasan Obor
A Study of Plural Economy. Indonesia.
Cambridge: Cambridge University
Press. 1939 Shouwaki Nihon to Indoneshia. (1986).
Tokyo: Keisoshobo.
Gotou, Ken’ichi. (1998). Jepang dan
Pergerakan Kebangsaan Indonesia. Takeda, Shigesaburou (ed). (1978).
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Jagatara Kanwa: Ran In Jidai Houjin
no Ashiato. tanpa penerbit.