Anda di halaman 1dari 11

Saat itu, Indonesia tengah dijajah Jepang yang terlibat PD II melawan Sekutu.

Untuk memenangkan
perang, Jepang memanfaatkan Indonesia yang kaya sumber daya alam dan sumber daya manusia.
Jepang memberlakukan ekonomi perang di Indonesia. Apa itu ekonomi perang? Ekonomi perang
adalah kebijakan mengerahkan semua kekuatan ekonomi untuk menopang keperluan perang. Baca
juga: Kedatangan Jepang di Indonesia, Mengapa Disambut Gembira? Dikutip dari Masa
Pendudukan Jepang di Indonesia (2019), di awal kedatangannya, Jepang memberlakukan ekonomi
self help atau berusaha untuk memenuhi sendiri kebutuhan pemerintahan Jepang di Indonesia.
Jepang berusaha memperbaiki ekonomi Indonesia yang hancur. Ketika Jepang berusaha merebut
Indonesia dari Belanda, Belanda memilih membumihanguskan obyek-obyek vital. Ini dimaksudkan
agar Jepang kesulitan mengambil alih Indonesia. Setelah berhasil merebut Indonesia dari Belanda,
Jepang terpaksa memperbaiki sarana-sarana yang rusak. Sarana-sarana itu meliputi transportasi,
telekomunikasi, dan bangunan-bangunan publik. Baca juga: Perang Asia Timur Raya: Latar
Belakang dan Posisi Jepang Pengendalian perkebunan Khusus perekebunan, dikeluarkan Undang-
undang No 322/1942 yang menyatakan bahwa Gunseikan (kepala militer) langsung mengawasi
perkebunan kopi, kina, karet, dan teh. Pengawasan diserahkan kepada Saibai Kigyo Kanrikodan
(SKK), badan pengawas yang dibentuk gunseikan. SKK juga bertindak sebagai pelaksana
pembelian dan penentuan harga jual hasil perkebunan. Bagi Jepang, hanya sedikit komoditas yang
bisa berguna menunjang perang. Kopi, teh, dan tembakau diklasifikasikan sebagai para yang
kurang berguna bagi perang. Sehingga, perkebunan ini diganti dengan komoditas penghasil bahan
makanan atau jarak yang bisa diolah sebagai pelumas. Baca juga: Kerja Rodi dan Romusha, Kerja
Paksa Zaman Penjajahan Komoditas yang dipaksa Jepang untuk ditanam yakni karet, kina, gula,
dan beras. Di Jawa Timur, hampir seluruh pegawai di perkebunan di kareta diwajibkan bekerja.
Akan tetapi di Kalimantan, hasil karet berlebih sebab pengangkutannya sulit. Sementara gula,
pabriknya sebagian besar dibumihanguskan Belanda ketika Jepang datang untuk merebutnya.
Sebagian di antaranya berhasil diperbaiki. Namun dalam perbaikan, Jepang kekurangan tenaga
ahli. Jepang terpaksa masih menggunakan orang Belanda. Dari 85 pabrik gula di Jawa, sebanyak
13 berhasil diperbaiki. Ketika persediaan gula berlebih di Jawa, Jepang kemudian melarang
penanaman tebu dan gula. Pabrik gula diubah menjadi pabrik senjata. Baca juga: Dampak
Pendudukan Jepang di Indonesia Sementara beras yang kekurangan persediaannya, oleh Jepang
diusahakan untuk ditanam di lahan-lahan baru. Rakyat diminta menghancurkan tanaman kopi dan
teh. Para tawanan dipaksa bekerja menanam padi. Hanya Jepang yang bisa mengatur produksi,
pungutan, penyaluran, dan penetapan harga padi. Penggiling dan pedagang padi juga tidak boleh
beroperasi sendiri, melainkan harus diatur oleh Kantor Pengelolaan Pangan. Para petani harus
menjual hasil produksi padunya sesuai kuota dan harga yang ditentukan. Petani berhak 40 persen
atas keseluruhan hasil padi. Mereka tak bisa menikmati jerih payahnya sebagai petani. Baca juga:
Kedatangan Jepang di Indonesia, Mengapa Disambut Gembira? Sementara 30 persen disetor ke
pemerintah melalui penggilingan yang telah ditunjuk Jepang. Sisa 30 persennya untuk persiapan
bibit dan disetor ke lumbung desa. Rakyat pun menderita akibat peraturan ini. Akibat lainnya, hutan-
hutan rusak akibat penebangan liar. Jepang berusaha memperbaiki pertanian dengan menggelar
pelatihan. Sayangnya, pelatihnya bukanlah ahli pertanian. Pesertanya pun hanya mendapat
pelatihan singkat. Akibatnya produksi pangan terus menurun. Turunnya produksi pangan juga
diperparah dengan musim kemarau panjang pada 1944. Baca juga: Organisasi Sosial
Kemasyarakatan Bentukan Jepang Industri merosot Selain masalah pangan, sandang atau pakaian
bahkan menjadi masalah. Banyak rakyat yang tak mempunyai pakaian yang layak. Sebelumnya,
urusan sandang sangat bergantung pada impor dari Belanda. Untuk mengatasi kekurangan
sandang, Jepang memaksa petani menanam kapas dan membuka usaha konveksi. Rakyat dilantuh
untuk memintal bahan-bahan yang mengandung serat kapuk randu. Namun tetap saja, industri
tekstil tak bisa dihidupkan kembali. Sebab suplainya, yakni tanaman kapas, berkurang. Baca juga:
Jawa Hokokai, Organisasi Pergerakan pada Masa Pendudukan Jepang Bahkan pada April 1944
sempat diadakan Pekan Pengumpulkan Pakaian untuk Rakyat Jelata. Sebab saat itu banyak rakyat
yang hanya memakai karung hingga lembaran karet mentah. Industri lain, oleh Jepang dibagi
menjadi dua. Pertama, industri yang berguna langsung untuk perang seperti pabrik mesin, paku,
kawat, dan baja pelapis granat. Kendati demikian, industri itu sulit dijalankan sebab kekurangan
suku cadang. Sementara golongan kedua adalah barang-barang yang menyangkut kebutuhan
rakyat. Dalam bidang transportasi, Jepang merasa kekurangan kapal. Oleh karena itu Jepang
mengembangkan industri kapal angkut dari kayu. Baca juga: Gerakan Tiga A dan Propaganda
Jepang Bank dan keuangan Kendati sangat anti-Belanda, Jepang tetap memepergunakan mata
uang gulden di Indonesia. Tujuannya, agar harga barang tetap stabil. Beberapa bank milik Belanda
dilikuidasi dan diganti dengan bank-bank Jepang yakni Yokohama Ginko, Mitsui Ginko, dan Kana
Ginko. Bank-bank ini berada di bawah pengawasan Nanpo Keihatsu Kenso (Perbendaharaan untuk
Kemajuaan Wilayah Selatan). Salah satu bank, yakni Nanpo Kaihatsu Ginko, melanjutkan tugas
tentara pendudukan Jepang dalam mengedarkan invansion money. Baca juga: Pemerintahan Sipil
Jepang di Indonesia Invasion money dicetak di Jepang dalam tujuh denominasi. Mulai dari satu
hingga sepuluh gulden. Uang Belanda kemudian digantikan oleh uang Jepang. Jepang juga menarik
pajak yang tinggi bagi keturunan Eropa dan Tionghoa. Kenaikannya mencapai 70 hingga 35 kali
lipat dari pajak semasa era kolonial Hindia Belanda.

--------------------------------------

Selama masa pendudukan Jepang di Indonesia, diterapkan konsep “Ekonomi


perang”. Artinya, semua kekuatan ekonomi di Indonesia digali untuk
menopang kegiatan perang. Perlu dipahami bahwa sebelum memasuki PD
II, Jepang sudah berkembang menjadi negara industri dan sekaligus menjadi
kelompok negara imperialis di Asia. Oleh karena itu, Jepang melakukan
berbagai upaya untuk memperluas wilayahnya. Sasaran utamanya antara
lain Korea dan Indonesia. Dalam bidang ekonomi, Indonesia sangat menarik
bagi Jepang. Sebab Indonesia merupakan kepulauan yang begitu kaya akan
berbagai hasil bumi, pertanian, tambang, dan lain-lainnya. Kekayaan Indonesia
tersebut sangat cocok untuk kepentingan industri Jepang. Indonesia juga
dirancang sebagai tempat penjualan produk-produk industrinya. Meletusnya
PD II pada hakikatnya merupakan wujud konkret dari ambisi dan semangat
imperialisme masing-masing negara untuk memperluas daerah kekuasaannya.
Oleh karena itu, pada saat berkobarnya PD II, Indonesia benar-benar menjadi
sasaran perluasan pengaruh kekuasaan Jepang. Bahkan, Indonesia kemudian
menjadi salah satu benteng pertahanan Jepang untuk membendung gerak
laju kekuatan tentara Serikat dan melawan kekuatan Belanda.

Setelah berhasil menguasai Indonesia, Jepang mengambil kebijakan dalam bidang


ekonomi yang sering disebut self help. Hasil perekonomian di Indonesia
dijadikan modal untuk mencukupi kebutuhan pemerintahan Jepang yang
sedang berkuasa di Indonesia. Kebijakan Jepang itu juga sering disebut dengan
Ekonomi Perang. Untuk lebih jelasnya perlu dilihat bagaimana tindakantindakan
Jepang dalam bidang ekonomi di Indonesia.
Pada waktu Jepang mendarat di Indonesia pada tahun 1942, ternyata tentara
Hindia Belanda telah membumihanguskan objek-objek vital yang ada di
Indonesia. Hal ini dimaksudkan agar Jepang mengalami kesulitan dalam
upaya menguasai Indonesia. Akibat dari pembumihangusan itu, keadaan
perekonomian di Indonesia menjadi lumpuh pada awal pendudukan Jepang.
Sehubungan dengan keadaan tersebut, langkah pertama yang diambil
Jepang adalah melakukan pengawasan dan perbaikan prasarana ekonomi.
Beberapa prasarana seperti jembatan, alat transportasi, telekomunikasi,
dan bangunan-bangunan diperbaiki. Kemudian beberapa peraturan yang
mendukung program pengawasan kegiatan ekonomi dikeluarkan termasuk
ditetapkannya peraturan pengendalian kenaikan harga. Bagi mereka yang
melanggar, akan dijatuhi hukuman berat.

Sementara itu, bidang perkebunan di masa Jepang mengalami kemunduran.


Hal ini berkaitan dengan kebijakan Jepang yang memutuskan hubungan
dengan Eropa (yang merupakan pusat perdagangan dunia). Karena tidak
perlu memperdagangkan hasil perkebunan yang laku di pasaran dunia,
seperti tebu (gula), tembakau, teh, dan kopi, maka Jepang tidak lagi
mengembangkan jenis tanaman tersebut. Bahkan tanah-tanah perkebunan
diganti menjadi tanah pertanian sesuai dengan kebutuhan Jepang. Tanahtanah
itu diganti dengan tanaman padi untuk menghasilkan bahan makanan
dan bahan-bahan lain yang sangat dibutuhkan, misalnya jarak. Tanaman
jarak waktu itu sangat dibutuhkan karena dapat digunakan sebagai minyak
pelumas mesin-mesin, termasuk mesin pesawat terbang. Tanaman kina juga
sangat dibutuhkan, yaitu untuk membuat obat antimalaria, sebab penyakit
malaria sangat mengganggu dan melemahkan kemampuan tempur para
prajurit. Pabrik obat yang sudah ada di Bandung sejak zaman Belanda terus
dihidupkan. Tanaman tebu di Jawa juga mulai dikurangi. Pabrik-pabrik gula
sebagian besar mulai ditutup. Penderesan getah karet di Sumatra mulai
dihentikan. Tanaman-tanaman tembakau, teh, dan kopi di berbagai tempat
dikurangi. Oleh karena itu, pada masa Jepang ini, hasil-hasil perkebunan
sangat menurun. Produksi karet juga turun menjadi seperlimanya produksi
tahun 1941. Pada tahun 1943 produksi teh turun menjadi sepertiganya dari
zaman Hindia Belanda. Beberapa pabrik tekstil juga mulai ditutup karena
pengadaan kapas dan benang begitu sulit. Dalam bidang transportasi,
Jepang merasakan kekurangan kapal-kapal. Oleh karena itu, Jepang terpaksa
mengadakan industri kapal angkut dari kayu. Jepang juga membuka pabrik
mesin, paku, kawat, dan baja pelapis granat, tetapi semua usaha itu tidak
berkembang lancar karena kekurangan suku cadang.

Kebutuhan pangan untuk menopang perang semakin meningkat, sehingga


kegiatan penanaman untuk menghasilkan bahan pangan terus ditingkatkan.
Dalam hal ini, organisasi Jawa Hokokai giat melakukan kampanye untuk
meningkatkan usaha pengadaan pangan terutama beras dan jagung. Tanah
pertanian baru, bekas perkebunan dibuka untuk menambah produksi beras.
Di Sumatra Timur, daerah bekas perkebunan yang luasnya ribuan hektar
ditanami kembali sehingga menjadi daerah pertanian baru. Di tanah Karo juga
dibuka lahan pertanian baru dengan menggunakan
tenaga para tawanan. Di Kalimantan dan Sulawesi juga dibuka tanah pertanian baru
untuk menambah hasil beras. Untuk kepentingan penambahan lahan pertanian ini, Jepang
melakukan penebangan hutan secara liar dan besar-besaran. Di Pulau Jawa
dilakukan penebangan hutan secara liar sekitar 500.000 hektar. Penebangan
hutan secara liar dan berlebihan tersebut mengakibatkan hutan menjadi gundul,
sehingga timbullah erosi dan banjir pada musim penghujan. Penebangan
hutan secara liar tersebut juga berdampak pada berkurangnya sumber
mata air. Dengan demikian, sekalipun tanah pertanian semakin luas, tetapi
kebutuhan pangan tetap tidak tercukupi. Keadaan ini semakin menambah
beban bagi pemerintah pendudukan Jepang di Indonesia. Untuk mengatasi
keadaan ini kemudian pemerintah pendudukan Jepang mengeluarkan
beberapa ketentuan yang sangat ketat yang terkait dengan produksi padi.

a. Padi berada langsung di bawah pengawasan pemerintah Jepang.


    Hanya pemerintah Jepang yang berhak mengatur untuk produksi,
    pungutan dan penyaluran padi serta menentukan harganya. Dalam
    kaitan ini Jepang telah membentuk badan yang diberi nama Shokuryo
    Konri Zimusyo (Kantor Pengelolaan Pangan).
b. Penggiling dan pedagang padi tidak boleh beroperasi sendiri, harus
    diatur oleh Kantor Pengelolaan Pangan.
c. Para petani harus menjual hasil produksi padinya kepada pemerintah
    sesuai dengan kuota yang telah ditentukan dengan harga yang telah
    ditetapkan pemerintah Jepang. Begitu juga padi harus diserahkan ke
    penggilingan padi yang sudah ditunjuk pemerintah Jepang. Dalam hal
    ini, berlaku ketentuan hasil keseluruhan produksi, petani berhak 40%,
    kemudian 30% disetor kepada pemerintah melalui penggilingan yang
    telah ditunjuk, dan 30% sisanya untuk persiapan bibit dengan disetor
    ke lumbung desa.

Pada jaman pendudukan Jepang kehidupan ekonomi rakyat sangat menderita.


Lemahnya ekonomi rakyat berawal dari sistem bumi hangus Hindia Belanda ketika
mengalami kekalahan dari Jepang pada bulan Maret 1942. Sejak itulah kehidupan
ekonomi menjadi lumpuh dan keadaan ekonomi berubah dari ekonomi rakyat menjadi
ekonomi perang. Langkah pertama yang dilakukan Jepang adalah merehabilitasi
prasarana ekonomi seperti jembatan, alat-alat transportasi dan komunikasi.
Selanjutnya Jepang menyita seluruh kekayaan musuh dan dijadikan hak milik Jepang,
seperti perkebunan-perkebunan, bank-bank, pabrik-pabrik, perusahaan-perusahaan,
telekomunikasi dan lainlain. Hal ini dilakukan karena pasukan Jepang dalam
melakukan serangan ke luar negaranya tidak membawa perbekalan makanan Kebijakan
ekonomi pemerintah pendudukan Jepang diprioritaskan untuk kepentingan perang.
Perkebunan kopi, teh dan tembakau yang dianggap sebagai barang kenikmatan dan
kurang bermanfaat bagi kepentingan perang diganti dengan tanaman penghasil bahan
makanan dana tanaman jarak untuk pelumas.

Pola ekonomi perang yang dilancarakan oleh Tokyo dilaksanakan secara konsekuen
dalam wilayah yang diduduki oleh angkatan perangnya. Setiap lingkungan daerah harus
melaksanakan autarki (berdiri di atas kaki sendiri), yang disesuaikan dengan situasi
perang. Jawa dibagi atas 17 lingkungan autarki, Sumatra atas 3 lingkungan dan daerah
Minseifu (daerah yang diperintah Angkatan Laut Jepang) dibagi atas 3 lingkungan
autarki. Karena dengan sistem desentralisasi maka Jawa merupakan bagian daripada
“Lingkungan

Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya” mempunyai dua tugas, yakni:

 memenuhi kebutuhan sendiri untuk tetap bertahan,


 mengusahakan produksi barang- barang untuk kepentingan perang.

Seluruh kekayaan alam Indonesia dimanfaatkan Jepang untuk biaya perang. Bahan
makanan dihimpun dari rakyat untuk persediaan prajurit Jepang seharihari, bahkan
juga untuk keperluan perang jangka panjang. Beberapa tindakan Jepang dalam
memeras sumber daya alam dengan cara-cara berikut ini :

1. Petani wajib menyetorkan hasil panen berupa padi dan jagung untuk keperluan
konsumsi militer Jepang. Hal ini mengakibatkan rakyat menderita kelaparan.
2. Penebangan hutan secara besar-besaran untuk keperluan industri alat-alat
perang, misalnya kayu jati untuk membuat tangkai senjata. Pemusnahan hutan
ini mengakibatkan banjir dan erosi yang sangat merugikan para petani. Di
samping itu erosi dapat mengurangi kesuburan tanah.
3. Perkebunan-perkebunan yang tidak ada kaitannya dengan keperluan perang
dimusnahkan, misalnya perkebunan tembakau di Sumatera. Selanjutnya petani
diwajibkan menanam pohon jarak karena biji jarak dijadikan minyak pelumas
mesin pesawat terbang. Akibatnya petani kehilangan lahan pertanian dan
kehilangan waktu mengerjakan sawah. Sedangkan untuk perkebunan-
perkebunan kina, tebu, dan karet tidak dimusnahkan karena tanaman ini
bermanfaat untuk kepentingan perang.
4. Penyerahan ternak sapi, kerbau dan lain-lain bagi pemilik ternak. Kemudian
ternak dipotong secara besar-besaran untuk keperluan konsumsi tentara Jepang.
Hal ini mengakibatkan hewan-hewan berkurang padahal diperlukan untuk
pertanian, yakni untuk membajak. Dengan dua tugas inilah maka serta kekayaan
pulau Jawa menjadi korban dari sistem ekonomi perang pemerintah
pendudukan Jepang.
Cara yang ditempuh untuk pengerahan tenaga Romusha ini dengan bujukan, tetapi
apabila tidak berhasil dengan cara paksa. Untuk menarik simpati penduduk, Jepang
mengatakan bahwa Romusha adalah pahlawan pekerja yang dihormati atau prajurit
ekonomi. Mereka digambarkan sebagai orang yang sedang menunaikan tugas sucinya
untuk memenangkan Perang Asia Timur Raya. Sedangkan panitia pengerah Romusha
disebut Romukyokai. Di samping rakyat, bagi para pamong praja dan pegawai rendahan
juga melakukan kerja bakti sukarela yang disebut Kinrohoshi. Pemimpin-pemimpin
Indonesia membantu pemerintah Jepang dalam kegiatan Romusha ini. Bung Karno
memberi contoh berkinrohonsi (kerja bakti), Bung Hatta memimpin Badan Pembantu
Prajurit Pekerja atau Romusha. Ali Sastroamijoyo, S.H. mempelopori pembaktian
barang-barang perhiasan rakyat untuk membantu biaya perang Jepang.

Akibat dari Romusha ini jumlah pria di kampung-kampung semakin menipis,


banyak pekerjaan desa yang terbengkelai, ribuan rakyat tidak kembali lagi ke
kampungnya, karena mati atau dibunuh oleh Jepang. Coba bandingkan dengan rodi
pada jaman penjajahan Belanda! Untuk mengawasi penduduk atas terlaksananya
gerakan-gerakan Jepang maka dibentuklah tonarigumi (rukun tetangga) sampai ke
pelosok pelosok pedesaan. Dengan demikian sumber daya manusia rakyat Indonesia
khususnya di Jawa dimanfaatkan secara kejam untuk kepentingan Jepang. Akibat dari
tekanan politik, ekonomi, sosial maupun kultural ini menjadikan mental bangsa
Indonesia mengalami ketakutan dan kecemasanSetelah Belanda menyerahkan wilayah
Indonesia kepada Jepang, kehidupan Ekonomi disana berubah menjadi lemah. Ekonomi menjadi
melemah karena Belanda melakukan sistem Bumi Hangus setelah kalah dalam pertempuran
melawan pasukan perang Jepang. Ketika wilayah Indonesia  jatuh ke tangan Jepang, pemerintah
Jepang menerapkan Ekonomi Perang.
Ekonomi Perang ini dilakukan agar pasukan Jepang memiliki suplai logistik yang memadai
dalam perang melawan sekutu di Asia Pasifik. Dalam melaksanakan Ekonomi Perang di
Indonesia, langkah pertama Jepang adalah merehabilitasi Prasarana Ekonomi seperti Jemebatan,
Alat Transportasi dan komuniskasi yang sebelumnya merupakan dimiliki oleh pemerintah
Kolonial Hindia Belanda. Bukan hanya prasarana ekonomi, Jepang juga melakukan pengklaiman
atas Bank, perusahaan, kebun-kebun, dan kekayaan milik musuh (Belanda) yang ada di wilayah
Indonesia.
Bukan hanya melakukan klaim terhadap fasilitas milik Belanda di Indonesia. Jepang juga
melakukan Eksploitasi terhadap sumber daya alam dan sumber daya manusia. Untuk mengkeruk
sumber daya alam, Jepang melakukan beberapa tindakan yang diantaranya:
1.                 mewajibkan para petani dan peternak untuk menyerahkan hasil panen padi dan beras serta
daging ternak kepada pasukan Jepang guna bahan konsumsi tentara,
2.                 memerintahkan penebangan pohon jati besar-besaran untuk bahan dasar pembuatan senjata api
3.                 pemusnahan besar-besar terhadap kebun-kebun yang tidak ada kaitannya dengan logistik
perang.
B.     Kebijakan Romusha
Dalam bahasa Jepang, kata Romusha memiliki arti yaitu buruh. Namun dalam sejarah
Indonesia, Romusha diartikan sebagai Kerja paksa atau Kerja Rodi versi Jepang. Romusha
adalah salah satu kebijakan yang dilakukan Jepang dalam mengeksploitasi Sumber Daya
Manusia. Sumber daya manusia sangat diperlukan manusia untuk mengeruk sumber daya alam.
Dalam menyukseskan kebijakan ini, Jepang melakukan propaganda terhadap masyarakat
Pribumi. Propaganda tersebut meyakinkan masyarakat pribumi bahwa kerja sebagai buruh
dibawah pengawasan Jepang adalah perbuatan mulia dan para buruh tersebut dianggap sebagai
pahlawan. Para buruh digambarkan sebagai orang-orang yang menunaikan tugas suci untuk
memenangi perang Asia Pasifik.
Propaganda ini rupanya tidak hanya dilakukan oleh Jepang, tetapi juga oleh tokoh-tokoh
yang termasyhur di kalangan Pribumi. Salah satunya adalah Soekarno. Bapak pendiri bangsa
yang memiliki Kharisma ini mengajak masyarakat pribumi untuk ikut Romusha dengan cara
memperagakan kinrohonshi atau kerja bakti.
 Bila propaganda ini tidak berhasil menarik simpati masyarakat pribumi untuk ikut serta
dalam Romusha, pemerintah jepang menggunakan jalan kekerasan. Pasukan tentara jepang
melakukan penangkapan terhadap orang-orang pribumi yang tidak terlibat dalam Romusha dan
memaksa mereka untuk bekerja dibawah pengawasan mereka.
Tidak diketahui jumlah pasti orang-orang yang terlibat dalam Romusha, namun diperkirakan
ada 4 sampai 10 juta orang. Mereka disebarkan keberbagai wilayah perkebunan, pertambangan
dan pertanian baik di Indonesia maupun di wilayah luar seperti Burma, Indocina dan Malaya.

C.    Kebijakan Pertanian
Bagi pasukan perang Jepang di Indonesia, produksi bahan makanan menjadi prioritas utama.
Maka dari itu, dikeluarkanlah kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan bidang pertanian.
November 1943, Jepang membuat suatu Program yang bernama Kinkyu Shokuryo Taisaku. Pada
program tersebut, para petani dikenalkan macam-macam benih padi yang baru, cara penananam
padi yang inovatif, peningkatan infra struktur pertanian, ekspansi lahan pertanian dan pelatihan
para petani.
Namun, program tersebut tidak berhasil. Berikut adalah faktor-faktor yang menggagalkan
program Kinkyu Shokuryo Taisaku:
1.      Keadaan ekonomi perang membuat investasi pemerintah tidak berjalan lancar, investasi tersebut
diperlukan demi kelancaran program pertanian itu.
2.      Keadaan perekonomian petani tidak mendukung adanya pengadaan kebutuhan sendiri dalam
melaksanakan kehendak pemerintah.
3.      Tidak adanya pasar dan pengerahan tenaga kerja bagi kebutuhan perang. Petani belum terbiasa
dengan bibit padi dan teknik penanaman yang baru.
Jepang menjadikan Pulau Jawa sebagai daerah pemasok kebutuhan beras di wilayah Asia
Tengara. Selain Jawa, ada beberapa wilayah yang menjadi Pemasok Beras, diantaranya adalah
Siam (Thailand), Birma (Myanmar) dan Indochina (Lao, Kamboja dan Vietnam). Maka dari itu,
Jepang membentuk divisi-divisi pengendalian penyediaan beras. Berikut adalah nama-nama dari
Divis tersebut: Beikloku Tosei Kai atau Persatuan Kontrol Beras.Shokurya Kanri Zimusho atau
Kantor Pengelolaan Makanan.Shokurya Kanri Kyoku atau Biro Pengelolaan Pangan.
Jepang memerintahkan agar Pasar Bebas Beras diilegalkan di Indonesia dan menghendaki
para Petani untuk menyerahkan sebagian dari hasil panennya kepada Jepang. Jumlah penyerahan
hasil panen tersebut ditentukan oleh tiap-tiap kepala daerah, disesuaikan dengan kemampuan
produksinya.
D.    Dampak dari Kebijakan
Dilihat dari kebijakan-kebijakan yang dibahas di sub-bab sebelumnya, Dampak dari
kebijakan ekonomi yang dibuat Jepang bisa dicari atau didapatkan dengan Common
sense.  Intinya, kebijakan tersebut mengentungkan bagi Jepang dan sebaliknya bagi Masyarakat
Pribumi, kebijakan tersebut justru merugikan.
Kerugian yang dialami oleh masyarakat pribumi diantaranya adalah bencana kelaparan akbat
dari kebijakan wajib serah hasil panen beras kepada Jepang. Bukan hanya itu, kebijakan tersebut
juga memunculkan gizi rendah dan wabah penyakit.dikarenakan beras sulit untuk didapatkan,
masyarakat Pribumi terpaksa mengonsumsi Umbi-umbian untuk bertahan Hidup.
Bagi Jepang, Khususnya pasukan militer Jepang, kebijakan tersebut mendatangkan untung.
Berkat kebijakan wajib serah hasil panen, kebutuhan pangan para tentara jepang menjadi
terjamin. Jepang mendapatkan pasokan senjata dan Logistik untuk berperang melawan Pasukan
Sekutu di Asia 

DAMPAK POSITIF PENDUDUKAN JEPANG


Politik :
 Melarang penggunaan bahasa Belanda.
 Dibentuknya BPUPKI dan PPKI untuk mempersiapkan kemerdekaan
Indonesia. Dari sini muncullah ide Pancasila.
 Memberi kesempatan kepada bangsa Indonsia untuk turut mengambil
bagian dalam pemerintahan negara. Untuk itu pada tanggal 5 September
1943, Jepang membentuk Badan Pertimbangan Karesidenan (Syu Sangi Kai)
dan Badan Pertimbangan Kota Praja Istimewa (Syi Sangi In). Banyak orang
Indonesia yang menduduki jabatan-jabatan tinggi dalam pemerintahan.
 Mendukung semangat anti-Belanda, sehingga mau tak mau ikut
mendukung semangat nasionalisme Indonesia. Antara lain menolak
pengaruh-pengaruh Belanda, misalnya perubahan nama Batavia menjadi
Jakarta.
Ekonomi :
 Didirikannya kumyai yaitu koperasi yang bertujuan untuk kepentingan
bersama.
 Diperkenalkan suatu sistem baru bagi pertanian yaitu line
system (sistem pengaturan bercocok tanam secara efisien) yang bertujuan
untuk meningkatkan produksi pangan.
Budaya :
 Jepang telah memberikan kebebasan kepada bangsa Indonesia untuk
meng-gunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar, bahasa
komunikasi, bahasa penulisan dan sebagainya. Sebaliknya, bahasa Belanda
tidak boleh digunakan. Papan nama dalam toko, rumah makan, atau
perusahaan yang berbahasa Belanda diganti dengan bahasa Indonesia atau
bahasa Jepang. Surat kabar dan film yang berbahasa Belanda dilarang
beredar. Bahasa Indonesia juga dijadikan sebagai pelajaran utama,
sedangkan bahasa Jepang dijadikan sebagai bahasa wajib. Dengan semakin
meluasnya penggunaan bahasa Indonesia, komunikasi antarsuku di
Indonesia semakin intensif yang pada akhirnya semakin merekatkan
keinginan untuk merdeka. Pada 1 April 1943 dibangun pusat kebudayaan di
Jakarta, yang bernama “Keimin Bunka Shidoso”.
 Pada tanggal 20 Oktober 1943 atas desakan dari beberapa tokoh
Indonesia didirikanlah Komisi (Penyempurnaan) Bahasa Indonesia. Tugas
Komisi adalah menentukan terminologi, yaitu istilah-istilah modern dan
menyusun suatu tata bahasa normatif dan menentukan kata-kata yang
umum bagi bahasa Indonesia. Berdirinya Komisi Penyempurnaan Bahasa
Indonesia itu pada akhirnya berhasil mengkodifikasi 7.000 istilah bahasa
Indonesia modern (saat itu).
 Jepang mendirikan Keimin Bunka Shidosho (Pusat Kebudayaan)
tanggal 1 April 1943 di Jakarta. Fungsi lembaga ini mewadahi aktivitas
budayawan Indonesia.
 Jepang membentuk Persatuan Aktris Film Indonesia (Persafi). Persafi
mendorong artis-artis profesional dan amatir Indonesia bereksperimen
dengan mementaskan lakon-lakon terjemahan bahasa asing ke bahasa
Indonesia. Sandiwara, sebagai salah satu bentuk seni peran, juga
berkembang di bawah pendudukan Jepang karena sebelum Perang Pasifik,
pertunjukan sandiwara hampir tidak dikenal di Indonesia.
 Mendirikan sekolah-sekolah seperti SD 6 tahun, SMP 9 tahun, dan SLTA
 Dalam pendidikan dikenalkannya sistem Nippon sentris dan
diperkenalkannya kegiatan upacara dalam sekolah.
 
Militer :
 Jepang dengan terprogram melatih dan mempersenjatai pemuda-
pemuda Indonesia demi kepentingan Jepang pada awalnya, namun oleh
pemuda hal ini dijadikan modal untuk berperang.
 Peninggalan peralatan militer dan infrastruktur perang yang digunakan
oleh Jepang dapat digunakan sebagai modal untuk mempertahankan
kemerdekaan. Setelah Jepang menyerah terhadap sekutu, banyak tangsi-
tangsi dan peralatan militer Jepang yang dikuasai oleh pejuang Indonesia.
Sosial :
 Munculnya sikap persatuan untuk mengusir penjajahan
 Sejak pendudukan Jepang, tradisi kerja bakti secara massal melalui
kinrohosi/ tradisi kebaktian di dalam masyarakat Indonesia juga
berkembang. Adanya tradisi kebaktian, kerja keras dan ulet dalam
mengerjakan tugas.
 Bangsa Indonesia mengalami berbagai pembaharuan akibat didikkan
Jepang yang menumbuhkan kesadaran dan keyakinan yang tinggi akan
harga dirinya.
 Pembentukan strata masyarakat hingga tingkat paling bawah yaitu
rukun tetangga (RT) atau Tonarigumi.
Dampak Negatif Pendudukan Jepang
Politik :
 Kegiatan politik dilarang dan semua organisasi politik yang ada
dibubarkan.
 Melarang semua jenis kegiatan rapat dan kegiatan politik.
Ekonomi :
 Banyak militer Jepang yang mengambil secara paksa makanan,
pakaian, dan perbekalan lainnya dari rakyat Indonesia secara paksa dan
tanpa kompensasi.
 Eksploitasi sumber daya alam untuk kepentingan perang Jepang.
 Krisis ekonomi yang sangat parah. Hal ini dikarenakan dengan
Disalurkannya uang pendudukan secara besar-besaran sehingga
menyebabkan terjadinya inflasi.
 Akibat dari self sufficiency yang terputusnya hubungan antar daerah.
 Kegiatan ekonomi diarahkan untuk kepentingan perang maka seluruh
potensi sumber daya alam dan bahan mentah digunakan untuk industri yang
mendukung mesin perang. Jepang menyita seluruh hasil perkebunan, pabrik,
Bank dan perusahaan penting. Banyak lahan pertanian yang terbengkelai
akibat titik berat kebijakan difokuskan pada ekonomi dan industri perang.
Kondisi tersebut menyebabkan produksi pangan menurun dan kelaparan
serta kemiskinan meningkat drastis.
 Jepang menerapkan sistem pengawasan ekonomi secara ketat dengan
sanksi pelanggaran yang sangat berat. Pengawasan tersebut diterapkan
pada penggunaan dan peredaran sisa-sisa persediaan barang. Pengendalian
harga untuk mencegah meningkatnya harga barang. Pengawasan
perkebunan teh, kopi, karet, tebu dan sekaligus memonopoli penjualannya.
Pembatasan teh, kopi dan tembakau, karena tidak langsung berkaitan
dengan kebutuhan perang. Monopoli tebu dan gula, pemaksaan menanam
pohon jarak dan kapas pada lahan pertanian dan perkebunan merusak
tanah.
 Menerapkan sistem ekonomi perang dan sistem autarki (memenuhi
kebutuhan daerah sendiri dan menunjang kegiatan perang). Konsekuensinya
tugas rakyat beserta semua kekayaan dikorbankan untuk kepentingan
perang. Hal ini jelas amat menyengsarakan rakyat baik fisik maupun
material.
Budaya :
 Pelarangan terhadap buku-buku berbahasa Belanda dan Inggris yang
menyebabkan pendidikan yang lebih tinggi terasa mustahil.
 Banyak guru-guru yang dipekerjakan sebagai pejabat-pejabat pada
masa itu yang menyebabkan kemunduran standar pendidikan secara tajam.
 Adanya pemaksaan yang dilakukan oleh pemerintah Jepang agar
masyarakat Indonesia terbiasa melakukan penghormatan kepada Tenno
( Kaisar) yang dipercayai sebagai keturunan dewa matahari ( Omiterasi
Omikami). Sistem penghormatan kepada kaisar dengan cara
membungkukkan badan menghadap Tenno, disebut dengan Seikeirei.
Penghormatan Seikerei ini, biasanya diikuti dengan menyanyikan lagu
kebangsaan Jepang ( kimigayo).
Militer :
 Pelanggaran HAM. Karena militer Jepang akan menghukum dengan
Keras orang-orang yang menentang Jepang.
Sosial :
 Pada masa Jepang banyak rakyat Indonesia yang dipaksa menjalani
romusha. Mereka dipaksa bekerja keras tanpa diberi upah dan makanan.
Pengerahan tenaga kerja secara paksa dengan kondisi yang sangat
menyedihkan untuk membangun infrastruktur perang Jepang.
 Terjadinya perbudakan wanita (yugun ianfu). Banyak wanita muda
Indonesia yang digunakan sebagai wanita penghibur bagi militer Jepang.
 Pembatasan pers sehingga tidak ada pers yang independen, semuanya
dibawah pengawasan Jepang.
 Terjadinya kekacauan situasi dan kondisi yang parah seperti
perampokan, pemerkosaan dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai