Anda di halaman 1dari 2

EKONOMI PERANG YANG DILAKUKAN OLEH JEPANG

Sumber : http://www.gurusejarah.com/2015/01/ekonomi-perang-masa-pendudukan-jepang.html

Kelas : XI IPA 2
Disusun Oleh :

 Rihadatul Aisy
 Irawan
 Muhammad Rohmatulloh

Pada jaman pendudukan Jepang kehidupan ekonomi rakyat sangat menderita. lemahnya
ekonomi rakyat berawal dari sistem bumi hangus Hindia Belanda ketika mengalami kekalahan
dari Jepang pada bulan Maret 1942. Sejak itulah kehidupan ekonomi menjadi lumpuh dan
keadaan ekonomi berubah dari ekonomi rakyat menjadi ekonomi perang. Langkah pertama yang
dilakukan Jepang adalah merehabilitasi prasarana ekonomi seperti jembatan, alat-alat
transportasi dan komunikasi. Selanjutnya Jepang menyita seluruh kekayaan musuh dan dijadikan
hak milik Jepang, seperti perkebunan-perkebunan, bank-bank, pabrik-pabrik, perusahaan-
perusahaan, telekomunikasi dan lainlain. Hal ini dilakukan karena pasukan Jepang dalam
melakukan serangan ke luar negaranya tidak membawa perbekalan makanan Kebijakan ekonomi
pemerintah pendudukan Jepang diprioritaskan untuk kepentingan perang. Perkebunan kopi, teh
dan tembakau yang dianggap sebagai barang kenikmatan dan kurang bermanfaat bagi
kepentingan perang diganti dengan tanaman penghasil bahan makanan dana tanaman jarak untuk
pelumas.

Pola ekonomi perang yang dilancarakan oleh Tokyo dilaksanakan secara konsekuen dalam
wilayah yang diduduki oleh angkatan perangnya. Setiap lingkungan daerah harus melaksanakan
autarki (berdiri di atas kaki sendiri), yang disesuaikan dengan situasi perang. Jawa dibagi atas 17
lingkungan autarki, Sumatra atas 3 lingkungan dan daerah Minseifu (daerah yang diperintah
Angkatan Laut Jepang) dibagi atas 3 lingkungan autarki. Karena dengan sistem desentralisasi
maka Jawa merupakan bagian daripada “Lingkungan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya”
mempunyai dua tugas, yaitu :

1. Memenuhi kebutuhan sendiri untuk tetap bertahan, dan


2. Mengusahakan produksi barang- barang untuk kepentingan perang.

Seluruh kekayaan alam Indonesia dimanfaatkan Jepang untuk biaya perang. Bahan makanan
dihimpun dari rakyat untuk persediaan prajurit Jepang seharihari. Beberapa tindakan Jepang
dalam memeras sumber daya alam dengan cara-cara berikut ini :

 Petani wajib menyetorkan hasil panen berupa padi dan jagung untuk keperluan konsumsi
militer Jepang. Hal ini mengakibatkan rakyat menderita kelaparan.
 Penebangan hutan secara besar-besaran untuk keperluan industri alat-alat perang,
misalnya kayu jati untuk membuat tangkai senjata. Pemusnahan hutan ini mengakibatkan
banjir dan erosi yang sangat merugikan para petani.
 Perkebunan-perkebunan yang tidak ada kaitannya dengan keperluan perang
dimusnahkan, misalnya perkebunan tembakau di Sumatera. Selanjutnya petani
diwajibkan menanam pohon jarak karena biji jarak dijadikan minyak pelumas mesin
pesawat terbang. Akibatnya petani kehilangan lahan pertanian dan kehilangan waktu
mengerjakan sawah. Sedangkan untuk perkebunan-perkebunan kina, tebu, dan karet tidak
dimusnahkan karena tanaman ini bermanfaat untuk kepentingan perang.
 Penyerahan ternak sapi, kerbau dan lain-lain bagi pemilik ternak. Kemudian ternak
dipotong secara besar-besaran untuk keperluan konsumsi tentara Jepang. Hal ini
mengakibatkan hewan-hewan berkurang padahal diperlukan untuk pertanian, yakni untuk
membajak.

Cara yang ditempuh untuk pengerahan tenaga Romusha ini dengan bujukan, tetapi apabila
tidak berhasil dengan cara paksa. Untuk menarik simpati penduduk, Jepang mengatakan bahwa
Romusha adalah pahlawan pekerja yang dihormati atau prajurit ekonomi. Mereka digambarkan
sebagai orang yang sedang menunaikan tugas sucinya untuk memenangkan Perang Asia Timur
Raya. Sedangkan panitia pengerah Romusha disebut Romukyokai. Di samping rakyat, bagi para
pamong praja dan pegawai rendahan juga melakukan kerja bakti sukarela yang disebut
Kinrohoshi. Pemimpin-pemimpin Indonesia membantu pemerintah Jepang dalam kegiatan
Romusha ini. Bung Karno memberi contoh berkinrohonsi (kerja bakti), Bung Hatta memimpin
Badan Pembantu Prajurit Pekerja atau Romusha. Ali Sastroamijoyo, S.H. mempelopori
pembaktian barang-barang perhiasan rakyat untuk membantu biaya perang Jepang.

Akibat dari Romusha ini jumlah pria di kampung-kampung semakin menipis, banyak
pekerjaan desa yang terbengkelai, ribuan rakyat tidak kembali lagi ke kampungnya, karena mati
atau dibunuh oleh Jepang. Coba bandingkan dengan rodi pada jaman penjajahan Belanda! Untuk
mengawasi penduduk atas terlaksananya gerakan-gerakan Jepang maka dibentuklah tonarigumi
(rukun tetangga) sampai ke pelosok pelosok pedesaan. Dengan demikian sumber daya manusia
rakyat Indonesia khususnya di Jawa dimanfaatkan secara kejam untuk kepentingan Jepang.
Akibat dari tekanan politik, ekonomi, sosial maupun kultural ini menjadikan mental bangsa
Indonesia mengalami ketakutan dan kecemasan.

Anda mungkin juga menyukai