Anda di halaman 1dari 4

Sistem Mobilisasi dan Kontrol Pemerintah

Pendudukan Jepang

Disusun Oleh : Kelompok 2 / XI MIPA 3

Arlando Nikohara
Febrina Dwi Pangestika
Muhammad Yusuf Alfarizqi
Rani Nurjinan Afra
Shivani Quinones

SMA Negeri 1 Cilegon


2017
A. Mobilisasi dan Kontrol Pemerintah Jepang terhadap Sumber-Sumber Ekonomi
Jepang sebagai imperialis tidak berbeda dengan penjajah yang lainnya. Salah satu
faktor yang mendorong Jepang masuk ke Indonesia adalah ingin mengambil bahan
mentah dari Indonesia untuk kelangsungan industrinya. Namun, selama perang
masih berlangsung antara Jepang dengan pihak Sekutu, Jepang berusaha
menjadikan Indonesia sebagai sumber dana perangnya. Indonesia yang kaya
berbagai hasil bumi dan tanahnya yang subur dimanfaatkan oleh tentara Jepang
untuk kepentingan perang. Akibatnya rakyat Indonesia jatuh miskin dan melarat.
Bahkan ribuan orang di antaranya mati karena kelaparan. Hasil-hasil bumi, seperti
beras, gula, teh, kopi, daging, dan ikan dikuras untuk menyuplai kebutuhan
tentaranya di medan perang. Rakyat Indonesia terutama pemudanya direkrut untuk
berbagai keperluan Jepang. Dengan sendirinya, pekerjaan penggarapan sawah
terbengkalai. Akibatnya, hasil produksi padi merosot tajam. Memasuki awal tahun
1944, pemerintah mulai melancarkan kampanye pengerahan bahan makanan dan
barang-barang secara besar-besaran, melalui Jawa Hokokai, Nogyo Kumiai
(Koperasi Pertanian), dan instansi pemerintah lainnya.

Pengerahan bahan makanan yang dilakukan sebagai berikut: 30 % untuk


pemerintah, 30 % lagi untuk lumbung desa, dan sisanya 40 % untuk pemilik. Tenaga
kerja yang semakin menipis di desa-desa, kekurangan bahan makanan, dan mutu
gizi yang rendah mengakibatkan mereka kehilangan gairah kerja. Dalam keadaan
seperti itu berbagai penyakit mulai timbul, seperti busung lapar, malaria, dan disentri
sehingga angka kematian terus bertambah.
Akibat dari kekurangan bahan makanan itu bangsa Indonesia terpaksa harus
mengkonsumsi bahan makanan yang tidak pantas dimakan oleh manusia, seperti
keladi gatal, batang pisang, bekicot, dan umbi-umbian. Masalah lain vang sangat
dirasakan adalah soal sandang. Pakaian sangat sulit didapat sehingga banyak di
antaranya yang berpakaian compang-camping. Bahkan banyak pula yang terpaksa
mengenakan karung goni untuk menutupi tubuhnya.

B. Mobilisasi dan Kontrol Pemerintah Jepang terhadap Tenaga Kerja


Sikap ofensif tentara Jepang pada permulaan Perang Pasifik berubah menjadi
defensif pada permulaan 1943. Hal itu disebabkan Jepang mulai mengalami
kekalahan yang beruntun di berbagai front pertempuran. Jumlah tentara Jepang
yang berguguran dalam perang semakin bertambah sehingga pemerintah militer
Jepang merasa perlu untuk mengambil tenaga, baik untuk anggota tentara maupun
untuk keperluan lain yang berhubungan erat dengan perang. Oleh karena itu,
dimulailah pengerahan tenaga manusia secara besar-besaran untuk memenuhi
keperluan tersebut. Pemuda-pemuda desa direkrut untuk menjadi Seinendan,
Keibodan, Peta, Heiho, dan yang lebih memilukan adalah romusha (tenaga kerja
paksa).

Pengerahan tenaga manusia secara besar-besaran berdampak pada menurunnya


hasil produksi pangan dan angka kelahiran. Pengerahan tenaga romusha tidak
kurang sedihnya. Ribuan orang diangkut dengan kapal-kapal berukuran kecil ke
berbagai tempat di luar Pulau Jawa untuk bekerja paksa.

Banyak di antara mereka yang sudah meninggal sebelum sampai di tempat tujuan
karena fisiknya lemah dan kurang makan. Pengerahan tenaga romusha itu dimulai
pada tahun 1943 melalui propaganda yang menyatakan bahwa romusha adalah
prajurit pekerja atau prajurit ekonomi. Mereka disebut sebagai prajurit yang
melaksanakan tugas suci untuk angkatan perang.
Namun, pada kenyataannya mereka diperlakukan sebagai budak. Jumlah tenaga
romusha yang dikirim ke luar Pulau Jawa atau Indonesia kira-kira 300.000 orang.
Mereka yang diambil untuk romusha berusia antara 16 sampai 25 tahun dan belum
rnenikah.
Tempat tujuan mereka bekerja paksa bukan hanya di Indonesia, tetapi banyak yang
diangkut ke Burma, Thailand, Vietnam, Malaya, dan Kepulauan Solomon. Mereka
diperlakukan sangat buruk, kesehatan tidak dijamin, makanan tidak mencukupi serta
menempati barak-barak yang jorok dan menjijikkan. Jenis pekerjaan yang dikerjakan
oleh mereka antara lain membangun kubu-kubu pertahanan termasuk gua-gua
perlindungan, gudang-gudang bawah tanah, barak-barak, dan rel kereta api dan
sebagainya. Semua pekerjaan yang termasuk pekerjaan berat itu dikerjakan dengan
kondisi fisik yang memprihatinkan, sehingga ribuan di antara mereka tidak pernah
kembali ke desa asalnya.
Kesimpulan

Pemerintah Pendudukan Jepang ingin menerapkan sistem mobilisasi dan kontrol


yang ketat terhadap sumber-sumber ekonomi dan tenaga kerja Indonesia serta
menjadikan Indonesia sebagai sumber ekonomi untuk membiayai perang melawan
Sekutu. Selain menguasai sumber-sumber daya alam yang ada di Indonesia,
Pemerintah Jepang juga melakukan mobilisasi dan pengerahan tenaga kerja untuk
keperluan-keperluan Jepang baik itu untuk angkatan bersenjatanya maupun pekerja-
pekerjanya.

Pertanyaan

1. Mengapa perekrutan pemuda-pemuda Indonesia oleh pemerintah Jepang


dapat mengakibatkan merosotnya produksi padi?
Jawab : Karena banyak pekerjaan menggarap dan mengelola sawah
terbengkalai oleh para pemuda-pemuda yang direkrut oleh Jepang

2. Bagaimanakah cara pemerintah Jepang dalam merekrut pemuda Indonesia


untuk dijadikan tenaga kerja romusha?
Jawab : Jepang menggunakan propaganda yang menyatakan bahwa
romusha adalah perajurit pekerja atau prajurit ekonomi dan dikatakan sebagai
tugas suci kepada angkatan perang.

Anda mungkin juga menyukai