Anda di halaman 1dari 12

Nama Kelompok :

1.Abraham Sitorus
2.Jessica Hutagalung
3.Raja Pardede
4.Sonya Panjaitan
5.Yohannes Panjaitan
Kecemasan Setelah Belanda menyerahkan wilayah
Indonesia kepada Jepang, kehidupan Ekonomi disana
berubah menjadi lemah. Ekonomi menjadi melemah
karena Belanda melakukan sistem Bumi Hangus setelah
kalah dalam pertempuran melawan pasukan perang
Jepang. Ketika wilayah Indonesia jatuh ke tangan
Jepang, pemerintah Jepang menerapkan Ekonomi
Perang.
Ekonomi Perang ini dilakukan agar pasukan Jepang
memiliki suplai logistik yang memadai dalam perang
melawan sekutu di Asia Pasifik.
Dalam melaksanakan Ekonomi Perang di Indonesia, langkah pertama
Jepang adalah merehabilitasi Prasarana Ekonomi seperti Jembatan, Alat
Transportasi dan komuniskasi yang sebelumnya merupakan dimiliki oleh
pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Bukan hanya prasarana ekonomi,
Jepang juga melakukan pengklaiman atas Bank, perusahaan, kebun-kebun,
dan kekayaan milik musuh (Belanda) yang ada di wilayah Indonesia.

Bukan hanya melakukan klaim terhadap fasilitas milik Belanda di


Indonesia. Jepang juga melakukan Eksploitasi terhadap sumber daya alam
dan sumber daya manusia. Untuk mengkeruk sumber daya alam, Jepang
melakukan beberapa tindakan yang diantaranya:
1.Mewajibkan para petani dan peternak untuk menyerahkan hasil panen
padi dan beras serta daging ternak kepada pasukan Jepang guna bahan
konsumsi tentara,
2.Memerintahkan penebangan pohon jati besar-besaran untuk bahan
dasar pembuatan senjata api
3.Pemusnahan besar-besar terhadap kebun-kebun yang tidak ada
kaitannya dengan logistik perang.
Dalam bidang ekonomi, Indonesia sangat menarik bagi Jepang. Jepang
mengambil kebijakan dalam bidang ekonomi yang sering disebut self help.
Sebab Indonesia merupakan kepulauan yang begitu kaya akan berbagai hasil
bumi, pertanian, tambang, dan lain-lainnya.

Kekayaan Indonesia tersebut sangat cocok untuk kepentingan industri Jepang.


Indonesia juga dirancang sebagai tempat penjualan produk-produk industrinya.
Meletusnya PD II pada hakikatnya merupakan wujud konkret dari ambisi dan
semangat imperialisme masing-masing negara untuk memperluas daerah
kekuasaannya.

Oleh karena itu, pada saat berkobarnya PD II, Indonesia benar-benar menjadi
sasaran perluasan pengaruh kekuasaan Jepang. Bahkan, Indonesia kemudian
menjadi salah satu benteng pertahanan Jepang untuk membendung gerak
laju kekuatan tentara Serikat dan melawan kekuatan Belanda.
Pada waktu Jepang mendarat di Indonesia pada tahun 1942, ternyata
tentara Hindia Belanda telah membumihanguskan objek-objek vital
yang ada di Indonesia. Hal ini dimaksudkan agar Jepang mengalami
kesulitan dalam upaya menguasai Indonesia. Akibat dari
pembumihangusan itu, keadaan perekonomian di Indonesia menjadi
lumpuh pada awal pendudukan Jepang.

Sehubungan dengan keadaan tersebut, langkah pertama yang diambil


Jepang adalah melakukan pengawasan dan perbaikan prasarana
ekonomi. Beberapa prasarana seperti jembatan, alat transportasi,
telekomunikasi, dan bangunan-bangunan diperbaiki. Kemudian
beberapa peraturan yang mendukung program pengawasan kegiatan
ekonomi dikeluarkan termasuk ditetapkannya peraturan pengendalian
kenaikan harga. Bagi mereka yang melanggar, akan dijatuhi hukuman
berat.
Sementara itu, bidang perkebunan di masa Jepang mengalami
kemunduran. Hal ini berkaitan dengan kebijakan Jepang yang
memutuskan hubungan dengan Eropa (yang merupakan pusat
perdagangan dunia). Karena tidak perlu memperdagangkan
hasil perkebunan yang laku di pasaran dunia, seperti tebu (gula),
tembakau, teh, dan kopi, maka Jepang tidak lagi
mengembangkan jenis tanaman tersebut. Bahkan tanah-tanah
perkebunan diganti menjadi tanah pertanian sesuai dengan
kebutuhan Jepang. Tanah tanah itu diganti dengan tanaman padi
untuk menghasilkan bahan makanan dan bahan-bahan lain yang
sangat dibutuhkan, misalnya jarak. Tanaman jarak waktu itu
sangat dibutuhkan karena dapat digunakan sebagai minyak
pelumas mesin-mesin, termasuk mesin pesawat terbang.
Tanaman kina juga sangat dibutuhkan, yaitu untuk membuat obat
antimalaria, sebab penyakit malaria sangat mengganggu dan
melemahkan kemampuan tempur para prajurit.
Pabrik obat yang sudah ada di Bandung sejak zaman Belanda
terus dihidupkan. Tanaman tebu di Jawa, Pabrik pabrik gula ,
Penderesan getah karet di Sumatra dan Tanaman-tanaman
tembakau, teh, dan kopi juga mulai dikurangi dan dihentikan.
Oleh karena itu, pada masa Jepang ini, hasil-hasil perkebunan
sangat menurun. Produksi karet juga turun menjadi seperlimanya
produksi tahun 1941. Pada tahun 1943 produksi teh turun
menjadi sepertiganya dari zaman Hindia Belanda. Beberapa
pabrik tekstil juga mulai ditutup karena pengadaan kapas dan
benang begitu sulit.
Dalam bidang transportasi, Jepang merasakan kekurangan
kapal-kapal. Oleh karena itu, Jepang terpaksa mengadakan
industri kapal angkut dari kayu. Jepang juga membuka pabrik
mesin, paku, kawat, dan baja pelapis granat, tetapi semua usaha
itu tidak berkembang lancar karena kekurangan suku cadang.
Kebutuhan pangan untuk menopang perang semakin meningkat, sehingga
kegiatan penanaman untuk menghasilkan bahan pangan terus ditingkatkan.
Dalam hal ini, organisasi Jawa Hokokai giat melakukan kampanye untuk
meningkatkan usaha pengadaan pangan terutama beras dan jagung. Tanah
pertanian baru, bekas perkebunan dibuka untuk menambah produksi beras.
Di Sumatra Timur, daerah bekas perkebunan yang luasnya ribuan hektar
ditanami kembali sehingga menjadi daerah pertanian baru. Di tanah Karo juga
dibuka lahan pertanian baru dengan menggunakan tenaga para tawanan. Di
Kalimantan dan Sulawesi juga dibuka tanah pertanian baru untuk menambah
hasil beras. Untuk kepentingan penambahan lahan pertanian ini, Jepang
melakukan penebangan hutan secara liar dan besar-besaran. Di Pulau Jawa
dilakukan penebangan hutan secara liar sekitar 500.000 hektar. Penebangan
hutan secara liar dan berlebihan tersebut mengakibatkan hutan menjadi
gundul, sehingga timbullah erosi dan banjir pada musim penghujan.
Penebangan hutan secara liar tersebut juga berdampak pada berkurangnya
sumbermata air.
Dengan demikian, sekalipun tanah pertanian semakin luas, tetapi kebutuhan pangan
tetap tidak tercukupi. Keadaan ini semakin menambah beban bagi pemerintah
pendudukan Jepang di Indonesia.
Untuk mengatasi keadaan ini kemudian pemerintah pendudukan Jepang
mengeluarkan beberapa ketentuan yang sangat ketat yang terkait dengan produksi
padi.
a. Padi berada langsung di bawah pengawasan pemerintah Jepang.
Hanya pemerintah Jepang yang berhak mengatur untuk produksi,
pungutan dan penyaluran padi serta menentukan harganya. Dalam
kaitan ini Jepang telah membentuk badan yang diberi nama Shokuryo
Konri Zimusyo (Kantor Pengelolaan Pangan).
b. Penggiling dan pedagang padi tidak boleh beroperasi sendiri, harus
diatur oleh Kantor Pengelolaan Pangan.
c. Para petani harus menjual hasil produksi padinya kepada pemerintah
sesuai dengan kuota yang telah ditentukan dengan harga yang telah
ditetapkan pemerintah Jepang. Begitu juga padi harus diserahkan ke
penggilingan padi yang sudah ditunjuk pemerintah Jepang. Dalam hal
ini, berlaku ketentuan hasil keseluruhan produksi, petani berhak 40%,
kemudian 30% disetor kepada pemerintah melalui penggilingan yang
telah ditunjuk, dan 30% sisanya untuk persiapan bibit dengan disetor
ke lumbung desa.
Sekian
&
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai