Anda di halaman 1dari 6

Pendudukan Jepang di Indonesia

- Kedatangan Jepang di Indonesia

#1. Masuknya Jepang ke wilayah Indonesia diawali dengan serangan udara dan pendaratan pasukannya.

• 11 Januari 1942 pasukan Jepang berhasil menduduki Tarakan

• 24 Januari 1942 pemerintah Jepang berhasil menguasai Balikpapan

• 29 Januari 1942 pontianak berhasik dikuasai oleh pasukan Jepang

• 3 Februari 1942 pemerintah Jepang berhasil menguasai Samarinda

• 5 februari 1942 pasukan jepang berhasil menguasai Kotabangun

• 10 februari 1942 pasukan jepang berhasil menguasai Banjarmasin

• 14 februari 1942 Jepang menurunkan pasukan payung di kota Palembang.

• 16 februari 1942 Palembang dan sekitarnya berhasil diduduki Jepang

Jatuhnya Palembang ke tangan Jepang memudahkan Jepang untuk menduduki Jawa sebagai pusat
kekuatan militer dan pemerintahan kolonial Belanda. Ekspansi Jepang ke Pulau Jawa berada di bawah
komando Tentara ke-16 (Osamu Butai) yang dipimpin oleh Letnan Jenderal Hitoshi Imamura.

Pada 1 Maret 1942 Tentara ke-16 Jepang berhasil mendarat di tiga tempat sekaligus, yaitu Teluk Banten.
Eretan Wetan (Jawa Barat), dan Kragan (Jawa Timur). Pada 5 Maret 1942 Batavia yang saat itu
berkedudukan sebagai pusat pemerintahan kolonial Belanda dinyatakan sebagai "kota terbuka".

Pada 7 Maret 1942 Jepang berhasil menduduki Lembang. Akibatnya, Belanda meminta penyerahan lokal
kepada Jepang. Akan tetapi, Jenderal Imamura meminta penyerahan total dari semua pasukan Sekutu
yang ada di Indonesia. Apabila tuntutan tersebut tidak dipenuhi, Jepang mengultimatum akan
mengebom Kota Bandung dari udara.

Keesokan harinya, pada 8 Maret 1942 Belanda memenuhi tuntutan Jepang. Gubernur Jenderal Tjarda
van Starkenborgh, Letnan Jenderal H. Ter Poorten, dan beberapa pejabat, militer tiba di Kalijati untuk
mengadakan sebuah perundingan. Pihak Jepang dipimpin langsung oleh Letnan Jenderal Hitoshi
Imamura. Dalam perundingan tersebut. Belanda menyatakan menyerah tanpa syarat kepada Jepang
melalui penandatanganan Kapitulasi Kalijati. Penandatanganan perjanjian tersebut mengakhiri masa
pemerintahan kolonial Belanda sekaligus menjadi awal masa pendudukan Jepang di Indonesia.

#2. Sambutan bangsa Indonesia terhadap kedatangan Jepang

Kedatangan pasukan Jepang dengan penuh sukacita. Sambutan positif bangsa Indonesia tersebut
dimanfaatkan dengan baik oleh Jepang. Pasukan Jepang mempropagandakan bahwa kedatangannya ke
Indonesia bertujuan membebaskan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan bangsa-bangsa Barat,
terutama Belanda.

-Pembentukan Pemerintahan

Setelah berhasil menguasai Indonesia, Jepang menghapus sistem pemerintahan yang diwariskan
pemerintah kolonial Belanda. Jepang merombak sistem pemerintahan di Indonesia menjadi sistem
militer dan sipil

a. Pemerintahan Militer

Jepang membagi wilayah Indonesia menjadi tiga wilayah kekuasaan untuk mengonsolidasi pertahanan
guna mengantisipasi serangan balasan dari pasukan Sekutu di bawah pimpinan Jenderal Douglas
MacArthur yang berkuasa di Papua Nugini.

Pembagian pemerintahan militer pada masa pendudukan Jepang di Indonesia sebagai berikut.

1) Pemerintahan militer Angkatan Darat, yaitu Tentara ke-25 (Tomi Shudan) yang menguasai Pulau
Sumatra dengan pusat di Bukittinggi.

2) Pemerintah militer Angkatan Darat, yaitu Tentara ke-16 (Asamu Shudan) yang menguasai Pulau Jawa
dan Madura dengan pusat di Jakarta. Pemerintahan militer ini diperkuat Angkatan Laut (Dai Ni
Nankenkantai).

3) Pemerintah militer Angkatan Laut, yaitu Armada Selatan ke-2 yang menguasai Sulawesi, Kalimantan,
dan Maluku dengan pusatnya di Makassar.

Pemerintah militer juga bertugas mengatur kehidupan rakyat. Sebagai contoh, pada 1 April 1942
pemerintah Jepang mengeluarkan Osamu Seirei (undang-undang yang dikeluarkan Panglima Militer
Angkatan Darat ke-16) Nomor 4 yang berisi ketetapan sebagai berikut.

1) Hanya bendera Jepang, Hinomaru yang boleh dikibarkan pada hari-hari besar. Selain itu, hanya lagu
kebangsaan Jepang "Kimigayo" yang boleh diperdengarkan.

2) Menetapkan pemakaian waktu Jepang. Bangsa Indonesia juga diwajibkan merayakan hari raya
Tencosetsu, yaitu hari kelahiran Kaisar Hirohito.

3) Menetapkan mata uang Hindia Belanda sebagai mata uang yang berlaku bagi kepentingan jual beli
dan pembayaran. Selain itu, Jepang melarang pemakaian mata uang lain untuk kegiatan transaksi.
b. Pemerintah sipil

Pembentukan pemerintah sipil oleh Jepang diatur dalam Undang-undang Nomor 27 tentang aturan
pemerintah daerah dan undang-undang nomor 28 tahun 1942 tentang aturan pemerintah syu dan
tokubetsu syi.

Berdasarkan undang-undang nomor 27, sistem pemerintahan daerah pada masa penduduk sebagai
berikut.

1) syu (keresidenan), dipimpin oleh syucokan yang bertugas sebagai penguasa legislatif dan eksekutif.
Yang dibantu oleh cokan kanbo (Majelis Permusyawaratan Cokan) yang mempunyai tiga bu (bagian)
yaitu neiseibu (bagian pemerintahan umum), Keizaibu (bagian ekonomi), dan Keisatsubu (bagian
kepolisian).

2). Syi (stadsgemeente atau kota praja)

3). Ken (kabupaten)

4). Gun (kewedanan atau distrik)

5). Son (kecamatan)

6). Ku (kelurahan atau desa)

Dalam struktur pemerintahan daerah yang dibentuk Jepang, setiap daerah dipimpin oleh seoarang
kepala daerah. Dalam penerapannya, terdapat dua daerah yang tidak menerapkan sistem pemerintahan
daerah tersebut yaitu Yogyakarta dan Surakarta. Kedua wilayah tersebut merupakan daerah istimewa
(kochi).

Pada 5 September 1942 pemerintah Jepang membentuk Chuo Sangi In (Dewan Pertimbangan Pusat) dan
Chuo Sangi Kai (Dewan Pertimbangan Daerah) yang memiliki tugas utama mengajukan usul kepada
pemerintah Jepang, terutama berkaitan dengan masalah politik. Chuo Sangi In diketuai oleh Soekarno
serta R.M. Kusumi Utojo dan Buntaran Mangunsubroto sebagai wakil ketua.

- Penindasan Jepang Terhadap Bangsa Indonesia

#1. Ekonomi Perang

Ekonomi perang dapat diartikan sebagai segala kegiatan ekonomi yang dilakukan untuk menunjang
kepentingan perang. Sistem ekonomi perang yang diterapkan pemerintah Jepang di Indonesia memiliki
tujuan sebagai berikut.
a. Menguasai dan memperoleh sumber bahan mentah, terutama minyak bumi yang diperlukan untuk
kelangsungan perang.

b. Memotong garis suplai musuh yang bersumber dari Indonesia.

Pelaksanaan sistem ekonomi perang dimulai pada 1942. Pada saat itu panglima Angkatan Darat ke-16
mengeluarkan Undang-Undang Nomor 322/1942 yang menyatakan perkebunan kopi, karet, dan teh
ditempatkan di bawah pengawasan langsung Gunseikan. Untuk meringankan tugas gunseikan dalam
mengawasi perkebunan, Jepang membentuk badan bernama Saibi Kigyo Kanrikodan (SKK).

Pada masa pendudukannya, Jepang juga merehabilitasi perkebunan kina dan tebu. Jepang
memanfaatkan biji tanaman kina sebagai obat malaria. Pasukan Jepang bertempur di daerah tropis
sehingga rentan terhadap serangan penyakit malaria.

Seiring perkembangan industri gula, Jepang mulai mengembangkan perkebunan tebu. Meskipun
sebagian pabrik gula telah dibumihanguskan Belanda, industri gula tetap dilanjutkan dengan modal
swasta Jepang.Memasuki 1944 pemerintah Jepang menganggap kebutuhan gula di Jawa telah
mencukupi. Oleh karena itu, Gunseikan mengeluarkan peraturan yang melarang rakyat menanam tebu
dan memproduksi gula. Untuk membatasi produksi gula, pemerintah Jepang mengubah fungsi pabrik
gula menjadi pabrik senjata atau industri perang lain.

Sistem ekonomi perang juga menyebabkan setiap wilayah di Indonesia harus melaksanakan sistem
autarki. Dalam sistem autarki setiap daerah harus memenuhi kebutuhannya sendiri dan kebutuhan
perang. Dalam sistem ini, Jepang membagi Pulau Jawa menjadi 17 autarki, Sumatra 3 autarki, dan 3
autarki di lingkungan minseifu (wilayah yang diperintah Angkatan Laut). Sistem ekonomi tersebut
menyebabkan keadaan ekonomi makin parah. Bahkan, pada 1944 kekurangan sandang dan pangan
terjadi di beberapa tempat.

Pemerintah Jepang berusaha mengatasi masalah tersebut dengan membuka lahan baru. Rakyat juga
diminta menebang tanaman kopi dan teh serta mengganti dengan tanaman pangan seperti padi dan
jagung. Pemerintah Jepang membuka sekitar 500.000 hektare hutan di Pulau Jawa dan 10.000 hektare
di Sumatra Timur. Hal tersebut berdampak buruk bagi lingkungan karena menimbulkan erosi dan banjir.

#2. Pengendalian di Bidang Pendidikan dan Kebudayaan

Jepang mengendalikan kegiatan pendidikan dan perkembangan kebudayaan. Kebijakan Jepang yang
terfokus pada upaya memenangi perang turut berdampak pada perkembangan pendidikan. Kondisi
tersebut menyebabkan pendidikan di Indonesia mengalami kemunduran dibanding dengan masa
kolonial Belanda. Yang ditandai dengan jumlah murid di sekolah yang terus mengalami penurunan. Pada
masa kolonial Belanda terdapat 199 cabang Taman Siswa di seluruh Indonesia. Akan tetapi, pada 1944
jumlah cabang Taman Siswa tinggal 59 cabang Kemunduran pendidikan pada masa pendudukan Jepang
juga disebabkan oleh berkurangnya jumlah guru. Kekurangan jumlah guru tersebut terjadi karena
Jepang merekrut banyak guru sekolah untuk dijadikan tenaga administrasi di kantor-kantor
pemerintahan. Selain itu, kebijakan Jepang di Indonesia dalam bidang pendidikan didasarkan pada
beberapa prinsip berikut.

a. Menata kembali pendidikan berdasarkan keseragaman dan persamaan untuk semua kelompok etnik
dan kelas sosial.

b Menghapus secara sistematis pengaruh Belanda dari sekolah-sekolah dan menjadikan unsur Indonesia
sebagai landasan utama.

c. Menjadikan semua lembaga pendidikan sebagai alat untuk memasukkan doktrin "Kemakmuran Asia
Timur Raya" di bawah pimpinan Jepang.

Meskipun secara umum mengalami kemunduran, kebijakan Jepang dalam bidang pendidikan
memberikan dampak positif bagi bangsa Indonesia yaitu perkembangan bahasa Indonesia.

#3. Pengerahan Romusa

Pemerintah Jepang melaksanakan romusa dengan cara merekrut pemuda desa, petani, dan penduduk
yang tidak memiliki pekerjaan. Peraturan mengenai romusa dikeluarkan oleh Naimubu (Departemen
Urusan Umum).Pulau Jawa menjadi tempat utama untuk mengerahkan tenaga kerja paksa secara besar-
besaran. Pada awalnya para romusa melakukan seluruh pekerjaan dengan sukarela karena mereka
masih terpengaruh propaganda "kemakmuran bersama Asia Timur Raya".Dalam perkembangannya,
romusa diperlakukan secara buruk. Untuk melenyapkan ketakutan penduduk, sejak 1943 Jepang
melancarkan kampanye sebagai usaha pengerahan romusa yang makin sulit. Dalam kampanye itu, para
pekerja romusa mendapat julukan "Prajurit Ekonomi" atau "Pahlawan Pekerja".

Anda mungkin juga menyukai