Anda di halaman 1dari 22

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Masuknya Jepang ke Indonesia


Letnan Jenderal Ter Poorten, Panglima Angkatan Perang Hindia
Belanda pada tanggal 8 Maret 1942 menyerah tanpa syarat kepada pasukan
Jepang yang dipimpin oleh Letnan Jenderal Imamura. Perjanjian penyerahan
tersebut berlangsung di Kalijati, Subang, Jawa Barat. Peristiwa tersebut menandai
pendudukan Jepang di Indonesia.
Adapun kronologi masuknya Jepang ke Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Tanggal 8 Desember 1941 : Secara tiba-tiba Jepang menyerbu ke Asia
Tenggara dan membom pangkalan terbesar Angkatan Laut Amerika di
Pasifik (Pearl Harbor). Lima jam setelah penyerangan atas Pearl
Harbor, Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada saat itu (Tjarda van
Starkenborgh Stachhouwer) menyatakan perang terhadap Jepang.
2. Tanggal 11 Januari 1942 : Tentara Jepang mendarat di Tarakan,
Kalimantan Timur, dan pada kesokan harinya (12 Januari 1942)
Komandan Belanda di Tarakan pun menyerah.
3. Tanggal 24 Januari 1942 : Balikpapan yang merupakan sumber minyak
ke-2 Belanda jatuh ke tangan tentara Jepang
4. Tanggal 29 Januari 1942 : Pontianak berhasil diduduki oleh Jepang
5. Tanggal 3 Februari 1942 : Samarinda diduduki Jepang
6. Tanggal 5 Februari 1942 : Sesampainya di Kotabangun, tentara Jepang
melanjutkan penyerbuannya ke lapangan terbang Samarinda II yang
waktu itu masih dikuasai oleh tentara Hindia Belanda (KNIL).
7. Tanggal 10 Februari 1942 : Lapangan terbang Samarinda II berhasil
direbut tentara Jepang, dengan mudah Jepang menduduki Banjarmasin.
8. Tanggal 14 Februari 1942 : Awal mula invasi Jepang ke Sumatra yang
diawali dengan Palembang. Dua hari kemudian (16 Februari 1942)
Palembang dan sekitarnya berhasil diduduki. Alasan utama Jepang
mengambil Palembang dari tangan Belanda adalah pemberlakuan
embargo minyak yang diberlakukan Amerika terhadap Jepang. Maka
Jepang berniat untuk mengambil alih kekuasaan Belanda di

1
Palembang, karena Palembang merupakan basis minyak bagi
pemerintahan Belanda di Indonesia saat itu, bahkan minyak yang di
ambil Belanda dari Palembang juga dijual ke negara-negara Eropa
termasuk Amerika.
Gerakan pasukan Jepang ini diikuti dengan upaya propaganda Jepang yang
kemudian dikenal dengan sebutan 3A (Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung
Asia, Nippon Pemimpin Asia). Dengan propaganda seperti ini, Jepang berhasil
menarik simpati masyarakat Indonesia untuk membantu Jepang mengusir Belanda
yang telah berkuasa tiga abad lamanya. Dalam waktu yang singkat, Jepang
berhasil menguasai daerah-daerah strategis di luar Jawa.
Jepang lebih dulu menguasai Palembang karena Palembang mempunyai
arti yang sangat strategis, yaitu untuk memisahkan antara Batavia yang menjadi
pusat kedudukan Belanda di Indonesia dan Singapura sebagai pusat kedudukan
Inggris. Setelah Jepang menguasai wilayah luar Pulau Jawa, kemudian Jepang
melakukan serangan ke Jawa dengan mendarat di daerah Banten, Indramayu,
Kragan. Kemudian, Jepang melanjutkan serangan ke pusat kekuasaan Belanda di
Batavia (5 Maret 1942), Bandung (8 Maret 1942), dan akhirnya pasukan Belanda
di Jawa menyerah kepada Panglima Bala Tentara Jepang Imamura di Kalijati,
Subang (8 Maret 1942). Penyerahan kekuasaan dilakukan oleh Gubernur Jenderal
Belanda Tjarda van Stachouwer dan Jenderal Ten Poorten kepada Letnan Jenderal
Hitoshi Imamura di Kalijati. Dengan demikian, seluruh wilayah Indonesia telah
menjadi bagian dari kekuasaan Jepang.
2.2 Latar Belakang Pendudukan Jepang di Indonesia
1. Restorasi Meiji
Restorasi Meiji diawali dengan kembalinya kaisar Tenno sebagai
pemegang kekuasaan pemerintahan di Jepang, yang sebelumnya kekuasaan
pemerintah Jepang dipegang oleh Shogun Yoshinobu sementara Tenno hanya
di jadikan lambang kekuasaan. Dengan kembalinya Tenno sebagai pemegang
kekuasaan, Tenno melakukan restorasi di bidang pemerintahan, pendidikan,
ekonomi, dan militer. Pembaharuan ini dilaksanakan pada saat Tenno
berkuasa. Dengan Gerakan Restorasi Meiji ia ingin menjadikan Jepang

2
sebagai negara industri modern, perdagangan, dan militer yang sejajar dengan
negara-negara barat.
2. Paham Hakko Ichiu
Merupakan aliran dari Shinto, dengan adanya paham Hakko Ichiu Jepang
menganggap bahwa dunia merupakan keluarga, dengan aliran tersebut jepang
berusaha untuk menjadikan Asia sebagai satu kesatuan wilayah dan
selanjutnya menguasai dunia. Dengan paham tersebut Jepang melegitimasi
keberadaanya di Indonesia, dengan menguasai Indonesia.
3. Sebagai Saudara Tua
Jepang memiliki berbagai cara untuk melegitimasi kekuasaan di Indonesia
dengan menyebutkan dirinya sebagai saudara Tua bagi Indonesia. Legitimasi
bertujuan gara pemerintah jepang dapat berkuasa di Indonesia lebih lama
4. Faktor Ekonomi
Restorasi Meiji berhasil menjadikan jepang sebagai negara Industri
terbesar di Asia, dengan keberhasilan ini jepang melakukan exspansi dengan
tujuan untuk mendapatkan sumber daya alam sebagai bahan baku industri
untuk mendukung sektor ekonomi. Jepang menyerbu Indonesia karena untuk
mendapatkan sumber alam yang ada di Indonesia seperti minyak tanah, timah,
karet, kina, dan bahan lapis baja.
5. Keberhasilan Jepang dalam Bidang Militer
Didukung oleh semangat juang yang tinggi dan persenjataan yang modern,
mencapai keberhasilan Jepang dibidang militer.. Jepang berhasil melakukan
ekspansi begabung dengan Jepang dalam persiapan untuk menyerang ekspansi
Rusia. Jepang Bergabung dengan Jerman dalam perang dunia ke II untuk
melawan sekutu Amerika dan Belanda dimana saat itu Belanda menguasai
Indonesia.
Adapun Tujuan Pendudukan Jepang di Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Jepang ingin menjadikan Indonesia sebagai sumber bahan mentah untuk
industri dam mesin perang jepang. Hal ini dikarenakan Indonesia mempunyai
posisi strategis dan kaya akan bahan mentah. Selain itu Jepang ining

3
menjadikan Indonesia sebagai kubu pertahanan saat terjadi perang pasifik
dengan sekutu.
2. Menggalang rakyat Indonesia menjadi bagian dari kekuatan untuk
membendung gempuran pasukan Sekutu yang identik dengan imperialisme
Barat. Untuk itu, Jepang memberlakukan kerja paksa dalam membangun kubu
pertahanan dan jaringan kereta api. Jepang juga melatih penduduk Indonesia
dengan keterampilan militer.
2.3 Masa Pendudukan Jepang di Indonesia
Sebutan resmi pemerintahan militer pada masa pemerintahan Jepang
adalah Bala Tentara Nippon. Menurut Undang-Undang Dasar Nomor 1 (7 Maret
1942), pemegang Bala Tentara Nippon memegang kekuasaan militer dan segala
kekuasaan yang dahulu dipegang oleh gubernur jenderal (pada masa pemerintah
Hindia Belanda).
Dalam pelaksanaan sistem pemerintahan, kekuasaan atas wilayah
Indonesia dipegang oleh dua angkatan perang, yaitu Angkatan Darat (Rikugun)
dan Angkatan Laut (Kaigun). Masing- masing angkatan mempunyai wilayah
kekuasaan.
Pada masa Pendudukan Jepang terdapat tiga pemerintahan militer sebagai
berikut.
a. Pemerintahan Militer Angkatan Darat (Tentara ke-25) untuk Sumatra
dengan pusatnya di Bukittinggi.
b. Pemerintahan Militer Angkatan Darat (Tentara ke-16) untuk Jawa dan
Madura, dengan pusatnya di Jakarta.
c. Pemerintahan Militer Angkatan Laut (Armada Selatan ke-2) untuk
Sulawesi, Kalimantan, dan Maluku, dengan pusatnya di Makassar.
Susunan pemerintahan militer Jepang sebagai berikut
1. Gunshireikan (panglima tentara), kemudian disebut Saiko Shikikan
(panglima tertinggi), merupakan pucuk pimpinan.
2. Gunseikan (kepala pemerintahan militer), dirangkap oleh kepala staf
tentara.
Panglima Tentara Ke-16 yang pertama adalah Letnan Jenderal Hitoshi
Imamura, sedangkan kepala stafnya adalah Mayor Jenderal Seizaburo Okasaki.
Mereka diberi tugas untuk membentuk pemerintahan militer di Jawa. Oleh karena
itu diangkatlah seorang Gunseikan. Gunshireikan bertugas menetapkan peraturan

4
yang dikeluarkan oleh Gunseikan. Peraturan itu disebut Osamu Kanrei. Peraturan-
peraturan tersebut diumumkan dalam Kan Po (berita pemerintahan), sebuah
penerbitan resmi yang dikeluarkan oleh Gunseikanbu. Gunseikanbu adalah staf
pemerintahan militer pusat yang terdiri dari lima bu (departemen). Lima
departemen tersebut sebagai berikut.
a. Sumobu (Departemen Urusan Umum)
b. Zaimubu (Departemen Keuangan)
c. Sangyobu (Departemen Perusahaan, Industri, dan Kerajinan Tangan)
d. Kotsubu (Departemen Lalu Lintas)
e. Shihobu (Departemen Kehakiman)
Pemerintah militer Jepang pada bulan Agustus 1942 melakukan
peningkatan penataan pemerintahan. Hal tersebut terlihat dengan dikeluarkannya
Undang-Undang Nomor 28 tentang Aturan Pemerintahan Sipil Jepang di Pulau
Jawa. Seluruh Pulau Jawa dan Madura, kecuali koci (daerah istimewa) Surakarta
dan Yogyakarta dibagi atas:
a. Karesidenan (syu) yang dipimpin oleh seorang syuco.
b. Kotapraja (syi) yang dipimpin oleh seorang syico.
c. Kabupaten (ken) dipimpin oleh seorang kenco.
d. Kawedanan atau distrik (gun) dipimpin oleh seorang gunco.
e. Kecamatan (son) dipimpin oleh seorang sonco.
f. Kelurahan atau desa (ku) dipimpin oleh seorang kuco.
Meningkatnya Perang Pasifik semakin melemahkan Angkatan Perang
Jepang. Guna menahan serangan Sekutu yang semakin hebat, Jepang mengubah
sikapnya terhadap negeri-negeri jajahannya. Di depan Sidang Istimewa ke-82
Parlemen di Tokyo pada tanggal 16 juni 1943. Perdana Menteri Hideki Tojo
mengeluarkan kebijakan memberikan kesempatan kepada orang Indonesia untuk
turut mengambil bagian dalam pemerintahan Negara. Selanjutnya pada tanggal 1
Agustus 1943 dikeluarkan pengumuman Saiko Shikikan (panglima tertinggi)
tentang garis-garis besar rencana mengikutsertakan orang-orang Indonesia dalam
pemerintahan.
Pengikut sertaan bangsa Indonesia dimulai dengan pengangkatan Prof. Dr.
Husein Jayadiningrat sebagai Kepala Departemen Urusan Agama pada tanggal 1
Oktober 1943. Kemudian pada tanggal 10 November 1943, Mas Sutarjo
Kartohadikusumo dan R. M. T. A Suryo masing-masing diangkat menjadi
syucokan di Jakarta dan Bojonegoro. Pengangkatan tujuh penasihat (sanyo)

5
bangsa Indonesia dilakukan pada pertengahan bulan September 1943 yaitu
sebagai berikut.
a. Ir. Soekarno untuk Departemen Urusan Umum (somubu)
b. Mr. Suwandi dan Dr. Abdul Rasyid untuk Biro Pendidikan dan
Kebudayaan dan Departemen Dalam Negeri (Naimubu-bunkyoku)
c. Prof. Dr. Mr. Supomo untuk Departemen Kehakiman (shihobu)
d. Mochtar bin Prabu Mangkunegoro untuk Departemen Lalu Lintas
(kotsubu)
e. Mr. Muh Yamin untuk Departemen Propaganda (Sendenbu)
f. Prawoto Sumodilogo untuk Departemen Perekonomian (Sangyobu)
Pemerintah pendudukan Jepang kemudian membentuk Badan
Pertimbangan Pusat (Cuo Sangi In). Badan hal ini bertugas mengajukan usulan
kepada pemerintah serta menjawab pertanyaan pemerintah mengenai masalah-
masalah politik dan memberi saran tindakan-tindakan yang perlu dilakukan oleh
pemerintah militer Jepang di Indonesia.
2.4 Organisasi-organisasi Bentukan Jepang
Pada bulan Januari 1942 Jepang menduduki Malaysia, Sumatera, Jawa,
dan Sulawesi. Malaysia pada waktu itu dikuasai Sekutu berhasil direbut
Jepang. Pada tanggal 24 Januari 1942 Jepang menduduki Tarakan,
Balikpapan, dan Kendari. Balikpapan merupakan sumber-sumber minyak
maka diserang dengan hati-hati agar tetap utuh, tetapi dibumihanguskan oleh
tentara Belanda. Tanggal 3 Februari 1942 Samarinda diduduki pasukan
Jepang. Pada waktu itu Samarinda masih dikuasai tentara Hindia Belanda
(KNIL). Dengan direbutnya lapangan terbang oleh Jepang, maka tanggal 10
Februari 1942 Banjarmasin dengan mudah dapat diduduki. Pada tanggal 4
Februari 1942 Ambon berhasil diduduki Jepang, kemudian dilanjutkan pada
tanggal 14 Februari 1942 menguasai Palembang dan sekitarnya. Dengan
jatuhnya Palembang maka dengan mudah Jepang masuk ke Jawa. Dalam
penyerbuan-penyerbuan itu Jepang lebih kuat dibanding Sekutu karena
Jepang memiliki bantuan kekuatan udara taktis. Sedangkan kekuatan udara
Sekutu sudah dihancurkan dalam pertempuran-pertempuran awal di Indonesia
maupun Malaya (Malaysia).
Berikut ini Organisasi-Organisasi Militer dan Organisasi-Organisasi Semi
Militer Bentukan Jepang:

6
A. Organisasi-Organisasi Militer Bentukan Jepang
1) Heiho
Heiho merupakan pasukan bentukan tentara Jepang pada masa Perang
Dunia II. Pasukan ini dibentuk berdasarkan instruksi Bagian Angkatan Darat
Markas Besar Umum Kemaharajaan Jepang pada tanggal 2 September 1942 dan
mulai merekrut anggotanya pada tanggal 22 April 1943.
Heiho merupakan organisasi militer resmi yang dibentuk pada bulan April 1945.
Anggotanya adalah para pemuda yang berusia 18 – 25 tahun. Heiho merupakan
barisan pembantu kesatuan angkatan perang dan dimasukkan sebagai bagian dari
ketentaraan Jepang. Heiho dijadikan sebagai tenaga kasar yang dibutuhkan dalam
peperangan misalnya memindahkan senjata dan peluru dari gudang ke atas truk,
serta pemeliharaan senjata lain-lain. Sampai berakhirnya masa pendudukan
Jepang jumlah anggota Heiho mencapai 42.000 orang. Prajurit Heiho juga dikirim
ke luar negeri untuk menghadapi pasukan Sekutu antara lain ke Malaya
(Malaysia), Birma (Myanmar), dan Kepulauan Salomon. Heiho dibubarkan oleh
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) setelah Jepang menyerah
kepada Sekutu.
2) PETA
PETA dibentuk pada tanggal 3 Oktober 1944 atas usul Gotot Mangkupraja
kepada Letjend. Kumakici Harada (Panglima Tentara ke-16). PETA di Sumatera
dikenal dengan Gyugun. Pembentukan PETA ini berbeda dengan organisasi lain
bentukan Jepang. Anggota PETA terdiri atas orang Indonesia yang mendapat
pendidikan militer Jepang. PETA bertugas mempertahankan tanah air Indonesia.
PETA merupakan tentara garis kedua. Di Jawa dibentuk 50 batalion PETA.
Jabatan komando batalion dipegang oleh orang Indonesia tetapi setiap komandan
ada pelatih dan penasihat Jepang. Tokoh-tokoh PETA yang terkenal antara lain
Supriyadi, Jenderal Sudirman, Jenderal Gatot Subroto, dan Jenderal Ahmad Yani.
Pergerakan massa rakyat dalam organisasi-organisasi di atas telah mendorong
rakyat memiliki keberanian, sikap mental untuk menentang penjajah, pemahaman
terhadap kemerdekaan maupun sikap mental yang mengarah pada terbentuknya
nasionalisme.
B. Organisasi-Organisasi Semi Militer Bentukan Jepang

7
1. Seinendan (Barisan pemuda)
Seinendan merupakan organisasi pemuda yang dibentuk pada
tanggal 29 April 1943, tepat pada hari ulang tahun Kaisar Jepang.
Seinendan merupakan organisasi kepemudaan yang bersifat semimiliter.
Organisasi tersebut langsung berada di bawah pimpinan gunseikan. Tujuan
pembentukan organisasi tersebut adalah untuk mendidik dan melatih
pemuda agar dapat menjaga dan mempertahankan tanah airnya dengan
kekuatan sendiri. Namun, sebenarnya maksud tersembunyi pembentukan
organisasi tersebut adalah untuk mendapatkan tenaga cadangan sebanyak-
banyaknya yang diperlukan bagi kemenangan perang Jepang.
Pada awalnya, Seinendan beranggotakan pemuda-pemuda Asia
yang berusia antara 15-25 tahun. Namun, usia anggotanya kemudian
diubah menjadi 14-22 tahun. Pada awalnya anggota Seinendan sebanyak
3.500 orang yang berasal dari seluruh Jawa. Jumlah tersebut berkembang
menjadi 500.000 orang pemuda pada akhir masa pendudukan Jepang.
2. Fujinkai (Barisan Wanita)
Fujinkai dibentuk pada bulan Agustus 1943. Anggotanya terdiri
atas wanita yang berumur 15 tahun ke atas. Tugas Fujinkai adalah ikut
memperkuat pertahanan dengan cara mengumpulkan dana wajib berupa
perhiasan, hewan ternak, dan bahan makanan untuk kepentingan perang.
3. Keibodan (Barisan Pembantu Polisi)
Keibodan juga merupakan organisasi pemuda yang dibentuk
bersamaan dengan pembentukan Seinendan. Berbeda dengan Seinendan,
dalam pembentukan Keibodan tersebut tampak bahwa pemerintah
pendudukan Jepang berusaha agar tidak terpengaruh oleh golongan
nasionalis. Bahkan kaum nasionalis pada tingkat bawah pun tidak
mempunyai hubungan dengan Keibodan, karena badan ini langsung
ditempatkan di bawah pengawasan polisi. Selain Jawa, kedua badan
tersebut juga dibentuk di Sumatra dan daerah-daerah yang berada di
bawah kekuasaan angkatan laut. Di Sumatra, Keibodan dikenal dengan
nama Bogodan. Di Kalimantan terdapat badan serupa yang disebut Borneo

8
Konan Hokokudan. Selain golongan pemuda, juga dilakukan
pengorganisasian kaum wanita. Pada bulan Agustus 1943 dibentuk
Fujinkai (himpunan wanita). Usia minimum dari anggota Fujinkai adalah
15 tahun. Wanita-wanita tersebut juga diberikan latihan-latihan militer.
4. Syuisyintai (Barisan Pelopor)
Barisan Pelopor dibentuk pada tanggal 1 November 1944.
Organisasi semimiliter ini dibentuk sebagai hasil keputusan sidang ketiga
dari Chuo Sangi In (Dewan Pertimbangan Pusat. Barisan Pelopor dipimpin
oleh Ir. Soekarno. Sedangkan wakilnya yaitu R.P. Suroso, Otto
Iskandardinata dan dr. Buntaran Martoatmojo. Tokoh nasionalis yang
duduk dalam Barisan Pelopor berusaha memanfaatkan kesempatan itu
sebaik-baiknya untuk menanamkan semangat nasionalisme di kalangan
para pemuda. Para pemuda dikerahkan untuk mendengarkan pidato para
tokoh nasionalis. Di dalam pidatonya, para tokoh nasionalis selalu
menyelipkan kata-kata untuk membangkitkan semangat cinta tanah air di
kalangan para pemuda.
5. Gakutotai (Barisan Pelajar),
Dibentuk tanggal 15 Desember 1944.Menjelang Jepang terpuruk
kalah tanpa syarat dalam Perang Dunia II, untuk memperkuat posisinya di
Indonesia, Jepang melatih rakyat dengan latihan kemiliteran. Tidak
ketinggalan pemuda, pelajar dan mahasiswa. Pasukan pelajar dan
mahasiswa yang dibentuk oleh Jepang disebut dengan “GAKUKOTAI”.
6. Jibakutai (Barisan Berani Mati)
Organisasi semi militer yang dibentuk oleh pemerintah jepang pada
8 Desember 1944.
7. Hizbullah
Pada tanggal 15 Desember 1944 berdiri pasukan sukarelawan
pemuda Islam yang dinamakan Hizbullah (tentara Allah) yang dalam
istilah Jepangnya disebut Kaikyo Seinen Teishintai. Hizbullah mempunyai
tugas pokok, yaitu sebagai berikut:
a. Sebagai tentara cadangan dengan tugas dan program, antara lain:
melatih diri, jasmani maupun rohani dengan segiat-giatnya.;

9
membantu tentara Dai Nippon; menjaga bahaya udara dan
mengintai mata-mata musuh; menggiatkan dan menguatkan usaha-
usaha untuk kepentingan perang.
b. Sebagai pemuda Islam dengan tugas dan program, antara lain:
menyiarkan agama Islam, memimpin umat Islam agar taat
menjalankan agama Islam, dan membela agama dan umat Islam
Indonesia.
2.5 Kondisi Masyarakat pada Masa Pendudukan Jepang
Jepang dipercaya orang Indonesia akan membawa Indonesia ke arah yang
lebih baik. Apalagi tersiar kabar bahwa Jepang akan membawa perubahan
ekonomi ke arah yang lebih baik, kabar ini diikuti dengan menurunnya harga
makanan. Di awal pendudukan Jepang kondisi ekonomi Indonesia tidaklah stabil.
Harga makanan, barang dan jasa naik-turun tidak terprediksi.
Sebagai project pertama Jepang di Indonesia adalah usaha untuk
menghasilkan lebih banyak lagi hasil bahan pangan. Dan mulailah dilakukan
beberapa pengajaran seputar pertanian. Cara menanam benih secara tradisional
yang seenaknya diubah menjadi cara tanam baris-berbaris, sehingga akan terdapat
ruang yang ada di sela-sela padi dan meminimkan petani untuk menginjak padi
yang telah ditanam. Introduksi bibit padi yang baru mulai dilakukan, teknik-teknik
baru untuk menanam padi mulai digunakan, dan cara-cara baru untuk membuat
pupuk kompos dari sampah buangan mulai dipraktekkan. Cara yang sama juga
diterapkan dalam bidang peternakan.
Kabar gembira ini tak berlangsung lama, rupanya rakyat Indonesia belum
mengetahui bahwa tujuan utama Jepang memajukan sektor ekonomi Indonesia
semata hanya untuk menunjang kepentingan perang Jepang. Pemerintah Jepang
akhirnya mengeluarkan peraturan-peraturan baru guna mengendalikan dan
mengatur kembali hasil bumi Indonesia. Keadaan ini diperburuk dengan putusnya
hubungan kerja sama dengan pasar ekspor tradisional. Kondisi demikian terjadi
secara bersamaan dan semakin menabah keruh perekonomian Indonesia. Untuk
menangani masalah demikian pemerintah Jepang memilih untuk memperbanyak
dalam mencetak mata uang. Akibatnya terjadilah Inflansi disebabkan karena

10
Jepang tidak sanggup mengendalikan nilai mata uang dan tidak mampu
menampung semua hasil ekspor Indonesia.
Warga Indonesia dipaksa untuk memenuhi kebutuhan perang Jepang.
Mereka harus meningkatkan produksi pertanian dan semuanya harus diserahkan
atau diambil paksa oleh Jepang. Selain itu rakyat Indonesia diharuskan
menyerahkan hewan peliharaan mereka. Ini dilakukan untuk mencukupi
kebutuhan perang Jepang. Petani juga diwajibkan menanam tanaman jarak karena
buahnya dapat dijadikan pelumas untuk mesin pesawat terbang serdadu Jepang.
Tak terbayang bagaimana penderitaan yang dialami rakyat Indonesia kala itu,
mereka dipaksa bekerja ekstra dan tak dapat menikmati hasil jerih
payahnyasendiri karena sebagian besar diambil oleh serdadu Jepang. Rakyat
Indonesia harus cukup senang dengan makan jagung dan ubi seadanya. Kondisi
fisik rakyat Indonesia kala itu sangat memprihatinkan. Kebanyakan rakyat
Indonesia memakai karung goni sebagai baju, tubuh kurus kering, kulit hitam
legam karena sering terkena terik matahari mata cekung karena kurang istirahat
ditambah dengan adanya luka seperti korengan yang bernanah.
2.6 Perlawanan Rakyat Indonesia terhadap Jepang
Propaganda Jepang untuk menciptakan kemakmuran bersama diantara
bangsa bangsa Asia jauh dari kenyataan. Jepang justru secara terang terangan
menindas bangsa Indonesia dengan kejam. Tata kehidupan rakyat dijungkir
balikan. Norma norma yang berlaku dimasyarakat diinjak injak. Akibatnya,
dibeberapa tempat kemudian muncul perlawanan terhadap pendudukan militer
Jepang.
Perjuangan para pemimpin bangsa dalam melawan pendudukan Jepang
dan memperjuangkan kemerdekaan dilakukan dengan Strategi Kooperasi,
Memanfaatkan Gerakan Bawah Tanah , dan Perlawanan Bersenjata.
1. Perlawanan dengan Strategi Kooperasi
Perlawanan dengan strategi kooperasi (bekerja sama) muncul
karena Jepang melarang berdirinya semua organisasi pergerakan nasional.
Pemerintahan pendudukan Jepang mengeluarkan kebijakan yang hanya
mengakui organisasi-organisasi bentukannya yang ditujukan bagi

11
kemenangan Perang Asia Pasifik. Tokoh-tokoh pejuang nasionalis
kemudian memanfaatkan semua organisasi bentukan Jepang itu dengan
cara menggembleng kaum muda agar terus berusaha mewujudkan
kemerdekaan Indonesia. Adapun bentuk perjuangan bangsa Indonesia
dengan strategi kooperasi dilakukan melalui organisasi-organisasi berikut:
1) PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat)
Putera terdiri dari kalangan nasionalis yang oleh jepang
dibentuk untuk mempropagandakan politik hakko ichiu kepada
rakyat Indonesia. Para nasionalis ini dikenal dengan nama Empat
Serangkai yang terdiri dari: Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Ki Hajar
Dewantara, dan K.H. Mas Mansyur). Para kalangan nasionalis
tersebut diberikan kesempatan berbicara di hadapan umum. Dengan
diberikan kesempatan tersebut, maka mereka mempunyai peluang
mengumpulkan massa yang lebih besar. Dalam rapat-rapat raksasa
dan siaran radio, pembicaraan mereka terarah pada upaya
menyiapkan rakyat menyambut kemerdekaan dan melakukan
koordinasi nasional rakyat Indonesia. Lama-kelamaan pemerintah
Jepang menyadari bahwa Putera lebih bermanfaat bagi Indonesia
dari pada untuk Jepang sendiri. Akhrirnya pada tahun 1944 Putera
dibubarkan.
2) Barisan Pelopor
Setelah Putera dibubarakan, panglima tentara Jepang di
Jawa membentuk Jawa Hokokai. Salah satu bagian gerakan Jawa
Hokokai adalah gerakan pemuda yang terkenal dengan nama
Barisan Pelopor (Syuisintai). Barisan pelopor ini dipimpin oleh
tokoh nasional Ir. Soekarno, dan dibantu oleh beberapa tokoh
nasionalis lainnya. Barisan Pelopor merupakan organisasi pemuda
pertama pada zaman Jepang, yang langsung dipimpin oleh kaum
nasionalis. Para tokoh nasionalis memanfaatkan kesempatan ini
sebaik-baiknya. Para pemuda anggota Barisan Pelopor dikerahkan
untuk mendengarkan pidato para pemimpin nasionalis. Dalam setiap

12
pidato selalu diselipkan kata-kata untuk membangkitkan semangat
perstuan dan semangat nasional di kalangan para pemuda.
2. Memanfaatkan Gerakan Bawah Tanah
Setelah partai-partai politik dibubarkan, para pemimpin
mengadakan gerakan bawah tanah, yaitu gerakan yang dilakukan secara
rahasia. Para tokoh gerakan bawah tanah tersebut antara lain Sultan
Syahrir, Ahmad Subarjo, Sukarni, Chairul Saleh, Wikana, dan Amir
Syarifuddin. Kegiatan yang dilakukan oleh para gerakan bawah tanah
adalah secara sembunyi-sembunyi.
Kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a) Menjalin komunikasi untuk memelihara semangat nasionalisme.
b) Menyiapkan kekuatan yang diperlukan untuk menyambut kegiatan
kemerdekaan Indonesia.
c) Mempropagandakan semangat dan kesiapan untuk merdeka di
kalangan rakyat.
d) Memantau perkembangan Perang Asia Timur Raya melalui radio
luar negeri.
3. Mengadakan Perlawanan Bersenjata
Penderitaan rakyat tidak tertahankan lagi. Akhirnya meledaklah
perlawanan tehadap Jepang di berbagai daerah di Indonesia, antara lain:
1) Perlawanan di Aceh
Pada tahun 1942, awal pendudukan Jepang di Aceh terjadi
pemberontakan di Cot Plieng, Lhokseumawe yang dipimpin oleh
Tengku Abdul Jalil. Tengku Abdul Jalil merupakan seorang ulama
yang masih berusia muda dari Buloh Blang Ara, Aceh Utara, ia
memiliki semangat juang yang tangguh. Tengku Abdul Jalil
berhasil ditembak oleh Jepang, ketika ia sedang bersembahyang.
2) Perlawanan di Singaparna
Pembrontakan di Singaparna (Tasikmalaya, Jawa Barat)
terjadi pada tanggal 25 Februari 1944 yang dipimpin oleh K.H.
Zainal Mustafa, seorang pimpinan Pondok Pesantren Sukamanah,
Singaparna. K.H. Zainal Mustafa tidak bersedia melakukan
seikerei, yaitu pemberian penghormatan kepada kaisar Jepang

13
(yang dianggap keturunan dewa matahari) dengan
membungkukkan badan kearah matahari terbit.
3) Perlawanan di Indramayu, Jawa Barat
Pada bulan April 1944, perlawanan Haji Madriyan terjadi di
Indramayu, Jawa Barat. Latar belakang peristiwa ini adalah karena
adanya paksaan untuk menyetorkan sebagian hasil bumi
penduduk. Selai itu, penduduk dipaksa untuk melakukan kerja rodi
atau romusha. Haji Madriyan lalu bergerak memimpin perlawanan
di Desa Kaplongan, Kawedanan Karangampel, Indramayu, Jawa
Barat. Namun, akhirnya perlawanan ini dihentikan Jepang dengan
pelakuan yang sangat kejam.
4) Perlawanan di Cidempet, Kecamatan Lohbener, Indramayu
Perlawanan ini terjadi pada tanggal 30 Juli 1944 yang
dipimpin oleh H. Madriyas, Darini, Surat, Tasiah dan H. Kartiwa.
Perlawanan ini disebabkan oleh cara pengambilan padi milik
rakyat yang dilakukan Jepang dengan kejam. Sehabis panen, padi
langsung diangkut ke balai desa. Perlawanan rakyat dapat
dipadamkan secara kejam dan para pemimpin perlawanan
ditangkat oleh Jepang.
5) Perlawanan di Pontianak, Kalimantan Barat
Pada tanggal 16 Oktober 1943 yang dilakukan oleh para
tokoh dari berbagai golongan mengadakan pertemuan rahasia di
Gedung Medan Sepakat Pontianak. Pertemuan rahasia itu
merencanakan perlawanan terhadap Jepang. Sayang rencana
tersebut diketahui oleh pemerintahan Jepang. Akibatnya sebelum
perlawanan dilaksanakan, Jepang telah mengadakan penagkapan
dan pembunuhan besar-besaran.
Di Kalimantan Barat kurang lebih 21.000 orang dibunuh
dan dibantai secara kejam oleh tentara Jepang. Selain rakyat yang
tidak berdosa, banyak di antara mereka adalah raja-raja, tokoh-
tokoh masyarakat terkemuka, dan tokoh-tokoh pergerak-an
nasional turut terbunuh dalam aksi perlawanan tersebut. Untuk

14
mengenang peristiwa tersebut maka didirikanlah sebuah Monumen
Mandor, di desa Mandor.
6) Perlawanan di Irian Jaya
a) Perlawanan rakyat di Biak
Perlawanan ini terjadi pada tahun 1944 dipimpin
oleh L. Rumkorem, pimpinan Gerakan “Koreri” yang
berpusat di Biak. Perlawanan ini dilatarbelakangi oleh
penderitaan rakyat yang diberlakukan sebagai budak
belian, dipikul, dan dianiaya. Dalam perlawanan tersebut
banyak rakyat yang menjadi korban, tetapi rakyat melawan
dengan gigih. Akhirnya Jepang meninggalkan pulau biak.
b) Perlawanan rakyat di Pulau Yapen Selatan
Perlawanan ini dipimpin oleh Nimrod. Ketika
sekutu sudah mendekat, maka memberi bantuan kepada
pejuang sehingga perlawanan semakin seru. Nimrod
dihukum pancung oleh Jepang untuk menakut-nakuti
rakyat. Tetapi rakyat tidak takut dan muncullah seorang
pemimpin gerilya yakni Silas Pepare.
c) Perlawanan rakyat di Tanah Besar, dataran Irian (Papua)
Perlawanan ini dipimpin oleh Simson. Dalam
perlawanan rakyat di Irian Jaya, terjadi hubungan kerja
sama antara gerilyawan dengan pasukan penyusup Sekutu
sehingga rakyat mendapatkan modal senjata dari Sekutu.
7) perlawanan di Sulawesi Selatan
Sebagai akibat dari penyerahan padi secara paksa terjadilah
perlawanan rakyat Maluku Selatan di bawah pimpinan Haji
Temmale. Perlawanan ini terkenal dengan ’’Peristiwa Unra“ sebab
terjadi di desa Unra Kabupaten Bone Sulawesi Selatan.
4. Perlawanan Bersenjata yang Dilakukan oleh PETA
a) Perlawanan PETA di Blitar
Prajurit-prajurit PETA di Blitar di bawah pimpinan
Syodanco (Komandan Peleton) Supriyadi melancarkan
perlawanan terhadap Jepang. Peristiwa itu terjadi pada dini hari
tanggal 14 Februari 1945. Untuk menghadapi Supriyadi dengan

15
anak buahnya, Jepang mendatangkan sepasukan tentara yang
semuanya dari orang Jepang. Pasukan Jepang itu dilengkapi
dengan tank-tank dan pesawat terbang. Setelah terdesak oleh
pasukan Jepang, Syodanco Supriyadi dibantu oleh Syodanco
Muradi mengundurkan diri, dan bertahan di lereng Gunung Kawi.
Kemudian Muradi dapat dibujuk oleh Jepang, dan menyerah.
Sementara itu, prajurit-prajurit PETA yang ikut melakukan
perlawanan tertangkap dan menyerah. Mereka dihadapkan ke
Mahkamah Militer Jepang di Jakarta. Beberapa orang di
antaranya dijutuhi hukuman mati. Mereka itu adalah dr. Ismail,
Muradi, Suparyono, Halir Mangkudijaya, Sunato, dan Sudarmo.
Supriyadi dengan 100 anak buahnya melanjutkan
perlawanan. Hingga sekarang tidak diketahui bagaimana nasib
Supriyadi selanjutnya. Pelawanan PETA di Blitar merupakan
perlawanan terbesar yang terjadi pada masa pendudukan Jepang.
b) Perlawanan PETA di Meureudu, Aceh
Pada bulan November 1944, meletus perlawanan aceh terhadap
Jepangyang dipimpin oleh Teuku Hamid. Meskipun masih berusia
sekitar 20 tahun, tetapi ia memiliki keberanian memimpin dua
peleton pasukan Giyugun di Jangka Buaya (Aceh), kemudian
membentuk markas pertahanan di lereng-lereng gunung. Melihat
perlawanan ini, pasukan Jepang bertindak cepat dengan cara
menyandera dan mengancam akan membunuh semua anggota
keluarga Teuku Hamid, jika ia tidak menyerah, akhirnya Teuku
Hamid pun terpaksa menyerah.
c) Perlawanan PETA di Gumilir (Cilacap, Jawa Barat)
Perlawanan ini dipimpin oleh pemimpin regu (Bundanco) Kusaeri
bersama rekan-rekannya. Perlawanan yang direncanakan dimulai
tanggal 21 April 1945 tetapi diketahui oleh Jepang sehingga
Kusaeri ditangkap pada tanggal 25 April 1945. Kusaeri divonis
hukuman mati tetapi tidak terlaksana karena Jepang terdesak oleh
Sekutu.
2.7 Dampak Pendudukan Jepang di Indonesia
1. Bidang Politik

16
Kebijakan pertama yang dilakukan Dai Nippon (pemerintah militer Jepang)
adalah melarang semua rapat dan kegiatan politik. Pada tanggal 20 Maret 1942,
dikeluarkan peraturan yang membubarkan semua organisasi politik dan semua
bentuk perkumpulan. Pada tanggal 8 September 1942 dikeluarkan UU no. 2
Jepang mengendalikan seluruh organisasi nasional. Selain itu, Jepang pun
melakukan propaganda untuk menarik simpati bangsa Indonesia dengan cara:
Menganggap Jepang sebagai saudara tua bangsa Asia (Hakko Ichiu); Melancarkan
semboyan 3A (Jepang pemimpin, Jepang cahaya dan Jepang pelindung Asia);
Melancarkan simpati lewat pendidikan berbentuk beasiswa pelajar, Menarik
simpati umat Islam untuk pergi Haji, Menarik simpati organisasi Islam MIAI,
Melancarkan politik dumping. Mengajak untuk bergabung tokoh-tokoh
perjuangan Nasional seperti: Ir. Soekarno, Drs. M. Hatta serta Sutan Syahrir,
dengan cara membebaskan tokoh tersebut dari penahanan Belanda.
Selain propaganda, Jepang juga melakukan berbagai tindakan nyata berupa
pembentukan badan-badan kerjasama seperti berikut: Putera (Pusat Tenaga
Rakyat) dengan tujuan membujuk kaum Nasionalis sekuler dan intelektual agar
menyerahkan tenaga dan pikirannya untuk mengabdi kepada Jepang. Jawa
Hokokai (Himpunan kebaktian Jawa) merupakan organisasi sentral dan terdiri dari
berbagai macam profesi (dokter, pendidik, kebaktian wanita pusat dan
perusahaan). Penerapan sistem Autarki (daerah yang harus memenuhi kebutuhan
sendiri dan kebutuhan perang). Sistem ini diterapkan di setiap wilayah ekonomi.
Contoh Jawa menjadi 17 daerah, Sumatera 3 daerah, dan Meinsefu (daerah yang
diperintah Angkatan Laut) 3 daerah.
2. Keadaan Sosial Budaya dan Ekonomi
Jepang berusaha untuk mendapatkan dan menguasai sumber-sumber bahan
mentah untuk industri perang. Jepang membagi rencananya dalam dua tahap.
Tahap penguasaan, yakni menguasai seluruh kekayaan alam termasuk kekayaan
milik pemerintah Hindia Belanda. Tahap penyusunan kembali struktur ekonomi
wilayah dalam rangka memenuhi kebutuhan perang. Sesuai dengan tahap ini maka
pola ekonomi perang direncanakan bahwa setiap wilayah harus melaksanakan
autarki. Autarki, artinya setiap wilayah harus mencukupi kebutuhan sendiri dan

17
juga harus dapat menunjang kebutuhan perang. Romusa mempunyai persamaan
dengan kerja rodi/kerja paksa pada zaman Hindia Belanda, yakni kerja tanpa
mendapatkan upah. Memasuki tahun 1944 tuntutan kebutuhan pangan dan perang
makin meningkat. Pemerintah Jepang mulai melancarkan kampanye pengerahan
barang dan menambah bahan pangan secara besar-besaran yang dilakukan oleh
Jawa Hokokai melalui nagyo kumiai (koperasi pertanian), dan instansi pemerintah
lainnya. Pengerahan bahan makanan ini dilakukan dengan cara penyerahan padi
atau hasil panen lainnya kepada pemerintah. Dari jumlah hasil panen, rakyat
hanya boleh memiliki 40 %, 30 % diserahkan kepada pemerintah, dan 30 % lagi
diserahkan lumbung untuk persediaan bibit.
Tindakan pemerintah ini menimbulkan kesengsaraan. Penebangan hutan
(untuk pertanian) menyebabkan bahaya banjir, penyerahan hasil panen dan
romusa menyebabkan rakyat kekurangan makan, kurang gizi, dan stamina
menurun. Akibatnya, bahaya kelaparan melanda di berbagai daerah dan timbul
berbagai penyakit serta angka kematian meningkat tajam. Bahkan, kekurangan
sandang menyebabkan sebagian besar rakyat di desa-desa telah memakai pakaian
dari karung goni atau "bagor", bahkan ada yang menggunakan lembaran karet.
Di samping menguras sumber daya alam, Jepang juga melakukan
eksploitasi tenaga manusia. Hal ini akan membawa dampak terhadap mobilitas
sosial masyarakat Indonesia. Puluhan hingga ratusan ribu penduduk desa yang
kuat dikerahkan untuk romusa membangun sarana dan prasarana perang, seperti
jalan raya, jembatan, lapangan udara, pelabuhan, benteng bawah tanah, dan
sebagainya. Mereka dipaksa bekerja keras (romusa) sepanjang hari tanpa diberi
upah, makan pun sangat terbatas. Akibatnya, banyak yang kelaparan, sakit dan
meninggal ditempat kerja. Untuk mengerahkan tenaga kerja yang banyak, di tiap-
tiap desa dibentuk panitia pengerahan tenaga yang disebut Rumokyokai. Tugasnya
menyiapkan tenaga sesuai dengan jatah yang ditetapkan. Untuk menghilangkan
ketakutan penduduk dan menutupi rahasia itu maka Jepang menyebut para romusa
dengan sebutan prajurit ekonomi atau pahlawan pekerja. Menurut catatan sejarah,
jumlah tenaga kerja yang dikirim ke luar Jawa, bahkan ke luar negeri seperti ke
Burma, Malaya, Vietnam, dan Mungthai/Thailand mencapai 300.000 orang.

18
Pada bulan Januari 1944, Jepang memperkenalkan sistem tonarigumi
(rukun tetangga). Tonarigumi merupakan kelompok-kelompok yang masing-
masing terdiri atas 10–20 rumah tangga. Maksud diadakannnya tonarigumi adalah
untuk mengawasi penduduk, mengendalikan, dan memperlancar kewajiban yang
dibebankan kepada mereka. Dengan adanya perang yang makin mendesak maka
tugas yang dilakukan Tonarigumi adalah mengadakan latihan tentang pencegahan
bahaya udara, kebakaran, pemberantasan kabar bohong, dan mata-mata musuh.
3. Pendidikan
Zaman pendudukan Jepang, pendidikan di Indonesia mengalami
kemerosotan drastis, jika dibandingkan zaman Hindia Belanda. Jumlah sekolah
dasar (SD) menurun dari 21.500 menjadi 13.500 dan sekolah menengah dari 850
menjadi 20. Oleh Jepang sekolah-sekolah dan perguruan-perguruan dijadikan
tempat indoktrinasi. Melalui pendidikan dibentuk kader-kader untuk memelopori
dan melaksanakan konsepsi Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya. Sistem
pengajaran dan struktur kurikulum ditujukan untuk keperluan Perang Asia Pasifik.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar digunakan di semua sekolah dan
dianggap sebagai mata pelajaran utama, sedangkan bahasa Jepang diberikan
sebagai mata pelajaran wajib. Surat kabar dan radio juga menggunakan Bahasa
Indonesia sehingga mempercepat penyebarluasan bahasa Indonesia. Begitu juga
papan nama toko, nama rumah makan, perusahaan dan sebagainya yang
menggunakan bahasa Belanda harus diganti dengan bahasa Indonesia atau bahasa
Jepang.
Dengan meluasnya penggunaan Bahasa Indonesia sebagai sarana
komunikasi maka akan mempercepat dan mempertebal semangat kebangsaan
menunju integrasi bangsa. Bahasa Indonesia adalah salah satu unsur kebudayaan
sehingga dengan digunakannya Bahasa Indonesia secara luas akan mendukung
perkembangan kebudayaan Indonesia. Pada tanggal 20 Oktober 1943 atas desakan
dari beberapa tokoh Indonesia didirikanlah Komisi (Penyempurnaan) Bahasa
Indonesia. Tugas Komisi adalah menentukan terminologi, yaitu istilah-istilah
modern dan menyusun suatu tata bahasa normatif dan menentukan kata-kata yang
umum bagi bahasa Indonesia.

19
Di bidang sastra, pada zaman Jepang juga berkembang baik. Hasil karya
sastra, seperti roman, sajak, lagu, lukisan, sandiwara, dan film. Agar hasil karya
sastra tidak menyimpang dari tujuan Jepang, maka pada tanggal 1 April 19943 di
Jakarta didirikan Pusat Kebudayaan degan nama Keimin Bunko Shidosho. Hasil
karya sastra yang terbit, seperti Cinta Tanah Air karya Nur Sutan Iskandar,
Palawija karya Karim Halim, Angin Fuji karya Usmar Ismail. Gubahan untuk
drama, seperti Api dan Cintra karya Usman Ismail; Topan di Atas Asia dan Intelek
Istimewa karya El Hakim (dr. Abu Hanifah). Mengenai seni musik, komponis C.
Simandjuntak berhasil menciptakan lagu Tumpah Darahku dan Maju Putra-Putri
Indonesia.
4. Birokrasi dan Militer
Pada pertengahan tahun 1943, kedudukan Jepang dalam Perang Pasifik
mulai terdesak, maka Jepang memberi kesempatan kepada bangsa Indonsia untuk
turut mengambil bagian dalam pemerintahan negara. Untuk itu pada tanggal 5
September 1943, Jepang membentuk Badan Pertimbangan Karesidenan (Syu
Sangi Kai) dan Badan Pertimbangan Kota Praja Istimewa (Syi Sangi In). Banyak
orang Indonesia yang menduduki jabatan-jabatan tinggi dalam pemerintahan,
seperti Prof. Dr. Husein Jayadiningrat sebagai Kepala Departemen Urusan Agama
(1 Oktober 1943) dan pada tanggal 10 November 1943 Sutardjo Kartohadikusumo
dan R.M.T.A. Surio masing-masing diangkat menjadi Kepala Pemerintahan
(Syikocan) di Jakarta dan Banjarnegara.
Di samping itu, ada enam departemen (bu) dengan gelar sanyo, seperti
berikut:
a. Ir. Soekarno, Departemen Urusan Umum (Somubu);
b. Mr. Suwandi dan dr. Abdul Rasyid, Biro Pendidikan dan Kebudayaan
Departemen Dalam Negeri (Naimubu-Bunkyoku);
c. Dr. Mr. Supomo, Departemen Kehakiman (Shihobu);
d. Mochtar bin Prabu Mangkunegoro, Departemen Lalu Lintas (Kotsubu);
e. Mr. Muh. Yamin, Departemen Propaganda (Sendenbu);
f. Prawoto Sumodilogo, Departemen Ekonomi (Sangyobu).
Dengan demikian masa pendudukan Jepang di Indonesia membawa
dampak yang sangat besar dalam birokrasi pemerintahan. Situasi Perang Asia
Pasifik pada awal tahun 1943 mulai berubah. Sikap ofensif Jepang beralih ke

20
defensif. Jepang menyadari bahwa untuk kepentingan perang perlu dukungan dari
penduduk masing-masing daerah yang didudukinya. Itulah sebabnya, Jepang
mulai membentuk kesatuan-kesatuan semimiliter dan militer untuk dididik dan
dilatih secara intensif di bidang militer. Di Indonesia ada beberapa kesatuan
pertahanan yang dibentuk oleh pemerintah Jepang.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

21
22

Anda mungkin juga menyukai