Anda di halaman 1dari 41

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

Kajian teori dimaksudkan sebagai referensi untuk teori-teori yang relevan yang

digunakan untuk menjelaskan variabel yang akan dipelajari, sebagai dasar untuk

memberikan jawaban sementara terhadap perumusan masalah (hipotesis) dan

persiapan instrumen penelitian. Variabel yang akan dikembangkan dalam penelitian

ini adalah penempatan kerja, pengembangan karir, dan pendidikan dan pelatihan yang

mempengaruhi kinerja karyawan dalam suatu organisasi atau lembaga pemerintah.

2.1.1 Kompetensi

2.1.1.1 Definisi Kompetensi

Kompetensi oleh Spencer dalam Moeheriono (2009) adalah karakteristik

yang mendasari seseorang berkaitan dengan efektifitas kinerja individu dalam

pekerjaannya atau karakteristik dasar individu yang memiliki hubungan kausal

atau sebab-akibat dengan kriteria yang dijadikan acuan, efektif atau berkinerja

prima atau superior di tempat kerja atau pada situasi tertentu (A competency is an

underlying characteristic of an individual that is causally related to criterian

referenced effective and or superior performance in a job or situation).

Kompetensi mengeksplorasikan lebih jauh suatu posisi dan dapat memberikan

informasi tentang pengetahuan, keterampilan atau perilaku yang diperlukan

untuk keberhasilan dalam posisi tertentu.

Berdasarkan uraian dapat disimpulkan bahwa makna kompetensi

mengandung bagian kepribadian yang mendalam dan melekat pada seseorang

dengan perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan dan tugas

12
13

pekerjaan. Prediksi siapa yang berkinerja baik dan kurang baik dapat

diukur dari kriteria atau standar yang digunakan. Analisis kompetensi disusun

sebagian besar untuk pengembangan karier, tetapi penentuan tingkat kompetensi

dibutuhkan untuk mengetahui efektivitas tingkat kinerja yang diharapkan

2.1.1.2 Teori-Teori Kompetensi

Teori kompetensi sumber daya manusia yang dikemukakan oleh Beer dan

Spector (2004:188) dikenal dengan teori “aset”. Teori ini menjelaskan bahwa setiap

karyawan dinilai memiliki aset bagi suatu organisasi, yang saling mempengaruhi

untuk menghasilkan kompetensi. Kompetensi menyangkut kewenangan setiap

individu untuk melakukan tugas atau mengambil keputusan sesuai dengan

peranannya dalam organisasi yang relevan dengan keahlian, pengetahuan, dan

kemampuan yang dimiliki.

Dalam pendidikan pendekatan kompetensi berakar pada teori belajar

behaviopristik. Pembelajaran mulai ketika rangsangan (stimuli) dan penguatan

(reinforment) menimbulkan reaksi organisme. Oleh proses S-R ini dan sistm motivasi

yang kompleks, ranah kognitif, psikomotor, dan afektif, berkembang. Jadi, semua

pembelajaran, menurut teori ini, mulai ketika siswa memperoleh rangsangan yang

ditimbulkan.

Dengan perkataan lain, karakteristik utama pendekatan kompetensi adalah

adanya pengetahuan dan kompetensi minimal yang harus dikuasai siswa. Karena itu,

kompetensi terfokus pada pengembangan dan evaluasi poencapaian kompetensi

siswa. Dengan demikian, tujuan pembelajaran dan pengukuran semua kegiatan

belajar terpusat pada upaya penguasaan kompetensi yang telah diperolehnya

berdasarkan waktu dan program yang telah diselesaikan. Sasarannya adalah agar
14

setiap siswa bertanggung jawab terhadap prestasinya masing-masing. Harus ada

kepastian bahwa setiap siswa menguasai kompetensi minimal yang direncanakan.

Artinya, prestasi tiap siswa tidak terkait dengan prestasi kelompok atau kelas, tetapi

pada prestasi masing-masing terhadap objek tertentu

Sedangkan dalam kerja/organisasi bahwa pada perkembangan berikutnya

kompetensi kinerja dilakukan dengan menggunakan konsep belajar individu, belajar

organisasi, dan organisasi belajar; sebagai cetak biru (blueprint) aspek-aspek

manajemen kinerja. Pengembangan individu dalam konsep ini didasarkan pada

belajar individu yang akan memunculkan belajar organisasi. Hal ini diharapkan akan

menghasilkan suatu organisasi belajar, sehingga organisasi mempunyai keunggulan

bersaing yang berkelanjutan (Amstrong dan Baron, 1998).

2.1.1.3 Komponen Dalam Kompetensi

Menurut Spencer and Spencer (1993 : 10) kompetensi terdiri dari 5 (Lima)

Karakteristik yaitu :

1. Motives adalah sesuatu dimana sesorang secara konsisten berfikir sehingga ia

melakukan tindakan. Spencer (1993) menambahkan bahwa motives adalah

“drive, direct and select behavior toward certain actions or goals and away

from others “. Misalnya seseorang yang memiliki motivasi berprestasi secara

konsisten mengembangkan tujuan – tujuan yang memberi suatu tantangan pada

dirinya sendiri dan bertanggung jawab penuh untuk mencapai tujuan tersebut

serta mengharapkan semacam “ feedback “ untuk memperbaiki dirinya.

2. Traits adalah watak yang membuat orang untuk berperilaku atau bagaimana

seseorang merespon sesuatu dengan cara tertentu. Sebagai contoh seperti

percaya diri, control diri, ketabahan atau daya tahan.


15

3. Self Concept adalah sikap dan nilai – nilai yang dimiliki seseorang. Sikap dan

nilai diukur melalui tes kepada responden untuk mengetahui nilai yang dimiliki

seseorang dan apa yang menarik bagi seseorang untuk melakukan sesuatu.

4. Knowledge adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk bidang tertentu.

Pengetahuan merupakan kompetensi yang kompleks. Tes pengetahuan

mengukur kemampuan peserta untuk memilih jawaban yang paling benar tetapi

tidak bias melihat apakah sesorang dapat melakukan pekerjaan berdasarkan

pengetahuan yang dimilikinya.

5. Skills adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu baik secara

fisik maupun mental. Dengan mengetahui tingkat kompetensi maka

perencanaan sumber daya manusia akan lebih baik hasilnya. .

2.1.1.4 Karakterisrik Kompetensi

Spencer dan Spencer (dalam Palan, 2007:6), mengemukakan bahwa

kompetensi merujuk kepada karakteristik yang mendasari perilaku yang

menggambarkan motif, karakteristik pribadi (ciri khas), konsep diri, nilai-nilai,

pengetahuan atau keahlian yang dibawa seseorang yang berkinerja unggul

(superior performer) di tempat kerja. Selanjutnya, Spencer dan Spencer (dalam

Palan, 2007:6), menguraikan lima karakteristik yang membentuk kompetensi,

sebagai berikut:

1. Pengetahuan; merujuk pada informasi dan hasil pembelajaran.

2. Keterampilan; merujuk pada kemampuan seseorang untuk melakukan suatu

kegiatan.
16

3. Konsep diri dan nilai-nilai; merujuk pada sikap, nilai-nilai dan citra diri

seseorang, seperti kepercayaan seseorang bahwa dia bisa berhasil dalam suatu

situasi.

4. Karakteristik pribadi; merujuk pada karakteristik fisik dan konsistensi

tanggapan terhadap situasi atau informasi, seperti pengendalian diri dan

kemampuan untuk tetap tenang di bawah tekanan.

5. Motif; merupakan emosi, hasrat, kebutuhan psikologis atau dorongan-dorongan

lain yang memicu tindakan.

Keterampilan dan pengetahuan lebih mudah untuk dikenali. Dua kompetensi

ini juga relatif lebih mudah dibentuk dan dikembangkan melalui proses belajar dan

pelatihan yang relatif singkat. Sebaliknya, peran sosial, citra diri, dan motif tidak

mudah dan lebih sulit untuk diidentifikasi serta membutuhkan waktu lebih lama

untuk memperbaiki dan mengembangkannya. Menurut Mc Clelland, keterampilan

dan pengetahuan memiliki peran penting dalam keberhasilan seseorang, tetapi empat

kompetensi lainnya memainkan peran yang jauh lebih besar. Hal ini sangat terasa

pada pekerjaan-pekerjaan yang lebih strategis dan berada dalam hierarki lebih atas

dalam organisasi. Kompetensi menunjukkan keterampilan atau pengetahuan yang

dicirikan oleh profesionalisme dalam suatu bidang tertentu seebagai sesuatu yang

terpenting, sebagai unggulan bidang tersebut (Suharti, 2012:39). Kompetensi juga

merupakan landasan dasar karakteristik orang dan mengindikasikan cara berprilaku

atau berpikir, menyamakan situasi, dan mendukung untuk periode waktu cukup lama.

Kompetensi sebagai suatu dasar dalam manajemen sumber daya manusia memiliki

berbagai gugus dan dimensi. Gugus merupakan pengelompokan dari dimensidimensi


17

yang sejenis atau serumpun (cluster), dimensi merupakan aspek-aspek yang lebih

spesifik.

Spencer (dalam Sudarmanto, 2014: 70-71) membagi gugus dan dimensi

kompetensi sebagaimana tampak pada tabel berikut ini :

Tabel 2.1 Dimensi Kompetensi

No Gugus Kompetensi Kelompok dimensi kompetensi


1) - Tindakan
- Semangat untuk berprestasi dan untuk
Berorientasi Prestasi dan mencapai target kerja Perhatian terhadap
Tindakan kualitas dan ketelitian kerja
- Proaktif dan inisiatif
- Mencari informasi
2) Membantu dan melayani - Empati
orang lain - Berorientasi pelanggan
3) Kemampuan memengaruhi Luasnya dampak dan pengaruh Kesadaran
dan menciptakan dampak berorganisasi Membangun hubungan kerja
4) - Mengembangkan orang lain
Kemampuan mengarahkan memberikan
Kemampuan manajerial perintah
- Kerjasama kelompok
- Memimpin kelompok
5) - Berpikir analitis
- Berpikir konseptual
Kemampuan kognisi
- Keahlian
teknikal/professional/manajerial
6) - Pengendalian diri
Kemampuan efektivitas - Percaya diri
pribadi - Fleksibilitas
- Komitmen organisasi
Sumber : Lyle Spencer dan Signe Spencer 1993

Kompetensi merupakan karakteristik–karakteristik fundamental pada

sesorang dan mengindikasi cara-cara berperilaku atau berpikir, melakukan

generalisasi di berbagai. situasi, dan menetap selama waktu yang cukup lama.

Lebih jauh lagi mengenai kompetensi, para pakar kompetensi yaitu Lyle M.

Someer, Signe Spencer, McClelland, dan Boyatzis mengemukakan lima


18

karakteristik kompetensi, yaitu Motives (Motif) : “Motif adalah hal-hal yang

dipikirkan atau diinginkan seseorang secara konsisten yang menimbulkan

tindakan.

2.1.1.5 Jenis – Jenis Kompetensi

Sanchez (1997) menegaskan bahwa kompetensi dapat dibedakan menjadi dua,

yaitu :

1. Bersifat visible, seperti kompetensi pengetahuan (knowledge competency) dan

kompetensi keahlian (skill competency)

2. Kompetensi yang bersifat invisible (hidden competency) seperti konsep diri,

sifat dan motif yang semuanya dapat dikategorikan dalam variabel sikap

(attitude).

Sementara itu Robbins (2006) mengemukakan bahwa salah satu bentuk

kompetensi yang merupakan biographical characteristic adalah kemampuan

(ability) yang terdiri dari intellectual ability dan physical ability. Jadi secara

komprehensif kompetensi memiliki empat variabel yaitu :

1. Pengetahuan (knowledge),

2. Keahlian (skill),

3. Kemampuan (ability)

4. Sikap (attitude)

Keempat variabel tersebut diintegrasikan dalam sebuah model untuk

mengimplemantasikan keempat variabel kompetensi secara efektif dan efisien

(Tandelilin, 2005).

Sedangkan menurut teori Gordon dalam Sutrisno (2012) menyebutkan

bahwa indikator kompetensi karyawan terdiri dari :


19

1. Pengetahuan (Knowledge)

2. Pemahaman (Understanding)

3. Kemampuan/Ketrampilan (Skill)

4. Nilai (Value)

5. Sikap (Attitude)

6. Minat (Interest)

2.1.2 Kerjasama Tim

Menurut Brent et all. ( 2013 :183), team works is a group of individuals

working together to reach a common goal. Definisi kerjasama tim tersebut

menjelaskan bahwa kerjasama tim adalah sekelompok orang-orang yang bekerja

bersama untuk mencapai tujuan yang sama dan tujuan tersebut akan lebih mudah

diperoleh dengan melakukan kerjasama tim daripada dilakukan sendiri.

Tarricone, dan Luca (2002) menyatakan bahwa teamwork merupakan

kegiatan yang dikelola dan dilakukan sekelompok orang yang tergabung

dalam satu organisasi. Teamwork dapat meningkatkan kerja sama dan

komunikasi di dalam dan di antara bagian-bagian. Kerjasama dan komunikasi

yang meningkat akan membantu pegawai meningkatkan kinerjanya. Biasanya

teamwork beranggotakan orang-orang yang memiliki perbedaan keahlian

sehingga dijadikan kekuatan dalam mencapai tujuan organisasi.

Hal ini diperkuat oleh Gaspersz (2001) bahwa sumber daya manusia pada

semua tingkat organisasi merupakan faktor yang sangat penting dari suatu

organisasi dan keterlibatan mereka secara penuh akan memungkinkan

kemampuan mereka digunakan untuk manfaat organisasi.


20

Kerjasama tim dapat berjalan dengan baik apabila setiap anggota dapat

melakukan pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk: inisiatif berdiskusi,

mencari informasi dan opini, mengusulkan prosedur untuk mencapai tujuan,

mengelaborasi pendapat, menyimpulkan, menguji konsensus, kompromi dan

kreatif, mencoba untuk menurunkan ketegangan di dalam kelompok, dan

mengekspresikan perasaan kelompok.

Dalam kerjasama tim, pekerjaan dilakukan oleh sekelompok orang yang

memiliki keahlian individu, bertanggung jawab untuk pengambilan keputusan

individu untuk pencapaian tujuan bersama melalui komunikasi, berbagi, dan

mengkonsolidasikan pengetahuan dari rencana yang dibuat. Kelompok kerja

adalah sebuah kelompok yang berinteraksi untuk berbagi informasi dan membuat

keputusan untuk membantu setiap anggota melakukan tanggung jawab mereka

masing-masing. Dengan kata lain kerjasama tim dilakukan oleh sekelompok

individu yang memiliki beragam keahlian yang saling melengkapi untuk

melakukan pekerjaan dan bertanggung jawab satu sama lain untuk pencapaian

tujuan oranganisasi.

Kajian teori kerjasama tim (teamwork) dikemukakan oleh para ahli

seperti Wood, et al. (1998:336) menyatakan kerjasama tim adalah ketika anggota

tim bekerja bersama dalam mencapai tujuan utama yang mendorong dalam

pemanfaatan keterampilan untuk mencapai tujuan yang pasti yang telah

ditetapkan. Pendapat yang sama oleh Greenberg dan Baron (2008:309) bahwa

kerjasama tim adalah tim yang anggotanya dikaitkan terutama dengan

penggunaan sumberdaya organisasi untuk secara efektif menciptakan hasil atau

kinerja. Kemudian pendapat yang sama oleh Newstrom (2012:304) bahwa


21

kerjasama tim dimana anggota tim bekerja secara bergantung, bertindak sebagai

tim tugas dan mencoba untuk mengembangkan keadaan yang kooperatif.

Konsisten dengan pendapat Colquitt et al. (2015:382) yang menyatakan proses

tim adalah istilah yang mencerminkan jenis komunikasi, kegiatan, dan interaksi

yang terjadi dalam tim yang berkontribusi terhadap akhir dan tujuan.

Berdasarkan pendapat para ahli tentang tentang kerjasama tim (teamwork),

dapat disintesiskan bahwa kerjasama tim adalah tindakan kolektif yang dilakukan

anggota tim secara bekerja sama, saling berinteraksi, saling bergantung dan

terkoordinasi untuk mencapai tujuan atau proses kerjasama mencapai tujuan yang

mendorong dalam pemanfaatan keterampilan dan mempermudah kemahiran dari

kerja tim dalam penyelesaian tugas dengan cara saling melengkapi, fokus pada

tujuan tim, saling memberi dorongan, saling bergantung dalam menyelesaikan

tugas, menjalin kerjasama sesama anggota tim, proses tindakan, interaksi, saling

percaya, bertanggungjawab dan berkoordinasi dalam menyelesaikan tugas. Karena

itu definisi di atas mencirikan bahwa kerjasama tim sebagai kerjasama yang

dilakukan oleh sekelompok individu yang memiliki beragam keahlian yang saling

melengkapi untuk melakukan pekerjaan dan bertanggung jawab dalam tim.

Pandangan kerjasama tim dapat dikaji melalui tiga aspek Schermerhorn

et al. (2012:163) yaitu:

1. Pencapain kinerja (task performance), yaitu kerjasama tim yang efektif akan

mencapai hasil kerja yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dalam hal

kualitas, kuantitas dan ketepatan waktu.

2. Tingkat kepuasan (member satisfaction), yaitu kerjasama tim dapat dikatakan

efektif jika anggota tim merasakan tingkat kepuasan yang tinggi anggota percaya
22

terhadap partisipasinya dan pengalamannya adalah positif serta dapat memenuhi

kebutuhan atau kepuasan diri.

3. Kelangsungan hidup (team viability), yaitu anggota dalam tim yang efektif akan

merasa cukup puas untuk melanjutkan bekerja dengan baik bersama-sama dengan

timnya untuk masa yang akan datang.

Kerjasama tim dapat berjalan dengan baik apabila setiap anggota dapat

melakukan pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk: inisiatif berdiskusi,

mencari informasi dan opini, mengusulkan prosedur-prosedur untuk mencapai

tujuan, mengelaborasi pendapat, menyimpulkan/ mengikhtisar, menguji

konsensus, kompromi dan kreatif dalam memecahkan kembali perbedaan-

perbedaan, mencoba untuk menurunkan ketegangan di dalam kelompok, dan

mengekspresikan perasaan kelompok.

2.1.2.1. Jenis- Jenis Tim

a. Tim Formal

Tim formal diciptakan oleh organisasi sebagai bagian dari struktur formal

organisasi. Dua jenis tim formal yang paling umum adalah tim vertikal dan tim

horizontal

b. Tim Vertikal

Tim vertikal terdiri dari seorang manajer dan para bawahannya dalam

rantai komando formal. Terkadang tim ini disebut tim fungsional atau tim

komando. Setiap tim diciptakan oleh organisasi untuk mencapai tujuan –

tujuan tertentu lewat aktifitas dan interaksi bersama para anggota.

c. Tim Horizontal
23

Tim horizontal terdiri atas karyawan – karyawan dari tingkat hierarkis yang

hamper sama, tetapi dari bidang keahlian yang berbeda. Dua jenis tim horizontal

yang paling umum adalah angkatan tugas dan komite.

1. Angkatan tugas adalah kelompok karyawan dari departemen –

departemen berbeda yang dibentuk untuk menangani aktifitas tertentu

dan hanya bertahan sampai tugas itu selesai.

2. Komite biasanya berumur panjang dan mungkin merupakan bagian

permanen dari struktur organisasi. Komite memberikan keuntugan

yaitu: memungkinkan para anggota organisasi untuk bertukar

informasi, menghasilkan saran – saran untuk mengoordinasi unit – unit

organisasional yang diwakilkan, mengembangkan berbagai ide dan

solusi baru untuk masalah – masalah organisasional yang ada, dan

membantu perkembangan berbagai praktik dan kebijaksanaan

organisasional yang baru.

d. Tim dengan Tujuan Khusus

Tim dengan tujuan khusus adalah tim yang diciptakan diluar

organisasi formal untuk mengerjakan proyek kepentingan atau kreatifitas

khusus. Tim dengan tujuan khusus masih merupakan bagian dari organisasi

formal dan memiliki struktur laporannya sendiri.

e. Tim dengan Kepemimpinan Mandiri

Tim yang dibentuk dalam satu departemen yang sama dan

anggotanya adalah karyawan untuk mendiskusikan cara-cara peningkatan

kualitas, efisiensi dll. Tim pemecahan masalah biasanya terdiri atas 5 sampai

12 karyawan per jam dari departemen yang sama yang dengan sukarela bertemu
24

untuk mendiskusikan cara – cara peningkatan kualitas, efisiensi, dan lingkungan

kerja. Tim pemecahan masalah biasanya merupakan langkah pertama dalam

langkah perusahaan menuju partisipasi karyawan yang lebih besar. Seiring

dengan bertambah dewasanya perusahaan, tim pemecahan masalah berangsur –

angsur berkembang menjadi tim dengan kepemimpinan mandiri.

Kepemimpinan mandiri biasanya terdiri dari 5 sampai 20 pekerja dengan

lebih dari satu keterampilan yang menggilir pekerjaan untuk menghasilkan

produk atau layanan yang menyeluruh atau setidaknya satu aspek menyeluruh

atau bagian dari sebuah produk atau layanan. Ide pokoknya adalah bahwa

tim – tim itu sendiri, dan bukan para manajer atau supervisor, bertanggung

jawab atas pekerjaan mereka, membuat keputusan, mengawasi kinerja mereka

sendiri, dan mengubah perilaku kerja mereka seperti yang dibutuhkan untuk

memecahkan masalah, mencapai tujuan, dan menyusuaikan diri terhadap kondisi

– kondisi yang berubah.

Tim dengan kepemimpinan mandiri merupakan tim permanen yang secara

khusus meliputi elemen – elemen berikut ini :

1. Tim mencakup para karyawan yang memiliki beberapa keterampilan

dan fungsi, dan keterampilan – keterampilan yang dikombinasikan

sudah cukup untuk mengerjakan tugas organisasional yang besar.

2. Tim diberi akses menuju sumber – sumber daya seperti

informasi, peralatan, mesin dan persediaan yang dibutuhkan untuk

mengerjakan seluruh tugas.

3. Tim diberi kekuasaan dengan otoritas pembuatan keputusan yang

berarti bahwa para anggota memiliki kebebasan untuk memilih


25

anggota baru, memecahkan masalah, menghabiskan uang, mengawasi

hasil, dan merencanakan masa depan.

Pengukuran kerjasama tim terdiri dari enam indikator, meskipun banyak

faktor lain secara luas dalam literatur yang terkait dengan kerja sama tim yang

sukses (Christofer Rydenfält et al., 2017) yaitu:

1. Kohesi adalah kohesi kelompok biasanya mengacu pada jumlah interaksi

antarpribadi antara anggota kelompok, atau kelompok yang mengikat

kelompoknya secara bersama. Dalam praktiknya, ini berarti bahwa kohesi

kelompok adalah apa yang membuat orang suka berada dalam kelompok. Dari

perspektif desain organisasi, kohesi berarti bahwa untuk mencapai kohesi

kelompok, tim harus meluangkan waktu untuk bersama-sama dalam kelompok

dan daya tarik interpersonal dapat terjadi.

2. Kolaborasi, yaitu seperti kerja tim, kolaborasi membutuhkan pemangku

kepentingan yang saling tergantung, artinya kolaborator saling membutuhkan

untuk mencapai tujuan bersama. Kolaborasi membutuhkan mutualitas, artinya

kolaborator saling ketergantungan dan menguntungkan untuk mencapai tujuan

bersama.

3. Komunikasi, berarti bahwa untuk mencapai komunikasi yang baik, organisasi

harus memberikan kesempatan eksplisit untuk komunikasi bila sesuai, organisasi

juga perlu memastikan bahwa anggota tim saling percaya satu sama lain dalam

kerangka acuan bersama. Komunikasi dapat ditinjau dari 3 aspek penting yaitu (1)

keterbukaan komunikasi, (2) kualitas komunikasi, dan (3) praktik komunikasi

spesifik merupakan aspek komunikasi penting dari kerja sama tim.


26

4. Resolusi konflik, konflik terjadi di semua tempat kerja. Meskipun kata konflik

biasanya dikaitkan dengan keadaan yang tidak diinginkan yang berkaitan dengan

perselisihan antara dua atau lebih pihak, konflik juga dikaitkan dengan sifat positif

seperti pembelajaran dan pengembangan. Konflik bisa bersifat konstruktif dan

destruktif, jika anggota tim yang berbeda memiliki tujuan yang berbeda, akan

mengambil pendekatan individualistik bahkan kompetitif terhadap resolusi

konflik.

5. Koordinasi, yaitu mengacu pada interaksi tindakan yang efektif. Situasi kritis,

bagaimanapun, memerlukan koordinasi yang lebih eksplisit. Koordinasi

bergantung pada kemampuan untuk memprediksi tindakan pihak lain dengan

tingkat akurasi yang wajar. Dari perspektif ini, koordinasi dapat memanfaatkan

komunikasi, pengujian, dan pemutakhiran saling pengertian (yaitu, terus

memperbarui dan mengembangkan kerangka acuan bersama) dan stabilitas.

6. Kepemimpinan (pengambilan keputusan) adalah proses mempengaruhi orang

lain untuk memahami dan menyetujui apa yang perlu dilakukan dan proses

memfasilitasi usaha individu dan kolektif untuk mencapai tujuan bersama.

2.1.2.2. Indikator Kerjasama Tim

Dari berbagai penelitian diketahui bahwa berbagai indikator yang menjadi

pengukuran yang dapat berkontribusi pada kesuksesan kerjasama tim (Olena et

all (2016) yang banyak dikutip oleh peneliti diantara adalah: (1) Kecenderungan

terhadap kerja sama, (2) Berbagi informasi, (3) Kesediaan saling memberi, (4)

Niat dan dorongan; dan (5) Kemampuan untuk produktif. Selanjutnya

pengukuran keterampilan kerjasama tim yang dikutip dari (MDR, 2017) di

fokuskan pada:
27

1. Keterampilan dan kontribusi individu yang membantu perkembangan pribadi;

2. Psikologi tentang bagaimana individu berfungsi dalam sebuah tim;

3. Kebutuhan interpersonal mempengaruhi hubungan dan perilaku;

4. Cara bereaksi dalam situasi konflik berkenaan dengan sikap kooperatif dan asertif.

Berbagai penelitian yang telah dilakukan Kylie Goodell King (2016)

mengavaluasi pengukuran kerjasama tim melalui tiga indikator yaitu: (1)

spesialisasi (keahlian yang berbeda), (2) kredibilitas (kepercayaan akan

pengetahuan anggota tim lainnya), dan (3) koordinasi. (Olena et all. (2016)

menggunakan indikator pengukuran yaitu:

1. Fokus pada tujuan tim.

2. Saling bergantung dalam menyelesaikan tugas.

3. Menjalin kerjasama sesama anggota tim.

4. Berkoordinasi dalam menyelesaikan tugas.

Berdasarkan pada kajian teori yang dijelaskan oleh para ahli di atas, maka

kerjasama tim dalam penelitian ini adalah tindakan kolektif yang dilakukan

anggota tim melalui bekerja sama, saling berinteraksi, koordinasi agar mencapai

tujuan dengan mendorong pemanfaatan keterampilan dan kemahiran dari kerja

tim dalam penyelesaian tugas dengan cara saling melengkapi, fokus pada tujuan

tim, saling memberi dorongan, saling membantu dalam menyelesaikan tugas,

interaksi, saling percaya, bertanggungjawab dan berkoordinasi dalam

menyelesaikan tugas.

Indikator pengukuran kerjasama tim (teamwork) dalam penelitian ini

meliputi: (1) fokus pada tujuan tim, (2) saling memberi motivasi dalam

menyelesaikan tugas, (3) menjalin kerjasama sesama anggota tim, (4) koordinasi
28

tim dalam proses menyelesaikan tugas, yang diadopsi dari Newstrom, (2012);

Andrew Dubrin, (2012), Farid dkk. (2015), Olena et all (2016), Kylie Goodell

King, (2016), Mirjam Körner et al., (2016), Eva Silvani dan Triatmato (2017).

2.1.3 Lingkungan Kerja

2.1.3.1 Definisi Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja dapat diartikan sebagai keseluruhan alat perkakas yang

dihadapi, lingkungan sekitarnya dimana seorang bekerja, metode kerjanya,

sebagai pengaruh kerjanya baik sebagai perorangan maupun sebagai kelompok

(Simanjutak, 2005).

Dari pengertian di atas jelas bahwa semua aktifitas yang dilakukan oleh

pegawai yang ada di kantor yang sedang melakukan pekerjaan yang dapat

mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan yang dapat memberikan pengaruh bagi

dirinya ataupun orang lain.

2.1.3.2 Manfaat Lingkungan Kerja

Menurut Ishak dan Tanjung (2003), manfaat lingkungan kerja adalah:

1) Menciptakan gairah kerja sehingga produktivitas kerja meningkat.

2) Manfaat yang diperoleh karena bekerja dengan orang yang termotivasi

adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan tepat. Artinya pekerjaan

diselesaikan sesuai standar yang benar dan dalam skala waktu yang

ditentukan.

3) Kinerjanya akan dipantau oleh individu yang bersangkutan

4) Tidak akan membutuhkan terlalu banyak pengawasan serta semangat

juangnya akan tinggi.

2.1.3.3 Jenis – Jenis Lingkungan Kerja


29

Menurut Sedarmayanti ( 2007) menyatakan bahwa secara garis besar, jenis

lingkungan kerja terbagi menjadi dua yaitu

1) Lingkungan Kerja Fisik, adalah semua keadaan yang berbentuk fisik yang

terdapat disekitar tempat pekerja yang dapat mempengaruhi karyawan

baik secara langsung maupun secara tidak langsung

2) Lingkungan Kerja Non Fisik, adalah semua keadaan yang terjadi

yangberkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan

pemimpin, hubungan dengan sesama rekan kerja dan pelayanan kepada

masyarakat.

2.1.3.4 Indikator Lingkungan Kerja

Robbins (2006) menyatakan bahwa “faktor-faktor yang mempengaruhi

lingkungan kerja fisik adalah:

1) Suhu

2) Kebisingan

3) Penerangan

4) mutu udara

5) Suhu adalah variabel dimana terdapat perbedaan individual yang besar.

Sedangkan faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja nonfisik adalah

hubungan yang baik kepada atasan, sesama rekan kerja maupun bawahan.

Lingkungan kerja fisik maupun nonfisik ini dapat mempengaruhi kinerja

pegawai pada suatu organisasi, keadaan kantor yang bersih dan nyaman,

sirkulasi udara yang baik, penerangan yang baik, harum, penataan yang baik

dapat menciptakan perasaan nyaman para pegawai sehingga menimbulkan

semangat kerja yang baik.


30

Begitu pula dengan lingkungan kerja nonfisik, yaitu hubungan yang baik

kepada atasan, sesama rekan kerja maupun bawahan, Sanjaya dan Indrawati

(2014 menyebutkan bawa pembinaan hubungan antar karyawan dengan

karyawan lain dan atasan dapat menciptakan lingkungan kerja yang baik, yang

nantinya akan dapat berpengaruh terhadap kinerja karyawan.

2.1.4 Kinerja Pegawai

Kinerja disebut sebagai prestasi kerja atau performance yang berarti

"pencapaian", sehingga dalam bahasa Indonesia sering diartikan sebagai

"pencepaian" atau "apa yang dicapai". Kinerja organisasi dimaksudkan sebagai

tingkat pencapaian (achievement) organisasi dalam menjalankan aktivitasnya dalam

periode tertentu. Kinerja adalah cerminan dari apakah organisasi atau perusahaan

telah berhasil atau tidak dalam usaha bisnisnya.

Kinerja adalah hasil dari kualitas dan kuantitas pekerjaan yang dicapai oleh

seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang

diberikan kepadanya. Menurut Bastian (2001: 329) kinerja adalah gambaran tingkat

pencapaian pelaksanaan tugas dalam suatu organisasi, dalam upaya mewujudkan

tujuan, sasaran, misi, dan visi organisasi. Sedangkan menurut Robbins (2006: 184)

kinerja adalah hasil yang dicapai oleh pekerja dalam pekerjaannya sesuai dengan

kriteria tertentu yang berlaku untuk suatu pekerjaan.

Menurut Bangun (2012: 231) kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh

karyawan berdasarkan persyaratan pekerjaan. Pegawai adalah orang yang bekerja

dengan mendapatkan layanan kompensasi (imbalan) dalam bentuk gaji dan tunjangan

dari pemerintah. Pegawai inilah yang melakukan semua pekerjaan atau kegiatan

administrasi pemerintah. Maka pengertian kinerja karyawan adalah hasil kerja


31

individu dalam suatu organisasi. Kinerja organisasi adalah totalitas hasil kerja yang

dicapai oleh suatu organisasi. kinerja pegawai dan kinerja organisasi memiliki

hubungan yang sangat erat, dalam pencapaian tujuan organisasi.

Kusriyanto, dalam Mangkunegara (2005: 9), mendefinisikan kinerja sebagai

perbandingan hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja persatuan wakt

(biasanya per jam), sedangkan menurut Wibowo (2009: 7) kinerja adalah tentang apa

yang dilakukan dan bagaimana cara melakukannya. Menurut Suradinata (2002: 150)

ada beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja dalam suatu organisasi, antara lain:

satuan waktu dari proses input hingga pencapaian hasil dan evaluasi, teknologi,

motivasi, disiplin kerja, lingkungan fisik dan non fisik. kemampuan dan

keterampilan.

Menurut Robbins (2006: 26) bahwa "kinerja adalah ukuran performance yang

mencakup efektivitas dan efisiensi. Efektif dalam kaitannya dengan pencapaian

target, sementara yang efisien adalah rasio antara output yang efektif dengan input

yang diperlukan untuk mencapai tujuan".

Dalam berbagai literatur, gagasan kinerja sangat beragam, tetapi dari berbagai

perbedaan dapat dikategorikan dalam dua garis besar yaitu:

1. Kinerja mengacu pada pemahaman sebagai hasil. Bernardin (1998: 239)

menyatakan bahwa kinerja adalah catatan dari hasil yang dihasilkan

(diproduksi) untuk fungsi atau kegiatan pekerjaan tertentu selama periode

tertentu. Memahami kinerja sebagai hasilnya juga terkait dengan produktivitas

dan efektivitas.

2. Kinerja mengacu pada pemahaman sebagai perilaku. Terkait dengan kinerja

sebagai perilaku, Ricard (2002: 8) menyatakan bahwa kinerja adalah


32

seperangkat perilaku yang relevan dengan tujuan organisasi dan unit organisasi

tempat orang bekerja

2.1.4.1. Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja adalah proses mengevaluasi seberapa baik kinerja pegawai

membentuk pekerjaan mereka dibandingkan dengan standar dan kemudian

mengomunikasikan informasi tersebut kepada pegawai. Kinerja pegawai dalam

periode waktu tertentu perlu dievaluasi atau dinilai karena penilaian terhadap kinerja

pegawai merupakan bagian dari proses kepegawaian (staffing), yang dimulai dari

proses rekrutmen, seleksi, orientasi, penempatan, pelatihan dan proses evaluasi kerja

(Syafarudin, 2001: 187).

Dari hasil evaluasi kinerja, pimpinan organisasi akan mengetahui kinerja

karyawan yang telah dicapai dalam periode waktu tertentu. Oleh karena itu, setiap

organisasi harus memiliki manajemen kinerja sebagai bagian utama dari keunggulan

kompetitif melalui peran sumber daya manusia dan melaksanakan strategi bisnis yang

berorientasi pada kebutuhan pelanggan.

Menurut Keban (2004: 109) dalam Pasolong (2010: 184) pengukuran kinerja

pegawai penting dilakukan oleh instansi pelayanan publik. Ada berbagai teori

mengenai indikator kinerja pegawai. Salah satunya adalah indikator kinerja karyawan

Fadel (2009: 195) mengemukakan beberapa indikator yang digunakan untuk

mengukur kinerja pegawai, yaitu:

1. Pemahaman tentang tupoksi. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, bawahan

harus terlebih dahulu memahami tugas dan fungsi utama masing-masing dan

melaksanakan tugas sesuai dengan apa yang menjadi tanggung jawabnya.


33

2. Inovasi. memiliki inovasi positif dan sampaikan kepada atasan dan diskusikan

dengan rekan kerja tentang pekerjaan.

3. Kecepatan kerja. Dalam menjalankan tugas, kecepatan kerja harus

dipertimbangkan dengan menggunakan metode kerja yang ada

4. Akurasi kerja. Tidak hanya cepat, tetapi dalam menyelesaikan tugas, pegawai

juga harus disiplin dalam melaksanakan tugas dengan teliti dalam bekerja dan

memeriksa ulang

5. Kerjasama. Kemampuan untuk bekerja sama dengan kolega lain seperti

menerima dan menghargai pendapat orang lain.

Penilaian kinerja dapat dilakukan oleh beragam pihak, yaitu oleh rekan kerja,

atasan langsung oleh karyawan itu sendiri. Penilaian kinerja (performance appraisal)

adalah proses evaluasi baik karyawan mengerjakan pekerjaannya, ketika

dibandingkan dengan standar dan kemudian mengkomunikasikannya dengan para

karyawan (Martoyo, 2007: 113). Menurut Simamora (2004: 338) penilaian kinerja

adalah proses yang dipakai oleh organisasi untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja

individu karyawan.

Menurut Mathis dan Jackson (2001: 82) Penilaian kinerja (performance

appraisal) adalah proses evaluasi peningkatan kinerja karyawan yang berkaitan

dengan standar dan kemudian mengkomunikasikan informasi tersebut. Dalam

mengukur kinerja, masalah yang paling utama adalah menentukan kriterianya.

Kriteria pekerjaan adalah faktor yang terpenting dari apa yang dilakukan orang di

pekerjaannya. Dalam arti, kriteria pekerjaan menjelaskan apa yang sudah dibayar

oleh organisasi untuk dikerjakan oleh para pegawainya. Oleh karena itu, kriteria-
34

kriteria ini penting. Kinerja individu dalam penilaian harus disetujui, dibandingkan

dengan standar yang ada dan harus dikomunikasikan kepda setiap pegawai.

Tidak semua kriteria pekerjaan dapat digunakan di dalam suatu penilaian

tentang pegawai, hal ini tentunya harus disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang akan

dinilai. Menurut Benardin & Russell (1998: 383) ada 6 kriteria primer yang dapat

digunakan untuk mengukur kinerja:

1. Quality, merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan kegiatan

mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan.

2. Quantity, merupakan jumlah yang dihasilkan, misalnya jumlah rupiah, jumlah

unit, jumlah siklus kegiatan yang diselesaikan.

3. Time liness, adalah tingkat sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada waktu

yang dikehendaki dengan memperhatikan koordinasi output lain serta waktu

yang tersedia untuk kegiatan lain.

4. Cost-Effectiveness adalah tingkat sejauh mana penggunaan daya organisasi

(manusia, keuangan, teknologi, material) dimaksimalkan untuk mencapai hasil

tertinggi atau pengurangan kerugian dari setiap unti penggunaan sumber daya.

5. Need for supervision, merupakan tingkat sejauh mana seseorang pekerja dapat

melaksanakan suatu fungsi pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan seorang

supervisor untuk mencegah tindakan yang kurang diinginkan.

6. Interpersonal impact, merupakan tingkat sejauh mana pegawai memelihara

harga diri, nama baik dan kerjasama diantara rekan kerja dan bawahan.

Sedangkan menurut Gomes (2001:137) ada 7 (tujuh) dimensi penilaian kinerja

yaitu :
35

1. Quality of work yaitu kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat

kesesuaian dan kesiapannya.

2. Job knowledge yaitu luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan

keterampilannya.

3. Creativeness yaitu keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-

tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.

4. Cooperation yaitu kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain (sesama

anggota organisasi).

5. Dependability yaitu kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan

penyelesaian pekerjaan.

6. Initiative yaitu semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam

memperbesar tanggung jawabnya.

7. Personal quality yaitu menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramah

tamahan dan integritas pribadi.

Flippo (1984:231), mengatakan kinerja seseorang dapat diukur melalui :

1. Mutu atau kualitas kerja yaitu berkaitan dengan kemampuan mnyelesaikan

tugas dengan teliti sesuai mutu pekerjaan yang direncanakan.

2. Kuantitas kerja berkaitan dengan kemampuan menyelesaikan pekerjaan yang

diberikan dengan target yang telah ditentukan.

3. Ketangguhan yang berkaitan dengan kepatuhan terhadap perintah, tingkat

kehadiran, pemberian waktu libur dan jadwal keterlambatan hadir di tempat

kerja.
36

4. Sikap merupakan sikap yang ada pada karyawan yang menunjukkan seberapa

jauh sikap dan tanggung jawab mereka terhadap sesama teman, dengan atasan

dan seberapa jauh tingkat kerjasamanya dalam menyelesaikan pekerjaan.

Menurut Umar (Mangkunegara, 2000:18) aspek-aspek dalam penilaian

kinerja adalah sebagai berikut:

1. Mutu pekerjaan, gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa

yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang

diharapkan atau yang tersirat.

2. Kejujuran pegawai, ketulusan hati seseorang dalam melaksanakan tugas dan

kemampuan untuk tidak menyalah gunakan wewenang yang diberikan.

3. Inisiatif, kemampuan seseorang dalam melakukan sesuatu tanpa menunggu

perintah lebih dahulu dengan tujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan

hasil pekerjaan, menciptakan peluang baru atau untuk menghindari timbulnya

masalah.

4. Kehadiran, keberadaan pegawai di tempat kerja untuk bekerja sesuai dengan

waktu kerja yang telah ditentukan.

5. Sikap, tindakan pegawai dalam segala sesuatu yang berhubungan dengan

pekerjaan dan hubungan terhadap orang lain.

6. Kerjasama, kemampuan seseorang untuk bekerja sama dengan orang lain dalam

menyelesaikan suatu tugas yang ditentukan sehingga mencapai daya guna dan

hasil guna yang sebesar-besarnya.

7. Keandalan, kemampuan seseorang yang digunakan dan dapat dipercaya orang

lain dalam melakukan suatu pekerjaan.


37

8. Pengetahuan tentang pekerjaan, luasnya pengetahuan seseorang mengenai

pekerjaan yang dilakukan dan keterampilan yang dimiliki orang tersebut dalam

melakukan pekerjaan yang diberikan.

9. Tanggung jawab, kesanggupan seorang pegawai menyelesaikan pekerjaan yang

diserahkan.

10. Pemanfaatan waktu kerja, Pegawai dituntut untuk segera menyelesaikan tugas

dalam pekerjaan sesuai dengan waktu yang ditentukan.

Menurut Perka BKN No. 1 Tahun 2013 Penilaian kinerja pegawai berdasarkan

sistem yang telah ditetapkan yaitu dengan sistem penilaian pegawai, secara umum

sistem yang dimaksud disini merupakan kesatuan dari substansi internal dan eksternal

pegawai dengan bobot 60 % (enam puluh persen) sasaran kinerja pegawai negeri sipil

dan 40 % (empat puluh persen) perilaku kerja, dengan kata lain dalam suatu sistem

penilaian tersebut harus memuat aspek tersebut.

Penilaian kinerja pegawai negeri sipil yang berdasarkan sistem penilaian

kinerja yang tepat, benar dan obyektif harus dilakukan secara berkala untuk

mengetahui kinerja pegawai negeri sipil dalam proses evaluasi tahunan kinerja

pegawai serta dalam rangka meningkatkan kinerja pegawai dalam mengusung

reformasi birokrasi internal dalam lembaga aparatur negara.

Berdasarkan pada tujuan penilaian prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil untuk

menjamin objektivitas pembinaan Pegawai Negeri Sipil yang dilakukan berdasarkan

sistem prestasi kerja dan sistem karier yg dititik beratkan pada sistem prestasi kerja,

berikut dijelaskan tentang pelaksanaan penilaian kinerja pegawai :

a. Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil


38

Setiap Pegawai Negeri Sipil wajib menyusun Sasaran Kinerja Pegawai sesuai

rencana kerja tahunan instansi, bila tidak susun dijatuhi hukuman dinas sesuai PP

53 / 2010, Sasaran Kinerja Pegawai terdiri dari kegiatan tugas jabatan dan target yg

harus disetujui dan ditetapkan oleh pejabat penilai, bila tidak disetujui maka

keputusan diserahkan kepada atasan pejabat penilai dan bersifat final. Ditetapkan

setiap tahun pada bulan Januari meliputi aspek penilaian yaitu kuantitas, kualitas,

waktu, dan biaya.

Penilaian dilakukan dgn cara membandingkan antara realisasi kerja dan target,

bila realisasi lebih dri target maka penilaian sasaran kinerja pegawai capaiannya dpt

lebih dri 100%. Sasaran kinerja pegawai jika tidak tercapai diakibatkan faktor dari

luar diluar kemampuan, maka penilaian didasarkan pada pertimbangan kondisi

penyebab. Melaksanakan tugas tambahan dari pimpinan atau menunjukkan

kreativitas yang bermanfaat bagi organisasi dalam melaksanakan tugas jabatan, maka

hasil penilaian menjadi bagian dari penilaian capaian Sasaran Kinerja Pegawai. Disisi

lain jika terjadi perpindahan pegawai setelah bulan Januari maka yang bersangkutan

tetap menyusun SKP pada awal bulan.

b. Tata Cara Penyusunan Sasaran Kinerja Pegawai

Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) disusun berdasarkan Rencana Kerja Tahunan

(RKT) dengan memperhatikan hal–hal sebagai berikut yaitu jelas, dapat diukur,

relevan, dapat dicapai, memiliki target waktu. SKP memuat kegiatan tugas jabatan

dan target yang harus dicapai dalam kurun waktu penilaian yang bersifat nyata dan

dapat diukur. Setiap kegiatan tugas jabatan yang akan dilakukan harus didasarkan

pada institusi, wewenang, tanggung jawab, dan urutan tugas yang secara umum telah

ditetapkan dalam struktur orgnisasi tata kerja . Formulir SKP bila tidak disetujui oleh
39

pejabat penilai maka keputusannya diserahkan kepada atasan pejabat penilai dan

bersifat final.

c. Unsur Sasaran Kinerja Pegawai

Kegiatan yang meliputi tugas jabatan dimana hal tersebut mengacu pada

penetapan kinerja / RKT organisasi dan berorientasi pada hasil kerja yang nyata serta

terukur. Pekerjaan dibagi habis dari tingkat jabatan tertinggi sampai dengan terendah

secara hirarki lalu kemudian diimbangi dengan angka kredit yang merupakan satuan

nilai dari tiap butir kegiatan dan atau akumulasi nilai butir kegiatan yang harus

dicapai kemudian target yang akan dicapai dalam ruang lingkup penetapan target yg

jelas meliputi :

- Kuantitas (output),

- Kualitas (mutu paling tinggi 100),

- Waktu (bulanan, triwulan, kwartal, semester, atau tahunan), dan

- Biaya.

Didukung dengan nilai capaian SKP dinyatakan dengan angka dan sebutan,

sebagai berikut:

a) 91 - ke atas : Sangat baik

b) 76 - 90 : Baik

c) 61 - 75 : Cukup

d) 51 - 60 : Kurang

e) 50 - ke bawah : Buruk

Sedangkan indicator perilaku kerja terdiri dari :

- Orientasi pelayanan

- Integritas
40

- Komitmen

- Disiplin

- Kerjasama

- Kepemimpinan

Dengan adanya Penilaian Kinerja Pegawai untuk lebih di optimalkan dalam

mewujudkan output pegawai negeri yang berkualitas berdasarkan pelaksanaan dari

sistem penilaian pegawai negeri sipil di Inspektorat Kabupaten Buton utarayang

terdiri dari satuan kinerja pegawai yang langsung menilai kinerja dari pegawai negeri

sipil tersebut agar sesuai dengan tujuan lembaga itu sendiri, maka dapat dipaparkan

bahwa penilaian kinerja pegawai harus lebih dioptimalisasikan dalam

pelaksanaannya, salah satu cara mengoptimalkan penilaian kinerja pegawai agar

memiliki tolok ukur yang pasti diantaranya adalah menerapkan penilaian kinerja

pegawai yang sesuai berdasarkan system kinerja yang tepat, benar dan obyektif.

1. Penilaian kinerja yang tepat difokuskan pada penilaian kinerja yang memiliki

keterkaitan langsung dengan standart pekerjaan yang akan dicapai oleh suatu

instansi / lembaga aparatur negara dalam hal ini adalah Dinas Transmigrasi dan

Tenaga KerjaSultra. Standard pekerjaan yang dilakukan hendaknya berkaitan

dengan deskripsi pekerjaan yang difokuskan dan dituju pada pemangku jabatan .

Penilaian kinerja hendaknya memiliki berbagai kriteria pengukuran yang dapat

dipertanggungjawabkan untuk setiap prestasi kerja. Namun apabila prestasi

kerja atau kriteria pengukuran tidak terkait dengan prestasi kinerja pegawai,

maka evaluasi tidak menjadi tepat. Penilaian kinerja pegawai yang tepat harus

memiliki timbal balik baik bagi pegawai maupun kepada bagian kepegawaian

organisasi tersebut.
41

2. Penilaian kinerja yang benar difokuskan pada komposisi dari penilaian kinerja

yang telah ditetapkan dan di terapkan secara tepat sasaran dalam artian bahwa

pegawai negeri sipil tersebut telah melakukan kewajibannya lalu kemudian

dilakukan penilaian oleh atasan dalam jangka waktu perhitungan akhir tahun

dengan rincian prosentase 60 % telah memenuhi Sasaran Kinerja Pegawai

(SKP) dan 40 % perilaku kerja individu.

3. Penilaian kinerja yang obyektif dimaksudkan dalam suatu penilaian kinerja

pegawai yang menjadi tolok ukur kebehasilan dalam mewujudkan sasaran

kinerja pegawai yang diinginkan suatu lembaga yakni Dinas Transmigrasi dan

Tenaga KerjaSultra wajib dilakukan dengan obyektif. artinya dalam melakukan

penilaian kinerja pegawai tidak boleh memihak dan harus obyektif.

Tiga komponen diatas sangat diperlukan dalam rangka menentukan kualitas

penilaian kinerja pegawai dan seiring dengan sistem penilaian kinerja pegawai yang

baru tahun 2013, seperti yang disebutkan dalam ketiga poin tersebut saling

berpengaruh satu dengan yang lainnya terhadap penilaian kinerja pegawai namun

dengan sistem penilaian terbaru ini diharapkan dapat lebih meningkatkan disiplin

pegawai dan dapat berjalan sesuai dengan tujuan reformasi birokrasi yang sedang

dicanangkan oleh Pemerintah setempat.

Dengan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa Penilaian prestasi kerja

pegawai negeri sipil merupakan suatu proses penilaian secara sistematis yang

dilakukan oleh pejabat penilai terhadap sasaran kerja pegawai dan perilaku kerja

pegawai negeri sipil, dimana yang dimaksud Sasaran Kerja Pegawai (SKP) adalah

rencana kerja dan target yg akan dicapai oleh PNS. Sedangkan perilaku kerja adalah

setiap tingkah laku, sikap / tindakan yang dilakukan oleh PNS atau tidak melakukan
42

sesuatu yang seharusnya dilakukan sesuai dgn ketentuan peraturan perundang-

undangan.

2.1.4.2. Dimensi dan Indikator Kinerja

Menurut Mangkunegara (2007) ada beberapa dimensi untuk mengukur

kinerja karyawan, adalah sebagai berikut :

1. Kualitas Kerja

Adanya kualitas kerja yang baik dapat menghindari tingkat kesalahan

dalam penyelesaian suatu pekerjaan yang dapat bermanfaat bagi kemajuan

perusahaan. Adapun indikator kualitas kerja biasanya diukur melalui:

a. Ketepatan. Ketepatan dalam melaksanakan pekerjaan artinya adanya

kesesuaian antara rencana kerja dengan sasaran atau tujuan yang telah

ditetapkan.

b. Ketelitian. Ketelitian dalam melaksanakan pekerjaan artinya cermat dan

selektif dalam melaksanakan pekerjaan guna menghindari keselahan dalam

penyelesaian suatu pekerjaan.

c. Keberhasilan hasil kerja. Keberhasilan hasil kerja adalah suatu keadaan

dimana pekerjaan yang dilakukan mengalami peningkatan dari hasil yang

sebelumnya.

2. Kuantitas Kerja

Kuantitas kerja menunjukan bahwa jumlah jenis pekerjaan yang

dilakukan dalam suatu waktu sehingga efisiensi dan efektivitas dapat terlaksana

sesuai dengan tujuan perusahaan. Diukur dengan indikator kecepatan.

Kecepatan mengerjakan pekerjaan artinya menilai waktu yang digunakan

untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik


43

3. Tanggung jawab

Tanggung jawab adalah kemampuan sesorang untuk menjalankan

suatu kewajiban karena adanya dorongan dari dalam dirinya. Dapat diukur

dengan indikator sebagai berikut:

a. Menerima dan melaksanakan pekerjaan. Tanggung jawab menunjukkan

seberapa besar karyawan dalam menerima dan melaksanakan

pekerjaannya

b. Sarana dan prasarana. Mempertanggung jawabkan hasil kerja serta sarana

dan prasarana yang digunakan dan perilaku kerjanya setiap hari.

4. Kerjasama

Kesediaan karyawan untuk berpartisipasi dengan karyawan yang lain

secara vertikal dan horizontal baik di dalam maupun diluar pekerjaan

sehingga pekerjaan akan semakin baik. Dapat diukur dengan indikato

kekompakkan. Kekompakan adalah bekerja sama secara teratur dan rapi,

bersatu padu dalam menghadapi suatu pekerjaan

2.2 Penelitian Terdahulu

1. Benjiman Albert Simamora & Sarida Sirait (2019) meneliti tentang Pengaruh

Lingkungan Kerja, Kompetensi Pegawai dan Pemberdayaan terhadap Kinerja

Pegawai Pada Puskesmas Sidamanik Kabupaten Simalungun. tujuan penelitian ini

adalah untuk mengetahui pengaruh lingkungan kerja, kompetensi dan

pemberdayaan terhadap kinerja pegawai. Pada penelitian ini lingkungan kerja,

kompetensi dan pemberdayaan adalah sebagai variabel independen dan kinerja

pegawai sebagai variabel dependen. Alat analasis yang digunakan adalah analisis

regresi linear berganda (SPSS).


44

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa lingkungan kerja, kompetensi

pegawai, dan pemberdayaan pegawai baik secara bersama-sama maupun secara

parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja pegawai di

Puskesmas Sidamanik, Kabupaten Pematang Sidamanik, Kabupaten

Simalungun.

2. Made Agus Wija Pradnyana & Anak Agung Putu Agung (2018)

meneliti dengan judul “The Effect Of Competence On Employees 'Performance

With Physical And Leadership Work Environment As Moderating Variables On

Cv. Bali Bhuana Garment Denpasar”. tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui dan menguji pengaruh kompetensi terhadap kinerja karyawan pada

CV. Bali Bhuana Garment Denpasar. Pada penelitian varabel dependen yang

digunakan adalah kinerja pegawai, kompetensi sebagai variabel independen dan

lingkungan kerja serta kepemimpinan sebagai variabel moderating. Alata

analasis yang digunakan adalah Moderat Regression Analysisi (MRA).

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terkait pengaruh

kompetensi terhadap kinerja karyawan dengan lingkungan kerja fisik dan

kepemimpinan sebagai variabel moderasi pada CV. Bali Bhuana Garment

Denpasar, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: (1) kompetensi berpengaruh

positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. (2) lingkungan kerja fisik dapat

memoderasi hubungan antara kompetensi dan kinerja karyawan. (3)

kepemimpinan dapat memoderasi hubungan kompetensi dengan kinerja

karyawan

3. Cecep Suherlan Alamsyah (2017) “Analisis Pengaruh Reformasi

Birokrasi Dan Kompetensi Aparatur Terhadap Kinerja Organisasi Pada Dinas-


45

Dinas Di Kabupaten Cianjur”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

pengaruh reformasi birokrasi dan kompetensi aparatur terhadap kinerja organisasi

pada dinas-dinas di kabupaten cianjur. Cecep Suherlan Alamsyah (2017)

menggunakan variabel lingkungan kerja dan ompetensi sebagai variabel

independen dan kinerja sebagai variabel dependen. Metode penelitian yang

digunakan adalah survey eksplanatori dengan analisis teknis Structural Equation

Modeling (SEM).

Hasil penelitian menunjukan bahwa secara parsial variabel reformasi

birokrasi telah memberi pengaruh positif terhadap kinerja organisasi pada dinas-

dinas di kabupaten cianjur.

4. Leni Sriharmiati, et al (2018) meneliti “Pengaruh Lingkungan

Kerja terhadap Kinerja Pegawai Kecamatan Magelang Utara” dengan tujuan

untuk mendeskripsikan lingkungan kerja dan kinerja pegawai serta

menghitung, mengkaji, dan menganalisis besaran hubungan pengaruh

lingkungan kerja terhadap kinerja pegawai di Kecamatan Magelang Utara.

Variabel yang digunakan adalah lingkungan kerja sebagai variabel idependen

dan kinerja pegawai sebagai variabel dependen. Alat analasis yang digunakan

adalah analisis regresi sederhana (SPSS).

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa hipotesis yaitu lingkungan

kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai diKantor OPD

Kecamatan Magelang Utara.

5. Olena et all (2016), meneliti Examination of the relationship

between management and clinician agreement on communication openness,

teamwork, and patient satisfaction in the US hospitals. Penelitian ini bertujuan


46

untuk menguji bagaimana hubungan antara komunikasi, budaya keselamatan

kerja, kerja tim terhadap kepuasan pasien rumah sakit. Penelitian dilakukan

terhadap 5.919 pasien dari 181 rumah sakit di Negara bagian Amerika Serikat,

desain penelitian cross-sectional dengan regresi linier.Variabel dependen

adalah: kepuasan, variabel independen adalah empat domain budaya

keselamatan: komunikasi, dan kerja tim.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajer dan dokter setuju bahwa

keterbukaan dalam komunikasi, kerja tim antar unit, dan kerja tim lintas unit

terkait secara positif dan signifikan dengan kepuasan pasien secara keseluruhan

dan kemauan untuk merekomendasikan. Selain itu, persepsi yang lebih baik

tentang budaya keselamatan pasien oleh dokter menghasilkan temuan positif

signifikan terhadap kepuasan pasien.

6. Tri Heriyanto, Jamal Abdul Nasar & Kohar Adi Setia (2018)

meneliti tentang “The Effect of Competence and Discipline on Work

Motivation and Impact on Employee Performance of Pratama Tax Office in

Malang Utara” dengan tujuan untuk menguji pengaruh kompetensi dan

disiplin terhadap motivasi kerja dan dampak terhadap kinerja karyawan kantor

pajak pratama di malang utara. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian

ini adalah Analyzed by Path Analysis (Analisis Jalur).

Penelitian ini menunjukkan bahwa Kompetensi berpengaruh

langsung pada Motivasi Kerja. Kedua, Disiplin berpengaruh langsung pada

Motivasi Kerja. Ketiga, Kompetensi secara langsung mempengaruhi Kinerja

Karyawan. Keempat, disiplin langsung mempengaruhi kinerja karyawan.

Kelima, motivasi kerja berpengaruh langsung terhadap kinerja karyawan.


47

Keenam, Kompetensi secara tidak langsung mempengaruhi kinerja karyawan

yang dimediasi oleh motivasi kerja. Ketujuh, Disiplin secara tidak langsung

mempengaruhi kinerja karyawan yang dimediasi oleh motivasi kerja.

7. Elok, et al (2019) meneliti “The Effect Of Work Environment On

Employee Performance Through Work Discipline” dengan tujuan untuk

mengetahui (1) pengaruh lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan (2)

pengaruh lingkungan kerja terhadap disiplin kerja (3) disiplin kerja memediasi

pengaruh lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan. Varibel yang

digunakan dala penelitian ini adalah lingkungan kerja sebagai variabel

independen, kinerja pegawai sebagai variabel dependen, dan disiplin kerja

sebagai variabel mediasi. Alat analisi yang digunakan dalam penelitian ini

adalah Path Analysis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Lingkungan kerja

mempengaruhi kinerja karyawan. Lingkungan kerja mempengaruhi disiplin

kerja. Disiplin kerja memediasi pengaruh lingkungan kerja terhadap kinerja

karyawan.

8. Ida Ayu Oka Martini, I Ketut Rahyuda, Desak Ketut Sintaasih &

Putu Saroyeni Priatini (2018) meneliti tentang “The Influence Of Competency

On Employee Performance Through Organizational Commitment

Dimension” dengan tujuan untuk menguji dan menganalisis pengaruh

kompetensi terhadap kinerja karyawan melalui dimensi mediasi komitmen

organisasi.Alat analisis yang digunakan adalah Tructural Equation Modeling-

Partial Least Square (SEM-PLS).


48

Hasil analisis data menemukan kompetensi karyawan, dan dimensi

komitmen organisasi menunjukkan pengaruh positif signifikan terhadap

kinerja karyawan. Hasil juga menemukan bahwa dimensi komitmen organisasi

yang terdiri dari komitmen afektif, komitmen normatif, dan komitmen

berkelanjutan bertindak sebagai hubungan mediator parsial antara kompetensi

dengan kinerja karyawan.

9. Kylie Goodell King (2016), dengan judul: Measuring teamwork

and team performance in collaborative work environments. Tujuan artikel ini

menguji pentingnya pengukuran kerjasama tim dan kinerja tim. Selanjutnya

menguji dan menjelaskan efek kerjasama tim terhadap kinerja tim.

Hasil pengujian pengukuran kerjasama tim dan kinerja tim adalah

valid, dapat diandalkan, dan diterima secara luas. Hasil telaah teoritis

mengungkapkan bahwa ada peluang untuk memperbaiki bagaimana kerjasama

tim diukur, sehingga dampak potensial pengukuran kerjasama tim di masa

depan lebih bermakna. Selanjutnya peningkatan kerjasama tim yang baik

berpengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan kinerja tim.

10. Mirjam Körner et al. (2016), dengan judul: Knowledge integration,

teamwork and performance in health care. Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk menguji perbedaan dalam persepsi integrasi pengetahuan antara

kelompok profesional dan untuk mengidentifikasi sampai sejauh mana

pengetahuan mengintegrasikan persepsi tentang kerja tim dan kinerja tim dan

untuk menentukan apakah kerja tim memiliki efek mediasi. Pendekatan

penelitian ini adalah cross-sectional multi-center dengan desain deskriptif-

eksploratif. Metode penentuan sampel secara acak dengan memilih 114 klinik
49

rehabilitasi Jerman Selatan dengan spesialisasi yang berbeda dan 23 klinik

tertarik pada penelitian ini dengan total akhir 306 orang. Peralatan analisis

yang digunakan dalam penelitian ini adalah mediasi regresi linear berganda.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan

integrasi pengetahuan tim perawatan kesehatan interprofessional.

Selanjutnya, integrasi pengetahuan secara berpengaruh positif signifikan

terhadap kinerja tim. Kerjasama tim medis berpengaruh negatif terhadap

kinerja tim medis. Pengaruh integrasi pengetahuan terhadap kinerja tim

melalui kerja tim adalah mediasi parsial.

11. Hyung-Ran et al. (2015), dengan judul: Effects of team-based

learning on perceived teamwork and academic performance in a health

assessment subject. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji

keefektifan pembelajaran berbasis tim (strategi pembelajaran dan pengajaran

yang terkenal), diterapkan dalam mata pelajaran kesehatan, pada tim kerja

perawat yang dirasakan siswa (kemampuan tim dan keterampilan tim) dan

kinerja akademis. Desain eksperimen yang dibagi dalam dua kelompok, pra

dan post-test dengan sampel 74 siswa keperawatan di Suwon, Korea.

Hasil penelitian ini menunjukkan pembelajaran berbasis tim memiliki

pengaruh signifikan terhadap kinerja akademis. Hasil penelitian ini

menunjukkan penerapan pembelajaran berbasis tim dalam mata pelajaran

kesehatan dapat meningkatkan prestasi kerja dan kinerja akademis.

Pembelajaran berbasis tim dapat menjadi strategi pembelajaran dan

pengajaran yang efektif untuk meningkatkan kerja tim.


50

2.3 Hubungan Antar Variabel Penelitian

2.3.1 Pengaruh Kompetensi Terhadap Kinerja Pegawai

Rujukan teori untuk menguji pengaruh kompetensi terhadap kinerja

pegawai bahwa seseorang yang memiliki kompetensi sudah tentu memiliki

syarat yang kompeten, namun orang kompeten belum tentu mampu

melaksanakan nilai-nilai kompetensi, karena kompetensi tidak hanya mengetahui

apa yang harus dilakukan, tetapi juga mampu melakukan sesuatu pekerjaan

dengan baik. Kompetensi mencakup dapat melakukan sesuatu, yang tidak hanya

cukup dengan pengetahuan yang pasif, dan tepat kerja, tetapi harus

diimplementasikan dalam wujud perilaku kerja yang efektif.

Dari definisi di atas kompetensi dapat digambarkan sebagai

kemampuan untuk melaksanakan satu tugas, peran atau tugas, kemampuan

mengintegrasikan pengetahuan, ketrampilan - ketrampilan, sikap-sikap dan nilai-

nilai pribadi, dan kemampuan untuk membangun pengetahuan dan keterampilan

yang didasarkan pada pengalaman dan pembelajaran yang dilakukan.

Penelitian tentang pengaruh kompetenasi terhadap kinerja pegawai telah

dilakukan oleh peneliti terdahulu yaitu, I Benjiman Albert Simamora & Sarida

Sirait (2019), Tri Heriyanto, Jamal Abdul Nasar & Kohar Adi Setia (2018), Yuni

Dwi Lestari & Senain (2018) Wawan Prahiawan dan Daenulhay (2017).

menemukan bahwa terdapat pengaruh antara kompetensi dan kinerja pegawai.

2.3.2 Pengaruh Kerjasama Tim terhadap Kinerja Pegawai

Menurut Brent et all. ( 2013 :183), team works is a group of individuals

working together to reach a common goal. Brent et all menjelaskan bahwa


51

kerjasama tim adalah sekelompok orang-orang yang bekerja bersama untuk

mencapai tujuan yang sama dan tujuan tersebut akan lebih mudah diperoleh

dengan melakukan kerjasama tim daripada dilakukan sendiri.

Tarricone, dan Luca (2002) menyatakan bahwa teamwork merupakan

kegiatan yang dikelola dan dilakukan sekelompok orang yang tergabung

dalam satu organisasi. Teamwork dapat meningkatkan kerja sama dan

komunikasi di dalam dan di antara bagian-bagian. Kerjasama dan komunikasi

yang meningkat akan membantu pegawai meningkatkan kinerjanya. Biasanya

teamwork beranggotakan orang-orang yang memiliki perbedaan keahlian

sehingga dijadikan kekuatan dalam mencapai tujuan organisasi.

Penelitian Pengaruh kerjasama tim terhadap kinerja telah dilakukan Andi

dkk. (2017), Kylie Goodell King (2016), Olena et all (2016), menemukan

kerjasama tim berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai.

2.3.3 Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai

Rujukan teori untuk menguji pengaruh lingkungan kerja terhadap kinerja

pegawai dalam penelitian ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh

Menurut (Simanjutak, 2005:39) lingkungan kerja adalah diartikan sebagai

keseluruhan alat perkakas yang dihadapi, lingkungan sekitarnya dimana seorang

bekerja, metode kerjanya, sebagai pengaruh kerjanya baik sebagai perorangan

maupun sebagai kelompok sedangkan Menurut Ishak dan Tanjung (2003),

manfaat lingkungan kerja adalah menciptakan gairah kerja sehingga

produktivitas kerja meningkat.

Seseorang memiliki semangat kerja dipengaruhi juga oleh lingkungan

kerja. Lingkungan kerja terbagi menjadi dua jenis, yaitu lingkungan kerja fisik
52

dan lingkungan kerja non fisik. Lingkungan kerja fisik yang baik adalah

lingkungan tempat kerja yang dapat mempengaruhi atau meningkatkan motivasi

kerja yaitu berupa tata ruang kerja yang tepat, cahaya dalam ruangan yang cukup,

suhu udara yang tepat dan suara yang tidak mengganggu konsentrasi kerja

(Mangkunegara, 2013).

Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh I Benjiman Albert

Simamora & Sarida Sirait (2019); Made Agus Wija Pradnyana & Anak Agung

Putu Agung (2018), Kemudian penelitian yang dilakukan oleh NeniTriastuti,

Fahmi Sulaiman & Arta Pratama (2018) bahwa lingkungan kerja berpengaruh

terhadap kinerja karyawan.

Anda mungkin juga menyukai