Anda di halaman 1dari 10

MATERI KULIAH BIOTEKNOLOGI HUTAN

ROSA SURYANTINI

FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
PENDAHULUAN

Kebutuhan bakteri akan unsur N dapat dipenuhi dari sumber N yang terdapat dalam berbagai
senyawa organik maupun dari nitrogen (N2) udara. Sumber nitrogen 8% berasal dari proses alam (petir).
Petir menyebabkan ion O2- dan H+ berikatan dengan N2 membentuk HNO3 (asam nitrit) di udara, kemudian
jatuh Bersama titik-titik air menjadi hujan. Nitrogen juga berasal dari reaksi fotokimia. Diduga sebanyak
2% dari reaksi fotokimia (NO2 dan O2) menghasilkan asam nitrit. Nitrogen sebesar 90% berasal dari proses
fiksasi oleh bakteri N. bakteri pengikat N2 dapat berasal dari Cy / Sianobacteria (ganggang hijau biru),
bakteri fotosintetik pada air tergenang dan permukaan tanah sampai pada bakteri heterotrofik dalam
tanah dan zona akar (rizosfer) (Kyuma 2004; Simanungkalit et al. -). Bakteri mampu melakukan
penambatan nitrogen udara dan mereduksinya menjadi ammonia (NH3) dan nitrat (NO3-) dengan bantuan
enzim nitrogenese, baik melalui non simbiosis (free-living nitrogen-fixing bacteria) maupun simbiosis (root
nodulating bacteria).

Bakteri Pengikat N Non-simbiosisi (free-living nitrogen-fixing bacteria)


Beberapa bakteri dapat mengikat nitrogen bebas di udara tanpa membutuhkan asosiasi dengan
organisme lainnya, termasuk tumbuhan. Table 1. Menunjukkan keragaman bakteri pengikat nitrogen
bebas.
Tabel 1. Bakteri pengikat N non-simbiosis (Kyuma et al. 2004)
Sianobakter merupakan kingdom eubakteri namun eukariot (Gambar 2). Kemampuan
sianobakteri untuk mengikat nitrogen bebas dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai pupuk organic.
Sianobakter memiliki kisaran habitat luas dan kemampuan adaptasi tinggi.
Gambar 2. Sianobakter (Spirulla sp.)

Kelompok prokariotik fotosintetik terbesar dan menyebar secara luas yaitu Sianobakteri (Albrecht
1998). Kemampuannya menambat N2 mempunyai implikasi untuk mempertahankan kesuburan
ekosistem pada kondisi alami lahan pertanian. Sianobakteri dan bakteri fotosintetik hidup dominan pada
air mengalir di permukaan tanah. Sianobakteri yang membentu spora dapat bertahan hidup lama pada
keadaan kering sehingga populasi pada akhir musim kering menjadi melimpah. Pertumbuhan Sianobakteri
dalam tanah meningkatkan pembentukan agregat sehingga mempengaruhi infiltrasi, aerasi, dan suhu
tanah. Belum ada informasi mengenai eksudat N yang dihasilkan oleh Sianobakteri. Kehadiran
Sianobakteri sangat tergantung pada pH dan ketersediaan P tanah. Suhu perairan yang optimum bagi
pertumbuhan Sianobakteri yaitu sekitar 30-35oC. Pada musim hujan, kurangnya sinar dan air hujan akan
membatasi pertumbuhan Sianobakteri. Sianobakteri mengasimilasi P lebih banyak daripada yang
diperlukan untuk hidupnya, dan menyimpannya dalam bentuk polyphosphat yang akan digunakan pada
waktu kondisi kekurangan P (Roger & Kulasooriya 1980). Fotosintesis dapat meningkatkan pH air sawah
maka selama masa pertumbuhan, kebanyakan dari N yang dilepas akan dimobilisasi kembali atau akan
hilang melalui penguapan dalam bentuk NH 3, sehingga N yang berasal dari Sianobakteri akan menjadi
bentuk tersedia bagi tanaman melalui proses mineralisasi setelah ganggang mati. Besarnya sumbangan
Sianobakteri terhadap kebutuhan N tanaman ditentukan oleh besarnya biomassa, masa antara dua
musim tanam, laju penambatan N2, dan besarnya N tanah yang tersedia bagi tanaman. Potensi N yang
disumbangkan oleh bakteri penambat nitrogen yang hidup-bebas tidak terlalu tinggi, karena N yang
berhasil ditambat berada di luar jaringan tanaman, sehingga sebagian hilang sebelum diserap oleh
tanaman (Ladha et al. 1997).
Bakteri Pengikat N Simbiosis (root nodulating bacteria).
Bentuk simbibiosis antara bakteri dengan akar tanaman disebut rhizobia. Simbiosis bakteri
dengan akar membentuk nodul atau bintil akar (Gambar 2) yang berisi koloni bakteri. Beberapa genus
rhizobia dengan akar Leguminosae adalah Rhizobium, Bradyrhizobium, Mesorhizobium, Photorhizobium,
Shinorhizobium. Bakteri Frankia bersimbiosis dengan akar tanaman lain, seperti Casuarina.

Gambar 2. Bakteri pengikat N: a) bakteri bersimbiosis dengan akar Leguminosae; b) bakteri bersimbiosisi
dengan akar Frankia.

Genus-genus rhizobia dapat dibedakan melalui bentuk dan warna koloni, banyaknya produksi
polisakarida ekstraseluler, laju pertumbuhan (waktu yang diperlukan untuk terbentuknya koloni),
perubahan pH karena pertumbuhan rhizobia dengan menggunakan indikator bromthimol blue (BTB).
Perbedaan antara genus-genus ini dapat diketahui berdasarkan:
• Allorhizobium, Rhizobium, dan Sinorhizobium memiliki bentuk koloni bulat, cembung (convex),
diameternya 2-4 mm, produksi polisakarida ekstrseluler biasanya banyak sekali, semi-translusen,
raised, bergetah (mucilaginous), kebanyakan bagian tengahnya berwarna kekuning-kuningan
(karena perubahan pH), tergolong tumbuh cepat, kurang dari 3 hari.
• Mesorhizobium, sama dengan Rhizobium, hanya laju tumbuhnya tergolong sedang (intermediate)
4-5 hari.
• Bradyrhizobium memiliki bentuk koloni bulat, diameternya tidak melebihi 1 mm, produksi
polisakarida ekstraseluler dari banyak sekali sampai sedikit (produksi sedikit ini umumnya pada
strain yang laju tumbuhnya lebih dari 10 hari), tidak tembus cahaya (opaque), jarang yang tembus
cahaya (translusen), berwarna putih, cembung, teksturnya granuler, bersifat alkalis (menaikkan
pH), tergolong tumbuh lambat atau sangat lambat, laju tumbuhnya 6 hari atau lebih.
• Azorhizobium memiliki bentuk koloni bulat, diameternya 0,5 mm, berwarna krem, produksi
polisakarida ekstraseluler sangat sedikit (lebih sedikit dari Bradyrhizobium), reaksinya bersifat
alkalis, tergolong tumbuh cepat sampai sedang dengan laju tumbuh 3-4 hari.
Pembentukan Bintil Akar
Pembentukan bintil akar diawali dengan infeksi dan organogenesisi bintil (Gambar 3). Pada
tahapan pengenalan pada rambut akar, Rhizobia melepaskan faktor gen-nod yg menyebabkan sel-sel
rambut akar melengkung (A). Di dalam rambut akar yang melengkung, Rhizobia melemahkan dinding sel
akar kemudian melakukan penetrasi ke dalam membran plasma tanaman (B), selanjutnya pembentukan
saluran infeksi terbentuk didalam golgi aparatus. Saluran infeksi digunakan untuk menyimpan material
infeksi (C). Degradasi dinding sel rambut akan secara lokal (yaitu dimana penetrasi oleh bakteri terjadi).
Ketika infeksi bakteri mencapai ujung sel akar, bakteri akan menyerang membran plasma kemudian
menyatukan membrane plasma dengan membran sel rambut akar (D). Selanjutnya, sel-sel bakteri masuk
ke dalam membran plasma. Rhizobia menembus apoplast and masuk ke dalam lamella tengah (E).
selanjutnya infeksi meluas dan bercabang-cabang sampai mencapai sel-sel target (kolonisasi dan invasi
sel) (F). Vesicles dari membran tanaman akan terisi oleh sel-sel bakteri dan akan masuk kedalam
cytoplasma. Setelah itu bintil akar terbentuk.

Gambar 3. Proses pembentukan bintil akar (infeksi rhizobia pada akar dan organogenesis bintil).
Mekanisme Fiksasi / Penambat Nitrogen (N2)
Konversi N2 dari udara menjadi amonia (NH3) dengan bantuan enzim nitrogenase. Banyaknya N2
yang dikonversi menjadi amonia dipengaruhi oleh kondisi fisik, kimia, dan biologi tanah. Ketersediaan
sumber energi (C-organik) di lingkungan rizosfir merupakan faktor utama yang menentukan banyaknya
nitrogen yang dihasilkan (Alexander 1977; Zuberer 1998). Penambahan sisa-sisa tanaman (biomassa)
sebagai sumber C ke dalam tanah memacu perkembangan populasi bakteri penambat N. Hal ini
menjelaskan mengapa jumlah nitrogen yang ditambat oleh bakteri bervariasi di tiap tempat tergantung
pada ketersediaan energi dan kemampuan bakteri penambat N bersaing dengan mikroba lain yang hidup
(Simonangkir et al. -).
Mekanisme penambatan N2 dapat digambarkan melalui persamaan di bawah ini. Dua molekul
amonia dihasilkan dari satu molekul gas nitrogen dengan menggunakan 16 molekul ATP dan pasokan
elektron dan proton (ion hidrogen).

Reaksi ini hanya dilakukan oleh bakteri prokariot (tidak termasuk Frankia), menggunakan suatu
kompleks enzim nitrogenase. Enzim ini mengandung dua molekul protein yaitu satu molekul protein besi
dan satu molekul protein molibden-besi. Reaksi ini berlangsung ketika molekul N 2 terikat pada kompleks
enzim nitrogenase. Protein Fe mula-mula direduksi oleh elektron yang diberikan oleh ferredoksin.
Kemudian protein Fe reduksi mengikat ATP dan mereduksi protein molibden-besi, yang memberikan
elektron kepada N2, sehingga menghasilkan NH=NH. Pada dua daur berikutnya proses ini (masing-masing
membutuhkan elektron yang disumbangkan oleh ferredoksin) NH=NH direduksi menjadi H 2N-NH2, dan
selanjutnya direduksi menjadi NH3. Tergantung pada jenis mikrobanya, ferredoksin reduksi yang memasok
elektron untuk proses ini diperoleh melalui fotosintesis, respirasi atau fermentasi

Teknologi Inokulan
Sebelum produksi massal inokulum, inokulum bakteri diproduksi dalam skala laboratorium. Tahap
pertama adalah inoculum bakteri alami (bintil akar dan rizosfir) disuspensikan ke dalam aquades 10 ml
(10o). tahap isolasi dari suspense bakteri dilakukan dengan 2 teknik isolasi, yaitu streak plate (Gambar 5)
dan pour plate (Gambar 5b).
Gambar 5. Teknik streak plate

Pada teknik streak plate, isolasi bakteri dilakukan beberapa kali sampai memperoleh bakteri
murni yang diinginkan. Selanjutnya perbanyakan koloni bakteri dilakukan dengan teknik pour plate.
Pembuatan suspense biasanya hanya berkisar antara 7 sampai 10 kali tergantung dari kepekatan koloni
bakteri. Semakin banyak pebuatan suspense semakin mudah memperoleh koloni bakteri target dan
pertumbuhan bakteri-bakteri dapat dikontrol.

Gambar 6. Teknik pour plate.

Karakterisasi dan Pengujian Koloni Bakteri Penambat N2

Karakterisasi bakteri penambat N2


• Uji Congo-red, mengindikasikan bakteri yang berwarna putih susu atau bening adalah bakteri
rhizobia. Bakteri ini tidak menyerap warna merah congo (Gambar 7).
Gambar 7. Uji congo-red pada bakteri penambat N2.

• Uji Bromthymol-Blue, bakteri rhizobia akan bereaksi asam dan koloni berwarna kuning.
• Uji Nitrogenase, bakteri rhizobia memiliki enzim nitrogenase, sangat sulit dikenali dalam
pengujian.
Uji autentikasi bakteri penambat N2
Pengujian ini dilakukan untuk membuktikan bahwa bakteri rhizobia hasil isolasi mampu
menghasilkan bintil akar setelah diinokulasikan kembali pada tanama legum di media buatan (Nutrient
agar) atau media zeolite, secara laboratoris. Pengujian juga untuk mengukur besarnya kemampuan
bakteri dalam menyediakan N2 tersedia bagi tanaman (hasil aktifitas enzim nitrogenase). Untuk
melengkapi keyakinan bahwa hasil isolasi adalah bakteri target, beberapa uji yang bisa dilakukan seperti
uji efektivitas bakteri, dimana uji ini dilakukan di rumah kaca/kasa dan di lapangan menggunakan tanaman
inang. Selain itu juga bisa dilakukan pengujian media carier (pembawa/penyimpanan) terkait dengan
produksi masal sebagai pupuk hayati.
Setelah produksi inoculum skala laboratorium, maka produksi inokulan masal untuk komersil
dapat dimulai dengan pembuatan agar-agar miring hingga inokulasi ke dalam media broth sari khamir
manitol (SKM) untuk perbanyakan. Hasil perbanyakan ini digunakan sebagai biakan awal untuk volume
yang lebih besar. Selama proses produksi, kondisi aseptik sangat diperlukan. Kontaminan biasanya
mempunyai laju pertumbuhan yang cepat, berbau busuk, dan menimbulkan busa yang banyak. Media
tumbuh harus mampu menyediakan sumber energi berupa C dan garam mineral, disamping aerasi
menggunakan rotary shaker. Pertumbuhan optimum rhizobia terjadi pada selang suhu 25-30 oC dan pH
6,8-7.
Bahan pembawa atau sumber inoculum alami yang umum dipakai untuk rhizobia adalah gambut.
Di negara-negara dimana gambut tidak tersedia, dapat digunakan bahan pembawa lain misalnya arang,
sabut kelapa, vermikulit, dan tanah mineral lainnya. Gambut dikemas dalam kantong polietilen, lalu
disterilisasi dengan sinar gamma atau menggunakan autoklaf. Berbagai uji untuk pengawasan mutu
dilakukan terhadap kultur starter dan kultur massa rhizobia. Uji ini meliputi antara lain penetapan pH,
pewarnaan gram, uji glukosa pepton, dan jumlah populasi.

Anda mungkin juga menyukai