Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG


Vertigo merupakan kasus yang sering ditemui. Secara tidak langsung kita pun pernah
mengalami vertigo ini. Kata vertigo berasal dari bahasa Yunani “vertere” yang artinya
memutar. Vertigo termasuk kedalam gangguan keseimbangan yang dinyatakan sebagai
pusing, pening, sempoyangan, rasa seperti melayang atau dunia seperti berjungkir balik.
Kasus vertigo di Amerika  adalah 64 orang tiap 100.000, dengan presentasi wanita lebih
banyak daripada pria. Vertigo juga lebih sering terdapat pada Usia yang lebih tua yaitu diatas
50 tahun.
Vertigo merupakan salah satu kelainan yang dirasakan akibat manifestasi dari kejadian
atau trauma lain. Misalnya adanya cidera kepala ringan. Salah satu akibat dari kejadian atau
trauma tersebut ialah seseorang akan mengalami vertigo. Kasus ini sebaiknya harus segera
ditangani, karena jika dibiarkan begitu saja akan menggangu system lain yang ada di tubuh
dan juga sangat merugikan klien karena rasa sakit atau pusing yang begitu hebat. Terkadang
klien dengan vertigo ini sulit untuk membuka mata karena rasa pusing seperti terputar-putar.
Ini disebabkan karena terjadi ketidakseimbangan atau gangguan orientasi.  
Oleh karena itu, pembelajaran mengenai vertigo beserta asuhan keperawatannya dirasa
sangat penting dan perlu. Dengan memiliki pengetahuan yang baik beserta pemberian asuhan
keperawatan  yang benar, maka diharapkan agar kasus vertigo ini dapat berkurang dan
masyarakat bisa mengetahui akan kasus vertigo ini dan bisa mengantisipati akan hal tersebut.

B.     TUJUAN LAPORAN PENDAHULUAN

1. Tujuan Umum

Setelah membahas laporan pendahuluan ini Mahasiswa keperawatan profesi ners mampu
memahami serta menjelaskan konsep dasar vertigo dan asuhan keperawatan klien dengan
vertigo

2. Tujuan Khusus

Mahasiswa diharapkan untuk :


a.       Memahami konsep dasar tentang vertigo
b.      Mahasiswa keperawatan profesi ners diharapkan dapat memahami dan menjelaskan definisi,
etiologi, manifestasi klinis, serta penatalaksanaan pada pasien vertigo
c.       Mahasiswa keperawatan profesi ners diharapkan dapat memberikan asuhan keperawatan
pasien dengan pasien vertigo.
d.      Mahasiswa keperawatan profesi ners mampu menganalisa diagnosa yang muncul dan
penatalaksanaan klien dengan pasien vertigo.
e.       Mahasiswa keperawatan profesi ners mampu memahami penatalaksanaan keperawatan pada
pasien pasien vertigo.

C.    METODE PENULISAN

Dalam pembuatan laporan pendahuluan ini tim penulis menggunakan metode  deskriptif
yaitu dengan mengumpulkan data-data yang diambil dari sumber buku perpustakaan dan
internet, diskusi kelompok, serta konsultasi dengan dosen pembimbing.

D.    SISTEMATIKA PENULISAN


Laporan pendahuluan ini disusun berdasarkan sistematika penulisan dalam 3 BAB yaitu :
BAB I       :           Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan
penulisan, metode   penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II    :           Tinjauan teoritis yang terdiri dari anatomi dan fisiologi
persyarafan, konsep penyakit vertigo, dan asuhan
keperawatanpada pasien vertigo.
BABIII    :                         Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

DAFTAR PUSTAKA
BAB II
LANDASAN TEORI

Landasan teoritis merupakan dasar ilmu pengetahuan yang harus dimiliki oleh setiap

individu sebagai pemberian pelayanan keperawatan agar tercapai hasil yang seoptimal

mungkin. Pada bab ini penulis menguraikan tentang anatomi fisiologi system syaraf, konsep

dasar stroke non hemoragik dan asuhan keperawatan pada klien stroke non hemoragik.

A.    ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM PERSYARAFAN

System syaraf dibagi menjadi dua sistem syaraf pusat yang terdiri dari otak dan medula

spinalis dan system syaraf perifer terdiri dari: saraf kranial dan syaraf spinal.

1.      Jaringan syaraf

a.       Neuron

Susunan saraf pusat manusia mengandung sekitar 100 miliar neuron. Neuron adalah

suatu sel saraf dan merupakan unit anatomis dan fungsional system persyarafan. Biasanya

terdiri dari dendrit sebagai bagian peneriman rangsangan dari saraf – saraf lain; badan sel

yang mengandung inti sel; akson yang menjadi perpanjangan atau serat tempat lewatnya

sinyal yang dicetuskan di dendrit dan badan sel: serta terminal sel; serta terminal akson yang

menjadi pengirim sinyal untuk disampaikan ke dendrit atau badan sel neuron kedua dan

apabila disusunan saraf perifer, sinyal disampaikan ke sel otot atau kelenjar. (Arif Muttaqin,

2008, hlm. 2)

Neuron – neuron yang membawa informasi dari susunan saraf perifer ke sentral disebut

neuron sensorik atau aferen. Neuron yang membawa informasi keluar dari susunan saraf

pusat ke berbagai organ sasaran (suatu sel otot atau kelenjar) disebut neuron motorik atau

eferen. Kelompok ketiga yang membawa sebagian besar neuron susunan saraf pusat,
menyampaikan pesan – pesan antara neuron aferen dan eferen, neuron ini disebut

interneuron. (Arif Muttaqin, 2008, hlm. 3)

                      Gambar 2. 1 : Neuron

(Sumber: Frederich H. Martini, 2001, hlm. 363)

b.      Transmisi sinap

Neuron menyalurkan sinyal – sinyal saraf ke seluruh tubuh. Kejadian listrik ini yang

kita kenal dengan impuls saraf. Impuls saraf bersifat listrik di sepanjang neuron dan bersifat

kimia di antara neuron. (Arif Muttaqin, 2008, hlm. 4)

c.       Neutransmiter

Neurotrasmiter merupakan zat kimia yang disintesis dalam neuron dan disimpan dalam

gelembung sinaps pada ujung akson. (Arif Muttaqin, 2008, hlm. 4)

2.      Sistem Syaraf Pusat

a.       Otak

Otak merupakan jaringan yang paling banyak memakai energi dalam seluruh tubuh

manusia dan terutama berasal dari proses metabolisme oksidasi glukosa. Metabolisme otak

merupakan proses tetap dan kontinue, tanpa ada masa istirahat. Bila aliran darah berhenti

selama 10 detik saja, maka kesadaran mungkin sudah akan hilang, dan penghentian dalam
beberapa menit saja dapat menimbulkan kerusakan yang tidak irreversible. (Valeria C.

Scanlon Tina Sanders, 2006, hlm. 157)

b.         Cerebrum

Menurut Arif Muttaqin, (2008, hlm. 9) Cerebrum adalah bagian otak yang paling

besar, kira-kira 80% dari berat otak. Cerebrum mempunyai dua hemisfer yang dihubungkan

oleh Korpus Kallosum yaitu hemisfer substansia alba, yang menghubungkan bagian – bagian

otak dengan bagian yang lain dan substansia grisea yang terdapat diluar terbentuk dari badan

– badan sel saraf.  Keempat lobus serebrum yaitu lobus frontal, parietal, temporal dan

oksipital. Dapat dilihat pada gambar 2. 2 di bawah.


            Gambar 2. 2 Empat lobus serebrum

(Sumber: http://www.mayfieldclinic.com)

1)      Lobus Prontal

Berfungsi sebagai aktivitas motorik, fungsi intelektual, emosi dan fungsi fisik. Pada

bagian prontal kiri terdapat Area Broca yang berfungsi sebagai  pusat motorik bahasa dan

mengontrol ekspirasi bicara.

2)      Lobus parietal

Terdapat sensasi primer dari korteks berfungsi sebagai proses input sensori, sensasi

posisi, sensasi raba, tekan, perubahan suhu ringan dan pendengaran.

3)      Lobus temporal


Mengandung area auditorius, tempat tujuan  area asosiasi primer untuk informasi

auditorik dan mencakup Area Wernicke tempat interpretasi  bau dan penyimpanan bahasa.

4)      Lobus occipital

Mengandung area visual otak, berfungsi sebagai penerima informasi dan menafsirkan

warna refleks visual. Lobus ini menerima informasi yang berasal dari retina mata.

c.       Batang Otak

Menurut Arif Muttaqin, (2008. Hlm 12-14) Batang otak terdiri dari otak tengah atau

Mesencephalon, pons dan medula oblongata, berfungsi pengaturan reflek untuk fungsi vital

tubuh.

Gambar 2. 3 : Otak dan Batang otak

 (Sumber :

Davit T. Lisdsays, 1996, hlm. 1571)

1)      Otak tengah berfungsi sebagai kontrol refleks pergerakan mata akibat adanya stimulus pada

nervus kranial III dan IV,

2)      Pons

Menghubungkan otak tengah dengan medula oblongata, berfungsi sebagai pusat-pusat

refleks pernafasan.

3)      Medula  oblongata


Mengandung pusat reflek yang penting untuk jantung, vasokontriktor, pernafasan,

bersin, menelan, batuk, muntah, sekresi saliva. saraf kranial IX, X, XI dan XII keluar dari

medula oblongata.

d.   Cerebellum

Besarnya kira-kira ¼ dari cerebrum, antara cerebellum dan cerebrum dibatasai oleh

tentorium serebri. Fungsi utama cerebrum koordinasi aktivitas muskuler: kontrol tonus otot,

mempertahankan postur dan keseimbangan dan melakukan program akan gerakan – gerakan

pada keadaan sadar dan tidak sadar. (Arif Muttaqin, 2008, hlm. 11)

e.       Hipotalamus

Berfungsi memproduksi Anti Diuretik Hormon, mengatur suhu tubuh, mengatur

asupan makanan, mengatur aktivitas organ, seperti jantung, pembuluh darah dan usus,

merangsang respons organ viseral selama dalam kondisi emosional, mengatur ritme tubuh

seperti siklus tidur, perubahan mood dan kesiagaan mental. (Valeria C. Scanlon Tina Sanders,

2006, hlm. 159)

f.       Thalamus

Terletak diatas hipotalamus dibawah serebrum, fungsi thalamus serkait dengan sensasi

pengindraan sehingga serebrum akan memahami secara keseluruhan. (Valeria C. Scanlon

Tina Sanders, 2006, hlm. 160)

g.      Sirkulasi serebral

Suzzane C. Smelzzer, dkk, (2001, hlm. 2078) menjelaskan Sirkulasi serebral. Sirkulasi

serebral menerima kira – kira 20% dari curah jantung atau 750 ml permenit.

Darah arteri yang disulai ke otak berasal dari dua arteri karotis internal dan dua arteri

vertebral dan meluas ke sistem percabangan. Karotis internal dibentuk dari percabangan dua

karotis dan memberikan sirkulasi darah otak bagian anterior. Arteri – arteri vertebral adalah

cabang dari arteri subklavia, mengalir ke belakang dan naik pada satu sisi tulang (Lihat pada
gambar 2. 4) belakang bagian vertikal dan masuk tengkorak melalui foramen magnum.

Kemudian saling berhubungan menjadi arteri basilaris pada batang otak. Arteri

vertebrobasialis paling banyak menyuplai darah ke otak bagian posterior. Arteri basilaris

membagi menjadi dua cabang pada arteri serebralis bagian posterior.

Gambar 2.4 : Perjalanan arteri Otak

                         

                   (Sumber : Sylvia A. Price, dkk, 2006, hlm. 1108 dan 1111)

                  

Pada dasar otak di sekitar kelenjar hipofisis, sebuah lingkaran arteri terbentuk diantara

rangkaian arteri karotis internal dan vertebral. Lingkaran ini disebut sirkullus willisi (Lihat

gambar 2.5) yang dibentuk dari cabang – cabang arteri karotis internal, anterior dan arteri

serebral bagian tengah dan arteri penghubung anterior dan posterior. Aliran darah dari

sirkulus willisi secara langsung mempengaruhi sirkulasi anterior dan posterior serebral, arteri

– arteri pada sirkulus willisi memberi rute alternatif pada aliran darah jika salah satu peran

arteri mayor tersumbat.


Gambar 2. 5: Sirkulus Willisi dan beberapa variasi anatomik yang sering dijumpai.
Anormali diberi tanda panah. A. Sirkulus willisi yang normal. B. Reduplikasi arteri
komunikans anterior. C. Arteri serebri anterior yang menyempit seperti tali. D. Arteria
komunikans posterior yang menyempit seperti tali. E. Arteria serebri posterior yang secara
embrionik berasal dari arteri interna. ACA. Arteria serebri anterior. AcomA, arteria
komunikans anterior. MCA, arteria serebri media. ICA, arteria korotis interna. PcomA, arteria
komunikans posterior. PCA, arteria serebri posterior. SCA, arteri serebri superior. BA, arteria
basilaris. AICA, arteri serebralis inferior anterior. PICA,arteri serebralis inferior posterior.
VA, arteria vertebralis

                         

                       

                   (Sumber: Sylvia A. Price, dkk, 2006, hlm. 1109)

Jika arteri tersumbat karena spasme vaskuler, emboli atau karena trombus, dapat

menyebabkan sumbatan aliran darah ke distal neuron – neuron dan mengakibatkan sel neuron

cepat nekrosis. Keadaan ini mengakibatkan stroke (cedera serebrospinal atau infark).

Pengaruh sumbatan pembuluh darah tergantung pada pembuluh darah dan pada daerah otak

yang terserang.

h.      Medula Spinalis

Medula Spinalis  atau sum-sum tulang belakang  bermula pada medula oblongata.

Fungsi medula spinalis sebagai gerakan otot tubuh dan pusat refleks.

3.      Sistem Saraf Perifer

Sistem  Saraf Perifer terbagi atas Saraf  Spinal  dan Saraf Kranial

a.       Saraf Spinal


Terdiri atas 31 pasang Saraf Spinal yang terbagi atas :

1)      8 pasang Saraf Servikal

2)      12 pasang Saraf Torakal

3)      5 pasang Saraf lumbal

4)      5 pasang Saraf Sacral

5)      1 pasang  Saraf Coccigeal

b.      Saraf Kranial

Menurut Sylvia A. Price, dkk, (2006, hlm. 1034), bahwa ada 12 saraf kranial  yang masing-

masing terbagi berdasarkan fungsinya masing-masing, diantaranya adalah:

Tabel 2.1 Saraf-saraf kranial

Saraf Asal Jensi Fungsi


1)      Olfaktory Bulb factory Sensorik Pembau
2)      Optik Badan Sensorik Penglihatan
geneculate
lateral
3)      Okulomotor Otak Tengah Motorik Motorik kontriksi pupil,  pergerakan
Prasimpatik bola mata perubahan kontriksi pupil
Pergerakan mata ke bawah
4)      Troklear Otak Tengah Motorik Mengunyah, sensasi dari kulit wajah,
5)      Trigemenal Pons Motorik kulit kepala dan gigi
Sensori Pergerakan mata (lateral)
6)      Abdusen Pons Motorik Pengecapan (2/3) lidah anterior,
7)      Fasial Pons Sensorik salivasi,  pendengaran, sensasi wajah

Motorik Ekspresi wajah lakrimal, sub


Parasimpati mandibular, dan sublingual  kelenjar
s saliva Lakrimal
Motorik Pendengaran, keseimbangan

8)      Akustik Pons


(Vestibulo Sensorik Sensasi tenggorokan dan tonsil,
Cochlear) pengecapan (1/3 lidah posterior)
9)      Glassofaringeal Medulla Salivasi, menelan
Sensorik Kontraksi faring, gerakan simetris
10)  Vagus pita suara dan gerakan simetris
Medulla palatum mole
Motorik Pergerakan bahu, rotasi kepala 
11)  Spinal Accessory Medulla Motorik

12)  Hipoglosus Medulla Motorik Pergerakan otot - otot lidah.


B. KONSEP PENYAKIT VERTIGO

1.      Pengertian
Perkataan vertigo berasal dari bahasa Yunani vertere yang artinya memutar. Pengertian
vertigo adalah : sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitarnya, dapat
disertai gejala lain, terutama dari jaringan otonomik akibat gangguan alat keseimbangan
tubuh Vertigo mungkin bukan hanya terdiri dari satu gejala pusing saja, melainkan kumpulan
gejala atau sindrom yang terdiri dari gejala somatik (nistagmus, unstable), otonomik (pucat,
peluh dingin, mual, muntah) dan pusing (Tarwoto, dkk. 2007)
Vertigo adalah perasaan yang abnormal, mengenai adanya gerakan penderita sekitarnya
atau sekitarnya terhadap penderita; tiba-tiba semuanya serasa berputar atau bergerak naik
turun dihadapannya. Keadaan ini sering disusul dengan muntah-muntah, bekringat, dan
kolaps. Tetapi tidak pernah kehilangan kesadaran. Sering kali disertai gejala-gejala penyakit
telinga lainnya. (Manjoer, Arif, dkk. 2002)
Vertigo juga dapat terjadi pada berbagai kondisi, termasuk kelainan batang otak yang
serius, misalnya skelerosis multiple, infark, dan tumor. (Muttaqin, Arif. 2008)

2.      Etiologi
Menurut Tarwoto, dkk. (2007) yaitu :
a.         Lesi vestibular
1)      Fisiologik
2)      Labirinitis
3)      Menière
4)      Obat ; misalnya quinine, salisilat.
5)      Otitis media
6)      “Motion sickness”
b.      Lesi saraf vestibularis
1)      Neuroma akustik
2)      Obat ; misalnya streptomycin
3)      Neuronitis vestibular
c.         Lesi batang otak, serebelum atau lobus temporal
1)      Infark atau perdarahan pons
2)      Insufisiensi vertebro-basilar
3)      Migraine arteri basilaris
4)      Sklerosi diseminata
5)      Tumor
6)      Siringobulbia
7)      Epilepsy lobus temporal
d.      Penyakit Sistem Vestibuler Perifer :
1)      Telinga bagian luar : serumen, benda asing.
2)      Telinga bagian tengah: retraksi membran timpani, otitis media purulenta akuta, otitis media
dengan efusi, labirintitis, kolesteatoma, rudapaksa dengan perdarahan.
3)   Telinga bagian dalam: labirintitis akuta toksika, trauma, serangan vaskular, alergi, hidrops
labirin (morbus Meniere ), mabuk gerakan, vertigo postural.
4)   Nervus VIII. : infeksi, trauma, tumor.
5)   Vestibularis: infeksi, trauma, perdarahan, trombosis arteria serebeli posterior inferior, tumor,
sklerosis multipleks.
e.        Penyakit SSP :
1)      Hipoksia Iskemia otak. : Hipertensi kronis, arterios-klerosis, anemia, hipertensi
kardiovaskular, fibrilasi atrium paroksismal, stenosis dan insufisiensi aorta, sindrom sinus
karotis, sinkop, hipotensi ortostatik, blok jantung.
2)      Infeksi : meningitis, ensefalitis, abses, lues.
3)      Trauma kepala/ labirin.
4)      Tumor.
5)      Migren.
6)      Epilepsi.

f.         Kelainan endokrin: hipotiroid, hipoglikemi, hipoparatiroid, tumor medula adrenal, keadaan
menstruasi-hamil-menopause.
g.      Kelainan psikiatrik: depresi, neurosa cemas, sindrom hiperventilasi, fobia.
h.      Kelainan mata: kelainan proprioseptik
3.      Klasifikasi Vertigo
a.         Berdasarkan gejala klinisnya, vertigo dapat dibagi atas beberapa kelompok :
1)       Vertigo paroksismal
Yaitu vertigo yang serangannya datang mendadak, berlangsung beberapa menit atau hari,
kemudian menghilang sempurna; tetapi suatu ketika serangan tersebut dapat muncul lagi. Di
antara serangan, penderita sama sekali bebas keluhan. Vertigo jenis ini dibedakan menjadi :
a)       Yang disertai keluhan telinga : Termasuk kelompok ini adalah : Morbus Meniere,
Arakhnoiditis pontoserebelaris, Sindrom Lermoyes, Sindrom Cogan, tumor fossa cranii
posterior, kelainan gigi/ odontogen.
b)       Yang tanpa disertai keluhan telinga; termasuk di sini adalah : Serangan iskemi sepintas
arteria vertebrobasilaris, Epilepsi, Migren ekuivalen, Vertigo pada anak (Vertigo de
L'enfance), Labirin picu (trigger labyrinth).
c)       Yang timbulnya dipengaruhi oleh perubahan posisi, termasuk di sini adalah : Vertigo
posisional paroksismal laten, Vertigo posisional paroksismal benigna.

2)       Vertigo kronis


Yaitu vertigo yang menetap, keluhannya konstan tanpa serangan akut, dibedakan menjadi:
a)      Yang disertai keluhan telinga : Otitis media kronika, meningitis Tb, labirintitis kronis, Lues
serebri, lesi labirin akibat bahan ototoksik, tumor serebelopontin.
b)      Tanpa keluhan telinga : Kontusio serebri, ensefalitis pontis, sindrom pasca komosio, pelagra,
siringobulbi, hipoglikemi, sklerosis multipel, kelainan okuler, intoksikasi obat, kelainan
psikis, kelainan kardiovaskuler, kelainan endokrin.
c)       Vertigo yang dipengaruhi posisi : Hipotensi ortostatik, Vertigo servikalis.

3)       Vertigo yang serangannya mendadak / akut kemudian berangsur-angsur mengurang,


dibedakan menjadi :
a)      Disertai keluhan telinga : Trauma labirin, herpes zoster otikus, labirintitis akuta, perdarahan
labirin, neuritis n.VIII, cedera pada auditiva interna/arteria vestibulokoklearis.
b)      Tanpa keluhan telinga : Neuronitis vestibularis, sindrom arteria vestibularis anterior,
ensefalitis vestibularis, vertigo epidemika, sklerosis multipleks, hematobulbi, sumbatan
arteria serebeli inferior posterior.
4)       Ada pula yang membagi vertigo menjadi :
a)      Vertigo Vestibuler: akibat kelainan sistem vestibuler.
b)      Vertigo Non Vestibuler: akibat kelainan sistem somatosensorik dan visual.
4.      Patofisiologi
Vertigo timbul jika terdapat ketidakcocokan informasi aferen yang disampaikan ke pusat
kesadaran. Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan vestibuler atau
keseimbangan, yang secara terus menerus menyampaikan impulsnya ke pusat keseimbangan.
Susunan lain yang berperan ialah sistem optik dan pro-prioseptik, jaras-jaras yang
menghubungkan nuklei vestibularis dengan nuklei N. III, IV dan VI, susunan
vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis.
Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor
vestibuler, visual, dan proprioseptik; reseptor vestibuler memberikan kontribusi paling besar,
yaitu lebih dari 50 % disusul kemudian reseptor visual dan yang paling kecil kontribusinya
adalah proprioseptik.
Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi alat
keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan proprioseptik kanan dan kiri
akan diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sinkron dan wajar, akan diproses lebih
lanjut. Respons yang muncul berupa penyesuaian otot-otot mata dan penggerak tubuh dalam
keadaan bergerak.
Di samping itu orang menyadari posisi kepala dan tubuhnya terhadap lingkungan sekitar.
Jika fungsi alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral dalam kondisi tidak normal/ tidak
fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang aneh atau berlebihan, maka proses pengolahan
informasi akan terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala otonom; di samping
itu, respons penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga muncul gerakan abnormal yang
dapat berupa nistagmus, unsteadiness, ataksia saat berdiri/ berjalan dan gejala lainnya
(Tarwoto, dkk. (2007).
5.      Manifestasi klinik
Perasaan berputar yang kadang-kadang disertai gejala sehubungan dengan reak dan
lembab yaitu mual, muntah, rasa kepala berat, nafsu makan turun, lelah, lidah pucat dengan
selaput putih lengket, nadi lemah, puyeng (dizziness), nyeri kepala, penglihatan kabur,
tinitus, mulut pahit, mata merah, mudah tersinggung, gelisah, lidah merah dengan selaput
tipis.

6.      Pemerikasaan Penunjang


a.         Audiometri dan BAEP
b.      Psikiatrik
c.         Radiologik dan Imaging
d.      EEG, EMG, dan EKG.
7.      Penatalaksanaan medis.
Terapi menurut (Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004: 48) : Terdiri dari :
a.         Terapi kausal
b.      Terapi simtomatik
c.         Terapi rehabilitatif

C. ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT VERTIGO

1.      Pengkajian
a.         Aktivitas / Istirahat
         Letih, lemah, malaise
         Keterbatasan gerak
         Ketegangan mata, kesulitan membaca
         Insomnia, bangun pada pagi hari dengan disertai nyeri kepala
         Sakit kepala yang hebat saat perubahan postur tubuh, aktivitas (kerja) atau karena perubahan
cuaca.

b.      Sirkulasi
      Riwayat hypertensi
      Denyutan vaskuler, misal daerah temporal
      Pucat, wajah tampak kemerahan.

c.         Integritas Ego


      Faktor-faktor stress emosional/lingkungan tertentu
      Perubahan ketidakmampuan, keputusasaan, ketidakberdayaan depresi
      Kekhawatiran, ansietas, peka rangsangan selama sakit kepala
      Mekanisme refresif/dekensif (sakit kepala kronik)

d.      Makanan dan cairan


      Makanan yang tinggi vasorektiknya misalnya kafein, coklat, bawang, keju, alkohol, anggur,
daging, tomat, makan berlemak, jeruk, saus, hotdog, MSG (pada migrain).
      Mual/muntah, anoreksia (selama nyeri)
      Penurunan berat badan

e.         Neurosensoris
      Pening, disorientasi (selama sakit kepala)
      Riwayat kejang, cedera kepala yang baru terjadi, trauma, stroke.
      Aura ; fasialis, olfaktorius, tinitus.
      Perubahan visual, sensitif terhadap cahaya/suara yang keras, epitaksis.
      Parastesia, kelemahan progresif/paralysis satu sisi tempore
      Perubahan pada pola bicara/pola piker
      Mudah terangsang, peka terhadap stimulus.
      Penurunan refleks tendon dalam
      Papiledema.

f.         Nyeri/ kenyamanan


      Karakteristik nyeri tergantung pada jenis sakit kepala, misal migrain, ketegangan otot,
cluster, tumor otak, pascatrauma, sinusitis.
      Nyeri, kemerahan, pucat pada daerah wajah
      Fokus menyempit
      Fokus pada diri sndiri
      Respon emosional / perilaku tak terarah seperti menangis, gelisah.
      Otot-otot daerah leher juga menegang, frigiditas vokal.

g.      Keamanan
      Riwayat alergi atau reaksi alergi
      Demam (sakit kepala)
      Gangguan cara berjalan, parastesia, paralisis
      Drainase nasal purulent (sakit kepala pada gangguan sinus)

h.      Interaksi social


      Perubahan dalam tanggung jawab/peran interaksi sosial yang berhubungan dengan penyakit.

i.          Penyuluhan / pembelajaran


      Riwayat hypertensi, migrain, stroke, penyakit pada keluarga
      Penggunaan alcohol/obat lain termasuk kafein. Kontrasepsi oral/hormone, menopause.

2.      Diagnosa Keperawatan (Doengoes, 1999:2021)


a.         Nyeri (akut/kronis) berhubungan dengan stress dan ketegangan, iritasi/ tekanan syaraf,
vasospressor, peningkatan intrakranial ditandai dengan menyatakan nyeri yang dipengaruhi
oleh faktor misal, perubahan posisi, perubahan pola tidur, gelisah.
b.      Koping individual tak efektif berhubungan dengan ketidak-adekuatan relaksasi, metode
koping tidak adekuat, kelebihan beban kerja.
c.         Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan keterbatasan kognitif, tidak mengenal informasi dan kurang mengingat
ditandai oleh memintanya informasi, ketidak-adekuatannya mengikuti instruksi.

3.      Intervensi Keperawatan


a.         Nyeri (akut/kronis) berhubungan dengan stress dan ketegangan, iritasi/ tekanan syaraf,
vasospasme, peningkatan intrakranial ditandai dengan menyatakan nyeri yang dipengaruhi
oleh faktor misal, perubahan posisi, perubahan pola tidur, gelisah.
Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
-          Klien mengungkapkan rasa nyeri berkurang
-          Tanda-tanda vital normal
-          Pasien tampak tenang dan rileks

Intervensi/Implementasi
-          Pantau tanda-tanda vital, intensitas/skala nyeri
Rasional : Mengenal dan memudahkan dalam melakukan tindakan keperawatan.
-           Anjurkan klien istirahat ditempat tidur
Rasional : istirahat untuk mengurangi intesitas nyeri
-           Atur posisi pasien senyaman mungkin
Rasional : posisi yang tepat mengurangi penekanan dan mencegah ketegangan otot serta
mengurangi nyeri.
-           Ajarkan teknik relaksasi dan napas dalam
Rasional : relaksasi mengurangi ketegangan dan membuat perasaan lebih nyaman
-           Kolaborasi untuk pemberian analgetik.
Rasional : analgetik berguna untuk mengurangi nyeri sehingga pasien menjadi lebih nyaman.

b.      Koping individual tak efektif berhubungan dengan ketidak-adekuatan relaksasi, metode
koping tidak adekuat, kelebihan beban kerja.
Tujuan : koping individu menjadi lebih adekuat
Kriteria Hasil :
-           Mengidentifikasi prilaku yang tidak efektif
-           Mengungkapkan kesadaran tentang kemampuan koping yang di miliki
-           Menunjukkan perubahan gaya hidup yang diperlukan atau situasi yang tepat.

Intervensi/Implementasi
-          Kaji kapasitas fisiologis yang bersifat umum.
Rasional : Mengenal sejauh dan mengidentifikasi penyimpangan fungsi fisiologis tubuh dan
memudahkan dalam melakukan tindakan keperawatan
-          Sarankan klien untuk mengekspresikan perasaannya.
Rasional : klien akan merasakan kelegaan setelah mengungkapkan segala perasaannya dan
menjadi lebih tenang
-           Berikan informasi mengenai penyebab sakit kepala, penenangan dan hasil yang diharapkan.
Rasional : agar klien mengetahui kondisi dan pengobatan yang diterimanya, dan memberikan
klien harapan dan semangat untuk pulih.
-           Dekati pasien dengan ramah dan penuh perhatian, ambil keuntungan dari kegiatan yang
dapat diajarkan.
Rasional : membuat klien merasa lebih berarti dan dihargai.

c.         Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan keterbatasan kognitif, tidak mengenal informasi dan kurang mengingat
ditandai oleh memintanya informasi, ketidak-adekuatannya mengikuti instruksi.
Tujuan : pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses
pengobatan.
Kriteria Hasil :
-           Melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan.
-           Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen perawatan.

Intervensi / Implementasi :
-          Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
Rasional : megetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang
penyakitnya.
-       Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.
Rasional : dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan
merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
-          Diskusikan penyebab individual dari sakit kepala bila diketahui.
Rasional : untuk mengurangi kecemasan klien serta menambah pengetahuan klien tetang
penyakitnya.
-       Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan.
Rasional : mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai
keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.
-          Diskusikan mengenai pentingnya posisi atau letak tubuh yang normal
Rasional : agar klien mampu melakukan dan merubah posisi/letak tubuh yang kurang baik.
-       Anjurkan pasien untuk selalu memperhatikan sakit kepala yang dialaminya dan faktor-faktor
yang berhubungan.
Rasional : dengan memperhatikan faktor yang berhubungan klien dapat mengurangi sakit
kepala sendiri dengan tindakan sederhana, seperti berbaring, beristirahat pada saat serangan.

4.      Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan pasien
dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan, dengan
melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. (Carpenito, 1999:28)
Tujuan Pemulangan pada vertigo adalah :
a.         Nyeri dapat dihilangkan atau diatasi.
b.      Perubahan gaya hidup atau perilaku untuk mengontrol atau mencegah kekambuhan.
c.         Memahami kebutuhan atau kondisi proses penyakit dan kebutuhan terapeutik.
BAB V
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Setiap penyakit yang sama memiliki manifestasi yang berbeda-beda. Seperti halnya pada
penyakit vertigo ini yang memunculkan diagnosa keperawatan yang berbeda karena setiap
diagnosa yang ditegakkan diambil dari dasar keluhan pasien. Teori dan praktek adalah hal
yang berhubungan, jika pada berbagai literatur telah disampaikan mengenai penyakit vertigo
yang memberikan tanda dan gejala sesuai penyakit. Ternyata sebagian besar tanda dan gejala
itu sama dengan realitas yang ada. Bukti nyata pasien dengan vertigo BPPV tidak mudah
untuk disembuhkan. Pasien pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya dan sempat
sembuh tapi tidak dapat sembuh total. Pasien telah diberikan berbagai obat selama kurang
lebih satu minggu untuk mengatasi pusing yang dideritanya namun hasilnya pasien tetap
merasa pusing, meskipun pusing yang dideritanya sedikit turun.

B.     SARAN
Pasien dengan penyakit apapun pasti ada kalanya obat yang dapat menyembuhkan
penyakit tersebut. Oleh karenanya jika pasien dengan vertigo ini sulit untuk disembuhkan
hendaknya setiap tindakan keperawatan baik mandiri perawat maupun kolaborasi harus
dilakukan secara bertahap dan jangan sampai berhenti. Pasien vertigo ini telah merasakan
nyeri atau pusingnya sedikit turun setelah diberikan injeksi. Dari informasi pasien tersebut
kita dapat memberikan terapi obat injeksi sesuai yang telah diberikan pada pasien agar nyeri
yang dirasakan tidak kembali ke episode nyeri awal yang dirasakan.
Penulis menyadari bahwa laporan pemdahuluan ini jauh dari sempurna, namun  dalam
proses pembuatan laporan pendahuluan penulis menemukan beberapa macam kendala dan
kesulitan dalam pencarian sumber-sumber dikarenakan belum mampu menemukan suatu hal
yang mendeksti sempurna dan tepat dalam teori.
Maka dari itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi
untuk mendekati kesempurnaan dalam proses pembuatan laporan pendahuluan yang penulis
susun. Semoga laporan pendahuluan yang penulis susun dapat menjadi bermanfaat
dikemudian harinya.
DAFTAR PUSTAKA

Marilynn E. 2000. Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian pasien, ed.3, EGC: Jakarta.
Kang L S. 2004. Pengobatan Vertigo dengan Akupunktur, Cermin Dunia Kedokteran. Jakarta.
Manjoer, Arif, dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran, Ed 3. EGC : Jakarta
Muttaqin, Arif. (2008). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika
Nurarif,A.H dan Kusuma H. (2015) APLIKASI Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis
& NANDA NIC-NOC. Jogjakarta : MediAction
Sanders, Valeria C. Scanlon Tina. (2006). Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi, edisi 3. Jakarta: EGC

Smelzzer, Suzanna C and Brenda G Barel. (2001) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
dan Sudart, Edisi 8. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai