Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN PADA

PASIEN DENGAN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI

Dosen pembimbing :

Disusun Oleh :

Kelompok 1

1. Ariffatul Azizah (P27820119007)

2. Chessa Rachmadian D (P27820119011)

3. Dita Febrianti (P27820119014)

4. Firsta Nanda Haciki R (P27820119016)

5. Lovita Salsabila B (P27820119022)

6. Regita Putri P (P27820119037)

7. Shinta Natasha (P27820119042)

8. Sinta Nurwida (P27820119043)

9. Wela Apresia A (P27820119046)

10. Widya Hartantri (P27820119047)

PRODI DIII KEPERAWATAN SOETOMO

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA

TAHUN AKADEMIK 2019/2020


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat, Taufik dan

Inayah kepada semua hambaNya. Salawat dan salam selalu tercurah kepada junjungan

kita Nabi Muhammad saw beserta keluarga, sahabat dan kerabat beliau hingga akhir

jaman. Alhamdulillah karena berkat Rahmat Allah-lah kami dapat menyelesaikan

penulisan makalah ini yang berkaitan dengan “ Laporan Pendahuluan Dan Strategi

Pelaksanaan Pada Pasien Dengan Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi sebagai tugas

berstruktur mata kuliah Psikologi.

Penulis menyadari adanya kekurangan dan kesalahan dalam makalah ini, oleh

karena itu saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan

makalah ini. Akhirnya kami hanya berharap semoga makalah ini dapat memberikan

manfaat dan menambah wawasan bagi kita semua, khususnya di bidang Keperawatan.

Surabaya, 15 Oktober 2019

Penulis ,

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii

DAFTAR ISI....................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang............................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah........................................................................................ 1

1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................... 3

2.1 Pengertian..................................................................................................... 3

2.2 Faktor-Faktor Penyebab Halusinasi............................................................. 4

2.3 Tanda dan Gejala Halusinasi....................................................................... 6

2.4 Jenis Halusinasi........................................................................................... 6

2.5 Penyebab Halusinasi................................................................................... 7

2.6 Akibat Halusinasi........................................................................................ 9

2.7 Tahap-Tahap Halusinasi............................................................................. 9

BAB III PENUTUP............................................................................................................ 11

3.1 Kesimpulan.................................................................................................. 11

3.2 Saran............................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Halusinasi merupakan salah satu gejala yag sering ditemukan pada klien

dengan gangguan jiwa. Halusinasi sering diidentikkan dengan skizofrenia. Dari

seluruh klien skizofrenia 70% diantaranya mengalami halusinasi. Gangguan jiwa

lain juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan manic depresif dan

delirium. Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempresepsipkan

sesuatu yang sebenarnya tidakterjadi. Suatu penerapan panca indera tanpa ada

rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca

ondera tanpa stimulus eksteren persepsi palsu. Salah persepsi pada halusinasi terjadi

tanpa adanya stimulus eksternal yang terjadi. Stimulus internal dipersepsikan

sebagai sesuatu yang nyata ada oleh klien ( Stuart, 2009 ).

Perubahan presepsi tentang halusinasi adalah ketidakmampuan manusia

dalam membedakan antara rangsang yang timbul dari sumber internal seperti

pikiran, perasaan, dan sensasi somatic dengan implus dan stimulus external.

Manusia pada dasarnya masih mempunyai kemampuan dan membandingkan dan

mengenal mana yang merupaka respon dari luar dirinya.

Manusia yang mempunyai ego yang sehat dapat membedakan antara fantasi

dan kenyataan. Mereka dalam menggunakan proses fikir yang logis, membedakan

dengan pengalaman dan memvalidassikan serta mengevaluasisecara akurat

(Nasution, 2003).

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana pengaruh strategi pelaksana terhadap perubahan presepsi sensori

halusinasi?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran secara nyata dan lebih mendalam tentang pemberian
1
asuhan keperawatan pada klien dengan masalah utama halusinasi.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan halusinasi.

b. Mampu menentukan masalah keperawatan pada klien dengan halusinasi.

c. Mampu membuat diagnose keperawatan, rencana keperawatan,

implementasi keperawatan pada klien dengan halusinasi.

d. Mampu mengevaluasi asuhan keperawatan pada klien dengan halusinasi.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang

ditandai dengan perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara,

penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus

yang sebenarnya tidak ada ( Keliat & Akemat, 2010 ).

Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan

rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar).Klien

memberikan persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau

rangsangan yang nyata (Farida, 2010).

Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien

mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca

indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu

persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis,

2005).

Halusinasi adalah pengalaman sensorik tanpa rangsangan eksternal terjadi pada

keadaan kesadaran penuh yang menggambarkan hilangnya kemampuan menilai

realitas.(Sunaryo, 2004).

Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart,

2007).

Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai

halusinasi di atas, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa halusinasi adalah

persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau

rangsangan yang nyata.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa halusinasi adalah gangguan presepsi tanpa

ada rangsangan dari luar externa.

3
2.2 Faktor-faktor penyebab Halusinasi

2.2.1   Faktor predisposisi

a.  Faktor perkembangan

Perkembangan yang terganggu misalnya rendah control dan kehangatan keluarga

menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, yang menyebabkan mudah

frustasi, hilang percaya diri, dan lebih rentan terhadap strees.

b. Faktor sosiokultural

Seseorang yang merasa tidak terima lingkungannya sejak bayi ( unwanted child)

akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.

c. Faktor biokimia

Mempunyai pengaruh terhadap terjadinnya gangguan jiwa, adannya strees yang

berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang

dapat bersifat halusinogenik neurokimia, seperti bufennol dan dimetytranferase

(DMP). Akibat stress bekepanjangan menyebabkan teraktifasinya, neurotransmitter

otak, misanya terjadi ketidakseimbangan asetyl kolin dan dopamine.

d.    Faktor psikologis

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggungjawab mudah terjerumus pada

penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidak mampuan klien dalam

mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih

kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata kea lam khayal.

e. Faktor  genetic dan pola asuh

Pemnelitian menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh ortu skizofreinia

cenderung mengalami skizofreinia. hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga

menunjukkan hubungan yang saling berpengaruh pada penyakit ini.

2.2.2 Faktor Presipitasi

a.    Perilaku

Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak

aman, gelisah dan bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu

4
mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata.

Menurut Rawlinsh Heacock, 1993 mencoba mememcahkan masalah halusinasi

berlandaskan atas hakikat keberadaan seorang individu sebagai makhluk yang

dibangun atas dasar unsur bio, psiko, sosial, spiritual. Sehingga dapat dilihat dari 5

dimensi:

1.  Dimensi fisik

Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan

yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi

alcohol, dan kesulitan tidur dalam waktu lama.

2. Dimensi emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi isi

halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan.

3. Dimensi intelektual

Dalam dimensi ini individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya

penurunan ego. Awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri melawan

impuks yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan

kewaspadaaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan akan mengontrol

semua perilaku klien.

4. Dimensi sosial

Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan comforting,

klien menganggap bahwa hidup di alam nyata sangat membahayakan. Klien asik

dengan halusinasinya, seolah-olah dia merupakan tempat untuk memenuhi

kebutuhan agar interaksi sosial, control diri, dan haarga diri yang tidak didapatkan

dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan system control oleh individu tersebut,

sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya  atau orang lain

cenderung untuk itu. Aspek penting dalam melakukan intervensi keperawatan klien

dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman

interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan klien tidak menyendiri

sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak

5
berlangsung.

5. Dimensi spiritual

Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas

tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan berupaya secara spiritual untuk

menyucikan diri.

2.3 Tanda dan Gejala Halusinasi

Menurut Stuart dan Sundeen (1998), seseorang yang mengalami halusinasi

biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang khas yaitu:

a)  Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.

b)  Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara

c)   Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan.

d)   Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.

e)   Perilaku menyerang teror seperti panik.

f)   Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.

g)   Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk dan agitasi.

2.4 Jenis Halusinasi

Menurut (Stuart, 2007), jenis halusinasi antara lain :

a. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %

Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara

orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa

yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.

b. Halusinasi penglihatan (Visual) 20 %

Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran

cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan

kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.

c. Halusinasi penghidu (olfactory)

Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang

menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang – kadang tercium bau
6
harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang,dimensia.

d. Halusinasi peraba (tactile)

Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa

stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah,

benda mati atau orang lain.

e. Halusinasi pengecap (gustatory)

Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan

menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.

f. Halusinasi sinestetik

Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah

mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.

g. Halusinasi Kinesthetic

Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

h. Fase Halusinasi

Halusinasi yang dialami oleh klien bila berada intensitasnya dan

keparahan (Stuart membagi halusinasi klien mengendalikan dirinya semakin

berat fase halusinasinya.

2.5 Penyebab Halusinasi

Yang menjadi penyebab atau sebagai triger munculnya halusinasi antara lain

klien menarik diri dan harga diri rendah. Akibat rendah diri dan kurangnya

keterampilan berhubungan sosial klien menjadi menarik diri dari lingkungan. Dampak

selanjutnya klien akan lebih terfokus pada dirinya. Stimulus internal menjadi lebih

dominan dibandingkan stimulus eksternal. Klien lama kelamaan kehilangan

kemampuan membedakan stimulus internal dengan stumulus eksternal. Kondisi ini


7
memicu terjadinya halusinasi.

Tanda dan gejala :

a. Aspek fisik :

1. Makan dan minum kurang

2. Tidur kurang atau terganggu

3. Penampilan diri kurang

4. Keberanian kurang

b. Aspek emosi :

1. Bicara tidak jelas, merengek, menangis seperti anak kecil

2. Merasa malu, bersalah

3. Mudah panik dan tiba-tiba marah

c. Aspek sosial

1. Duduk menyendiri

2. Selalu tunduk

3. Tampak melamun

4. Tidak peduli lingkungan

5. Menghindar dari orang lain

6. Tergantung dari orang lain

d. Aspek intelektual

1. Putus asa

2. Merasa sendiri, tidak ada sokongan

8
3. Kurang percaya diri

2.6 Akibat Halusinasi

Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat beresiko mencederai diri

sendiri, orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A, 2006). Menurut Townsend, M.C

suatu keadaan dimana seseorang melakukan sesuatu tindakan yang dapat

membahayakan secara fisik baik pada diri sendiri maupuan orang lain.

Seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan kekerasan pada diri

sendiri dan orang lain dapat menunjukkan perilaku :

Tanda dan gejala :

1) Muka merah

2) Pandangan tajam

3) Otot tegang

4) Nada suara tinggi

5) Berdebat

6) Memaksakan kehendak: merampas makanan, memukul jika tidak senang.

2.7 Tahap-tahap Halusinasi

Menurut ( kusumawati, 2011)

a. Fase pertama 

Disebut juga fase comforting  yaitu fase menyenangkan. Pada tahap ini masuk

dalam golongan nonpsikotik. Karakteristik: klien mengalami stres, cemas, perasaan

perpisaan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan yang tidak dapat diselesaikan.

Klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cara ini hanya

menolong sementara. Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,

menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon ferbal yang lambat jika
9
sedang asik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.

b. Fase kedua 

Disebut juga dengan fase condemning atau ansietas berat yaitu  halusinasi menjadi

menjijikkan. Termasuk kedalam psikotik ringan. Karakteristik : pengalaman sensori

menjijikkan dan menakutkan, kecemasan meningkat, melamun, dan berpikir sendiri jadi

dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain

tahu, dan ia tetap dapat mengiontrolnya. Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda

system saraf otonom seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asik

dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan realitas.

c. Fase ketiga

Adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori menjadi

berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik. Karakteristik : bisikan, suara, isi

halusinasi, semakin meninjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa

dan tidak berdaya terhadap halusinasinya. Perilaku klien : kemauan dikendalikan

halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa

klien berkeringat, tremor, dan tidak mampu mematuhi perintah.

d. Fase keempat

 Adalah fase conquering  atau panic yaitu klien lebur dengan halusinasinya.

Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik: halusinasinya berubah menjadi

mengancam, memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang

control dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan.

Perilaku klien : perilaku terror akibat panic, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan,

agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks

dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.

10
BAB III

PENUTUP

 3.1 Kesimpulan

Halusinasi adalah terganggunya persepsi sensori seseorang dimana tidak terdapat

stimulus Dimana halusinsi itu sendiri terbagi menjadi halusinasi pengelihatan (optik),

halusinasi pendengaran (akustik), halusinasi pengecap (gustatorik), halusinasi peraba

(taktil), halusinasi penciuman (olfaktori), halusinasi gerak (kinestetik), halusinasi histerik,

halusinasi hipnogogik, ataukah halusinasi viseral. Halusinasi adalah persepsi yang salah

atau palsu tetapi tidak ada rangsangan yang menimbulkannya (tidak ada objeknya).

Halusinasi muncul sebagai suatu proses panjang yang berkaitan dengan kepribadian

seseorang. Karena itu, halusinasi dipengaruhi oleh pengalaman psikologis seseorang

(Baihaqi, 2007).

Sedangkan seseorang yang mengalami gangguan persepsi halusinasi akan

mengalami fase-fase berikut:

1.      Sleep disorder (fase awal seseorang sebelum muncul halusinasi)

2.      Comforting moderate level of anxiety (halusinasi secara umum ia terima sebagai

sesuatu yang alami)

3.      Condemning severe level of anxiety (secara umum halusinasi sering mendatangi

klien)

4.      Controlling severe level of anxiety (fungsi sensori menjadi tidak relefan dengan

kenyataan)

5.      Conquering panic level of anxiety (klien mengalami gangguan dalam menilai)

Adapun Faktor-faktor penyebab halusinasi:

a.       Faktor predisposisi (Faktor perkembangan, Faktor sosiokultural, Faktor biokimia,

Faktor psikologis, serta Faktor  genetic dan pola asuh)

b.      Faktor Presipitasi (Dimensi fisik, Dimensi emosional, Dimensi intelektual, Dimensi

sosial, Dimensi spiritual)

11
Seseorang dapat dikatakan mengalami gangguan presepsi halusinasi ketika muncul

tanda gejala halusinasi seperti : Bicara atau tertawa sendiri, Marah-marah tanpa sebab,

Ketakutan kepada sesuatu yang tidak jelas, Menghidu seperti sedang membaui bau-bauan

tertentu, Sering meludah atau muntah, Mengaruk-ngaruk permukaan kulit seperti ada

serangga di permukaan kulit. Sehingga didapatkan diagnosa sebagai berikut: isolasi social,

resti pk, gangguan persepsi halusinasi, harga diri rendah kronis, percobaan bunuh diri karena

rasa bersalah.

3.2    Saran

Diharapkan kepada para pembaca, jika menjumpai seseorang yang mengalami

gangguan persepsi halusinasi agar memberikan perhatian dan perawatan yang tepat kepada

penderita sehingga keberadaannya dapat diterima oleh masyarakat seperti sediakala.

12
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B.A., Panjaitan, R.U. (2010). Manajemen Keperawatan Jiwa Komunitas Desa

Siaga: CMHN (Intermediate Course). Jakarta: EGC

Maramis, W.F.(2005). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi Ketujuh. Surabaya : Airlangga

Universitas Press

Stuart & Laraia. (2005). Principle and Practice of Psychiatric Nursing Eighth Edition.

Mosby-Year Book Inc, St. Louis-USA

Stuart, GW.( 2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Terjemahan dari Pocket Guide to

Psychiatric Nursing Alih bahasa Kapoh. Jakarta: EGC

Yosep, Iyus. (2007). Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama

13
14
15

Anda mungkin juga menyukai