Anda di halaman 1dari 14

NAMA : Rafidah Sahari

NO. BP : 1910536039

TUGAS MANAJEMEN RESIKO


1.Resume Manajemen Operasional
Manajemen Operasional menjadi hal penting dalam organisasi atau bisnis
(baca: Pengertian Manajemen). Dan tugasnya pun tergantung pada ukuran perusahaan.
Pengelolaan manajemen operasional ini dimulai dari SDM, peralatan, mesin, raw material serta
hal lainnya yang memberi pengaruh pada kinerja perusahaan.
Manajemen operasional secara umum memegang peranan soal isu strategis dalam
menentukan rencana produksi (manufacturing) juga metode manajemen proyek serta
implementasi struktur jaringan teknologi informasi. Di sisi lain, mereka juga melakukan
beberapa hal penting berikut ini:
 Mengatur skala inventaris
 Mengatur level proses level pengerjaan
 Meng-organise Akuisisi bahan baku
 Mengontrol kualitas
 Meng-handle material
 Menjaga dan merawat kebijakan

Manajemen operasional juga harus mempelajari bahan baku yang digunakan untuk produksi
dan menjamin tidak ada kelebihan yang sia-sia. Mereka memiliki formula pemesanan jumlah
bahan yang dibutuhkan sehinga sesuai dengan kebutuhan perusahaan.

Manajemen Operasional Menurut Para Ahli

Beberapa ahli di bidang ilmu manajemen menjelaskan tentang definisi Manajemen Operasional,
diantaranya adalah:

Eddy Herjanto (2003;2) Menurut Eddy Herjanto, pengertian manajemen operasional


adalah suatu proses yang berkesinambungan dan efektif dalam menggunakan fungsi-fungsi
manajemen untuk mengintegrasikan berbagai sumber daya secara efisien dalam rangka mencapai
tujuan.2. Jay Heizer dan Barry Render (2005;4)

James Evans dan David Collier (2007:5)


Menurut James Evans dan David Collier, definisi manajemen operasional adalah ilmu dan seni
untuk memastikan bahwa barang dan jasa diciptakan dan berhasil dikirim ke pelanggan.
Berikut ke-4 faktor penyebab Risiko Operasional
1. Manusia,Risiko yang disebabkan atau terjadi karena adanya pelanggaran yang dilakukan oleh
karyawan perusahaan (lalai dan ceroboh). Contoh: tanda tangan di palsukan oleh karyawan
2. Proses, Risiko yang terjadi karena adanya kesalahan proses. Contoh: Kesalahan input data
oleh karyawan.
3. Sistem,Risiko yang disebabkan karena adanya gangguan sistem. Contoh:
Komputer down/hang.
4. Kejadian Eksternal,Faktor atau kejadian eksternal yang mengakibatkan kerugian bagi
perusahaan. Contoh: banjir, gempa bumi

Kelalaian terhadap penerapan Manajemen Risiko Operasional akan berdampak kepada


karyawan, nasabah dan juga perusahaan.
Kepada Karyawan
 Sanksi bagi pegawai;
 Berkurangnya pendapatan,misalnya pengurangan bonus atau gaji; atau
 Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
 Kepada Nasabah
 Kualitas pelayanan yang buruk; dan
 Kurangnya keamanan dan kenyamanan.
Kepada Perusahaan/Bank
 Menurunnya keuntungan perusahaan;
 Memburuknya citra perusahaan;
 Menurunnya jumlah nasabah/pelanggan;
 Penutupan perusahaan
Karena itu untuk memastikan bahwa manajemen risiko operasional berjalan dengan baik dan
kontinu, biasanya akan dibentuk pertahanan yang disebut three lines of defense. Team ini
bertugas dan berfungsi sebagai pagar dan pertahanan untuk prefentif, detektif dan korektif action
atas apa yang terjadi dalam proses operasional.
Three Lines of Defense 
1. Pertahanan lapis pertama berfungsi sebagai mekanisme kontrol preventif.
a. Unit Bisnis/Support sebagai risk taking unit yang mengelola risiko operasional sehari-hari
b. Quality Assurance/ Internal Control di setiap unit kerja
c. ORM Head LOB/ Fungsi Support
2. Pertahanan lapis kedua berfungsi sebagai mekanisme kontrol detektif.

a. Integrated Risk Management


b. Legal dan Compliance
3. Pertahanan lapis ketiga berfungsi sebagai mekanisme kontrol korektif.
a. Audit Internal (SKAI)
Sementara fungsi pengawasan atas penerapan manajemen risiko operasional dilakukan
oleh Dewan Komisaris & Direksi melalui Komite Manajemen Risiko Operasional.  
Manajemen Risiko Operasional terdiri dari 4 tahapan yang saling terkait, dimulai dari
identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian.
1.Identification (Identifikasi)
Proses untuk melihat dan identifikasi secara kontinu atas paparan risiko operasional dan
penerapan manajemen risiko operasional serta melakukan pelaporan internal/eksternal atas
paparan risiko yang terjadi.
2.Measurement (Pengukuran)
Proses menilai paparan risiko operasional pada produk, jasa, proses, dan sistem untuk
mengetahui profil risiko perusahaan secara kuantitatif serta efektifitas penerapan manajemen
risiko operasional.
3.Monitoring (Pemantauan)
Proses untuk mengamati secara berkelanjutan atas paparan risiko operasional dan penerapan
manajemen risiko operasional serta melakukan pelaporan internal/eksternal atas paparan risiko
yang terjadi.
4.Controlling (Pengendalian)
Proses kontrol atau pengendalian untuk memastikan risiko operasional berada pada tingkat yang
minimal dan masih dapat diterima oleh perusahaan.
Untuk membantu ke-4 tahapan proses tersebut diatas, kita dapat menggunakan perangkat kerja
Manajemen Risiko Operasional yang biasa dikenal sebagai berikut:
a.RCSA (Risk Control Self Assessment)
Perangkat untuk melakukan penilaian diri sendiri atas risiko dan kontrol yang ada di unit kerja.
b.R/LED (Risk/ Loss Event Database)
Perangkat yang digunakan untuk mencatat data kejadian atau kerugian yang disebabkan oleh
risiko operasional.
c.KRI (Key Risk Indicator)
Perangkat untuk mengidentifikasi potensi risiko kritikal dengan memonitor indikator yang
berfungsi sebagai sinyal peringatan awal sebelum risiko tersebut terjadi.
Ruang Lingkup Manajemen Operasional
Ada beberapa aspek yang saling terkait dalam ruang lingkup manajemen operasional,
diantaranya:
1. Aspek Perencanaan Sistem Produksi
Aspek ini bertujuan agar hasil produksi sesuai dengan harapan konsumen, mulai dari kualitas,
harga, dan keuntungn.

2. Aspek Pengendalian Produksi


Ini adalah aspek yang berhubungan dengan pengendalian rencana yang telah dibuat agar sesuai
dengan tujuan yang telah ditetapkan. Dengan begitu, tujuan yang telah direncanakan bisa
tercapai dengan baik dan hasilnya optimal.

3. Aspek Sistem Informasi Produksi


Ini adalah aspek dimana informasi yang ada harus diterima dengan baik dan dioleh secara tepat
agar kegiatan produksi bisa berlangsung dengan efektif dan efisien. Sistem informasi ini dibagi
menjadi tiga bagian, diantaranya; informasi internal, informasi pelanggan, dan informasi pasar.

4. Aspek Lingkungan

Aspek lingkungan berperan dalam memperhatikan kecenderungan dan perkembangan yang


terjadi pada suatu lingkungan. Dengan begitu, tindakan yang diambil dapat memberikan manfaat
dalam peningkatan produksi.

Peran Manajer Operasional

Kalau disesuaikan dengan pengertian manajemen operasional, seorang manajer harus benar-
benar paham keseluruhan proses yang ada di dalam perusahaan. Mereka dilibatkan soal
pengkoordinasian proses beserta pengembangan terbarunya sambil mengevaluasi kembali
strukturnya.
Dalam hal ini, organisasi dan produktifitas menjadi hal yang paling dibutuhkan ketika menjadi
seorang manajer operasional. Ia harus bisa berada di posisi yang sangat fleksibel.

Manajer Operasional memiliki tugas pokok dalam proses produksi, diantaranya:

1. Membuat perencanaan kuantitas dan kualitas bahan baku dalam proses produksi
2. Membuat rencana lokasi gudang persediaan dan peralatan mesin yang efisien untuk
menghemat waktu dan mobilisasi
3. Merencanakan letak layout pabrik
4. Bertanggungjawab atas pemeliharaan peralatan pabrik untuk menjamin keandalan dan
keberlangsungan operasional
5. Membuat strategi produk yang berkualitas sehingga bisa bersaing dengan kompetitor
6. Membuat jadwal kerja yang efektif dan efisien dengan mengevaluasi biaya tenaga kerja
7. Manajer operasional bertanggungjawab atas keberlangsungan hasil produksi, baik dari
sisi kuantitas maupun kualitas

Jenis Keputusan Dalam Manajemen Operasional


1. Proses: manajer harus menentukan fasilitas yang dipakai dan proses fisik
2. Kapasitas: manajer menentukan jumlah dan estimasi waktunya
3. Persediaan: seorang manajer harus memutuskan apa saja yang dibutuhkan dan
menentukan seperti apa kualitas dan kualitasnya. Juga kapan barang baku dipesan.
4. Tenaga: manajer terlibat dalam rekruitmen, PHK dan penggajiannya. Ia juga harus
melakukan supervisi, kompensasi promsi dan penggunaan tenaga profesional.
5. Kualitas: manajemen menentukan standard, desain peralatan, pengawasan produk dan
sebagainya.

Fungsi Manajemen Operasional


Pada umumnya ada empat macam fungsi Manajemen Operasional, diantaranya:

1. Fungsi proses; hal ini sifatnya teknis, diantaranya berupa metode yang dipakai dalam
mengolah bahan
2. Pengorganisasian teknik dan metode kerja; dengan fungsi ini maka proses produksi
dapat berjalan dengan efektif dan efisien
3. Fungsi perencanaan bahan; ini termasuk penetapan kualitas dan kuantitas bahan
4. Fungsi pengawasan atau pengendalian terhadap penggunaan bahan untuk proses
produksi.

Hubungan Manajemen Operasional dengan “Supply Chain”


Supply chain diartikan dengan logistik. Bidang ini berhubungan dengan proses produksi dan
distribusi barang. Dalam hal ini, “supply chain” mengatur distribusi barang ke suplier,
manufaktur dan retailer sehingga sampai ke tangan konsumen.
Intinya “supply chain” ini selalu berhubungan langsung dengan produk jadi serta mengirim hal-
hal yang berhubungan dengan perusahaan seperti barang yang dibutuhkan di perusahaan.
Manajemen operasional sangat erat kaitannya dengan “supply chain” atau supply chain
management. Mereka harus paham tren global dan lokal, memahami permintaan konsumen dan
kapasitas bahan produksi.

Bertanggung Jawab dalam Pengiriman Hasil Produksi


Porsi besar yang harus menjadi tanggung jawab manajemen ini adalah menjadi penyalur utama
atau pendistribusi hasil produksi ke konsumen. Mereka harus memastikan produk sampai dalam
jangka waktu tertentu.
Di samping itu, department ini akan melakukan kontrol kualitas langsung ke konsumen apakah
sudah layak dan memenuhi kebutuhan mereka. Mereka nantinya akan menerima feedback
langsung dari konsumen dan mendistribusikan informasi ini sebagai proses
pengembangan.Sekilas, manajemen ini terbatas pada produk fisik saja. Tentu nanti akan dibuat
bingung dengan dua hal ketikan sebuah organisasi atau perusahaan selalu ada dua macam;
produksi barang yang bisa disimpan dan jasa.

Di sini ada dua perbedaan mencolok. Ketika ini tentang produksi barang fisik, konsumen tidak
terlibat kontak secara langsung dan mereka dipisahkan oleh proses pengiriman dan akhirnya
mereka membeli produk langsung melalui reseller atau retailer-nya. Namun, dalam hal servis,
konsumen bisa terlibat langsung melihat proses servis-nya.Bisanya mereka berhubungan
langsung dengan aspek operasionalnya. Misalnya salon, bengkel dan sejenisnya. Sehingga
untuk operational management khusus bidang jasa atau service, manajemennya akan lebih
ditekankan di bagian ini.
Tugas 2
Resume Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank

Lembaga Keuangan
Industri jasa keuangan berada dalam pergolakan transformasi yang mendefinisikan
kembali lanskap kompetitif di mana lembaga keuangan beroperasi, dan dinamika risiko dan
pengembalian yang membentuk bisnis mereka. Jika lembaga keuangan yang ada ingin bertahan
dan berkembang dalam bisnis dan lingkungan peraturan baru ini, mereka harus menyesuaikan
bisnis mereka
model dan meningkatkan kemampuan manajemen risiko mereka. Lembaga keuangan berbeda
dari perusahaan lain dalam arti bahwa kemampuan mereka untuk mengukur dan mengelola risiko
adalah pusat daya saing mereka. Manajemen risiko selalu menjadi kompetensi inti untuk
lembaga keuangan, dan kinerja risiko merupakan penentu utama profitabilitas.
Selain itu, bisnis manajemen risiko keuangan melibatkan beberapa tingkat kerugian yang
diharapkan, yang mewakili komponen biaya bisnis yang penting. Kerugian finansial secara
tradisional merupakan bagian yang signifikan dari biaya melakukan bisnis di industri jasa
keuangan. Maka tidak mengherankan jika lembaga keuangan ingin menunjukkan seberapa bagus
mereka dalam manajemen risiko.
Tren industry
1. Konsolidasi
Untuk perusahaan asuransi, konsolidasi difasilitasi oleh demutualisasi struktur
kepemilikan mereka. Jika sebuah bank kecil tidak bergabung, kepercayaannya adalah bahwa
bank itu akan ditinggalkan oleh institusi yang lebih besar yang menawarkan lebih banyak produk
dengan harga yang lebih menarik. Konsolidasi memiliki risiko sendiri. Secara khusus, tantangan
besar menggabungkan budaya yang berbeda dan sistem bisnis dari dua lembaga keuangan tidak
boleh diremehkan. Ini mungkin menjadi bagian dari alasan mengapa manfaat ekonomi yang
diharapkan dari suatu merger jarang berubah menjadi sebesar yang diantisipasi.

2. Deregulasi
Deregulasi dalam industri jasa keuangan telah menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi,
ia menghilangkan hambatan regulasi yang tidak wajar dan memungkinkan kompetisi yang lebih
besar; pelanggan harus menuai manfaat biasa dalam hal harga yang lebih rendah, layanan yang
lebih baik, dan pilihan yang lebih besar. Di sisi lain, ia memperlihatkan institusi yang
sebelumnya dilindungi terhadap kekuatan dan disiplin pasar. Deregulasi yang dilakukan secara
tiba-tiba dan tidak dilaksanakan dengan baik dapat menimbulkan perilaku yang tidak
menyenangkan dan potensi kerugian yang signifikan, seringkali pada akhirnya ditanggung oleh
para pembayar pajak.
3. Kompetisi
Salah satu perkembangan yang sangat dramatis adalah munculnya bank dan broker online
baru. Karena mereka tidak memiliki biaya cabang fisik dan tenaga layanan pelanggan, lembaga-
lembaga ini dapat menawarkan harga yang sangat menarik, di antara fitur-fitur lain, seperti
pembayaran tagihan elektronik gratis dan saldo dan biaya minimum yang rendah (sering nol).
Pialang online juga menarik dolar investor dengan iming-imingi efisiensi dan penghematan
biaya: perdagangan online lebih murah dan lebih cepat daripada berdagang melalui telepon atau
secara langsung, dan sebagian besar pialang online juga menawarkan kemudahan seperti harga
saham real-time gratis, pelacakan portofolio online, dan akses mudah ke penelitian.

4. Konvergensi
Konsekuensi selanjutnya dari deregulasi adalah penghapusan hambatan antara berbagai
jenis jasa keuangan. Konvergensi bank investasi, bank komersial, dan perusahaan asuransi
memiliki implikasi langsung untuk manajemen risiko perusahaan — baik untuk yang lebih baik
maupun lebih buruk. Keuntungannya adalah perusahaan seperti itu lebih terdiversifikasi, yang
memuluskan profil risiko mereka secara keseluruhan; mereka juga dapat menawarkan produk
yang menawarkan keuntungan diversifikasi seperti itu kepada pelanggan mereka. Biayanya
adalah bahwa manajemen risiko dari bisnis keuangan multi-lini ini perlu diintegrasikan jika
manfaat tersebut direalisasikan, yang merupakan tugas yang menantang.
Risk Management Requirements
1. risiko menurut sektor Industri
Lembaga penyimpanan, seperti bank komersial atau thrifts, mengambil risiko kredit
dengan memberikan pinjaman kepada peminjam. Risiko kredit ini harus dikelola melalui analisis
kredit yang hati-hati dan manajemen portofolio yang efektif untuk mencegah kerugian kredit
yang berlebihan.
Salah satu sumber utama profitabilitas (dan volatilitas pendapatan) adalah spread suku bunga
antara hasil aset dan biaya liabilitas. Risiko tingkat bunga timbul dari perbedaan sensitivitas
tingkat bunga antara aset keuangan dan liabilitas
2. Cross-sector risks
Selain risiko spesifik sektor yang dibahas di atas, lembaga keuangan sebagai kelompok
dihadapkan pada sejumlah risiko keuangan yang lebih berbahaya bagi kegiatan bisnis mereka
daripada terhadap bisnis lembaga non-keuangan.
3. Memantau risiko default dan rekanan
Lembaga keuangan terpapar pada berbagai risiko gagal bayar dan risiko pihak lawan.
Risiko kredit ini timbul terutama dari kegiatan peminjaman, proses perdagangan dan
penyelesaian, kontrak asuransi / reasuransi, dan transaksi derivatif.
4. Mengelola risiko pasar di dalam dan di luar neraca
Salah satu karakteristik unik lembaga keuangan adalah bahwa sebagian besar aset dan
kewajibannya peka terhadappergerakan dalam satu atau lebih pasar: tingkat bunga, ekuitas,
valuta asing, komoditas, dan / atau real estat. Eksposur risiko pasar dapat berasal dari aktivitas di
neraca dan dari transaksi di luar neraca seperti kontrak derivatif dan komitmen ke depan.Untuk
mengelola risiko pasar secara efektif, manajer risiko pasar harus terlebih dahulu mengukur
sensitivitas portofolio terhadap perubahan harga eksternal. Analisis ini dapat didasarkan pada
kombinasi Value-at-Risk (VaR), pengujian skenario, dan pemodelan simulasi.
5. Memasukkan leverage dan likuiditas
Lembaga keuangan pada umumnya jauh lebih tinggi pengungkitnya daripada rekan
nonkeuangannya, sebagai akibat dari kebutuhan untuk memaksimalkan risiko aset mengingat
margin laba yang tipis dan tekanan dari pemegang saham untuk pengembalian ekuitas yang
sehat. Namun, seperti halnya leverage meningkatkan pengembalian absolut atas aset, itu juga
memperbesar efek yang akan terjadi pada nilai aset pada nilai ekuitas lembaga.
System Risk
Risiko sistemik adalah perhatian utama banyak regulator, yang perhatiannya telah
bergeser dari stabilitas organisasi individu ke stabilitas industri atau sistem. Manajemen sebuah
perusahaan individu juga memiliki alasan untuk khawatir, namun: bahkan jika sistem tersebut
bertahan, perusahaan tetap dapat mengalami kerusakan jaminan di sepanjang jalan. Oleh karena
itu, tantangan bagi manajemen adalah untuk memahami sepenuhnya saling ketergantungan ini
dengan lembaga keuangan lain dan untuk menerapkan rencana kontinjensi yang sesuai dan
keluar dari strategi jika terjadi gangguan yang signifikan dalam sistem keuangan
Lembaga Keuangan Non Bank
Perusahaan non-keuangan mulai menyadari bahwa alat manajemen risiko dapat
membantu mereka meningkatkan kinerja keuangan mereka di luar aplikasi tradisional dalam
lindung nilai mata uang, paparan nilai bunga, atau membeli asuransi perusahaan. Perusahaan-
perusahaan terkemuka beralih ke manajemen risiko perusahaan sebagai sarana untuk
meningkatkan nilai pemegang saham, memastikan stabilitas keuangan, dan memfasilitasi
pencapaian tujuan strategis dan korporasi.
Risk Management requirements
1. Risiko kredit
Yang paling umum adalah risiko pelanggan default pada kewajiban mereka. Risiko kredit
lain yang dihadapi korporasi adalah risiko pihak lawan — kegagalan pihak lawan untuk
melakukan berdasarkan ketentuan transaksi keuangan, termasuk keuangan perdagangan dan
transaksi derivatif. Bentuk risiko counterparty non-finansial adalah kegagalan mitra strategis atau
vendor untuk menyediakan operasi dan layanan penting karena masalah kredit. Sebagai contoh,
sebuah perusahaan yang menggunakan vendor untuk memberikan layanan kritis seperti teknologi
atau pemenuhan pesanan dihadapkan pada risiko gangguan dan masalah bisnis yang serius jika
vendor gagal melakukan karena bangkrut.
2. Risiko pasar dan lindung nilai
Risiko pasar melibatkan risiko kerugian karena fluktuasi harga pasar. Perubahan dalam
variabel pasar seperti suku bunga, nilai tukar mata uang asing, harga ekuitas, harga komoditas,
dan harga real estat dapat memengaruhi posisi keuangan perusahaan dalam tiga cara. Pertama,
perusahaan memiliki eksposur transaksi yang mewakili dampak langsung dari perubahan
variabel pasar terhadap pendapatan dan pengeluarannya. Kedua, dihadapkan dengan eksposur
ekonomi sehubungan dengan bagaimana perubahan tersebut mempengaruhi posisi
kompetitifnya, serta perilaku pembeli dan pemasok. Ketiga jenis paparan ini sering saling
terhubung, dengan perubahan tingkat satu jenis paparan yang mengarah ke perubahan tingkat
jenis lainnya
3. risiko harga saham
Harga saham yang lebih tinggi ini bertindak sebagai mata uang kuat yang dapat
digunakan perusahaan dalam mengejar inisiatif strategis seperti pengembangan bisnis dan
merger dan akuisisi.Sebaliknya, bahkan sebuah perusahaan dengan fundamental terkuat dapat
menghadapi risiko dari devaluasi signifikan dalam harga saham ketika investor ketakutan.
Penurunan harga saham dapat membatasi peluang peningkatan modal perusahaan serta
membuatnya rentan terhadap pengambilalihan yang bermusuhan
4. risiko sekunder
Eksposur sekunder ini bukan semata-mata risiko pasar, tetapi memiliki banyak
karakteristik yang serupa, dan para pembuat pasar di pasar keuangan dan asuransi dengan cepat
mengembangkan produk lindung nilai yang inovatif dan baru
5. Risiko operasional dan dapat diasuransikan
Korporasi non-keuangan menghadapi banyak bentuk risiko operasional:
 Tanggung jawab produk yang dihasilkan dari produk yang cacat
 Merger dan akuisisi yang gagal
 Risiko R&D berkinerja buruk
 Ketergantungan pada model keuangan yang salah
 Perubahan hukum dan peraturan pajak

6. Kegagalan Bencana
Contoh kegagalan manajemen risiko operasional, dan konsekuensi yang berpotensi
bencana, berlimpah.
7. Resiko bisnis
Mengadopsi strategi bisnis yang salah, atau gagal melaksanakan strategi yang tepat juga
dapat dianggap sebagai bentuk risiko operasional. Karena strategi perusahaan sangat penting
untuk keberhasilannya, ketidakpastian strategis seperti asumsi rencana bisnis, tanggapan pesaing,
dan teknologi
8. Risiko budaya
Budaya yang salah juga bisa menjadi bentuk risiko operasional. IBM adalah contoh
klasik dari sebuah perusahaan yang budayanya berubah dari kekuatan menjadi kelemahan, yang
pada akhirnya menimbulkan risiko signifikan terhadap keberhasilannya.
9. risiko pensiun
Untuk dana pensiun, karena suku bunga yang lebih rendah membatasi pengembalian
investasi, dan juga mengurangi tingkat diskonto yang digunakan perusahaan untuk menghitung
nilai sekarang dari kewajiban pensiun masa depan. Oleh karena itu, suku bunga yang lebih
rendah berarti kewajiban pensiun yang lebih tinggi.
10. Pengalihdayaan
Dengan meningkatnya intensitas persaingan setiap hari, outsourcing yang didefinisikan
sebagai pemanfaatan pihak ketiga untuk menyelesaikan tugas yang biasanya dilakukan secara
internal dengan cepat menjadi standar industri
TUGAS 3
ANALISIS KASUS Malinda dee Pembobol Nasabah Citibank 8 Tahun lalu
   Inong Malinda dee, mantan senior Relationship Manager Citibank diduga melakukan tindak
pidana pencucian dana nasabah Citibank sebesar lebih dari Rp 16 milyar. Nasabah-nasabah yang
ditangani Malinda biasanya adalah nasabah kelas kakap dengan dana lebih dari Rp 500 juta.
Sedangkan bank-bank di Indonesia masih didominasi bukan oleh nasabah seperti itu. Motif
pelaku adalah untuk memuaskan dan menyenangkan suami keduanya yaitu Andhika Gumilang.
Pertama, akibat lemahnya manajeman risiko opersional bank. Menurut Siti
yang juga Ketua Indonesia Banking School ini seharusnya dalam mengelola
risiko operasional, manajemen wajib memastikan setiap unit kerja menjalani
fungsi dan tugasnya sesuai prosedur. Sekecil apapun kesalahan tidak bisa
ditoleransi. Hal ini diterapkan mulai level direktur hingga staf. Selanjutnya,
dipastikan masing-masing orang harus disesuaikan dengan kapasitas fungsi
dan jabatannya.
 Melinda Dee menjabat sebagai Relationship Manager Citigold di bank tersebut, sehingga dia
dengan dapat mudahnya melakukan yang demikian dengan memanfaatkan kekuasaan
jabatannya. Sebab dia melakukan hal tersebut tidak sendiri, namun dibantu atau bersengkokol
dengan bawahannya yaitu selaku teller yang melakukan transaksi ke perusahaan miliknya.
Dengan tindakan kriminalnya Malinda Dee telah melakukan pelanggarankode etik
profesinya. Dalam dunia perbankan, Malinda Dee dikategorikan,
sebagai bankir yang menurut Kode Etik Bankir Indonesia memiliki pengertian sebagaiseseorang
yang bekerja di Bank dan sedang atau pernah berkecimpung dalam bidangteknis operasional dan
non operasional perbankan. Selain itu, Malinda juga menggunakan surat kuasa dari nasabah,
meminta teller Citibank melakukan pencatatan palsu terhadap beberapa transfer uang ke empat
perusahaan miliknya. Dana nasabah juga digunakan Malinda untuk kepentingan
pribadinya.Sanksi bagi pelaku tindak pidana pencucian uang yaitu hukuman penjara paling lama
maksimum 20 tahun, dengan denda paling banyak 10 miliar rupiah.
Lalu bagaimana cara mencegah terjadinya risiko operasional. Caranya,
setiap unit melakukan pengendalian seluruh transaksi. Masing-masing unit
juga wajib dilengkapi staff compliance. Ini yang kita kenal dengan
pengawasan melekat (waskat). Tujuannya adalah untuk memastikan semua
keputusan bisnis tidak melanggar undang undang. Sebagai gambaran, kredit
yang disalurkan sebuah bank harus dicatat. Tidak hanya di level staf, namun
juga hingga ke level kepala seksi, kepala bagian hingga direksi.
Aspek lain yang juga penting dalam pengelolaan risiko operasional adalah
cara pengenalan identitas nasabah atau lebih dikenal Know Your Customer
(KYC). Apakah prinsip KYC-nya sudah benar-benar sesuai prosedur atau
tidak.  Komponen dalam KYC perlu ditanyakan secara jelas seperti identitas
perusahaan atau perorangan, cash flow, dan asal sumber dana. Kalau ada
yang janggal bank bisa mengklarifikasi. Jika nasabah tidak mau klarifikasi,
baru bank melapor ke Pusat Pelaporan Analisis Transaksi dan Keuangan
(PPATK). Poin kedua yang memunculkan kejahatan perbankan, kata Siti
Sundari, adalah kurang optimal internal audit dari bank yang bersangkutan.
Secara teoritis, jika fungsi pokok internal audit benar maka akan mencegah
terjadinya kesalahan di seluruh unit kerja. Mereka bisa melakukan cek silang
(cross check) setiap transaksi yang terjadi antara staf di front office dengan
data yang ada di komputer.
Poin berikutnya adalah kurang optimalnya tindak lanjut hasil audit eksternal.
Mereka yang bertanggung jawab terkait hal ini bisa Kantor Akuntan Publik
(KAP), BI, hingga Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang memerikas bank-
bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Jika ketiga poin itu dijalankan
optimal tentu akan terlihat di titik mana kesalahan itu terjadi, apakah di BI,
internal operasional bank, atau divisi kepatuhan. "Di samping itu, tentunya
semua langkah tadi akan meminimalisir terjadinya pratik ilegal seperti yang
dilakukan MD pada banknya," kata Siti Sundari, wanita yang pernah
menjabat direktur di direktorat pengawasan BI ini.
   Modus Operandi yang dilakukan pelaku sebagai karyawan bank adalah dengan sengaja
melakukan pengaburan transaksi dan pencatatan tidak benar terhadap bebrapa slip transfer. Slip
transfer digunakan untuk menarik dana pada rekening nasabah dan memindahkan dana milik
nasabah tanpa seizin nasabah ke beberapa rekening yang dikuasai oleh pelaku. Pelaku
mengalirkan hasil penggelapan dana nasabah Citibank ke 30 rekening. Total dana yang
digelapkan pelaku diduga mencapai lebih dari Rp 16 milyar. Dana tersebut dibelanjakan barang
mewah berupa empat mobil mewah dan dua apartemen yang saat ini disita polisi.
   Penyidikan kasus ini relatif terhambat lantaran sejauh ini baru tiga nasabah yang berani
melapor polisi. Korban pelaku diduga lebih dari jumlah tersebut karena pelaku memiliki ratusan
nasabah. Proses penyelidikan juga terbentur aturan perbankan yang merahasiakan identitas serta
jumlah dana nasabah dan saat ini penyelidikan masih tertuju pada lalu lintas dari tiga nasabah
saja.
   Hubungan antara bank dengan nasabahnya ternyata tidaklah seperti hubungan kontraktual
biasa, tetapi dalam hubungan tersebut terdapat pula kewajiban bagi bank untuk tidak membuka
rahasia dari nasabahnya kepada pihak lain mana pun kecuali jika ditentukan lain oleh perundang-
undang yang berlaku. Menurut pasal 1 angka 28 undang-undang perbankan, yang dimaksud
dengan rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai
nasabah penyimpan dan simpanannya.
Analisa Dari Segi Perbankan
   Kasus ini  tentunya bisa menimbulkan kerugian dan dampak buruk bagi dunia perbankan
Indonesia serta Citibank itu sendiri khususnya pada manajemen likuiditasnya. Manajemen
likuiditas adalah  Kemampuan manajemen bank dalam menyediakan dana yang cukup utk
memenuhi semua kewajibannya maupun komitmen yg telah dikeluarkan kpd nasabah serta
pengelolaan atas reserve requirement (RR) atau Primary reserve atau Giro wajib minimum sesuai
ketentuan BI, dan secondary reserve. Resiko yang dapat timbul apabila gagal dalam manajemen
likuiditas adalah resiko pendanaan dan resiko bunga.
   Bisa dikatakan bahwa implikasi negatif dari kasus ini, Jika Citibank tidak bisa atau tidak
memiliki kemampuan dalam menyediakan dana yang cukup untuk memenuhi semua
kewajibannya maupun komitmen yang telah dikeluarkan nasabah sebab penggelapan dana oleh
Malinda Dee ini maka Citibank bisa saja dilikuidasi oleh Bank Indonesia serta hilangnya trust
atau kepercayan nasabah dan masyarakat kepada Citibank pada khususnya dan perbankan
indonesia pada umumnya. Informasi baru, Citibank mengkonfirmasikan ke masyarakat bahwa
pihak Citibank menjamin uang nasabah dan aman.
   Pencucian uang adalah suatu proses atau perbuatan yang bertujuanuntuk menyembunyikan
atau menyamarkan asal-usul uang atau harta kekayaan yang diperoleh dari hasil tindak pidana
yang kemudian diubah menjadi harta kekayaan yang seolah-olah dari kegiatan yang sah. Sesuai
dengan pasal 2 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak PidanaPencucian Uang,
tindak pidana yang menjadi pemicu terjadinya pencucian uang meliputi korupsi, penyuapan,
penyeelundupan barang/tenaga kerja/imigran, Perbankan,  narkotika, psikotropika, perdagangan
budak/wanita/anak/senjata gelap, penculikan, terorisme, pencurian, penggelapan, dan penipuan.
 

Anda mungkin juga menyukai