Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

POST PARTUM (MASA NIFAS)

I. Konsep Anatomi Fisiologi

I.1 Alat Reproduksi Bagian Dalam


Alat reproduksi bagian dalam wanita terdiri atas ovarium (kandung
telur), tuba fallopi atau oviduk (saluran telur), dan vagina (saluran
kelamin).

I.1.1 Ovarium
Ovarium berjumlah sepasang yang terdapat di rongga perut,
yaitu tepatnya di sebelah kiri dan kanan daerah pinggang.
Fungsi ovarium ini untuk menghasilkan sel telur atau ovum
dan hormon-hormon kelamin wanita, seperti progesteron
dan .Ovarium dilindungi oleh suatu kapsul pelindung yang
mengandung folikel-folikel.Setiap folikel berisi sebuah sel
telur yang diselubungi satu atau lebih lapisan sel-sel
folikel.Folikel merupakan suatu struktur yang berbentuk
bulatan-bulatan dan terdapat di sekeliling oosit, berguna
sebagai penyedia makanan dan pelindung bagi sel telur yang
sedang mengalami pematangan.

I.1.2 Tuba Fallopi


Tuba fallopi yang lazim disebut sebagai oviduk berjumlah
sepasang.Tuba fallopi ini merupakan suatu saluran yang
menghubungkan ovarium dengan rahim (uterus). Tuba
fallopi terbagi menjadi tiga bagian, yaitu ismus yang
merupakan bagian tuba fallopi yang terletak dekat uterus
atau rahim, ampula,yaitu daerah yang berbentuk lengkungan
yang terletak di atas ovarium, dan infudibulum, yaitu daerah
pangkal tuba fallopi yang berbentuk corong (fimbria).
Pangkal tuba fallopi yang berbentuk corong disebut pula
infudibulum.Infudibulum mengandung tonjolan-tonjolan
seperti kaki cumi-cumi yang berjumbai-jumbai disebut
fimbriae.Fimbriae ini berperan untuk menangkap
ovum.Ovum yang telah ditangkap fimbriae, kemudian
diangkat oleh tuba fallopi.

Dengan adanya gerak peristaltik serta dinding tuba fallopi


yang bersilia, ovum kemudian diangkat menuju rahim.
Dengan demikian, tuba fallopi memiliki beberapa fungsi,
yaitu untuk menyalurkan ovum menuju uterus dan
menyediakan lingkungan yang cocok bagi proses
pembuahan dan perkembangan telur sebelum fertilisasi
terjadi.

I.1.3 Uterus
Uterus lazim disebut rahim, pada manusia hanya terdiri dari
satu ruang yang disebut simpleks.Uterus ini berbentuk
seperti buah pear dan berotot cukup tebal. Pada wanita-
wanita yang belum pernah melahirkan, ukuran panjang
rahimnya adalah 7 cm dengan lebar antara 4 cm sampai 5
cm. Pada rahim bagian bawah bentuknya mengecil dan
dinamakan serviks uterus, sedangkan bagian yang lebih
besar disebut badan rahim atau corpus uterus. Rahim pada
manusia dan mamalia tersusun atas tiga lapisan,
yaitu perimetrium, meiometrium, dan endometrium. Pada
lapisan endometrium dihasilkan banyak lendir, serta terdapat
banyak pembuluh darah. Lapisan endometrium ini
mengalami proses penebalan dan akan mengelupas setiap
bulannya apabila tidak terdapat zigot yang terimplantasi
(tertanam). Uterus ini merupakan tempat untuk pertumbuhan
dan perkembangan janin.

Di samping itu, rahim juga terbagi atas tiga bagian,


yaitu fundus, bagian paling atas yang berdekatan dengan
saluran telur, ismus bagian tengah rahim, dan serviks yang
sering kali disebut sebagai leher rahim adalah bagian paling
bawah dan tersempit, yang memanjang sampai vagina. 

I.1.4 Vagina
Merupakan bagian dalam kelamin wanita yang berbentuk
seperti tabung dilapisi dengan otot yang arahnya membujur
ke arah bagian belakang dan atas.Bagian dinding vagina
lebih tipis dibandingkan dengan dinding rahim dan terdapat
banyak lipatan-lipatan. Lipatan-lipatan tersebut berguna
untuk mempermudah jalannya proses kelahiran bayi. Di
samping itu, pada vagina juga terdapat lendir yang
dikeluarkan oleh dinding vagina dan sepasang kelenjar yang
dikenal sebagai kelenjar bartholi.Vagina ini merupakan
organ persetubuhan (kopulasi) pada wanita.

I.2 Alat Reproduksi Bagian Luar


Alat reproduksi bagian luar pada wanita disebut vulva, terdiri atas
labia mayora, mons pubis, labia minora, organ klitoris, orificium
uretra, dan himen (selaput dara). Labia mayora adalah bibir bagian
luar dari vagina yang tebal dan berlapiskan lemak, sedangkan mons
pubis merupakan bagian tempat bertemunya dua bibir vagina
dengan bagian atas yang terlihat membukit.Labia minora atau bibir
kecil, yaitu sepasang lipatan kulit pada vagina yang halus dan tipis
serta tidak mengandung lapisan lemak.

Organ klitoris, merupakan bagian vagina yang berbentuk tonjolan


kecil yang sering kali disebut klentit.Adapun orificium uretra adalah
muara saluran kencing yang letaknya tepat di bawah organ klitoris.
Di bagian bawah saluran kencing yang mengelilingi tempat masuk
ke vagina, terdapat himen yang dikenal dengan nama selaput darah 

II. Konsep Penyakit


II.1 Definisi Post Partum
Post partum adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan
sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil. Lama
masa nifas ini yaitu 6 – 8 minggu (Mochtar, 2010). Akan tetapi
seluruh alat genital akan kembali dalam waktu 3 bulan (Hanifa,
2012). Selain itu masa nifas / purperium adalah masa partus selesai
dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu (Mansjoer et.All. 2010).

Masa nifas (Puerperium) adalah masa pulih kembali mulai dari


persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra
hamil.Lamanya berlangsung selama 6-8 minggu (Hadijono, 2008).
Puerperium (masa nifas) adalah masa sesudah persalinan yang
diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6
minggu atau 42 hari.Kejadian yang terpenting dalam nifas adalah
involusi dan laktasi (Prawirordjo, 2008).

Menurut WHO menyatakan bahwa, pasca partus-post natal, mulai


sejak 1 jam setelah plasenta lahir sampai minggu ke-6 atau
berlangsung selama 42 hari (Manuaba, 2001).

Jadi dapat disimpulkan bahwa masa nifas atau post partum adalah
masa setelah kelahiran bayi pervagina dan berakhir setelah alat-alat
kandungan kembali seperti semula tanpa adanya komplikasi.
Selama masa pemulihan tersebut berlangsung, ibu akan mengalami
banyak perubahan, baik secara fisik maupun psikologis sebenarnya
sebagian besar bersifat fisiologis.
II.2 Etiologi
II.2.1 Penyebab umum perdarahan postpartum adalah:
II.2.1.1 Atonia Uteri
II.2.1.2 Retensi Plasenta
II.2.1.3 Sisa Plasenta dan selaput ketuban:
a. Pelekatan yang abnormal (plasenta akreta dan
perkreta)
b. Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta
seccenturia).
II.2.1.4 Trauma jalan lahir
a. Episiotomi yang lebar
b. Laserasi perineum, vagina, serviks, forniks dan
Rahim
c. Rupture uteri.
II.2.1.5 Penyakit darah
Kelainan pembekuan darah misalnya
afibrinogenemia / hipofibrinogenemia. Tanda yang
sering dijumpai yaitu :
a. Perdarahan yang banyak
b. Solusio Plasenta
c. Kematian janin yang lama dalam kandungan
d. Pre eklampsia dan eklampsia
e. Infeksi, hepatitis dan syok septik
f. Hematoma
g. Inversi Uterus

II.2.2 Penyebab umum seksio sesaria 


II.2.2.1 Etiologi yang berasal dari ibu
Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak,
primi para tua disertai kelainan letak ada,
disproporsi sefalo pelvik (disproporsi janin /
panggul), ada sejarah kehamilan dan persalinan
yang buruk, terdapat kesempitan panggul, Plasenta
previa terutama pada primigravida, solutsio
plasenta tingkat I – II, komplikasi kehamilan yaitu
preeklampsia-eklampsia, atas permintaan,
kehamilan yang disertai penyakit ( jantung, DM ),
gangguan perjalanan persalinan ( kista ovarium,
mioma uteri dan sebagainya).
II.2.2.2 Etiologi yang berasal dari janin
Fetal distress / gawat janin, mal presentasi dan mal
posisi kedudukan janin, prolapsus tali pusat dengan
pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum atau
forseps ekstraksi.
II.2.3 Faktor Persalinan Pervaginam
II.2.3.1 Vakum ekstrasi
Vakum ekstrasi adalah suatu tindakan bantuan
persalinan, janin dilahirkan dengan ekstrasi
menggunakan tekanan negative dengan alat vacum
yang dipasang di kepalanya (Mansjoer, 2002).
II.2.3.2 Ekstrasi Cunam/Forsep
Ekstrasi Cunam/Forsep adalah suatu persalinan
buatan, janin dilahirkan dengan cunam yang
dipasang di kepala janin (Mansjoer, 2002).
Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu karena
tindakan ekstrasi forsep antara lain ruptur uteri,
robekan portio, vagina, ruptur perineum, syok,
perdarahan, post partum, pecahnya varices vagina
(Oxorn, 2003)
II.2.3.3 Embriotomi
Adalah prosedur penyelesaian persalinan dengan
jalan melakukan pengurangan volume atau
merubah struktur organ tertentu pada bayi dengan
tujuan untuk memberi peluang yang lebih besar
untuk melahirkan keseluruhan tubuh bayi tersebut
(Syaifudin, 2002).
II.2.3.4 Persalinan Presipitatus
Persalinan presipitatus adalah persalinan yang
berlangsung sangat cepat berlangsung kurang dari 3
jam, dapat disebabkan oleh abnormalitas kontraksi
uterus dan rahim yang terlau kuat, atau pada
keadaan yang sangat jarang dijumpai, tidak adanya
rasa nyeri pada saat his sehingga ibu tidak
menyadari adanya proses persalinan yang sangat
kuat (Cunningham, 2005).

II.3 Tanda dan Gejala (Manifestasi Klinik)


Periode post partum ialah masa enam minggu sejak bayi lahir
sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum
hamil. Periode ini kadang-kadang disebut puerperium atau trimester
keempat kehamilan (Bobak, 2004).
II.3.1 Sistem reproduksi
II.3.1.1 Proses involusi
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum
hamil setelah melahirkan, proses ini dimulai segera
setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot
polos uterus. Uterus, pada waktu hamil penuh
baratnya 11 kali berat sebelum hamil, berinvolusi
menjadi kira-kira 500 gr 1 minggu setelah
melahirkan dan 350 gr dua minggu setelah lahir.
Seminggu setelah melahirkan uterus berada di
dalam panggul. Pada minggu keenam, beratnya
menjadi 50- 60gr. Pada masa pasca partum
penurunan kadar hormone menyebapkan terjadinya
autolisis, perusakan secara langsung Djaringan
hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang
terbentuk selama masa hamil menetap.Inilah
penyebap ukuran uterus sedikit lebih besar setelah
hamil.
II.3.1.2 Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara
bermakna segera setelah bayi lahir, hormon oksigen
yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat
dan mengatur kontraksi uterus, mengopresi
pembuluh darah dan membantu hemostasis. Salama
1-2 jam pertama pasca partum intensitas kontraksi
uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur.
Untuk mempertahankan kontraksi uterus, suntikan
oksitosin secara intravena atau intramuskuler
diberikan segera setelah plasenta lahir.
II.3.1.3 Tempat plasenta
Segera setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan,
kontraksi vaskular dan trombus menurunkan tempat
plasenta ke suatu area yang meninggi dan bernodul
tidak teratur.Pertumbuhan endometrium ke atas
menyebabkan pelepasan jaringan nekrotik dan
mencegah pembentukan jaringan parut yang
menjadi karakteristik penyembuha luka.Regenerasi
endometrum, selesai pada akhir minggu ketiga
masa pasca partum, kecuali pada bekas tempat
plasenta.
II.3.1.4 Lochea
Lochea yang keluar setelah bayi lahir, mula-mula
berwarna merah, kemudian menjadi merah tua atau
merah coklat.Lochea rubra terutama mengandung
darah dan debris desidua dan debris
trofoblastik.Aliran menyembur menjadi merah
setelah 2-4 hari.Lochea serosa terdiri dari darah
lama, serum, leukosit dan denrus jaringan.Sekitar
10 hari setelah bayi lahir, cairan berwarna kuning
atau putih. Lochea alba mengandung leukosit,
desidua, sel epitel, mukus, serum dan bakteri.
Lochea alba bisa bertahan 2-6 minggu setelah bayi
lahir.
II.3.1.5 Serviks
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu
melahirkan.18 jam pasca partum, serviks
memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat
dan kembali ke bentuk semula. Serviks setinggi
segmen bawah uterus tetap edematosa, tipis, dan
rapuh selama beberapa hari setelah ibu melahirkan.
II.3.1.6 Vagina dan perineum
Vagina yang semula sangat teregang akan kembali
secara bertahap ke ukuran sebelum hamil, 6-8
minggu setelah bayi lahir. Rugae akan kembali
terlihat pada sekitar minggu keempat, walaupun
tidak akan semenonjol pada wanita multipara.

II.3.2 Sistem endokrin


II.3.2.1 Hormon plasenta
Penurunan hormon human plasental lactogen,
esterogen dan kortisol, serta placenta enzim
insulinase membalik efek diabetagenik kehamilan.
Sehingga kadar gula darah menurun secara yang
bermakna pada masa puerperium. Kadar esterogen
dan progesteron menurun secara mencolok setelah
plasenta keluar, penurunan kadar esterogen
berkaitan dengan pembengkakan payudara dan
diuresis cairan ekstra seluler berlebih yang
terakumulasi selama masa hamil.
II.3.2.2 Hormon hipofisis
Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada
wanita menyusui dan tidak menyusui
berbeda.Kadar prolaktin serum yang tinggi pada
wanita menyusui tampaknya berperan dalam
menekan ovulasi. Karena kadar follikel-stimulating
hormone terbukti sama pada wanita menyusui dan
tidak menyusui di simpulkan ovarium tidak
berespon terhadap stimulasi FSH ketika kadar
prolaktin meningkat (Bowes, 1991).
II.3.2.3 Abdomen
Apabila wanita berdiri di hari pertama setelah
melahirkan, abdomenya akan menonjol dan
membuat wanita tersebut tampak seperti masih
hamil. Diperlukan sekitar 6 minggu untuk dinding
abdomen kembali ke keadaan sebelum hamil.

II.3.3 Sistem urinarius


Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan
setelah wanita melahirkan. Diperlukan kira-kira dua smpai 8
minggu supaya hipotonia pada kehamilan dan dilatasi ureter
serta pelvis ginjal kembali ke keadaan sebelum hamil
(Cunningham, dkk ; 1993).
II.3.4 Sistem cerna
II.3.4.1 Nafsu makan
Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia,
anestesia, dan keletihan, ibu merasa sangat lapar.
II.3.4.2 Mortilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot
traktus cerna menetap selam waktu yang singkat
setelah bayi lahir.
II.3.4.3 Defekasi
Buang air besar secara spontan bias tertunda selama
dua sampai tiga hari setelah ibu melahirkan.

II.3.5 Payudara
Konsentrasi hormon yang menstimulasai perkembangan
payu dara selama wanita hamil (esterogen, progesteron,
human chorionic gonadotropin, prolaktin, krotison, dan
insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir.
II.3.5.1 Ibu tidak menyusui
Kadar prolaktin akan menurun dengan cepat pada
wanita yang tidak menyusui. Pada jaringan
payudara beberapa wanita, saat palpasi dailakukan
pada hari kedua dan ketiga.Pada hari ketiga atau
keempat pasca partum bisa terjadi
pembengkakan.Payudara teregang keras, nyeri bila
ditekan, dan hangat jika di raba.
II.3.5.2 Ibu yang menyusui
Sebelum laktasi dimulai, payudara teraba lunak dan
suatu cairan kekuningan, yakni kolostrum.Setelah
laktasi dimula, payudara teraba hangat dan keras
ketika disentuh. Rasa nyeri akan menetap selama
sekitar 48 jam. Susu putih kebiruan dapat
dikeluarkan dari puting susu.

II.3.6 Sistem Perkemihan


II.3.6.1 Uretra dan kandung kemih
Trauma bisa terjadi pada uretra dan kandung kemih
selama proses melahirkan, yakni sewaktu bayi
melewati jalan lahir. Dinding kandung kemih dapat
mengalami hiperemis dan edema, seringkali diserti
daerah-daerah kecil hemoragi.

II.3.7 Sistem Integumentasi


Hiperpigmentasi di areola dan linea nigra tidak menghilang
seluruhnya setelah bayi lahir. Kulit yang meregang pada
payudara,abdomen, paha, dan panggul mungkin memudar
tetapi tidak hilang seluruhnya.
II.4 Patofisiologi
II.4.1 Adaptasi Fisiologi
II.4.1.1 Involusi uterus
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum
hamil setelah melahirkan, proses ini dimulai segera
setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot
polos uterus. Pada akhir tahap ketiga persalinan,
uterus berada di garis tengah, kira-kira 2 cm di
bawah umbilicus dengan bagian fundus bersandar
pada promontorium sakralis. Dalam waktu 12 jam,
tinggi fundus mencapai kurang lebih 1 cm di atas
umbilikus. Fundus turun kira-kira 1 smpai 2 cm
setiap 24 jam Pada hari pasca partum keenam
fundus normal akan berada dipertengahan antara
umbilikus dan simpisis pubis.

Uterus, pada waktu hamil penuh baratnya 11 kali


berat sebelum hamil, berinvolusi menjadi kira-kira
500 gr 1 minggu setelah melahirkan dan 350 gr 2
minggu setelah lahir. Satu minggu setelah
melahirkan uterus berada di dalam panggul.Pada
minggu keenam, beratnya menjadi 50-60 gr.
Peningkatan esterogen dan progesteron
bertabggung jawab untuk pertumbuhan masif uterus
selama hamil. Pada masa pasca partum penurunan
kadar hormone menyebapkan terjadinya autolisis,
perusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang
berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama
masa hamil menetap.Inilah penyebap ukuran uterus
sedikit lebih besar setelah hamil.
II.4.1.2 Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara
bermakna segera setelah bayi lahir, diduga terjadi
sebagai respon terhadap penurunan volume
intrauterin yang sangat besar.homeostasis pasca
partum dicapai terutama akibat kompresi pembuluh
darah intramiometrium, bukan oleh agregasi
trombosit dan pembentukan bekuan. Hormon
oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis
memperkuat dan mengatur kontraksi uterus,
mengopresi pembuluh darah dan membantu
hemostasis. Salama 1-2 jam pertama pasca partum
intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan
menjadi tidak teratur. Untuk mempertahankan
kontraksi uterus, suntikan oksitosin secara
intravena atau intramuskuler diberikan segera
setelah plasenta lahir.Ibu yang merencanakan
menyusui bayinya, dianjurkan membiarkan bayinya
di payudara segera setelah lahir karena isapan bayi
pada payudara merangsang pelepasan oksitosin.

II.4.2 Adaptasi psikologis


Menurut Hamilton, 1995 adaptasi psikologis ibu post partum
dibagi menjadi 3 fase yaitu :
II.4.2.1 Fase taking in/ ketergantungan
Fase ini dimuai hari pertama dan hari kedua setelah
melahirkan dimana ibu membutuhkan
perlindungandan pelayanan.
II.4.2.2 Fase taking hold / ketergantungan tidak
ketergantungan
Fase ini dimulai pada hari ketiga setelah melahirkan
dan berakhir pada minggu keempat sampai
kelima.Sampai hari ketiga ibu siap untuk menerima
peran barunya dan belajar tentang semua hal-hal
baru.Selama fase ini sistem pendukung menjadi
sangat bernilai bagi ibu muda yang membutuhkan
sumber informasi dan penyembuhan fisik sehingga
ia dapat istirahat dengan baik
II.4.2.3 Fase letting go / saling ketergantungan
Dimulai sekitar minggu kelima sampai keenam
setelah kelahiran.Sistem keluarga telah
menyesuaiakan diri dengan anggotanya yang
baru.Tubuh pasian telah sembuh, perasan rutinnya
telah kembali dan kegiatan hubungan seksualnya
telah dilakukan kembali.

II.5 Komplikasi
II.5.1 Perdarahan
Perdarahan adalah penyebab kematian terbanyak pada
wanita selama periode post partum. Perdarahan post partum
adalah : kehilangan darah lebih dari 500 cc setelah kelahiran
kriteria perdarahan didasarkan pada satu atau lebih tanda-
tanda sebagai berikut:
II.5.1.1 Kehilangan darah lebih dai 500 cc
II.5.1.2 Sistolik atau diastolik tekanan darah menurun
sekitar 30 mmHg
II.5.1.3 Hb turun sampai 3 gram %.

Perdarahan post partum dapat diklasifikasi menurut kapan


terjadinya perdarahan dini terjadi 24 jam setelah melahirkan.
Perdarahan lanjut lebih dari 24 jam setelah melahirkan, syok
hemoragik dapat berkembang cepat dan menadi kasus
lainnya, tiga penyebap utama perdarahan antara lain:
a. Atonia uteri : pada atonia uteri uterus tidak mengadakan
kontraksi dengan baik dan ini merupakan sebap utama
dari perdarahan post partum. Uterus yang sangat teregang
(hidramnion, kehamilan ganda, dengan kehamilan dengan
janin besar), partus lama dan pemberian narkosis
merupakan predisposisi untuk terjadinya atonia uteri.
b. Laserasi jalan lahir : perlukan serviks, vagina dan
perineum dapat menimbulkan perdarahan yang banyak
bila tidak direparasi dengan segera.
c. Retensio plasenta, hampir sebagian besar gangguan
pelepasan plasenta disebapkan oleh gangguan kontraksi
uterus.retensio plasenta adalah : tertahannya atau belum
lahirnya plasenta atau 30 menit selelah bayi lahir.
d. Lain-lain
1) Sisa plasenta atau selaput janin yang menghalangi
kontraksi uterus sehingga masih ada pembuluh darah
yang tetap terbuka
2) Ruptur uteri, robeknya otot uterus yang utuh atau
bekas jaringan parut pada uterus setelah jalan lahir
hidup
3) Inversio uteri

II.5.2 Infeksi puerperalis


Didefinisikan sebagai; inveksi saluran reproduksi selama
masa post partum.Insiden infeksi puerperalis ini 1 % - 8 %,
ditandai adanya kenaikan suhu > 380 dalam 2 hari selama 10
hari pertama post partum. Penyebap klasik adalah :
streptococus dan staphylococus aureus dan organisasi
lainnya.

II.5.3 Endometritis
Adalah infeksi dalam uterus paling banyak disebapkan oleh
infeksi puerperalis.Bakteri vagina, pembedahan caesaria,
ruptur membrane memiliki resiko tinggi terjadinya
endometritis.

II.5.4 Mastitis
Yaitu infeksi pada payudara. Bakteri masuk melalui fisura
atau pecahnya puting susu akibat kesalahan tehnik
menyusui, di awali dengan pembengkakan, mastitis
umumnya di awali pada bulan pertamapost partum.

II.5.5 Infeksi saluran kemih


Insiden mencapai 2-4 % wanita post partum, pembedahan
meningkatkan resiko infeksi saluran kemih. Organisme
terbanyak adalah Entamoba coli dan bakterigram negatif
lainnya.

II.5.6 Tromboplebitis dan thrombosis


Semasa hamil dan masa awal post partum, faktor koagulasi
dan meningkatnya status vena menyebapkan relaksasi sistem
vaskuler, akibatnya terjadi tromboplebitis (pembentukan
trombus di pembuluh darah dihasilkan dari dinding
pembuluh darah) dan thrombosis (pembentukan trombus)
tromboplebitis superficial terjadi 1 kasus dari 500 – 750
kelahiran pada 3 hari pertama post partum.

II.5.7 Emboli
Yaitu partikel berbahaya karena masuk ke pembuluh darah
kecil menyebapkan kematian terbanyak di Amerika.

II.5.8 Post partum depresi


Kasus ini kejadinya berangsur-angsur, berkembang lambat
sampai beberapa minggu, terjadi pada tahun pertama.Ibu
bingung dan merasa takut pada dirinya. Tandanya antara
lain, kurang konsentrasi, kesepian tidak aman, perasaan
obsepsi cemas, kehilangan kontrol, dan lainnya. Wanita juga
mengeluh bingung, nyeri kepala, gangguan makan,
disminore, kesulitan menyusui, tidak tertarik pada sex,
kehilanagan semangat.

II.6 Prognosis
Seperti dikatakan oleh Tadjuluddin (1965) : “Perdarahan
postpartum masih merupakan ancaman yang tidak terduga;
walaupun dengan pengawasan yang sebaik-baiknya, perdarahan
postpartum masih merupakan salah satu sebab kematian ibu yang
penting”. Sebaliknya menurut pendapat para ahli kebidanan
modern: “Perdarahan postpartum tidak perlu mambawa kematian
pada ibu bersalin”. Pendapat ini memang benar bila kesadaran
masyarakat tentang hal ini sudah tinggi dalam klinik tersedia banya
darah dan cairan serta fasilitas lainnya.Dalam masyarakat kita
masih besar anggapan, bahwa darahnya adalah merupakan
hidupnya, karena itu mereka menolak menyumbangkan darahnya,
walaupun jiwa istri dan keluarganya sendiri.
Pada perdarahan postpartum, Mochtar R. dkk, (1969) melaporkan
angka kematian ibu sebesar 7,9% dan Wiknjosastro H. (1960) 1,8%
– 4,5%. Tingginya angka kematian ibu karena banyak penderita
yang dikirim dari luar negeri dengan keadaan umum yang sangat
jelek dan anemis dimana tindakan apapun kadang-kadang tidak
menolong.
II.7 Penanganan Medis
II.7.1 Observasi ketat 2 jam post partum (adanya komplikasi
perdarahan)
II.7.2 6-8 jam pasca persalinan : istirahat dan tidur tenang,
usahakan miring kanan miringkiri
II.7.3 Hari ke- 1-2 : memberikan KIE kebersihan diri, cara
menyusui yang benar dan perawatan payudara, perubahan-
perubahan yang terjadi pada masa nifas, pemberian
informasi tentang senam nifas
II.7.4 Hari ke- 2 : mulai latihan duduk
II.7.5 Hari ke- 3 : diperkenankan latihan berdiri dan berjalan

III. Rencana Asuhan Keperawatan Klien Post Partum


III.1 Pengkajian
III.1.1 Identitas
III.1.2 Riwayat kehamilan
Umur kehamilan serta riwayat penyakit menyertai.
III.1.3 Riwayat persalinan
III.1.3.1Tempat persalinan
III.1.3.2Normal/terdapat komplikasi
III.1.3.3Keadaan bayi
III.1.3.4Keadaan ibu
III.1.4 Riwayat nifas yang lalu
III.1.4.1Pengeluaran ASI lancer atau tidak
III.1.4.2BB bayi
III.1.4.3Riwayat ber KB atau tidak
III.1.5 Pemeriksaan fisik
III.1.5.1Keadaan umum
a. Pemeriksaan TTV
b. Pengkajian tanda-tanda anemia
c. Pengkajian tanda-tanda edema atau
tromboflebitis
d. Pemeriksaan reflek
e. Kaji adanya varises
f. Kaji CVAT ( cortical vertebra area tenderness )
III.1.5.2 Payudara
a. Pengkajian daerah areola ( pecah, pendek, rata )
b. Kaji adanya abses
c. Kaji adanya nyeri tekan
d. Observasi adanya pembengkakanatau ASI
terhenti
e. Kaji pengeluaran ASI
III.1.5.3Abdomen atau uterus
a. Observasi posisi uterus atau tiggi fundus uteri
b. Kaji adnanya kontraksi uterus
c. Observasi ukuran kandung kemih
III.1.5.4Vulva atau perineum
a. Observasi pengeluaran lokhea
b. Observasi penjahitan lacerasi atau luka
episiotomy
c. Kaji adanya pembengkakan
d. Kaji adnya luka
e. Kaji adanya hemoroid
III.1.5.5Pemeriksaan psiko sosial
a. Respon + persepsi keluarga
b. Status psikologis ayah
c. Respon keluarga terhadap bayi

III.1.6 Pemeriksaan penunjang


III.1.6.1 Darah lengkap : Hb, WBC, PLT
III.1.6.2 Elektrolit sesuai indikasi

III.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


III.2.1 Diagnosa 1: Nyeri akut
III.2.1.1Definisi
Pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang
aktual atau potensial.
III.2.1.2Batasan karakteristik
Subjektif:
a. Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan
nyeri dengan isyarat

Objektif:

a. Posisi untuk mengindari nyeri


b. Perubahan tonus otot dengan rentang lemas
sampai tidak bertenaga
c. Respon autonomic misalnya diaphoresis,
perubahan tekanan darah, pernapasan atau
nadi, dilatasi pupil
d. Perubahan selera makan
e. Perilaku distraksi missal, mondar-mandir,
mencari orang atau aktivitas lain, aktivitas
berulang
f. Perilaku ekspresif misal; gelisah, merintih,
menangis, kewaspadaan berlebihan, peka
terhadap rangsang, dan menghela napas
panjang
g. Wajah topeng; nyeri
h. Perilaku menjaga atau sikap melindungi
i. Fokus menyempit, missal; gangguan persepsi
waktu, gangguan proses piker, interaksi
menurun
j. Bukti nyeri yang dapat diamati
k. Berfokus pada diri sendiri
l. Gangguan tidur, missal; mata terlihat layu,
gerakan tidak teratur atau tidak menentu dan
tidak menyeringai
III.2.1.3Faktor yang berhubungan
a. Agen-agen penyebab cedera; biologis, kimia,
fisik dan psikologis

III.2.2 Ketidakefektifan pemberian ASI


III.2.2.1Definisi
Ketidakpuasan atau kesulitan ibu, bayi atau anak
dalam proses pemberian ASI
III.2.2.2Batasan Karakteristik
Subjektif:
a. Persepsi suplai asi yang tidak adekuat
b. Ketidakpuasan proses menyusui

Objektif:

a. Ketidakadekuatan suplai asi


b. Menggeliat dan menangis sipaudara ibu
c. Rewel dan menangis dalam waktu satu jam
setelah menyusui
d. Ketidakmampuan bayi untuk menempel pada
payudara ibu dengan benar
e. Pengosongan masing-masing payudara setiap
kali menyusui yang tidak sempurna

f. Kesempatan untuk mengisap pada payudara


yang tidak mencukupi
g. Tidak tampak tanda pelepasan oksitosin
h. Mengisap pada payudara tidak kontinu
i. Menunnjukkan tanda ketidakadekuatan asupan
bayi
j. Putting terus lecet pada minggu pertama
k. Menolak untuk lacth on
l. Tidak berespon terhadap tindakan kenyamanan
III.2.2.3Faktor yang berhubungan
a. Kelainan pada bayi
b. Bayi mendapatkan makanan tambahan
menggunakan putting buatan
c. Diskontinuitas pemberian asi
d. Kurang pengetahuan
e. Kecemasan atau sikap ibu yang ambivalen
f. Kelainan pada payudara ibu
g. Pasangan atau keluarga tidak mendukung
h. Reflex menghisap bayi buruk
i. Prematuritas
j. Riwayat pembedahan payudara sebelumnya
k. Riwayat kegagalan menyusui
l. Keletihan atau penyakit maternal
m. Asupan cairan yang tidak adekuat

III.2.3 Risiko tinggi infeksi


III.2.3.1Definisi
Peningkatan resiko masuknya organisme patogen
III.2.3.2Faktor resiko
a. Prosedur invasif
b. Ketidakcukupan pengetahuan untuk
menghindari paparan pathogen
c. Trauma
d. Kerusakan jaringan dan peningkatan paparan
lingkungan
e. Ruptur membran amnion
f. Agen farmasi (imunosupresan)
g. Malnutrisi
h. Peningkatan paparan lingkungan pathogen
i. Imonusupresi
j. Ketidakadekuatan imum buatan
k. Tidak adekuat pertahanan sekunder (penurunan
Hb, Leukopenia, penekanan respon inflamasi)
l. Tidak adekuat pertahanan tubuh primer (kulit
tidak utuh, trauma jaringan, penurunan kerja
silia, cairan tubuh statis, perubahan sekresi pH,
perubahan peristaltik)
m. Penyakit kronik

III.2.4 Risiko kekurangan volume cairan


III.2.4.1Definisi
Penurunan cairan intravaskuler, interstisial,
dan/atau intrasellular.Ini mengarah ke dehidrasi,
kehilangan cairan dengan pengeluaran sodium.
III.2.4.2Batasan Karakteristik
a. Kelemahan
b. Haus
c. Penurunan turgor kulit/lidah
d. Membran mukosa/kulit kering
e. Peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan
darah, penurunan volume/tekanan nadi
f. Pengisian vena menurun
g. Perubahan status mental
h. Konsentrasi urine meningkat
i. Temperatur tubuh meningkat
j. Hematokrit meninggi
k. Kehilangan berat badan seketika (kecuali pada
third spacing)
III.2.4.3Faktor-faktor yang berhubungan
a. Kehilangan volume cairan secara aktif
b. Kegagalan mekanisme pengaturan

III.3 Perencanaan
No Diagnosa NOC NIC
1 Nyeri akut NOC: NIC:
1. Pain Level Pain Mangement:
2. Pain Control 1. Lakukan
3. Comfort level pengkajian nyeri
Kriteria Hasil: secara
1. Mampu mengontrol komprehensif
nyeri (tahu penyebab (PQRST)
nyeri,mampu 2. Monitor vital sign
menggunakan teknik 3. Gunakan teknik
non farmakologi untuk komunikasi
mengurangi nyeri, terapeutik untuk
mencari bantuan) mengetahui
2. Melaporkan bahwa pengalaman nyeri
nyeri berkurang pasien
dengan menggunaka 4. Pilih dan lakukan
manajemen nyeri penanganan nyeri
3. Mampu mengenali (Farmakologi non
nyeri (PQRST) farmakologi dan
4. Merasakan rasa interpersonal)
nyaman setalah nyeri Analgesic Administration
berkurang 1. Tentukan PQRST
sebelum
pemberian obat
2. Tentukan pilihan
analgesic
tergantung tipe dan
beratnya nyeri
3. Evaluasi efektifitas
analgesic tanda
dan gejala
2 Ketidakefektifan NOC NIC
pemberian ASI 1. Breastfeding Breastfeding Assistence
ineffective 1. Evaluasi pola
2. Bretahing pattern menghisap/
ineffective menelan bayi
3. Breasfeeding 2. Tentukan keinginan
interrupted dan motivasi ibu
Kriteria hasil: untuk mrnyusui
1. Kementapan 3. Kaji kemampuan
pemberian ASI: Bayi: bayi untuk latch on
perlekatan bayi yang dan menghisap
sesuai pada dan proses secara efektif
menghisap dari 4. Pantau integritas
payudara ibu untuk kulit putting ibu
memperoleh nutrisi 5. Pantau berat badan
selama 3 minggu dan pola eliminasi
pertama pemberian bayi
ASI Breast examination
2. Kemantapan Lactation suppression
pemberian ASI:IBU: 1. Sediakan informasi
kemantapan ibu untuk tentang laktasi dan
membuat bayi melekat teknik memompa
dengan tepat dan ASI (secara manual
menyusui dari atau dengan pompa
payudara ibu untuk elektrik) cara
memperoleh nutrisi mengumpulkan dan
selama 3 minggu menyimpan ASI
pertama pemberian 2. Ajarkan orang tua
ASI. mempersiapkan,
3. Pemeliharaan menyimpan,
pemberian ASI: menghangatkan
keberlangsungan dan kemungkinan
pemberian ASI untuk pemberian
menyediakan nutrisi tambahan susu
bagi bayi/toddler formula
4. Penyapihan pemberian Lactation Counseling
ASI: Diskontinuitas 1. Sediakan infromasi
progresi pemberian tentang keuntungan
ASI dan kerugian
5. Pengetahuan peberian ASI
pemberian ASI: tigkat 2. Demonstrasikan
pemahaman yang latihan menghisap
ditunjukan mengenai jika perlu
laktasi dan pemberian 3. Diskusikan metode
makanan bayi melalui alternative
proses pemberian ASI. pemberian makan
6. Ibu mengenali isyarat bayi
lapar dari bayi dengan
segera
7. Ibu mengindikasikan
kepuasan terhadap
pemberian ASI
8. Ibu tidak mengalami
nyeri tekan pada
putting
9. Mengenali tanda-tanda
penurunan suplai ASI
3 Risiko tinggi NOC NIC
infeksi 1. Immune Status Infection control (control
2. Knowledge: Infection infeksi)
control 1. Bersihkan
3. Risk control lingkungan setelah
dipakai pasien lain
2. Pertahankan teknik
isolasi
3. Gunakan baju,
sarung tangan
sebagai lat
pelindung
4. Pertahankan
lingkungan aseptic
selama pemsangan
alat
5. Monitor tanda
gejala infeksi
sistemik dan local
6. Monitor kerentanan
terhadap infeksi
7. Pertahankan teknik
asepsis pada pasien
yang berisiko
8. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
4 Risiko NOC: NIC
kekurangan Fluid management
volume cairan 1. Fluid Balance 1. Pertahankan
catatan intake dan
2. Hydration
output yang akurat
3. Nutrisional Status: 2. Monitor status
Food and Fluid intake hidrasi
(kelembaban
Kriteria Hasil : membrane mukosa,
nadi adekuat,
1. Mempertahankan
tekanan darah
urine output sesuai
ortostatik) jika
dengan usia dan BB,
diperlukan
BJ, urine normal, HT
3. Monitor vital sign
normal.
4. Monitor masukan
2. Tekanan darah, nadi, makanan/cairan
suhu tubuh dalam dan hitung intake
batas normal. kalori harian
5. Monitor status
3. Tidak ada tanda-tanda nutrisi
dehidrasi, elastisitas Hypopolemia Management
turgor kulit baik, :
membrane mukosa
lembab, tidak ada rasa 1. Monitor respon
haus yang berlebihan pasien terhadap
penambahan
cairan.

2. Monitor BB

3. Dorong pasien
untuk menambah
intake oral

4. Monitor adanya
tanda gagal ginjal
DAFTAR PUSTAKA

Hadijono, Soerjo. (2008). Ilmu Kebidanan. Jakarta:Bina Pustaka

Prawirohardjo, Sarwono. (2006). Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal.


Jakarta: YBP-SP

Prawirohardjo, Sarwono. (2008). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo

Wilkinson, Judith M. (2011). Buku Saku Diagnosa Keperawatan : diagnosa NANDA,


Intervensi NIC, Kreteria hasil NOC ed. 9. Jakarta:EGC
Banjarmasin, Juni 2017

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

(….………….…………...……) (……………..….……………..)

Anda mungkin juga menyukai