Anda di halaman 1dari 14

Nama : Egi Agustian

NIM : 1174030040
Kelas : MD V-A
Mata Kuliah : Manajemen HUZ
SURAT AL-BAQARAH [2]: 125

“Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi
manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat.
Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk
orang-orang yang thawaf, yang i'tikaf, yang ruku' dan yang sujud".

Ayat ini menjelaskan mengenai perintah untuk menjadikan makam ibrahim sebagai
tempat shalat. Bankan tidak hanya sebagai tempat shalat, melainkan sebagai tembat
untuk tawaf, iktikaf, rukuk dan sujud. Mengapa dijadikan tempat shalat? tentu jawabannya
adalah karena perintah tersebut ada dalam QS. Al Baqarah [2] : 125. berikut adalah latar
belakang turunnya QS. Al Baqarah [2] : 125.

A. ASBAABUN NUZUL

Telah menceritakan kepada kami 'Amru bin 'Aun berkata, telah menceritakan kepada kami
Husyaim dari Humaid dari Anas bin Malik berkata, 'Umar bin Al Khaththab, "Aku memiliki
pemikiran yang aku ingin jika itu dikabulkan oleh Rabbku dalam tiga persoalan. Maka aku
sampaikan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, 'Wahai Rasulullah, seandainya
Maqam Ibrahim kita jadikan sebagai tempat shalat? Lalu turunlah ayat: '(Dan jadikanlah
sebahagian maqam Ibrahim sebagai tempat shalat) ' (Qs. Al Baqarah: 125). Yang kedua
tentang hijab. Aku lalu berkata, 'Wahai Rasulullah, seandainya Tuan perintahkan isteri-isteri
Tuan untuk berhijab karena yang berkomunikasi dengan mereka ada orang yang shalih dan
juga ada yang fajir (suka bermaksiat).' Maka turunlah ayat hijab. Dan yang ketiga, saat
isteri-isteri beliau cemburu kepada beliau (sehingga banyak yang membangkang), aku
katakan kepada mereka, 'Semoga bila Beliau menceraikan kalian Rabbnya akan
menggantinya dengan isteri-isteri yang lebih baik dari kalian.' Maka turunlah ayat tentang
masalah ini." Abu Abdullah berkata; telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Maryam
berkata, telah mengabarkan kepada kami Yahya bin Ayyub berkata, telah menceritakan
kepadaku Humaid ia berkata, Aku mendengar Anas seperti hadits ini."

B. TAFSIR (IBNU KATSIR)

Dan (ingatlah) ketika Kami jadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi
manusia. (Al-Baqarah: 125)

Yakni mereka tidak akan merasa puas dengan keperluan mereka darinya; mereka
datang kepadanya, lalu kembali kepada keluarganya, kemudian kembali lagi kepadanya.

Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan
makna magabatal linnas, bahwa mereka berkumpul di tempat tersebut (Baitullah). Riwayat
ini dan yang sebelumnya, kedua-duanya diketengahkan oleh Ibnu Jarir.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Raja, telah menceritakan kepada kami Israil, dari
Muslim, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:

Dan (ingatlah) ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi
manusia. (Al-Baqarah: 125)

Bahwa mereka berkumpul padanya, kemudian kembali ke tempat asalnya masing-


masing. Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah diriwayatkan dari Abul Aliyah dan Sa'id
ibnu Jubair —menurut riwayat yang lain—. Hal yang semisal diriwayatkan pula dari Ata,
Mujahid, Al-Hasan, Atiyyah, Ar-Rabi' ibnu Anas serta Ad-Dahhak.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abdul Karim ibnu Abu Umair,
telah menceritakan kepadaku Al-Walid ibnu Muslim yang mengatakan bahwa Abu Amr
(yakni Al-Auza'i) pernah berkata, telah menceritakan kepadanya Abdah ibnu Abu Lubabah
sebuah agar mengenai takwil firman-Nya:

Dan (ingatlah) ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi
manusia. (Al-Bagarah: 125)
Bahwa tiada seorang pun yang meninggalkannya setelah menunaikan keperluannya-
merasakan bahwa dirinya telah menunaikan keperluan darinya (yakni masih belum merasa
puas dan ingin kembali lagi menunaikannya).

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yunus, dari Ibnu Wahb yang
mengatakan bahwa Ibnu Zaid pernah berkata sehubungan dengan takwil firman-Nya:

Dan (ingatlah) ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi
manusia. (Al-Baqarah: 125)

Mereka berkumpul di Baitullah dari berbagai negeri, semua datang kepadanya.


Alangkah indahnya apa yang dikatakan oleh seorang penyair sehubungan dengan pengertian
ini, seperti yang dikemukakan oleh Imam Qurtubi, yaitu:

Baitullah dijadikan tempat berkumpul bagi mereka, tetapi selamanya mereka tetap merasa
belum puas akan keperluannya di Baitullah itu.

Sa'id ibnu Jubair dalam riwayatnya yang lain-demikian pula Ikrimah, Qatadah, dan
Ata Al-Khurrasani mengatakan bahwa maSabatal linnas artinya tempat berkumpul.

Sedangkan makna lafaz amnan —menurut Ad-pahhak, dari Ibnu Abbas— adalah
tempat yang aman bagi manusia.

Abu Ja'far Ar-Razi meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah
sehubungan dengan firman-Nya:

Dan (ingatlah) ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi
manusia dan tempat yang aman. (AI-Baqarah: 125)

Maksudnya, aman dari gangguan musuh dan tidak boleh membawa senjata di dalam
kotanya. Sedangkan di masa Jahiliah orang-orang yang ada di sekitar Mekah saling berperang
dan membegal, tetapi penduduk Mekah dalam keadaan aman tiada seorang pun yang meng-
ganggu mereka.

Diriwayatkan dari Mujahid, Ata, As-Saddi, Qatadah, Ar-Rabi' ibnu Anas yang
mengatakan bahwa barang siapa memasukinya (Baitullah itu), menjadi amanlah dia.
Kesimpulan dari penafsiran mereka terhadap ayat ini ialah, bahwa Allah menyebutkan
kemuliaan Baitullah dan segala sesuatu yang menjadi ciri khasnya yang mengandung ritual
dan ketetapan hukum, yaitu Baitullah sebagai tempat berkumpulnya manusia.

Dengan kata lain, Allah menjadikannya sebagai tempat yang dirindukan dan disukai
manusia; dan tiada suatu keperluan pun padanya ditunaikan oleh para pelakunya (yakni dia
tidak akan merasa puas dengannya), sekalipun is kembali lagi setiap tahunnya. Hal itu
sebagai perkenan dan i Allah Swt. terhadap doa Nabi Ibrahim a.s. di dalam firman-Nya:

Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka —sampai dengan firman-
Nya Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku. (Ibrahim: 37-40)

Allah menjadikannya sebagai tempat yang aman. Barang siapa yang memasukinya,
niscaya dia aman. Sekalipun dia telah melakukan apa yang telah dilakukannya, lalu dia
masuk ke dalamnya, niscaya dia akan aman.

Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan, pernah ada seorang lelaki
menjumpai pembunuh ayahnya atau saudara laki-lakinya di dalam Masjidil Haram, ternyata
lelaki tersebut tidak berani mengganggunya. Seperti yang digambarkan di dalam surat Al-
Maidah, yaitu melalui firman-Nya:

Allah telah menjadikan Ka'bah, rumah suci itu, sebagai pusat (peribadatan dan urusan
dunia) bagi manusia. (Al-Maidah: 97)

Dengan kata lain, ia merupakan tempat yang dapat melindungi mereka dari kejahatan
disebabkan keagungannya.

Ibnu Abbas mengatakan, "Seandainya manusia tidak berhaji ke Baitullah itu, niscaya
Allah akan membalikkan langit ke atas bumi." Kemuliaan ini tiada lain berkat kemuliaan
orang yang mula-mula membinanya (membangunnya), yaitu kekasih Tuhan Yang Maha Pe-
murah, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:

Dan (ingatlah) ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan
mengatakan), "Janganlah kamu mempersekutukan sesuatu pun dengan Aku." (Al-Hajj: 26)

Adapun firman Allah Swt.:


Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat ibadah) manusia ialah
Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkati dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.
Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barang siapa
memasukinya (Baitullah itu), menjadi amanlah dia. (Ali Imran: 96-97)

Di dalam ayat ini disebutkan perihal maqam Ibrahim dan perintah mengerjakan salat
padanya, yaitu melalui firman-Nya:

Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat salat. (Al-Baqarah: 125)

Mufassirin berbeda pendapat mengenai pengertian yang dimaksud de-


ngan maqam Ibrahim ini. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr
ibnu Syabah An-Numairi, telah menceritakan kepada kami Abu Khalaf (yakni Abdullah ibnu
Isa), telah menceritakan kepada kami Daud ibnu Abu Hindun, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan takwil firman-Nya:

Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat salat. (Al-Baqarah: 125)

Yang dimaksud dengan maqam Ibrahim adalah seluruh Masjidil Haram. Hal yang
semisal dengan riwayat ini diriwayatkan dari Mujahid dan Atha. Ibnu Abu Hatim
mengatakan pula, telah menceritakan kepada ka-. mi Al-Hasan ibnu Muhammad ibnus Sabah,
telah menceritakan kepada kami Hajjaj, dari Ibnu Juraij yang mengatakan bahwa ia pernah
bertanya kepada Ata tentang takwil firman-Nya:

Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat salat. (AlBaqarah: 125)

Maka Ata menjawab bahwa ia pernah mendengar Ibnu Abbas


r.a.berkata, "Maqam Ibrahim yang disebutkan dalam ayat ini ialah maqam Ibrahim yang ada
di dalam Masjidil Haram." Kemudian Ibnu Juraij mengatakan, maqam Ibrahim menurut
kebanyakan dimaksudkan manasik haji seluruhnya. Kemudian Ata mengartikannya
kepadaku, untuk itu dia berkata bahwa maqam Ibrahim adalah maqam Ibrahim yang terdapat
di dalam Masjidil Haram, dan dua salat (Lohor dan Asar secara jamak) di Arafah, Al-
Masy'ar, Mina, melempar jumrah, dan tawaf (sa'i) antara Safa dan Marwah. Lalu aku
bertanya, "Apakah Ibnu Abbas yang menafsirkan semuanya itu?" Ata menjawab, "Tidak,
tetapi dia hanya mengatakan maqam Ibrahim adalah seluruh manasik haji." Aku bertanya,
"Apakah engkau mendengar hal tersebut seluruhnya dari dia?" Ata menjawab, "Ya, aku
mendengarnya dari dia."

Sufyan M-Sauri mengatakan dari Abdullah ibnu Muslim, dari Sa'id ibnu Jubair
sehubungan dengan takwil firman-Nya:

Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat salat. (Al-Baqarah: 125)

Yang dimaksud dengan maqam Ibrahim adalah sebuah batu yang dijadikan oleh Allah
sebagai rahmat. Dan tersebutlah bahwa di masa lalu Nabi Ibrahim- berdiri di atasnya,
sedangkan Nabi Ismail yang mengulurkan batu-batu bangunan Ka'bah kepadanya.
Seandainya bagian atas dari batu itu dibasuh —menurut mereka— niscaya kedua kakinya
menjadi bersilang.

As-Saddi mengatakan bahwa maqam Ibrahim adalah batu yang diletakkan oleh istri
Nabi Ismail di bawah telapak kaki Nabi Ibrahim, hingga istri Nabi Ismail mencuci bagian
atasnya. Demikianlah menu-rut riwayat yang diketengahkan oleh Al-Qurtubi dan
dinilainya daif, tetapi selain Al-Qurtubi menguatkannya. Diriwayatkan pula oleh ArRazi di
dalam kitab tafsirnya, dari Al-Hasan Al-Basri dan Qatadah serta Ar-Rabi' ibnu Anas.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu
Muhammad ibnus Sabah, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab ibnu Ata, dari Ibnu
Juraij, dari Ja'far ibnu Muhammad, dari ayahnya, bahwa is pernah mendengar Jabir
menceritakan hadis tentang haji yang dilakukan oleh Nabi Saw.:

“Setelah Nabi Saw. tawaf, Umar berkata kepadanya, "Inikah maqam bapak kita?" Nabi Saw.
menjawab, "Ya." Umar berkata, "Mengapa kita tidak menjadikannya sebagai tempat salat?"
Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya, "Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat
salat." (Al-Baqarah: 125)

Utsman ibnu Abu Syaibah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu
Usamah, dari Zakaria, dari Abu Ishaq, dari Abu Maisarah, bahwa sahabat Umar pernah
menceritakan hadis berikut:
Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, inikah maqam kekasih Tuhan kita?" Nabi Saw. menjawab,
"Ya." Umar berkata, "Mengapa kita tidak menjadikannya sebagai tempat salat?" Maka
turunlah ayat, "Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat salat." (AlBaqarah: 125)

Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Dalaj ibnu Ahmad,
telah menceritakan kepada kami Gailan ibnu Abdus Samad, telah menceritakan kepada kami
Masruq ibnul Mirzaban, telah menceritakan kepada kami Zakaria ibnu Abu Zaidah, dari Abu
Ishaq, dari Amr ibnu Maimun, dari Umar ibnul Khattab, bahwa ia pernah
melewati maqam Ibrahim; lalu ia bertanya, "Wahai Rasulullah, bukankah kita sekarang
berada di maqam kekasih Tuhan kita?" Nabi Saw. menjawab, "Memang benar." Umar
berkata, "Mengapa kita tidak menjadikannya sebagai tempat salat." Sebentar kemudian turun-
lah firman-Nya:

Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat salat. (Al-Baqarah: 125)

Ibnu Murdawaih mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Ahmad
ibnu Muhammad Al-Qazwaini, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah
menceritakan kepada kami Junaid, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Khalid,
telah menceritakan kepada kami Al-Walid, dari Malik ibnu Anas, dari Ja'far ibnu
Muhammad, dari ayahnya, dari Jabir yang menceritakan bahwa ketika Rasulullah Saw.
berdiri di dekat maqam Ibrahim pada hari pembukaan kota Mekah, Umar bertanya
kepadanya, "Wahai Rasulullah, inikah maqam Ibrahim yang disebutkan oleh firman-Nya,
`Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat salat'?" Nabi Saw. menjawab, "Ya." Al-
Walid berkata, "Aku bertanya kepada Malik, `Apakah memang demikian dia (Ja'far ibnu
Muhammad) menceritakannya kepadamu, yakni wattakhite?" Ia menjawab, "Ya."

Demikianlah yang disebutkan di dalam riwayat terakhir ini. Sanad hadis ini
berpredikat garib, tetapi Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis Al-Walid ibnu Muslim
dengan makna yang semisal.

Imam Bukhari mengatakan dalam bab tafsir firman-Nya:

Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat salat. (Al-Baqarah: 125)

Malabah artinya tempat berkumpul bagi mereka, setelah itu mereka kembali (ke negerinya
masing-masing).
Telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada kami Yahya,
dari Humaid, dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa Umar pernah berkata:

Aku bersesuaian dengan Tuhanku, atau Tuhanku bersesuaian denganku dalam tiga perkara.
Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, sekiranya engkau menjadikan sebagian maqam Ibrahim
tempat salat." Maka turunlah firman-Nya, "Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat
salat" (A1-Baciarah: 125). Aku berkata, "Wahai Rasulullah, orang yang masuk menemuimu
ada yang balk dan ada yang fajir (durhaka), sekiranya engkau perintahkan kepada
Ummahatul Mu-minin untuk memakai hijab." Maka Allah Swt. menurunkan ayat hijab. Umar
melanjutkan kisahnya, "Telah sampai kepadaku berita celaan Nabi Saw. terhadap salah se-
orang istrinya, maka aku masuk menemui mereka (istri-istri Nabi Saw.) dan kukatakan
kepada mereka, 'Berhentilah kalian dari tuntutan kalian atau Allah benar-benar akan
memberikan ganti kepada Rasul-Nya wanita-wanita yang lebih baik daripada kalian,' hingga
sampailah aku pada salah seorang istrinya yang mengatakan, Umar, adapun Rasulullah
Saw., beliau belum pernah menasihati istri-istrinya hingga engkau sendirilah yang
menasihati mereka.' Maka Allah menurunkan firman-Nya, Vika Nabi menceraikan kalian,
boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik
daripada kalian yang patuh' (At-Tahrim: 5), hingga akhir ayat."

Ibnu Abu Maryam mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Ayyub,
telah menceritakan kepadaku Humaid yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Anas
menceritakan sebuah hadis dari Umar r.a. Demikianlah menurut konteks yang diketengahkan
oleh Imam Bukhari dalam bab ini, dan ia men-ta'liq-kan jalur yang kedua dari gurunya (yaitu
Sa'id ibnul Hakam yang dikenal dengan nama Ibnu Abu Maryam Al-Masri). Imam Bukhari
menyendiri dalam periwayatan hadis ini dari gurunya di kalangan pemilik kitab-kitab
Sittah. Sedangkan yang lainnya meriwayatkan hadis ini dari guru Imam Bukhari melalui
perantara. Tujuan Imam Bukhari men-ta'liq hadis ini ialah untuk
menjelaskan itti.sa/ (hubungan) sanad hadis ini, dan sesungguhnya dia tidak meng-isnad-kan
hadis ini mengingat Yahya ibnu Abu Ayyub Al-Gafiqi orangnya masih mengandung sesuatu
cela; menurut Imam Ahmad, hafalannya lemah.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan
kepada kami Hamid, dari Anas yang mengatakan bahwa Umar pernah berkata:
Aku bersesuaian dengan Tuhanku dalam tiga perkara. Aku berkata, "Wahai Rasulullah,
sekiranya engkau menjadikan sebagian maqam Ibrahim tempat salat." Maka turunlah
firman-Nya, "Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat salat" (Al-Baqarah:
125). Dan aku berkata,"Wahai Rasulullah, sesungguhnya orangorang yang masuk menemui
istri-istrimu ada orang yang takwa dan ada pula orang yang fasik, maka sekiranya engkau
memerintahkan mereka memakai hijab." Lalu turunlah ayat hijab. Dan semua istri
Rasulullah Saw. berkumpul menemuinya dalam masalah cemburu, maka aku berkata kepada
mereka, "Jika Nabi menceraikan kalian, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya
dengan istri-istri yang lebih baik daripada kalian." Maka ternyata turunlah ayat yang
berbunyi demikian.

Kemudian hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari Yahya dan Ibnu Abu Addi
yang kedua-duanya menerima hadis ini dari Humaid, dari Anas, dari Umar r.a. Disebutkan
bahwa Umar pernah mengatakan, "Aku bersesuaian dengan Rabbku dalam tiga perkara, atau
Rabbku bersesuaian denganlcu dalam tiga perkara." Kemudian is menuturkan hadis ini.

Imam Bukhari meriwayatkannya melalui Umar dan Ibnu Aun; Imam Turmuii
meriwayatkannya melalui Ahmad ibnu Mani', Imam Nasai meriwayatkannya melalui Ya'qub
ibnu Ibrahim Ad-Daruqi, dan Ibnu Majah meriwayatkannya dari Muhammad ibnus Sabah;
semuanya dari Hasyim ibnu Basyir dengan lafaz yang sama.

Imam Turmudzi meriwayatkannya pula dari Abdu ibnu Humaid, dari Hajjaj ibnu
Minhal, dari Hammad ibnu Salamah; dan Imam Nasai meriwayatkannya dari Hanad, dari
Yahya ibnu Abu Zaidah; keduanya menerimanya dari Humaid (yaitu Ibnu Tairawih At-
Tawil) dengan lafaz yang sama.

Imam Turmudzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih. Imam Ali ibnul Madini
meriwayatkannya dari Yazid ibnu Zurai', dari Humaid dengan lafaz yang sama; dia
mengatakan bahwa hadis ini termasuk sahih, dia (Imam Ali ibnul Madini) orang Basrah.
Imam Muslim ibnu Hajjaj meriwayatkannya di dalam kitab sahihnya dengan sanad dan lafaz
yang lain. Dia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Uqbah ibnu Makram, telah
menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Amir, dari Juwairiyah binti Asma', dari Nafi', dari Ibnu
Umar, dari Umar r.a., bahwa Umar pernah mengatakan:
Aku bersesuaian dengan Tuhanku dalam tiga perkara, yaitu dalam masalah hijab, dalam
masalah tawanan Perang Badar, dan dalam masalah maqam Ibrahim.

Abu Hatim Ar-Razi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu
Abdullah Al-Ansari, telah menceritakan kepada kami Humaid At-Tawil, dari Anas ibnu
Malik yang mengatakan bahwa Umar ibnul Khattab r.a. pernah berkata:

Tuhanku bersesuaian denganku dalam tiga perkara, atau aku bersesuaian dengan Tuhanku
dalam tiga perkara. Aku berkata, "Wahai Rasulullah, sekiranya engkau menjadikan sebagian
maqam Ibrahim tempat salat." Maka turunlah firman-Nya, "Dan jadikanlah sebagian maqam
Ibrahim tempat salat" (Al-Baqarah: 125). Aku berkata, "Wahai Rasulullah, sekiranya engkau
menjadikan hijab buat istri-istrimu." Maka turunlah ayat hijab. Dan yang ketiga ialah ketika
Abdullah ibnu Ubay mati, Rasulullah Saw. datang untuk menyalatkan (jenazah)nya, maka
aku berkata,

"Wahai Rasulullah, apakah engkau salatkan orang kafir lagi munafik ini?" Nabi Saw.
bersabda, "Diamlah kamu, hai Ibnul Khaltab." Maka turunlah firman-Nya, "Dan janganlah
kamu sekalikali menyalatkan (jenazah) orang yang mati di antara mereka, dan janganlah
kamu berdiri di kuburnya" (At-Taubah: 84).

Sanad agar ini berpredikat sahih. Tidak ada pertentangan di antara atar ini dan agar
sebelumnya, bahkan semuanya sahih. Dan apabila mafhum 'adad bertentangan
dengan mantuq, maka mafhum 'adad lebih diprioritaskan atasnya.

Ibnu Juraij mengatakan, telah menceritakan kepadanya Ja'far ibnu Muhammad, dari
ayahnya, dari Jabir:

Bahwa Rasulullah Saw. berlari kecil sebanyak tiga kali putaran dan berjalan biasa sebanyak
empat kali putaran. Setelah beliau menyelesaikan (tawafnya), lalu beliau menuju ke maqam
Ibrahim dan salat dua rakaat di belakangnya. Setelah itu beliau membacakan firman-Nya,
"Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat salat" (Al-Baqarah: 125).

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yusuf ibnu Sulaiman, telah
menceritakan kepada kami Hatim ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu
Muhammad, dari ayahnya, dari Jabir yang mengatakan:
Rasulullah Saw. mengusap rukun, lalu berlari kecil sebanyak tiga kali (putaran) dan berjalan
biasa sebanyak empat kali (putaran). Kemudian beliau menuju ke maqam Ibrahim dan
membacakan firman-Nya, "Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat salat" (Al-
Baqarah: 125). Maka beliau menjadikan posisi maqam berada di antara diri beliau dan
Baitullah, lalu beliau salat dua rakaat.

Hadis ini merupakan cuplikan dari sebuah hadis yang panjang, yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim di dalam kitab sahihnya melalui hadis Hatim ibnu Ismail.

Imam Bukhari meriwayatkan berikut sanadnya melalui Amr ibnu Dinar yang
mengatakan bahwa is pernah mendengar Ibnu Umar menceritakan, "Rasulullah Saw. tiba (di
Mekah), lalu melakukan tawaf di Baitullah sebanyak tujuh kali putaran dan salat dua rakaat
di belakang maqam Ibrahim."

Semua yang disebutkan di atas termasuk dalil yang menunjukkan bahwa yang
dimaksud dengan maqam Ibrahim adalah sebuah batu yang pernah dijadikan sebagai tangga
tempat berdiri Nabi Ibrahim a.s. ketika membangun Ka'bah. Ketika tembok Ka'bah makin
tinggi, maka Ismail datang membawa batu tersebut agar Nabi Ibrahim berdiri di atasnya,
sedangkan Nabi Ismail mengambilkan batu-batu untuk tembok Ka'bah, lalu diberikan
kepadanya, dan Nabi Ibrahim memasang batu-batuan tersebut dengan tangannya untuk
meninggikan bangunan Ka'bah. Manakala telah rampung dari satu sisi, maka batu itu
dipindahkan oleh Nabi Ismail ke sisi berikutnya; demikianlah seterusnya hingga semua
tembok Ka'bah selesai dibangun, seperti yang akan dijelaskan nanti dalam kisah Nabi
Ibrahim dan Nabi Ismail membangun Ka'bah, melalui riwayat Ibnu Abbas yang hadisnya
berada pada Imam Bukhari.

Jejak bekas kedua telapak kaki Nabi Ibrahim tampak jelas pada batu tersebut, hal ini
masih tetap terkenal; orang-orang Arab di zaman Jahiliah mengetahuinya. Karena itulah Abu
Talib pernah mengatakan dalam salah satu qasidah lamiyahnya, yang antara lain disebutkan:

Tempat berpijak Nabi Ibrahim di batu besar itu masih basah; ia berdiri di atasnya pada
kedua telapak kakinya tanpa memakai terompah.

Kaum muslim masih sempat menjumpainya pula, seperti yang dikatakan oleh
Abdullah ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Yunus ibnu Yazid, dari Ibnu Syihab,
bahwa Anas ibnu Malik pernah menceritakan kepada mereka kisah berikut. Ia berkata, "Aku
pernah melihat maqam Ibrahim, padanya masih ada jejak bekas jari-jari kaki Nabi Ibrahim
a.s., juga bekas kedua telapak kakinya, hanya sudah pudar karena banyak diusap oleh orang-
orang dengan tangan-tangan mereka.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Mu'a, telah
menceritakan kepada kami Yazid ibnu Zurai', telah menceritakan kepada kami Sa'id, dari
Qatadah sehubungan dengan takwil firman-Nya:

Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat salat. (AlBaqarah: 125)

Sesungguhnya mereka hanya diperintahkan untuk melakukan salat di dekatnya, tidak


diperintahkan mengusapnya. Akan tetapi, umat ini telah memaksakan diri melakukan sesuatu
hal seperti yang pernah dilakukan oleh umat-umat sebelumnya. Pernah dikisahkan kepada
kami oleh orang yang melihat jejak bekas telapak kaki dan jari-jarinya masih tetap ada pada
batu tersebut. Akan tetapi, umat ini masih terns mengusap-usapnya hingga jejak tersebut
pudar dan terhapus.

Menurut kami, pada mulanya (yakni di masa silam) maqam Ibrahim ini menempel
pada dinding Ka'bah, tempatnya berada di sebelah pintu Ka'bah (Multazam) yang berada di
dekat Hajar Aswad. Tepatnya tempat maqam Ibrahim tersebut berada di sebelah kanan pintu
Ka'bah hagi orang yang hendak memasukinya, yaitu di salah satu bagian yang terpisah.
Ketika Nabi Ibrahim a.s. selesai membangun Baitullah, ia meletakkan (menempelkan) batu
tersebut pada dinding Ka'bah. Atau setelah menyelesaikan pembangunannya beliau
tinggalkan batu tersebut di tempat beliau menyelesaikannya. Karena itu —hanya Allah Yang
lebih mengetahui—, diperintahkan melakukan salat di tempat itu bila seseorang telah selesai
dari tawaf. Hal ini secara kebetulan tepat berada di dekat maqam Ibrahim, ketika beliau se-
lesai dari membangun Ka'bah.

Sesungguhnya orang yang menjauhkannya dari Ka'bah adalah Amirul Mu-minin


Umar ibnul Khattab r.a., salah seorang imam yang mendapat petunjuk dan salah seorang
Khulafa-ur Rasyidin yang kita semua diperintahkan untuk mengikuti jejak mereka. Umar r.a.
adalah salah seorang di antara dua orang lelaki yang pernah dikatakan oleh Rasulullah Saw.
dalam salah satu sabdanya, yaitu:
Ikutilah oleh kalian dua orang yang sesudahnya, yaitu Abu Bakar dan Umar.

Dia adalah orang yang Al-Qur'an diturunkan bersesuaian dengan idenya


menganjurkan melakukan salat di dekat maqam Ibrahim. Karena itu, dada seorang pun di
antara para sahabat yang memprotes perbuatannya (menjauhkan maqam Ibrahim dari dinding
Ka'bah).

Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ibnu Juraij, telah menceritakan kepadaku Ata dan
lain-lainnya dari kalangan teman-teman kami bahwa orang yang mula-mula
memindahkan maqam Ibrahim adalah Umar ibnul Khattab r.a.

Abdur Razzaq meriwayatkan pula dari Ma'mar, dari Humaid AlA'raj, dari Mujahid
yang mengatakan bahwa orang yang mula-mula memindahkan maqam Ibrahim hingga ke
tempatnya sekarang adalah Umar ibnul Khattab r.a.

Al-Hafiz Abu Bakar Ahmad ibnu Ali ibnul Husain Al-Baihaqi mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Abul Husain ibnul Fadl Al-Qattan, telah menceritakan kepada
kami Al-Qadi Abu Bakar Ahmad ibnu Kamil, telah menceritakan kepada kami Abu Ismail
Muhammad ibnu Ismail As-Sulami, telah menceritakan kepada kami Abu abit, telah
menceritakan kepada kami Ad-Darawardi, dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Siti
Aisyah r.a. yang mengatakan:

Bahwa maqam (Ibrahim) dahulu di masa Rasulullah Saw. dan masa Abu Bakar r.a.
menempel pada (dinding) Ka'bah, kemudian dijauhkan oleh Umar ibnul Khattab r.a.

Sanad hadis ini berpredikat sahih bersama riwayat-riwayat yang telah disebutkan
sebelumnya.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Abu Amr Al-Adani yang mengatakan bahwa Sufyan (yakni
Ibnu Uyaynah, imam ulama Mekah di masanya) pernah mengatakan bahwa dahulu di masa
Nabi Saw. maqam Ibrahim merupakan bagian dari dinding Ka'bah, kemudian dipindahkan
oleh Umar ke tempatnya yang sekarang setelah Nabi Saw. wafat dan setelah firman-Nya:

Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat salat. (Al-Baqarah: 125)


Ibnu Uyaynah mengatakan bahwa banjir telah mengalihkannya setelah dipindahkan oleh
Umar dari tempatnya sekarang, kemudian Umar r.a. mengembalikannya ke tempatnya.

Sufyan mengatakan, "Aku tidak mengetahui berapa jarak antara maqam dan Ka'bah sebelum
dipindahkan oleh Umar. Aku pun tidak mengetahui apakah maqam tadinya menempel atau
tidak."

Semua a§ar yang kami kemukakan ini memperkuat apa yang kami sebutkan sebelumnya.

Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Ibnu Umar alias Ahmad ibnu Muhammad ibnu Hakim, telah menceritakan kepada kami
Muhammad ibnu Abdul Wahhab ibnu Abu Tamam, telah menceritakan kepada kami Adam
alias Ibnu Abu Iyas di dalam kitab tafsirnya, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari
Ibrahim ibnul Muhajir, dari Mujahid yang mengatakan bahwa Umar ibnul Khattab pernah
bertanya, "Wahai Rasulullah, sekiranya kita salat di belakang maqam Ibrahim." Maka Allah
menurunkan firman-Nya:

Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat salat. (Al-Baqarah: 125)

Pada awalnya maqam Ibrahim berada di dekat Ka'bah, kemudian dipindahkan oleh
Rasulullah Saw. ke tempatnya yang sekarang.

Mujahid mengatakan, tersebutlah bahwa Umar r.a. mempunyai suatu ide. Maka
turunlah ayat AI-Qur'an yang sependapat dengannya. Mar ini berpredikat mursal dari
Mujahid, tetapi 8ar ini berbeda dengan apa yang telah disebutkan dalam riwayat Abdur
Razzaq, dari Ma'mar, dari Humaid Al-A'raj, dari Mujahid yang menyebutkan bahwa orang
yang mula-mula memindahkan maqam Ibrahim ke tempatnya sekarang adalah Umar ibnul
Khattab r.a. Akan tetapi, riwayat ini lebih sahih daripada jalur Ibnu Murdawaih, bila riwayat
terakhir ini dikuatkan oleh riwayat-riwayat sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai