Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Isu utama dalam perlakuan akuntansi untuk pajak penghasilan adalah bagai mana
menghitung konsekuensi atas pajak kini dan masa depan terkait pencatatan aset atau liabilities
yang diakui dalam laporan keuangan dan transaksi atau peristiwa lain pada periode berjalan
yang diakui dalam laporan keuangan entitas. Pada dasarnya antara akuntansi pajak dan
akuntansi keuangan memiliki kesamaan tujuan, yaitu untuk menetapkan hasil operasi bisnis
dengan pengukuran dan rekognisi penghasilan dan biaya. Namun ada beberapa hal yang perlu
mendapatkan perhatian, bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tidak
sekadar instrument pentransfer sumber daya (fungsi budgeter), akan tetapi seringkali pula
digunakan untuk tujuan memengaruhi perilaku wajib pajak untuk investasi, kesejahteraan dan
lain-lain (fungsi mengatur) yang kadang-kadang merupakan alasan untuk membenarkan
penyimpangan dari standar akuntansi keuangan.

Di lain pihak, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh subjek pajak dalam tahun
pajak yang bersangkutan, baik subjek pajak orang pribadi maupun subjek pajak badan,
dikenakan pajak penghasilan dan untuk menghitung pajak penghasilan tersebut, subjek pajak
yang bersangkutan berkewajiban mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) yang disediakan oleh
Instansi Pajak.

Pada umumnya bentuk dan isi yang terdapat dalam Surat pemberitahuan untuk
kepentingan perpajakan hampir tidak berbeda jauh dengan bentuk dan isi yang terdapat dalam
Laporan Keuangan untuk kepentingan komersial. Penghasilan Kena Pajak (PKP- Taxable
Income) dihitung berdasarkan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan (KPPP)
sedangkan Penghasilan Sebelum Pajak (PSP- Accounting Income atau Pretax Accounting
Income atau Pretax Book Income) dihitung berdasarkan standar yang disusun oleh profesi yang
dikenal sebagai Standar Akuntansi Keuangan (SAK).

Oleh karena basis pengenaan penghasilan untuk keperluan perhitungan pajak


penghasilan berbeda dengan basis perhitungan penghasilan untuk keperluan komersial, atau
dengan perkataan lain akibat dari perbedaan rekognisi penghasilan dan biaya maka akan
terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara kedua basis tersebut. Pajak penghasilan yang

1
dihitung berbasis pada Penghasilan Kena Pajak yang sesungguhnya dibayar kepada pemerintah
disebut sebagai “PPh terutang- Income Tax Payable atau Income Tax Liability,” sedangkan
Pajak Penghasilan yang dihitung berbasis Penghasilan Sebelum Pajak disebut sebagai “Beban
Pajak Penghasilan-Income Tax Expense  .”

Sebagian perbedaan yang terjadi akibat perbedaan antara PPh Terutang dengan Beban
Pajak yang dimaksud sepanjang menyangkut perbedaan temporer hendaknya dilakukan
pencatatan dan tercermin dalam laporan keuangan komersial dalam akun pajak
tangguhan (deferred tax) baik aktiva pajak tangguhan maupun kewajiban pajak tangguhannya.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka kami rumuskan beberapa permasalahan sebagai
berikut ini :
1. Apakah pengertian pajak tangguhan?
2. Bagaimana pengakuan pajak tangguhan dalam Laporan keuangan Perusahaaan?
3. Bagaimana pengukuran pajak tangguhan dalam Laporan keuangan Perusahaaan?
4. Bagaimana penyajian pajak tangguhan dalam Laporan keuangan Perusahaaan?

1.3. Tujuan Penulisan


Adapun tujuan yang penulis ingin dicapai adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian dari pajak tangguhan
2. Untuk mengetahui cara pengakuan pajak tangguhan dalam laporan keuangan Perusahaan
3. Untuk mengetahui cara pengukuran pajak tangguhan dalam laporan keuangan Perusahaan
4. Untuk mengetahui cara penyajian pajak tangguhan dalam laporan keuangan Perusahaan

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pajak Tangguhan


Perpajakan yang merupakan instrumen sumber daya dana (budgetair) bagi Pemerintah,
mengharuskan Wajib Pajak menyerahkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). Pada umumnya
bentuk dan isi SPT tidak jauh berbeda dengan bentuk dan isi yang terdapat pada Laporan
Keuangan untuk kepentingan fiskal. Penghasilan kena pajak (PKP – Taxable Income) dihitung
berdasarkan Ketentuan Peraturan Perpajakan, sedangkan Penghasilan sebelum pajak Komersil
(Accounting Income) dihitung berdasarkan standar yang disusun oleh para profesional yang
dituangkan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Oleh karena basis
pengenaan penghasilan dan biaya untuk keperluan perhitungan Pajak Penghasilan berbeda
dengan basis perhitungan untuk keperluan komersil, maka akan terdapat perbedaan yang cukup
signifikan antara kedua basis tersebut.
PPh yang dihitung berbasis pada PKP yang sesungguhnya dibayar kepada pemerintah
disebut sebagai PPh terutang, sedangkan PPh yang dihitung berbasis laba (penghasilan)
sebelum pajak disebut dengan beban PPh. Sebagian perbedaan yang terjadi akibat perbedaan
antara PPh terutang dengan beban pajak yang dimaksud, sepanjang menyangkut perbedaan
temporer, hendaknya dilakukan pencatatan dan tercermin dalam laporan keuangan komersial
dalam akun pajak tangguhan (Zain, 2007).
Pajak tangguhan ini diperhitungkan dalam penghitungan laba rugi akuntansi dalam suatu
periode berjalan yang diakui sebagai beban atau manfaat pajak tangguhan. Yuliati (2004)
menyatakan bahwa beban pajak tangguhan timbul akibat perbedaan temporer antara laba
akuntansi (laba dalam laporan keuangan menurut SAK untuk kepentingan pihak eksternal)
dengan laba fiskal (laba menurut aturan perpajakan Indonesia yang digunakan sebagai dasar
penghitungan pajak).
Beban Pajak Kini adalah jumlah Pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak yang dihitung
dari Penghasilan Kena Pajak hasil rekonsiliasi fiskal yang dikalikan tarif pajak.
Beban Pajak Komersil adalah jumlah beban pajak yang dihitung oleh Wajib pajak dari
Penghasilan Sebelum pajak dalam laporan Keuangan Komersil dikalikan dengan tarif pajak.
Berdasarkan PSAK No. 46, Selisih antara Beban Pajak kini dan dan beban pajak komersil
adalah Beban Pajak Tangguhan.

3
Apabila diformulasikan , maka Beban Pajak Komersil adalah:

Beban Pajak Komersil = Pajak kini + Beban Pajak Tangguhan


Jadi pada prinsipnya pajak tangguhan merupakan dampak Pajak Penghasilan di masa yang
akan datang yang disebabkan oleh perbedaan temporer (waktu) antara perlakuan akuntansi
dengan perpajakan serta kerugian fiskal yang masih dapat dikompensasikan di masa datang
yang perlu disajikan dalam laporan keuangan dalam suatu periode tertentu.

2.1.1 Kerangka Beban Pajak

2.1.2 Definisi dan Istilah terkait Pajak Tangguhan


1. Aset pajak tangguhan adalah jumlah Jumlah pajak penghasilan yang dapat dipulihkan pada
periode masa depan sebagai akibat adanya :
 Perbedaan temporer yang boleh dikurangkan;
 Akumulasi rugi pajak belum dikompensasi; dan
 Akumulasi kredit pajak belum dimanfaatkan, dalam hal peraturan perpajakan
mengizinkan. Pemulihan pajak penghasilan berarti pengurangan beban pajak terutang
di masa mendatang. Hingga saat ini, peraturan perpajakan belum mengizinkan
pengurangan akibat akumulasi kredit pajak yang belum dimanfaatkan.

4
2. Liabilitas pajak tangguhan adalah:
Jumlah pajak penghasilan terutang pada periode masa depan sebagai akibat adanya
perbedaan temporer kena pajak.
3. Perbedaan temporer adalah:
Perbedaan antara jumlah tercatat aset atau liabilitas pada posisi keuangan dengan
dasar pengenaan pajaknya.
4. Perbedaan temporer kena pajak adalah :
Perbedaan temporer yang menimbulkan jumlah kena pajak dalam penghitungan
laba kena pajak (rugi pajak) periode masa depan pada saat jumlah tercatat aset atau
liabilitas dipulihkan atau diselesaikan.
5. Perbedaan temporer yang dapat dikurangkan adalah:
Perbedaan temporer yang menimbulkan jumlah yang dapat dikurangkan dalam
penghitungan laba kena pajak (rugi pajak) periode masa depan pada saat jumlah
tercatat aset atau liabilitas dipulihkan atau diselesaikan.

2.2. Perlakuan Akuntansi Pajak Tangguhan Berdasarkan PSAK No. 46


Perlakuan akuntansi untuk pajak tangguhan diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan Nomor 46 (selanjutnya disebut dengan PSAK No. 46) tentang Akuntansi Pajak
Penghasilan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (selanjutnya disebut dengan IAI)
pada tahun 1997. PSAK No. 46 diberlakukan secara efektif mulai tanggal 1 Januari 1999 bagi
perusahaan yang go public dan mulai tanggal 1 Januari 2001 bagi perusahaan yang tidak go
public.
Sama halnya dengan proses akuntansi lainnya, akuntansi pajak tangguhan tidak terlepas dari
empat kegiatan proses akuntansi, yaitu pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan
yang diatur dalam PSAK No. 46 (IAI, 2014).

2.2.1 Pengakuan (recognition)

Pengakuan (recognition) yaitu standar yang mengatur bahwa dampak PPh atas
perbedaan temporer dan tax loss carry forward (TLCF) atau kompensasi rugi harus diakui
dalam laporan keuangan. Pengakuan ini menyiratkan bahwa perusahaan pelapor akan
memulihkan nilai tercatat aktiva pajak tangguhan atau deferred tax asset (DTA) dan akan
melunasi nilai tercatat dalam kewajiban pajak tangguhan atau deferred tax liability (DTL)
tersebut.
5
Pengakuan aktiva (aset) dan kewajiban (liabilities) pajak tangguhan pada laporan
keuangan diartikan bahwa perusahaan yang menyusun laporan keuangan dapat mengakui
nilai tercatat pada aktiva (aset) atau akan melunasi nilai tercatat pada kewajiban.
Wijayanti (2006) mengungkapkan bahwa perbedaan temporer yang dapat menambah
jumlah pajak di masa depan akan diakui sebagai kewajiban (utang) pajak tangguhan dan
perusahaan harus mengakui adanya beban pajak tangguhan (deferred tax expense).
Sebaliknya, perbedaan temporer yang dapat mengurangi jumlah pajak di masa depan
akan diakui sebagai aktiva (aset) pajak tangguhan dan perusahaan harus mengakui
manfaat (penghasilan) pajak tangguhan (deferred tax benefit).

Semua perbedaan temporer kena pajak diakui sebagai kewajiban pajak tangguhan,
kecuali jika timbul perbedaan temporer kena pajak (PSAK No. 46 paragraf 15) :
1. Dari goodwill yang amortisasinya tidak dapat dikurangkan untuk tujuan fiskal;
2. Pada saat pengakuan awal aktiva atau kewajiban dari suatu transaksi yang bukan
transaksi penggabungan usaha dan yang bukan pada saat transaksi, tidak
mempengaruhi laba akuntansi dan laba fiskal.
Aktiva pajak tangguhan diakui untuk seluruh perbedaan temporer yang boleh
dikurangkan, sepanjang besar kemungkinan perbedaan temporer yang boleh
dikurangkan tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengurangi laba fiskal pada masa yang
akan datang, kecuali aktiva (aset) pajak tangguhan yang timbul dari (PSAK No. 46
paragraf 21) :
1. Goodwill negatif yang diakui sebagai pendapatan tangguhan sesuai dengan PSAK
22 tentang Akuntansi Penggabungan Usaha; atau
2. Pengakuan awal aktiva atau kewajiban pada suatu transaksi yang bukan transaksi
penggabungan usaha dan tidak mempengaruhi baik laba akuntansi maupun laba
fiskal.
Menurut PSAK No. 46 paragraf 26 (IAI, 2007) menjelaskan bahwa saldo rugi fiskal
yang dapat dikompensasi diakui sebagai aset pajak tangguhan apabila besar
kemungkinan bahwa laba fiskal pada masa depan memadai untuk dikompensasi.
Berikut ini hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan apakah PKP akan
tersedia dalam jumlah yang memadai untuk dikompensasikan (PSAK No. 46 paragraf
27) :
1. Apakah perusahaan mempunyai perbedaan temporer kena pajak dalam jumlah
yang memadai, yang memungkinkan sisa kompensasi dapat digunakan sebelum
masa berlakunya kadaluwarsa;
6
2. Apakah perusahaan mungkin memperoleh laba fiskal agar saldo rugi fiskal yang
dapat dikompensasi kerugian dapat digunakan sebelum masa berlakunya
daluwarsa;
3. Apakah saldo rugi fiskal yang dapat dikompensasi timbul dari kasus-kasus
tertentu yang hampir tidak mungkin berulang.
Apabila laba fiskal tidak mungkin tersedia dalam jumlah yang memadai untuk dapat
dikompensasi dengan saldo rugi fiskal yang dapat dikompensasi, maka aset pajak
tangguhan tidak diakui.

Pengakuan (recognition) pajak tangguhan dicatat sebagai :

1. Kewajiban Pajak Tangguhan (Deferred Tax Liabilities/DTL)


Pengakuan aktiva atau kewajiban Pajak Tangguhan didasarkan fakta bahwa
adanya kemungkinan pemulihan aktiva atau pelunasan kewajiban yang
mengakibatkan pembayaran pajak periode mendatang menjadi lebih kecil atau lebih
besar.
Apabila akan terjadi pembayaran pajak yang lebih besar dimasa yang akan datang,
maka berdasarkan standar akuntansi keuangan, harus diakui sebagai suatu
kewajiban. Kewajiban didefinisikan sebagai suatu kemungkinan adanya
pengorbanan ekonomi pada masa yang akan datang.
Atau dengan kalimat yang sederhana : Apabila kemungkinan pembayaran
pajak dimasa yang akan datang LEBIH BESAR akan dicatat sebagai KEWAJIBAN
PAJAK TANGGUHAN.
Contoh :
Perusahan menggunakan metode penyusutan yang berbeda antara akuntansi dan
fiskal. Jika beban penyusutan aset tetap yang diakui secara fiskal lebih besar
daripada beban penyusutan komersil, pajak kini akan menjadi lebih kecil dari
Beban Pajak Komersil , maka selisih tersebut akan mengakibatkan pengakuan
beban pajak yang lebih besar di masa yang akan datang. Dengan demikian, akan
menghasilkan kewajiban pajak tangguhan.
Atau disederhanakan menjadi : Pajak Kini < Beban Pajak Komersil ; sehingga
dimasa yang akan datang akan ada pengakuan beban pajak yang lebih besar →
Timbul Kewajiban Pajak Tangguhan (Deferred Tax Liabilities/DTL)

7
2. Aktiva Pajak Tangguhan (Deferred Tax Asset/DTA)
Apabila ada kemungkinan pembayaran pajak yang lebih kecil pada masa yang
akan datang, maka berdasarkan standar akuntansi keuangan, harus diakui
sebagai suatu asset. Asset didefinisikan sebagai suatu kemungkinan akan adanya
manfaat ekonomi pada masa yang akan datang.
Atau dengan kalimat yang sederhana : Apabila kemungkinan pembayaran pajak
dimasa yang akan datang LEBIH KECIL akan dicatat sebagai AKTIVA PAJAK
TANGGUHAN.
Contoh :
Perusahan menggunakan metode penyusutan yang berbeda antara akuntansi dan
fiskal. Jika beban penyusutan aset tetap yang diakui secara fiskal lebih kecil
daripada beban penyusutan komersil , pajak kini akan menjadi lebih besar dari
Beban Pajak Komersil, maka selisih tersebut akan mengakibatkan pengakuan
beban pajak yang lebih kecil di masa yang akan datang. Dengan demikian, akan
menghasilkan aktiva pajak tangguhan.
Atau dapat disederhanakan sebagai berikut : Pajak Kini > Beban Pajak Komersil
; sehingga dimasa yang akan datang akan ada beban pajak yang lebih kecil
(manfaat ekonomi) → Timbul Aktiva Pajak Tangguhan (Deferred Tax
Asset/DTA).

Perbedaan Perbedaan Hasilnya


Temporer Temporer x Tarif

PSP > PKP BPK > PT Kewajiban Pajak Tangguhan

PSP < PKP BPK < PT Aktiva Pajak Tangguhan

8
2.2.2 Pengukuran (measurement)

Pengukuran (measurement) yaitu cara menghitung jumlah yang harus dibukukan


dalam buku besar perusahaan. Aset dan liabilities pajak tangguhan diukur dengan
mengunakan tarif pajak yang diharapkan berlaku ketika aset di pulihkan atau liabilities
diselesaikan, berdasarkan tarif pajak dan peraturan pajak yang telah berlaku atau secara
substantif telah berlaku pada periode pelaporan (PSAK No.46 paragraf 47).

Jika tarif pajak berbeda diterapkan untuk tingkat laba kena pajak yang berbeda, maka

aset dan liabilities pajak tangguhan diukur dengan tarif rata- rata yang diharapkan untuk

diterapkan atas laba kena pajak (rugi pajak) pada periode dimana perbedaan temporer

diharapkan dibalik. (PSAK No.46 paragraf 48).

Dalam hal ini pajak tangguhan akan dihitung dengan menggunakan tarif yang berlaku
atau efektif akan berlaku di masa yang akan datang. Dalam praktek, biasanya pajak
tangguhan dihitung dengan tarif PPh yang tertinggi yaitu sebesar 30%, meskipun tarif
yang sebenarnya berlaku bersifat progresif. Lapisan tarif PPh sebesar 10% dan 15%
dianggap tidak terlalu material untuk diperhitungkan. Di samping itu, kedua lapisan tarif
PPh tersebut biasanya dipergunakan untuk menghitung pajak kini. Meskipun pajak
tangguhan berkaitan dengan dampak pajak di masa datang, namun dalam pengukurannya
tidak boleh didiskonto (discounted).

Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008 (berlaku efektif mulai tanggal 1 Januari 2009)
tentang perubahan keempat atas Undang- undang No. 7 Tahun 1983 tentang PPh, tarif
PPh yang dikenakan atas PKP baik untuk WP Perseorangan (WP Orang Pribadi) maupun
WP Badan telah terjadi perubahan. Khusus untuk WP Badan, di mana sebelumnya tarif
progresif yaitu 10%, 15% dan 30% (UU No. 17 tahun 2000 pasal 17 ayat (1b)), maka
berdasarkan Pasal 17 ayat (1b) UU No. 36 Tahun 2008 WP Badan dikenakan tarif
tunggal sebesar 28%. Kemudian, dalam ayat (2a) diatur lebih lanjut bahwa mulai tahun
2010 tarif pajak yang berlaku menjadi 25% .

9
2.2.3 Penyajian (presentation)

Penyajian (presentation) yaitu standar yang menentukan cara penyajian di dalam


laporan keuangan, baik dalam neraca ataupun laba rugi. Aktiva pajak tangguhan (DTA)
atau kewajiban pajak tangguhan (DTL) harus disajikan secara terpisah dari aktiva atau
kewajiban pajak kini dan disajikan dalam unsur non current  dalam neraca. Sedangkan
beban atau penghasilan pajak tangguhan harus disajikan terpisah dengan beban pajak kini
dalam laporan keuangan.

1. Penyajian Pajak Tangguhan Di Neraca

Akun pajak tangguhan dilaporkan dalam neraca sebagai aktiva pajak


tangguhan dan kewajiban pajak tangguhan yang diklasifikasikan sebagai jumlah
lancar neto dan jumlah tidak lancar neto. Hal ini didasarkan pada keterkaitan
dengan klasifikasi aktiva atau kewajiban yang dilaporkan dalam laporan keuangan.
Klasifikasi apakah masuk dalam akun lancer atau tidak lancar tergantung psda
antisipasi jangka waktu pemulihan atas perbedaan temporer tersebut. Apabila
pemulihannya diperkirakan dalam jangka waktu setahun atau kurang, maka
diklasifikan sebagai akun lancarApabila pemulihannya diperkirakan dalam jangka
waktu lebih dari setahun, maka diklasifikasikan sebagai akun tidak lancar. Sebelum
disajikan di naraca antara aktiva pajak tangguhan dengan kewajiban pajak
tangguhan dilakukan offset (saling menghapus) terlebih. Sedangkan antara akun
lancar dan akun tidak lancar tidak dapat saling mengoffset.

2. Penyajian Pajak Tangguhan di Laporan Laba Rugi

Beban / keuntungan Pajak Penghasilan yang disajikan dalam Laporan laba rugi,
harus dipecah atas dua komponen, yaitu Pajak kini (Pajak Penghasilan
terutang),Bagian Pajak Tangguhan (bagian yang diperhitungkan sebagai beban
pajak, yang dihitung berdasarkan perbesaan temporer dikalikan dengan tarif) Pajak
kini atau PPh terutang dihitung berdasarkan Penghasilan Kena Pajak dikalikan
dengan tariff orisinil, sedangkan Bagian Tangguhan berdasarkan perbedaan
temporer dikalikan dengan tariff orisinal, atau perubahan saldo pajak tangguhan
dalam tahun yang bersangkutan. Pajak tangguhan ditambah dengan Pajak tahun ini
akan diperoleh jumlah beban pajak kesuluruhan.

10
Jurnal Pajak Tangguhan
1. Jurnal yang dibuat untuk Aktiva Pajak
tangguhan adalah :

Dr. Deferred Tax Asset xx

Cr. Deferred Tax Income xx

2. Jurnal yang dibuat untuk Kewajiban Pajak


tangguhan adalah :

Dr. Deferred Tax Expense xx

Cr. Deferred Tax Liabilities xx

Penyajian Pajak Tangguhan dalam Laporan Keuangan :

Laba Sebelum PPh xxxx

PPh :

 Pajak Kini xx

 Pajak Tangguhan xx (xx)

Laba setelah PPh xx

11
2.2.4 Pengungkapan (disclosure)

Pengungkapan (disclosure) yaitu berkaitan dengan standar informasi yang


perlu diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. Misalnya unsur-unsur
utama perbedaan temporer yang menimbulkan pajak tangguhan, unsur-unsur
yang dibebankan langsung ke laba ditahan, perubahan tarif pajak dan
sebagainya.

Pengungkapan mengenai pajak tangguhan diatur dalam PSAK No. 46


mulai dari paragraf 56 sampai dengan paragraf 63 (IAI, 2007). Pada paragraf
56 menjelaskan beberapa hal-hal yang berhubungan dengan pajak tangguhan
dan harus diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan, yaitu :
1. Jumlah pajak kini dan pajak tangguhan yang berasal dari transaksi-
transaksi yang langsung dibebankan atau dikreditkan ke ekuitas.

2. Penjelasan mengenai hubungan antara beban (penghasilan) pajak dan laba


akuntansi dalam salah satu atau kedua bentuk berikut ini:

a. Rekonsiliasi antara beban (penghasilan) pajak dengan hasil perkalian


laba akuntansi dan tarif pajak yang berlaku, dengan mengungkapkan
dasar penghitungan tarif pajak yang berlaku.

b. Rekonsiliasi antara tarif pajak efektif rata-rata (average effective tax


rate) dan tarif pajak yang berlaku, dengan mengungkapkan dasar
penghitungan tarif pajak yang berlaku.

3. Penjelasan mengenai perubahan tarif pajak yang berlaku dan


perbandingan dengan tarif yang berlaku pada periode akuntansi
sebelumnya.

4. Jumlah (dan batas waktu penggunaan, jika ada) perbedaan temporer

yang boleh dikurangkan dan sisa rugi yang dapat dikompensasikan ke

tahun berikut, yang diakui sebagai aset pajak tangguhan pada neraca.

5. Untuk setiap kelompok perbedaan temporer dan untuk setiap kelompok

rugi yang dapat dikompensasi ke tahun berikutnya :

a. Jumlah aset dan kewajiban pajak tangguhan yang diakui pada neraca

untuk setiap periode penyajian.

12
b. Jumlah beban (penghasilan) pajak tangguhan yang diakui pada

laporan laba rugi, apabila jumlah tersebut tidak terlihat dari

perubahan jumlah aset atau kewajiban pajak tangguhan yang diakui

pada neraca.

Akuntansi pajak tangguhan yang diatur di dalam PSAK No. 46 tentang

Akuntansi PPh bertujuan untuk menetapkan besarnya PKP. Dengan adanya

akuntansi PPh dapat membantu Wajib Pajak (khususnya WP badan) mengisi

Surat Pemberitahuan Pajak (selanjutnya disebut dengan SPT) Tahunan dan

menyusun laporan keuangan fiscal sebagai lampiran SPT Tahunan PPh.

PSAK No. 46 juga memberikan beberapa istilah dasar yang perlu dipahami,

yaitu sebagai berikut :

a. Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dihitung berdasarkan

peraturan perpajakan dan pajak ini dikenakan atas Penghasilan Kena

Pajak Penghasilan (PKP).

b. PPh final adalah pajak atas penghasilan tertentu yang dikenakan pajak

tersendiri yang bersifat final. Penghasilan tertentu yang dikenakan pajak

tersendiri bersifat final tidak digabungkan dengan penghasilan objek

pajak tarif Pasal 17 sebagai komponen PKP yang dikenakan pajak tidak

bersifat final. Penghasilan tertentu yang dikenakan pajak tersendiri dan

bersifat final adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib

Pajak, yang berasal dari transaksi, kegiatan atau usaha tertentu.

c. Pajak kini yaitu jumlah PPh terutang atas PKP dalam periode satu tahun

pajak berjalan. Jumlah pajak kini sama dengan beban pajak yang

dilaporkan dalam SPT.

d. Beban pajak atau penghasilan pajak yaitu jumlah agregat pajak kini dan

pajak tangguhan yang diperhitungkan dalam penghitungan laba rugi

akuntansi pada satu periode berjalan sebagai beban atau penghasilan.

13
2.3. Koreksi Fiskal
Pada dasanya pajak tangguhan timbul karena adanya perbedaan antara laba
akuntansi yang berasal dari laporan keuangan komersial dengan laba fiskal yang
berasal dari laporan keuangan fiskal. Penyusunan laporan keuangan fiskal ini
mengacu pada peraturan perpajakan, sehingga laporan keuangan komersial yang
dibuat berdasarkan SAK terlebih dahulu harus disesuaikan sebelum menghitung
besarnya PKP. Proses penyesuaian laporan keuangan ini disebut dengan koreksi fiskal
atau dapat juga disebut dengan rekonsiliasi laporan keuangan akuntansi dengan
koreksi fiskal atau rekonsiliasi fiscal.
Koreksi fiskal terjadi karena adanya perbedaan pengakuan pendapatan dan biaya
secara komersial dan secara fiskal, yang dapat berupa perbedaan permanen dan
perbedaan temporer (waktu).
a. Perbedaan Permanen (Permanent Differences)
Perbedaan tetap/ beda tetap adalah perbedaan yang terjadi karena transaksi
pendapatan dan biaya diakui menurut akuntansi komersial tetapi tidak diakui
menurut fiskal sehinggga tidak ada koreksi di kemudian hari.
Misalnya, bunga deposito diakui sebagai pendapatan dalam laporan
keuangan komersial, tetapi tidak diakui sebagai pendapatan dalam laporan
keuangan fiskal, dan premi asuransi yang ditanggung perusahaan untuk
karyawan diakui sebagai biaya dalam laporan keuangan komersial, tetapi tidak
diakui sebagai biaya dalam laporan keuangan fiskal (Suandy, 2008). Perbedaan
tersebut disebabkan adanya pendapatan dan beban tertentu yang diakui pada
laporan keuangan komersial, demikian pula sebaliknya. Hal ini mengakibatkan
laba fiskal berbeda dengan laba komersial.
Contoh :
Dalam Peraturan perpajakan Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36
tahun 2008 PPh pasal 4 (3) menyebutkan terdapat penghasilan yang bukan
merupakan objek PPh sehingga tidak dapat dimasukkan sebagai Penghasilan
dalam Laporan keuangan fiskal. Penghasilan yang dikecualikan sebagai objek
pajak adalah :
o Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh Badan Amil
Zakat atau Lembaga Amil Zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak.
o Harta hibahan
o Warisan, dll.
Dalam pelaporan SPT PPh Badan, Penghasilan ini tidak dilaporkan sebagai
penghasilan Kena Pajak.
14
Begitu juga dalam Pasal 9 ayat (1) Undang Undang yang sama
menyebutkan terdapat biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam
menghitung Penghasilan Kena Pajak, diantaranya adalah :
o Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti
dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh Perusahaan asuransi
kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
o Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan Pribadi
pemegang saham, sekutu, atau anggota.
o Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diberikan dalam bentuk natura, dll.
Dalam pelaporan SPT PPh Badan, biaya-biaya ini ini tidak boleh
dibebankan dalam menghitung besarnya penghasilan Kena Pajak.Beda Tetap
atau Beda Permanen yang disebabkan oleh point-point seperti diatas, tidak
mengakibatkan timbulnya pajak tangguhan.
b. Perbedaan temporer atau waktu (temporary or timing differences)
Perbedaan temporer atau waktu adalah perbedaan yang bersifat sementara
karena adanya ketidaksamaan waktu pengakuan penghasilan dan beban antara
peraturan perpajakan dengan SAK.
Dengan adanya perbedaan temporer dapat mengakibatkan perubahan laba
fiskal periode mendatang. Terjadinya perubahan tersebut dapat bertambah atau
berkurang pada saat aktiva (aset) pajak tangguhan yang dipulihkan atau
kewajiban pajak tangguhan yang dilunasi.
Beda waktu seperti :
 Penyisihan piutang ragu-ragu.
 Beban penyusutan karena perbedaan metode penyusutan.
 Beban yang berkaitan dengan imbalan kerja.

Hal – hal tersebut diatas, boleh dibebankan dalam menghitung besarnya


laba komersial maupun besarnya Penghasilan Kena Pajak, hanya saja ada
perbedaan pengakuan diantara keduanya.Secara keseluruhan beban atau
pendapatan akuntansi maupun beban atau pendapatan perpajakan yang
disebabkan oeleh perbedaan temporer, sebenarnya sama hanya berbeda
alokasi setiap tahunnya .
Beda waktu dapat berasal dari perbedaan accrual dan realisasinya,
penyusutan, amortisasi dan kompensasi kerugian fiskal antara akuntansi dan
perpajakan. Beda waktu akan menimbulkan asset atau kewajiban pajak
tangguhan, sementara beda tetap tidak.
15
BAB III
PEMBAHASAN & STUDI KASUS

3.1. Studi Kasus


Nama Wajib Pajak : PT. LANGIT BIRU
NPWP : 01.252.487.5-428.000
PT LANGIT BIRU
Laporan Laba-Rugi
Untuk Tahun yang Berakhir 31 Desember 2012

Akun Komersial

Penjualan 10,000,000,000
Harga Pokok Penjualan 7,900,000,000
LABA KOTOR 2,100,000,000
Beban Operasi:
Beban PPh 21 90,000,000
Beban Penyusutan 160,000,000
Beban operasi lain 980,000,000
TOTAL BEBAN 1,230,000,000
Laba (Rugi) Usaha 870,000,000
Pendapatan lain-lain
Pendapatan bunga Bank 50,000,000
Pendapatan dividen <20% 30,000,000
Pendapatan sewa kantor 68,000,000
TOTAL PENDAPATAN LAIN 148,000,000
Beban lain-lain
Beban Kerugian Selisih Kurs 17,000,000
Beban Sanksi Pajak 10,000,000
Beban Sumbangan 7,500,000
TOTAL BIAYA LAIN 34,500,000
LABA BERSIH SEBELUM PAJAK 983,500,000

Keterangan:
1. Terdapat penjualan yang belum dibukukan tahun tersebut sebesar
Rp. 300.000.000.
2. Perhitungan komersial hpp menggunakan metode average, untuk fiskal dihitung
dengan metode fifo sebesar Rp. 7.800.000.000.
3. Beban penyusutan menurut Fiskal sebesar Rp. 180.000.000.

Kredit Pajak:
PPH pasal 22 Impor sebesar Rp. 90.000.000
PPh pasal 22 bendaharawan sebesar Rp. 43.000.000
PPH pasal 25 sebesar Rp. 80.000.000 (setahun)
16
3.2. Menghitung Pajak Kini
1. Membuat Rekonsiliasi Fiskal
Langkah pertama untuk menghitung pajak kini adalah membuat rekonsiliasi
fiskal. Rekonsiliasi Fiskal harus memperhatikan biaya yang diperbolehkan
(pasal 6 UU PPH), biaya yang tidak diperbolehkan (pasal 9 UU PPH),
Penghasilan yang dipotong PPH final ( pasal 4(2) UU PPH) dan pengakuan
pajak terhadap metode yang diperbolehkan.

Dari rekonsiliasi diatas terdapat dua sifat koreksi fiskal, yaitu beda waktu
dan beda tetap. Beda tetap bertanda biru, dan beda sementara yang bertandan
hijau. Beda tetap muncul karena perbedaan antara aturan komersial dengan
aturan fiskal. Sedangkan beda sementara terjadi karena beda waktu atau
pengakuan antara komersian dengan fiskal
2. Menghitung Pajak Terhutang
Pajak Terhutang
4800000000/10000000000*1353000000 649,440,000 0.125 81,180,000
1353000000-649440000 703,560,000 0.25 175,890,000
TOTAL 257,070,000

Pajak terhutang dihitung berdasarkan tarif wajib pajak badan sebesar 25%.
Peredaran bruto wajib pajak dibawah lima puluh miliar sehingga mendapat
fasilitas pengurangan tarif sebesar 50%. Sehingga Pajak terhutang PT Langit
Biru sebesar RP. 257.070.000.

3. Menghitung Lebih Bayar atau Kurang Bayar

17
Pajak terhutang 257,070,000
Kredit Pajak:
Pasal 22 Impor 90,000,000
Pasal 22 Bendaharawan 43,000,000
Pasal 23 dividen (0.15*30.000.000) 4,500,000
Pasal 25 80,000,000
Kurang Bayar 39,570,000

Penghitungan lebih bayar atau kurang bayar berdasarkan pengurangan /


persandingan antara pajak terhutang dengan kredit pajak. PT Langit Bitu
memiliki kredit pajak PPH 22 Impor, PPh 22 Bendaharwan, PPh 23 deviden,
dan PPh 25.

3.3. Penghitungan dan Pengungkapan Pajak Tanggungan


Tahap awal untuk menghitung pajak tangguhan adalah memisahkan antara koreksi
fiskal yang diakibatkan oleh beda tetap dan beda sementara. Hal tersebut dapat dilihat
di rekonsiliasi fiskal, akun yang memiliki tanda hijau. Pajak tangguhan hanya terjadi
bila terdapat bea waktu. Berikutnya sandingkan besaran saldo akun untuk mengetahui
dimana letak koreksinya, positif atau negatif. Setelah selisih di dapat maka kalikan
dengan tarif tertinggi PPH yaitu 25% maka didapatkan nominal pajak tangguhan.
Pajak Tangguhan
+ -
Penjualan 300,000,000
HHP 100,000,000
Penyusutan 20,000,000
Selisih 380,000,000
Tarif 0.25% 95,000,000

Pekerjaan berikutnya yang harus dilakukan adalah membuat jurnal untuk mencatat pajak
tangguhan dan pajak kini. Berikut adalah Jurnalnya:

Jurnal
PPh terhutang 257,070,000
Asset pajak tangguhan 95,000,000
Kredit Pajak 217,500,000
Pendapatan Pajak Tangguhan 95,000,000
PPh Pasal 29 39,570,000

Berikut adalah tempat Pajak tangguhan dan PPH pasal 29 (kurang bayar) dalam neraca.

Neraca
Asset Pajak tangguhan 95000000 PPH Pasal 29 39570000

18
Setelah dicatat, maka perhitungan laba/rugi komersial akan menjadi seperti berikut:

Laporan Laba Rugi


Laba sebelum pajak 983,500,000
PPh Terhutang 257,070,000
Pendapatan pajak tangguhan 95,000,000
Laba setelah pajak 821,430,000

19
BAB IV
KESIMPULAN

1. Perusahaan harus mengakui liabilitas atau aset pajak tangguhan apabila Pembayaran
pajak pada periode masa depan lebih besar atau lebih kecil daripada yang
diharapkan jika tidak terdapat konsekuensi pajak.

2. Setiap aset pajak tangguhan diakui sepanjang diperkirakan akan tersedia laba kena
pajak atau perbedaan temporer kena pajak dalam jumlah memadai

3. Pengukuran nilai liabilitas dan aset pajak tangguhan Sebesar jumlah yang
diharapkan akan dibayarkan atau direstitusikan sesuai tarif yang diperlakukan
berlaku di masa mendatang

4. Jika tarif pajak berbeda untuk setiap tingkat laba kena pajak. Dipergunakan tarif
pajak rata – rata yang diharapkan berlaku.

5. Akun pajak tangguhan dilaporkan dalam neraca sebagai aktiva pajak tangguhan dan
kewajiban pajak tangguhan yang diklasifikasikan sebagai jumlah lancar neto dan jumlah
tidak lancar neto.

6. Beban / keuntungan Pajak Penghasilan yang disajikan dalam Laporan laba rugi, harus
dipecah atas dua komponen, yaitu Pajak kini (Pajak Penghasilan terutang), dan Pajak
Tangguhan

• Apabila Penghasilan Sebelum Pajak (PSP komersil ) lebih besar dari


Penghasilan Kena Pajak (PKP Fiskal), akan mengakibatkan Beban Pajak
Komersil (BPK/Tax Expense) akan lebih besar dari Pajak Terhutang/Pajak Kini
(PT/Tax payable), Sehingga, akan menghasilkan Kewajiban Pajak
Tangguhan (Deferred Tax Liabilities).

• Apabila Penghasilan Sebelum Pajak (PSP- komersil ) lebih kecil dari


Penghasilan Kena Pajak (PKP – Fiskal), akan mengakibatkan Beban Pajak
Komersil (BPK /Tax Expense) akan lebih kecil dari Pajak Terhutang / Pajak
Kini(PT/Taxpayable)

20
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2012. materi kuliah online pajak kini dan pajak tangguhan.http://
Najib.blog.esaunggul.ac.id.2012/03/ materi kuliah online pajak kini dan pajak
tangguhan. Diakses 24 April 2016.

Anonim, e.journal uajy. e-journal.uajy.ac.id/1703/3/2EA15895.pdf. Diakses 21 Mei 2016.

Fitriandi, Primandita dkk. 2011. “Kompilasi Undang – Undang Perpajakan Terlengkap” .


Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

IAI.2015.Standar Akuntansi Keuangan.Jakarta : Penerbit Salemba Empat

Martani, Dwi.2015. PSAK 46 (Revisi 2010): Pajak Penghasilan-PSAK


46.http://staff.blog.ac.id/martani. Diakses 7 Mei 2016.
Waluyo. 2011. “Perpajakan Indonesia”. Jakarta: Penerbit Salemba Empat

21
22
23
24
25
26
27
28

Anda mungkin juga menyukai