Anda di halaman 1dari 13

Konsep Luka dan Perawatan Luka

A. Pengertian luka
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit ( Taylor, 1997).
Luka adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau
organ tubuh lain (Kozier, 1995). Definisi lainnya yaitu Luka adalah rusaknya
struktur dan fungsianatomis kulit normal akibat proses patologis yang berasal
dari internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu. Ketika luka timbul,
beberapa efek akan muncul:
1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2. Respon stres simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel.

B. Klasifikasi Luka

Luka dibedakan berdasarkan :


1. Berdasarkan penyebab
a. Ekskoriasi atau luka lecet

b. Vulnus scisum atau luka sayat

c. Vulnus laseratum atau luka robek

d. Vulnus punctum atau luka tusuk

e. Vulnus morsum atau luka karena gigitan binatang

f. Vulnus combotio atau luka bakar


2. Berdasarkan ada/tidaknya kehilangan jaringan.
a. Ekskoriasi
b. Skin avulsion
c. Skin loss

3. Berdasarkan derajat kontaminasi


a. Luka bersih
1) Luka sayat elektif

2) Steril, potensial terinfeksi

3) Tidak ada kontak dengan orofaring, traktus respiratorius,traktus


elimentarius, traktus genitourinarius.

b. Luka bersih tercemar


1) Luka sayat elektif
2) Potensi terinfeksi : spillage minimal, flora normal
3) Kontak dengan orofaring, respiratorius, elimentarius dan
genitourinarius
4) Proses penyembuhan lebih lama.

c. Luka tercemar
1) Potensi terinfeksi: spillage dari traktus elimentarius, kandung
empedu, traktus genito urinarius, urine

2) Luka trauma baru : laserasi, fraktur terbuka, luka penetrasi.

d. Luka kotor
1) Akibat proses pembedahan yang sangat terkontaminasi
2) Perforasi visera, abses, trauma lama.

Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu dan
menunjukkan derajat luka (Taylor, 1997).
1. Berdasarkan tingkat kontaminasi
a. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana
tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem
pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih
biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan
drainase tertutup (misal; Jackson – Pratt). Kemungkinan terjadinya
infeksi luka sekitar 1% - 5%.
b. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan
luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau
perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi,
kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%.
c. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka,
fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar
dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori
ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan
infeksi luka 10% - 17%.
d. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya
mikroorganisme pada luka.

2. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka


a. Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang
terjadi pada lapisan epidermis kulit.
b. Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada
lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial
dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
c. Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan
meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas
sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya
sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai
otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan
atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
d. Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot,
tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.

3. Berdasarkan waktu penyembuhan luka


a. Luka akut yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep
penyembuhan yang telah disepakati.
b. Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam prose
penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.
4. Mekanisme terjadinya luka :
a. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang
tajam. Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik)
biasanya tertutup oleh sutura seterah seluruh pembuluh darah yang luka
diikat (Ligasi).
b. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu
tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak,
perdarahan dan bengkak.
c. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan
benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
d. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti
peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
e. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti
oleh kaca atau oleh kawat.
f. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ
tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi
pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar.
g. Luka Bakar (Combustio)

5. Fase penyembuhan luka


Penyembuhan luka adalah proses penggantian dan perbaikan fungsi
jaringan yang rusak. Penyembuhan luka melibatkan integrasi proses
fisiologis. Sifat penyembuhan pada semua luka sama, dengan variasinya
bergantung pada lokasi, keparahan dan luasnya cedera. Penyembuhan luka
adalah suatu kualitas dari kehidupan jaringan hal ini juga berhubungan
dengan regenerasi jaringan. Fase penyembuhan luka digambarkan seperti
yang terjadi pada luka pembedahan (Kozier,1995). Menurut Kozier, fase
penyembuhan luka adalah sebagai berikut.
a. Fase Inflamatori
Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3 – 4 hari. Dua
proses utama terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan pagositosis.
Hemostasis (penghentian perdarahan) akibat fase konstriksi pembuluh
darah besar di daerah luka, retraksi pembuluh darah, endapan fibrin
(menghubungkan jaringan) dan pembentukan bekuan darah di daerah
luka. Bekuan darah dibentuk oleh platelet yang menyiapkan matrik fibrin
yang menjadi kerangka bagi pengambilan sel. Scab (keropeng) juga
dibentuk dipermukaan luka. Bekuan dan jaringan mati, scab membantu
hemostasis dan mencegah kontaminasi luka oleh mikroorganisme.
Dibawah scab epithelial sel berpindah dari luka ke tepi. Epitelial sel
membantu sebagai barier antara tubuh dengan lingkungan dan mencegah
masuknya mikroorganisme.
Fase inflamatori juga memerlukan pembuluh darah dan respon
seluler digunakan untuk mengangkat benda-benda asing dan jaringan
mati. Suplai darah yang meningkat ke jaringan membawa bahan-bahan
dan nutrisi yang diperlukan pada proses penyembuhan. Pada akhirnya
daerah luka tampak merah dan sedikit bengkak.
Selama sel berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah ke
daerah interstitial. Tempat ini ditempati oleh makrofag yang keluar dari
monosit selama lebih kurang 24 jam setelah cidera/luka. Makrofag ini
menelan mikroorganisme dan sel debris melalui proses yang disebut
pagositosis. Makrofag juga mengeluarkan faktor angiogenesis (AGF)
yang merangsang pembentukan ujung epitel diakhir pembuluh darah.
Makrofag dan AGF bersama-sama mempercepat proses penyembuhan.
Respon inflamatori ini sangat penting bagi proses penyembuhan.
b. Fase Proliferatif
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke-3 atau 4 sampai hari ke-
21 setelah pembedahan. Fibroblast (menghubungkan sel-sel jaringan)
yang berpindah ke daerah luka mulai 24 jam pertama setelah
pembedahan. Diawali dengan mensintesis kolagen dan substansi dasar
yang disebut proteoglikan kira-kira 5 hari setelah terjadi luka. Kolagen
adalah substansi protein yang menambah tegangan permukaan dari luka.
Jumlah kolagen yang meningkat menambah kekuatan permukaan luka
sehingga kecil kemungkinan luka terbuka. Selama waktu itu sebuah
lapisan penyembuhan nampak dibawah garis irisan luka. Kapilarisasi
tumbuh melintasi luka, meningkatkan aliran darah yang memberikan
oksigen dan nutrisi yang diperlukan bagi penyembuhan. Fibroblast
berpindah dari pembuluh darah ke luka membawa fibrin. Seiring
perkembangan kapilarisasi jaringan perlahan berwarna merah. Jaringan
ini disebut granulasi jaringan yang lunak dan mudah pecah.

c. Fase Maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke-21 dan berakhir 1-2 tahun setelah
pembedahan. Fibroblast terus mensintesis kolagen. Kolagen menjalin
dirinya, menyatukan dalam struktur yang lebih kuat. Bekas luka menjadi
kecil, kehilangan elastisitas dan meninggalkan garis putih.

6. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka


Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks dan dinamis
karena merupakan suatu kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi saling
berkesinambungan. Proses penyembuhan luka tidak hanya terbatas pada
proses regenerasi yang bersifat lokal saja pada luka, namun dipengaruhi pula
oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik (InETNA,2004:13).
a. Faktor Instrinsik adalah faktor dari penderita yang dapat berpengaruh
dalam proses penyembuhan meliputi : usia, status nutrisi dan hidrasi,
oksigenasi dan perfusi jaringan, status imunologi, dan penyakit
penyerta (hipertensi, DM, Arthereosclerosis).
b. Faktor Ekstrinsik adalah faktor yang didapat dari luar penderita yang
dapat berpengaruh dalam proses penyembuhan luka, meliputi :
pengobatan, radiasi, stres psikologis, infeksi, iskemia dan trauma
jaringan (InETNA,2004:13).

7. Komplikasi Penyembuhan Luka


Komplikasi dan penyembuhan luka timbul dalam manifestasi yang
berbeda-beda. Komplikasi yang luas timbul dari pembersihan luka yang tidak
adekuat, keterlambatan pembentukan jaringan granulasi, tidak adanya
reepitalisasi dan juga akibat komplikasi post operatif dan adanya
infeksi.Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi adalah : hematoma,
nekrosis jaringan lunak, dehiscence, keloids, formasi hipertropik scar dan
juga infeksi luka (InETNA,2004:6).

8. Penatalaksanaan/Perawatan Luka
Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan
yaitu evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka, penjahitan luka,
penutupan luka, pembalutan, pemberian antiboitik dan pengangkatan jahitan.

a. Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan


eksplorasi).
b. Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mensucihamakankulit. Untuk
melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau
larutan antiseptik seperti:
1) Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif dalam 2 menit).

2) Halogen dan senyawanya

a) Yodium, merupakan antiseptik yang sangat kuat, berspektrum luas


dan dalam konsentrasi 2% membunuh spora dalam 2-3 jam

b) Povidon Yodium (Betadine, septadine dan isodine), merupakan


kompleks yodium dengan polyvinylpirrolidone yang tidak merangsang,
mudah dicuci karena larut dalam air dan stabil karena tidak menguap.

c) Yodoform, sudah jarang digunakan. Penggunaan biasanya untuk


antiseptik borok.

d) Klorhesidin (Hibiscrub, savlon, hibitane), merupakan senyawa


biguanid dengan sifat bakterisid dan fungisid, tidak berwarna, mudah
larut dalam air, tidak merangsang kulit dam mukosa, dan baunya tidak
menusuk hidung.

3) Oksidansia

a) Kalium permanganat, bersifat bakterisid dan funngisida agak lemah


berdasarkan sifat oksidator.
b) Perhidrol (Peroksida air, H2O2), berkhasiat untuk mengeluarkan
kotoran dari dalam luka dan membunuh kuman anaerob.

4) Logam berat dan garamnya

a) Merkuri klorida (sublimat), berkhasiat menghambat pertumbuhan


bakteri dan jamur.
b) Merkurokrom (obat merah)dalam larutan 5-10%. Sifatnya
bakteriostatik lemah, mempercepat keringnya luka dengan cara
merangsang timbulnya kerak (korts)

5) Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3%).

6) Derivat fenol

a) Trinitrofenol (asam pikrat), kegunaannya sebagai antiseptik wajah dan genitalia


eksterna sebelum operasi dan luka bakar.

b) Heksaklorofan (pHisohex), berkhasiat untuk mencuci tangan.

2) Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol), merupakan turunan


aridin dan berupa serbuk berwarna kuning dam konsentrasi 0,1%. Kegunaannya
sebagai antiseptik borok bernanah, kompres dan irigasi luka terinfeksi (Mansjoer,
2000:390).

Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang perlu diperhatikan adalah pemilihan


cairan pencuci dan teknik pencucian luka. Penggunaan cairan pencuci yang tidak
tepat akan menghambat pertumbuhan jaringan sehingga memperlama waktu rawat
dan meningkatkan biaya perawatan. Pemelihan cairan dalam pencucian luka harus
cairan yang efektif dan aman terhadap luka. Selain larutan antiseptik yang telah
dijelaskan diatas ada cairan pencuci luka lain yang saat ini sering digunakan yaitu
Normal Saline. Normal saline atau disebut juga NaCl 0,9%. Cairan ini merupakan
cairan yang bersifat fisiologis, non toksik dan tidak mahal. NaCl dalam setiap liternya
mempunyai komposisi natrium klorida 9,0 g dengan osmolaritas 308 mOsm/l setara
dengan ion-ion Na+ 154 mEq/l dan Cl– 154 mEq/l (InETNA,2004:16 ; ISO
Indonesia,2000:18).
c. Pembersihan Luka

Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meningkatkan, memperbaiki dan


mempercepat proses penyembuhan luka; menghindari terjadinya infeksi; membuang
jaringan nekrosis dan debris (InETNA, 2004:16).Beberapa langkah yang harus
diperhatikan dalam pembersihan luka yaitu :

1) Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang jaringan mati


dan benda asing.

2) Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.

3) Berikan antiseptik

4) Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian anastesi lokal

5) Bila perlu lakukan penutupan luka (Mansjoer,2000: 398;400)

d. Penjahitan luka

Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8 jam
boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau tidak
berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh per sekundam atau per tertiam.

e. Penutupan Luka adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka
sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal.

f. Pembalutan Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung


pada penilaian kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap
penguapan, infeksi, mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka dalam proses
penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek penekanan yang mencegah berkumpulnya
rembesan darah yang menyebabkan hematom.
g. Pemberian Antibiotik prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik
dan pada luka terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.

h. Pengangkatan Jahitan

Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu pengangkatan
jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti, lokasi, jenis pengangkatan luka, usia,
kesehatan, sikap penderita dan adanya infeksi (Mansjoer,2000:398 ; Walton,
1990:44).

Tabel 1. Waktu Pengangkatan Jahitan

No Lokasi Waktu
1 Kelopak mata 3 hari
2 Pipi 3-5 hari
3 Hidung, dahi, leher 5 hari
4 Telinga,kulit kepala 5-7 hari
5 Lengan, tungkai, tangan,kaki 7-10+ hari
6 Dada, punggung, abdomen 7-10+ hari

Sumber. Walton, 1990:44

Indonesia Enterostomal Therapy Nurse Association (InETNA) & Tim Perawatan


Luka dan Stoma Rumah Sakit Dharmais. 2004,Perawatan Luka, Makalah Mandiri,
JakartaMansjoer.Arif, dkk. Eds.2000.Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta :
Media Aesculapius FKUI.

Walton,Robert L. 1990. Perawatan Luka dan Penderita Perlukaan Ganda, Alih


bahasa. Sonny Samsudin, Cetakan I. Jakarta : EGC.
http://jundapakiringan.blogspot.co.id/2010/07/konsep-luka.html

http://silvianitaur.blogspot.co.id/2013/05/konsep-dasar-luka_25.html

Anda mungkin juga menyukai