TENTANG ‘ARIYAH
DOSEN PENGAMPU : Drs. H. M. Fachrir Rahman, MA
FAKULTAS SYARI’AH
2019/202
PEMBAHASAN
A. Pengertian 'ariyah
ابا حة اال نتفا ع من شخص فيه اهلية التبر ع بما يحن اال نتفا ع به مع بقاء عينه ليرده على
المتبرع
) ٢: وتعا ونوا على البر والتقوى وال تعا ونوا على اال ثم والعدوان ( الما ئدة
“Dan tolong menolonglah kamu untuk berbuat kebaikan dan taqwa dan
janganlah kamu tolong menolong untuk berbuat dosa dan permusuhan.” [Al-
Maidah:2]
Asbabun Nuzul:
من أخذ اموا ل الناس يريد أداء ها ادى هللا عنه ومن أخذ يريد اتال فها اتلفه هللا
1. Rukun ‘Ariyah
Menurut Hanafiyah, rukun ‘ariyah adalah satu, yaitu ijab dan kabul, tidak
wajib diucapkan, tetapi cukup dengan menyerahkan pemilik kepada peminjam
barang yang dipinjam dan boleh hukum ijab kabul dengan ucapan.
b) Berakal, maka batal ‘ariyah yang dilakukan oleh orang yang sedang tidur
dan orang gila;
c) Orang tersebut tida dimahjur (di bawah curatelle), maka tidak sah ‘ariyah
yang dilakukan oleh orang berada di bawah perlindungan (curatelle),
seperti pemboros.
3. Benda yang dipinjamkan. Pada rukun yang ketiga ini disyaratkan dua hal, yaitu:
2. Syarat-syarat ‘Ariyah
Berkaitan dengan rukun yang telah dikemukakan diatas, yaitu orang yang
meminjamkan, orang yang meminjam, barang/benda yang dipinjamkan.
Adapun syarat-syart al-‘ariyah itu diperinci oleh para ulama fiqh sebagai
berikut
- Baligh
- Berakal
Orang tersebut tidak dimahjur (dibawah curatelle) atau orang yang berada
dibawah perlindungan, seperti pemboros. Hendaklah seorang yang ahli (berhak)
menerima kebaikan. Anak kecil dan orang gila tidak sah meminjam sesuatu
karena ia tidak ahli (tidak berhak) menerima kebaikan.
- Materi yang dipinjamkan dapat dimanfaatkan, maka tidak sah ‘ariyah yang
mu’arnya tidak dapat digunakan, seperti meminjam karung yang sudah
hancur sehingga tidak dapat digunakan untuk menyimpan padi.
D. Pembayaran Pinjaman
Setiap pinjaman wajib dibayar sehingga berdosalah orang yang tidak mau
mengembalikan pinjaman, bahkan melalaikannya juga termasuk aniaya. Perbuatan
aniaya merupakan salah satu perbuatan dosa. Rasulallah Saw, bersabda: “Orang
kaya yang melalaikan kewajiban membayar utang adalah aniaya” (Riwayat
Bukhari dan Muaslim). Melebihkan bayaran dari sejumlah pinjaman
diperbolehkan, asal saja kelebihan itu merupakan kemauan dari yang berutang
semata. Hal ini menjadi nilai kebaikan bagi yang mengembalikan pinjaman.
Rasulallah Saw. Bersabda: “sesungguhnya diantara orang yang terbaik dari kamu
adalah orang yang sebaik-baiknya dalam membayar utang” (Riwayat Bukhari dan
Muslim) Rasulallah pernah meminjam hewan, kemudian beliau membayar hewan
itu dengan yang lebih besar dan tua umurnya dari hewan yang beliau pinjam.
Kemudian Rasu bersabda: “ Orang yang paling baik diantara kamu ialah orang
yang dapat membayar utangnya dengan yang lebih baik” (Riwayat Ahmad) Jika
penambahan itu dikehendaki oleh orang yang berutang atau telah menjadi
perjajian dalam akad berpiutang, maka tambahan itu tidak halal bagi yang
berpiutang untuk mengambilnya. Rasul bersabda: “ Tiap-tiap piutang yang
mengambil manfaat, maka itu adalah salah satu cara dari sekian cara riba”
( Dikeluarkan oleh Baihaqi).
G. Tatakrama Berutang
Ada beberapa hal yang dijadikan penekanan dalam pinjam-meminjam atau
utang-piutang tentang nilai-nilai sopan santun yang terkait di dalamnya, ialah
sebagai berikut :
“Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di
antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan
dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika
seorang lupa”. (Q.S. Al-Baqarah : 282)
Suhendi, Hendi. 2005. Fiqih Muamalah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.