FIKIH JINAYAH
Makalah ini buat guna memenuhi matakuliah Fikih Jinayah Dosen Pengampu : Dr. Zainudin
Mansur M.Ag
Disusun Oleh
Kelompok 3
FAKULTAS SYARIAH
PEMBAHASAN
1. Irtikab Mubasyir
GEMBIRA
Allâh menjadikan prantara bagi semua tujuan yang tinggi sebagai mubassyirat (pembawa
kabar gembira) agar hati menjadi tenang dan iman bertambah Allâh Azza wa Jalla Mahakuasa
untuk mewujudkan semua tujuan dan maksud yang diinginkan oleh para hamba-Nya tanpa
melalui sebab atau prantara. Namun Allâh Azza wa Jalla sengaja menjadikan dan menetapkan
prantara atau sebab bagi sebuah tujuan agar menjadi mubassyirat (pembawa kabar gembira),
sehingga dengan demikian hati akan menjadi tenang dan keimanan akan bertambah. Ini bisa
ditemukan di banyak tempat, misalnya, ketika Allâh Azza wa Jalla menerangkan tentang
pengiriman bala bantuan dalam perang Badr. Pengiriman bala bantun ini menjadi prantara atau
penyebab kemenangan yang diinginkan oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan kaum
Dan Allâh tidak menjadikannya (maksudnya pengiriman bala bantuan itu), melainkan
sebagai kabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram karenanya (al-Anfâl 10) Allâh Azza wa
Jalla mampu untuk memberikan kemenangan tanpa harus mengirimkan bala bantuan. Namun
supaya ini menjadi isyarat kemenangan, maka bala bantuan dikirimkan. Jadi, pengiriman bala
bantuan sebagai mubassyirat (pembawa kabar gembira) bahwa kemanangan akan segera tiba,
sehingga hati kaum Muslimin menjadi tenang dan keimanan mereka bertambah.
Dalam ayat lain, ketika menjelaskan tentang penyebab dan prantara datangnya rizki dan
Dan di antara tanda-tanda kekuasan-Nya adalah bahwa Dia mengirimkan angin sebagai
pembawa berita gembira dan untuk merasakan kepadamu sebagian dari rahmat-Nya dan supaya
kapal dapat berlayar dengan perintah-Nya dan (juga) supaya kamu dapat mencari karunia-Nya;
[ar-Rûm/30:46] Rizki dan hujan termasuk tujuan yang diinginkan oleh manusia. Allâh Azza wa
Jalla Yang Mahakuasa mampu mendatangkan itu semua tanpa prantara dan sebab. Namun Allâh
Azza wa Jalla menjadikan sebab dan prantara bagi tujuan ini yaitu berupa tiupan angin. Allâh
Azza wa Jalla meniupkan angin pertanda akan turun hujan itu sebagai mubassyirat (pembawa
kabar gembira) bahwa hujan akan segera turun dan tumbuh-tumbuhan akan menghijau, sehingga
hati orang yang berharap mendapatkan rizki bisa tenang dan imannya akan bertambah. Baca Juga
Al-Qur'ân Memberikan Pengarahan Agar Tidak Melakukan Perbuatan Yang Mubah Makna yang
lebih umum dari dua ayat diatas yaitu busyra yang ada dalam firman Allâh Azza wa Jalla:
ُّد ْنيَا َوفِيŸا ِة الŸŸَ﴾لَهُ ُم ْالبُ ْش َر ٰى فِي ْال َحي٦٣﴿ َ﴾الَّ ِذينَ آ َمنُوا َو َكانُوا يَتَّقُون٦٢﴿ َف َعلَ ْي ِه ْم َواَل هُ ْم يَحْ َزنُون
ٌ ْأَاَل إِ َّن أَوْ لِيَا َء هَّللا ِ اَل خَ و
Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allâh itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
tidak (pula) mereka bersedih hati. (yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.
Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan} di akhirat. tidak
ada perobahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allâh. yang demikian itu adalah kemenangan
yang besar. [Yûnus 62-64] Busyra maksudnya semua isyarat yang menunjukkan kepada mereka
bahwa Allâh Azza wa Jalla menginginkan kebaikan buat mereka atau isyarat yang menunjukkan
bahwa mereka adalah wali-wali Allâh Azza wa Jalla . Dengan demikian, pujian yang baik,
kelembutan Allâh Azza wa Jalla yang bisa mereka saksikan, juga taufiq, kemudahan yang
Allâh berikan serta terhindarkan dari berbagai kesulitan dan lain sebagainya, ini semua
merupakan busyra atau mubassyirat (pembawa kabar gembira) sebelum mereka mendapatkan
tujuan akhir yaitu surga dengan beragam kenikmatannya. Termasuk prantara dari sebuah tujuan
yang Allâh Azza wa Jalla jadikan sebagai isyarat kabar gembira namun jarang diketahui orang
yaitu Allâh Azza wa Jalla menjadikan kesusahan atau kesulitan sebagai isyarat datangnya jalan
keluar atau solusi. Jika kita perhatikan dan merenungi kisah para nabi dan kesulitan mereka,
yang Allâh Azza wa Jalla ceritakan dalam al-Qur’ân, maka tentu akan mendapatkan suatu yang
sangat memukau.
َّ أَ ْم َح ِس ْبتُ ْم أَ ْن تَ ْد ُخلُوا ْال َجنَّةَ َولَ َّما يَأْتِ ُك ْم َمثَ ُل الَّ ِذينَ َخلَوْ ا ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم ۖ َم َّس ْتهُ ُم ْالبَأْ َسا ُء َوال
ُ و َل الرŸŸُضرَّا ُء َو ُز ْل ِزلُوا َحتَّ ٰى يَق
و ُلŸ َّس
ٌَوالَّ ِذينَ آ َمنُوا َم َعهُ َمت َٰى نَصْ ُر هَّللا ِ ۗ أَاَل إِ َّن نَصْ َر هَّللا ِ قَ ِريب
Mengenal Kisah-Kisah Dalam Al-Qur`an Apakah kamu mengira bahwa kamu akan
masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang
terdahulu sebelum kamu mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan
(dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman
sesungguhnya kemenangan bersama kesabaran, dan sesungguhnya solusi itu bersama keusahan
dan sesunggunya kemudahan it bersama kesulitan. Dan masih banyak contoh dari penerapan
kaidah ini dalam al-Qur’an. Semoga ini bermanfaat. (Dikutip dari kitab Al-Qawâidul Hisân,
Sebagaimana telah kita ulas sebelumnya, bahwa kerugian kadang disebabkan oleh pelaku
secara langsung (mubâsyarah) menimbulkan kerugian, namun adakalanya bersifat tidak langsung
(mutasabbib). Kerugian yang diakibatkan perilaku secara langsung ini adakalanya disengaja, dan
adakalanya tidak disengaja. Saat ini, kita akan membahas mengenai tindakan merugikan yang
anak kecil. Karena belum mengerti tentang fungsi dari pisau tersebut, secara tidak disengaja,
pisau itu digunakan untuk membunuh diri anak kecil itu sendiri, atau bahkan digunakan untuk
membunuh anak kecil lain. Wajibkah bagi si pelaku membayar ganti rugi jinayat? Dalam kasus
ini, para ulama memberikan pernyataan bahwa pendapat yang dipilih adalah orang yang
memegangkan pisau tersebut wajib membayar ganti rugi jinayat. Namun, pendapat yang berbeda
disampaikan oleh kalangan Hanafiyah, yang menyatakan pendapat bahwa pihak yang
memegangi berlaku sebagai mutasabbib (penyebab tidak langsung). Oleh karenanya tidak wajib
منŸŸه يضŸŸدهم أنŸŸار عنŸŸو المختŸŸر وهŸŸول اآلخŸŸة والقŸŸد الحنفيŸŸول عنŸŸذا في قŸŸه هŸŸل نفسŸŸبي قتŸŸرة الصŸŸبب لمباشŸŸمن المتسŸŸفال يض
Artinya: “Kekeliruan yang berakibat merugikan pihak lain, yaitu kekeliruan tindakan yang
sebagai penyebab tidak langsung atas peristiwa yang terjadi. Misalnya seseorang menaruh pisau
di tangan anak kecil. Tiba-tiba pisau itu digunakan untuk bunuh diri oleh si anak itu. Maka dalam
kasus ini, pihak yang menyerahkan pisau tidak bisa dimintai pertanggungan jawab disebabkan ia
berlaku sebagai penyebab tidak langsung dari perbuatan langsungnya Si anak yang membunuh
dirinya sendiri tersebut. Pernyataan ini adalah pendapat kalangan hanafiyah. Sementara itu ulama
lain (selain hanafiyah) menyatakan pendapat terpilih, bahwa pihak yang menyerahkan tersebut