Anda di halaman 1dari 15

i

MAKALAH
Early Warning Score
Dosen Pengampu: Ns. Sinta Wijayanti.,M.Kep.,Sp.Kep.M.B
Mata Ajar : Manajemen Patient Safety

Disusun oleh:
Yen Jessica Nim 1926120

AKADEMI KEPERAWATAN PANCA BHAKTI


BANDAR LAMPUNG
TA2019/2020
ii

Kata Pengantar
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada saya sehingga saya berhasil menyelesaikan Makalah ini tepat pada
waktunya yang berjudul “Early Warning Score”
Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang TTV. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, kesempurnaan hanyalah milik
Allah semata. Oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun
sangat saya harapkan.
Akhir kata saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa Me-ridhai
semua usaha kita. Amiin.

Bandung, Januari 2020

Penyusun
iii

DAFTAR ISI
Cover
Kata Pengantar....................................................................................................................ii
Daftar Isi...............................................................................................................................iii
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................1
C. Tujuan......................................................................................................................1
BAB II ISI
A. Dasar Teori.................................................................................................................2
BAB III Pembahasan
A. Pengertian Early Warning Score...............................................................................4
B. Penilaian Early Warning Score.................................................................................4
C. Konsep Henti Jantung...............................................................................................5
D. Sejarah Penerapan Scoring System pada Praktik Klinik..........................................6
E. Dasar Penilaian Early Warning Scoring System......................................................7
F. Kasus Henti Jantung.................................................................................................8
G. Parameter Fisiologi dalam National Early Warning System....................................8
BAB IV PENUTUP
Kesimpulan............................................................................................................................12
Saran......................................................................................................................................12
Daftar Pustaka......................................................................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan kebutuhan utama yang harus dimiliki oleh setiap
manusia. Salah satu profesi yang berkontribusi dalam meningkatkan derajat
kesehatan manusia adalah perawat. Keperawatan bukanlah suatu profesi yang
hanya sekedar untuk merawat dan mengobati, melainkan secara profesional
mampu memberikan pelayanan secara holistic yang mencakup kebutuhan
biologis, psikologis, sosial, dan spiritual (biopsikososiospiritual). Untuk
memberikan pelayanan yang holistik, perawat tidak hanya cukup memiliki
skill
exellent dalam merawat pasien, namun juga harus memiliki pengetahuan yang
baik pula. Menurut undang-undang nomor 38 tahun 2014, perawat adalah
seseorang
yang telah lulus pendidikan tinggi keperawatan, baik di dalam maupun di luar
negeri yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Perawat juga merupakan suatu profesi mulia yang
melakukan suatu
pelayanan kesehatan dengan didasarkan pada ilmu pengetahuan.
Early Warning Score (EWS) system adalah suatu sistem permintaan bantuan
untuk mengatasi masalah pasien secara dini, dengan diukur menggunakan 7
parameter untuk mengetahui respon aktivasi klinis pasien (Royal College of
Physicians, 2012). EWS juga merupakan suatu sistem untuk skoring kondisi
fisiologis berdasarkan respon klinis, yang umumnya digunakan di unit medical
bedah sebelum pasien mengalami kondisi kegawatdaruratan. Skoring EWS
didasarkan pada 7 parameter dengan algoritme tindakan masing-masing
berdasarkan hasil skoring dari pengkajian terhadap respon fisiologis pasien.
(Duncan & McMullan, 2012). Tujuh parameter tersebut antara lain respirasi,
tekanan darah sistolik, suhu, nadi, saturasi oksigen, oksigen tambahan, dan
tingkat
kesadaran pasien. Pengenalan deteksi secara dini tanda dan gejala perburukkan
klinis pada pasien di ruang perawatan merupakan salah satu cara untuk
mencegah terjadinya code. blue dan memperbaiki prognosis penyakit pasien
serta mendeteksi lebih awal perburukkan kondisi klinis pasien.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Early Warning Scoring?
2. Bagaimana penilaian Early Warning Scoring?
3. Bagaimana sejarah early warning score?
C. Tujuan
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat
pengetahuan perawat mengenai Early Warning Score berdasarkan status
demografi perawat diruang rawat inap Rumah Sakit Umum.

1
BAB II
ISI
A. Dasar Teori
Early Warning Score System (EWSS) merupakan pengembangan dalam layanan
kegawatdaruratan pasien yang dirawat di rumah sakit, yang berfungsi sebagai alat
deteksi dini sehingga apabila terjadi penurunan kondisi pasien dapat diketahui lebih
awal dapat ditangani lebih cepat. EWS didasarkan atas penilaian terhadap perubahan
keadaan pasien melalui pengamatan yang sistematis terhadap semua perubahan
fisiologi pasien. Sistem ini merupakan konsep pendekatan proaktif untuk
meningkatkan keselamatan pasien dan hasil klinis pasien yang lebih baik dengan
standarisasi pendekatan asesmen dan menetapkan skoring parameter fisiologis yang
sederhana. Kesinambungan pelayanan harus dilakukan baik pasien dalam keadaan
yang stabil maupun saat pasien dalam kondisi buruk. Deteksi dini, ketepatan waktu
merespon, dan kompetensi respon klinis merupakan serangkaian kegiatan yang harus
dilakukan untuk optimalisasi hasil klinis.
Dalam rangka mempersiapkan Akreditasi Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit
(SNARS) Edisi 1, bahwa sumber daya manusia di rumah sakit perlu memperoleh
fasilitas untuk dapat menerapkan Early Warning Score System (EWSS). Dengan
dasar tersebut optimalisasi hasil klinis bagi para staff dan SDM di rumah sakit
merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai petugas rumah sakit
khususnya dokter umum dan perawat. Untuk mengantisipasi tuntutan tersebut agar
dapat menerapkan komunikasi yang efektif dengan pasien, perlu dilakukan
peningkatan kualitas SDM di rumah sakit supaya lebih berkualitas. Sehubungan
dengan hal tersebut RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro menyelenggarakan kegiatan
pelatihan Early Warning Score System (EWSS) pada hari ini, Senin 20 Agustus
2018
Kegiatan yang bertempat di Aula Gedung IGD Lantai 3 ini dibuka oleh Direktur
Medik dan Keperawatan RSST, dr. Juli Purnomo, Sp.P dengan dihadiri 100 orang
pegawai yang terdiri dari dokter dan perawat.
Kegiatan ini memiliki tujuan umum yaitu memberikan pembekalan pengetahuan
sekaligus edukasi pentingnya Early Warning Score System (EWSS) kepada seluruh
petugas kesehatan di rumah sakit. Sedangkan tujuannya secara khusus adalah
meningkatkan kemampuan peserta dalam Early Warning Score System (EWSS),
serta meningkatkan pelaksanaan, pencatatan dan pendokumentasian Early Warning
Score System (EWSS).
Early warning system dan code blue adalah perangkat untuk  membuat staf mampu
mengidentifikasi keadaan pasien memburuk sedini mungkin dan bila perlu mencari
bantuan dari staf yang kompeten. Dengan demikian, hasil asuhan akan lebih baik.
Pelaksanaan early warning system dan code blue  bagian dari elemen yang wajib ada
sesuai program mutu dan keselamatan  yang dimasukkan sebagai standar akreditasi.
Early Warning System bertujuan menentukan  kriteria fisiologis yang dapat
membantu staf untuk mengenali sedini mungkin pasien yang kondisinya memburuk.
Sebagian besar pasien yang mengalami gagal jantung atau gagal paru sebelumnya
memperlihatkan tanda2 fisiologis diluar kisaran normal, yang merupakan indikasi
keadaan pasien memburuk (SNARS ed 1 PAP 3.1) Adapun Code Blue masuk dalam
SNARS edisi 1 PAP 3.2 Ep 2 Di seluruh area RS bantuan hidup dasar diberikan

2
segera saat dikenali adanya henti jantung-paru, dan tindak lanjut diberikan kurang
dari 5 menit. Code Blue bagian dari pelayanan resusitasi yang berkaitan dengan
Early Warning System Pelayanan early warning system dan code blue  memerlukan
keseragaman pemahaman melalui pelatihan pada seluruh civitas hospitalia sebagai
standar pelayanan yang wajib diterapkan. RSUP Persahabatan yang telah mengikuti
double akreditasi Internasional dari KARS maupun JCI berupaya memberikan
informasi dan kepedulian untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat rumah sakit.

BAB III

3
PEMBAHASAN
A. Pengertian Early Warning Score
Early Warning Score System (EWSS) merupakan pengembangan dalam
layanan kegawatdaruratan pasien yang dirawat di rumah sakit, yang
berfungsi sebagai alat deteksi dini sehingga apabila terjadi penurunan
kondisi pasien dapat diketahui lebih awal dapat ditangani lebih cepat.
EWS didasarkan atas penilaian terhadap perubahan keadaan pasien melalui
pengamatan yang sistematis terhadap semua perubahan fisiologi pasien.
Sistem ini merupakan konsep pendekatan proaktif untuk meningkatkan
keselamatan pasien dan hasil klinis pasien yang lebih baik dengan
standarisasi pendekatan asesmen dan menetapkan skoring parameter
fisiologis yang sederhana. Kesinambungan pelayanan harus dilakukan baik
pasien dalam keadaan yang stabil maupun saat pasien dalam kondisi
buruk. Deteksi dini, ketepatan waktu merespon, dan kompetensi respon
klinis merupakan serangkaian kegiatan yang harus dilakukan untuk
optimalisasi hasil klinis.
Dalam rangka mempersiapkan Akreditasi Standar Nasional Akreditasi
Rumah Sakit (SNARS) Edisi 1, bahwa sumber daya manusia di rumah
sakit perlu memperoleh fasilitas untuk dapat menerapkan Early Warning
Score System (EWSS). Dengan dasar tersebut optimalisasi hasil klinis bagi
para staff dan SDM di rumah sakit merupakan salah satu kompetensi yang
harus dikuasai petugas rumah sakit khususnya dokter umum dan perawat.
Untuk mengantisipasi tuntutan tersebut agar dapat menerapkan
komunikasi yang efektif dengan pasien, perlu dilakukan peningkatan
kualitas SDM di rumah sakit supaya lebih berkualitas. Sehubungan dengan
hal tersebut RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro menyelenggarakan kegiatan
pelatihan Early Warning Score System (EWSS) pada hari ini, Senin 20
Agustus 2018 Kegiatan yang bertempat di Aula Gedung IGD Lantai 3 ini
dibuka oleh Direktur Medik dan Keperawatan RSST, dr. Juli Purnomo,
Sp.P dengan dihadiri 100 orang pegawai yang terdiri dari dokter dan
perawat.
Kegiatan ini memiliki tujuan umum yaitu memberikan pembekalan
pengetahuan sekaligus edukasi pentingnya Early Warning Score System
(EWSS) kepada seluruh petugas kesehatan di rumah sakit. Sedangkan
tujuannya secara khusus adalah meningkatkan kemampuan peserta dalam
Early Warning Score System (EWSS), serta meningkatkan pelaksanaan,
pencatatan dan pendokumentasian Early Warning Score System (EWSS).

B. Penilaian Early Warning Score

Skoring EWS merupakan langkah-langkah yang dilakukan untuk menilai


kondisi fisiologis pasien yang meliputi tanda vital dan kesadaran secara
langsung kepada pasien sehingga akan diketahui perkembangan
perburukkan pasien lebih awal termasuk pasien sepsis untuk dilakukan

4
intervensi penanganan secepatnya maupun sebuah keputusan untuk
memindahkan pasien ke ICU.

Pada tahun 1997, Morgan, William dan Wright dari Rumah Sakit James
Paget, Norfolk Inggris adalah orang-orang yang pertama mengembangkan
dan mempublikasikan EWS dengan menggunakan lima parameter
fisiologis tubuh yaitu denyut jantung, tekanan darah sistolik, laju
pernafasan, suhu dan tingkat kesadaran. Setiap parameter memiliki rentang
penilaian antara 0, sebagai titik tekan dan 1-3 untuk skor batas atas dan
bawah.

Penilaian EWS ini terus berkembang di dunia terutama di Inggris, lima


parameter yang telah dimunculkan ternyata dianggap kurang mencukupi
sehingga ada beberapa studi yang menambahkan dengan saturasi oksigen
dan produksi urine sebagai parameter. Keragaman ini mengakibatkan
kurang konsistensinya dalam penilaian di masing-masing rumah sakit
terhadap perburukkan atau kerusakan klinis pasien. Oleh karena itu
dibentuklah standar nasional yang digunakan untuk menilai pasien
yaitu NEWS (National Early Warning System). NEWS ini mulai
dilaksanakan pada tahun 2012 di Inggris yang meliputi penilaian
parameter laju pernafasan, saturasi oksigen, suplementasi oksigen, suhu /
temperatur, tekanan darah sistolik, denyut jantung dan tingkat kesadaran.
Pada Desember 2017 NEWS mengalami perubahan pembaharuan
menjadi NEWS 2.

Penilaian skor peringatan dini (EWS) ini juga mengedepankan SDM PPA
(Profesional Pemberi Asuhan) untuk melakukan pencatan, penilaian dan
respon atau menanggapi perubahan parameter fisiologis klinis secara rutin
kepada pasien. Kata kunci yang dibutuhkan adalah (a) deteksi dini (b)
ketepatan waktu (c) kompetensi klinis, sehingga tujuan EWS akan tercapai.
Penggunaan skor penilaian ini diharapkan akan memberikan pemahaman
yang sama dari masing-masing individu profesional pemberi asuhan (PPA)
dalam memahami dan menilai pasien, jadi tidak menimbulkan persepsi
yang berbeda-beda.

5
C. Konsep Henti Jantung

Henti jantung adalah faktor utama penyebab kematian, oleh karena itu kita
harus mengetahui berbagai kondisi yang mengakibatkan henti jantung
terjadi. Sangat jarang sekali henti jantung terjadi secara tiba-tiba tetapi
biasanya sudah adanya tanda “triger” didalam tubuh yang kita abaikan.
Henti jantung sendiri didefinisikan sebagai kondisi hilangnya fungsi
jantung secara tiba-tiba yang berasal dari jantung atau tidak. Hilangnya
fungsi jantung yang bukan berasal dari jantung biasanya disebabkan oleh
kegagalan fungsi organ lain yang akan memperberat fungsi jantung dalam
menghantarkan oksigen untuk metabolisme sel.

Delivery Oxygen

Fungsi jantung adalah untuk menghantarkan oksigen (delivery oxygen)


dalam sistem sirkulasi ke seluruh tubuh sebagai modal sel dalam
melakukan metabolisme dan menghantarkan kembali sisa-sisa
metabolisme sel untuk di keluarkan. Penghantaran oksigen ke seluruh
tubuh ini sendiri dipengaruhi oleh fungsi jantung, fungsi paru maupun
hemoglobin. Hal ini dapat dirumuskan delivery oksigen sebagai: Prinsip
hemodinamik tubuh harus terjaga keseimbangan dengan baik, yaitu
oksigen yang digunakan (Oxygen comcumtion) harus seimbang dengan
oksigen yang dihantarkan (delivery oxygen). DO2 lebih banyak berperan
sebagai penyeimbang untuk memenuhi kebutuhan oksigen metabolisme
jaringan. Apabila terjadi gangguan dari salah satu unsur delivery
oxygen diatas maka akan terjadi perubahan juga pada indikator lainnya
sebagai kompensasi untuk memastikan bahwa delivery oxygen
(pengantaran oksigen) ke seluruh tubuh tetap terjaga dengan baik
memenuhi kebutuhan jaringan. Tetapi kemampuan kompensasi ini ada
batasnya, apabila telah melewati batas kemampuan atau gagal organ maka
akan berpotensi berhentinya fungsi jantung. Oleh karena itu para PPA
dalam pengelolaan pasien harus memahami betul kondisi-kondisi yang
mungkin mengakibatkan berhentinya fungsi jantung.

D. Sejarah penerapan early warning scoring system (EWSS) di praktek


klinik.

6
Pada tahun 1997 Morgan at al, di Inggris adalah yang pertama kali
mengembangkan dan menerbitkan warning score system (EWSS) yang
terdiri dari 5 parameter fisiologis yang tidak hanya untuk memprediksi
hasil, melainkan untuk melayani pasien dengan sistem alur dan mendorong
perawat untuk mengidentifikasi tanda-tanda awal perburukan. Early
warning scoring system (EWSS) yang diperkenalkan di Inggris kemudian
dimodifikasi menjadi Modiefied Early Warning Scoring System
(MEWSS). Dan standar early warning scoring system (SEWSS) yang
dikembangkan di Skotlandia pada tahun 2003. Pada tahun 2007 national
institute of health and clinic excellent (NICE) merekomendasikan early
warning scoring System yang menggunakan beberapa parameter atau
sistem penilaian, harus digunakan untuk memantau semua pasien dewasa
dalam rumah sakit untuk mengevaluasi tingkat kekritisan pasien dan
ekskalasi perawatan yang tepat waktu. NICE juga merekomendasikan
bahwa sistem yang dipilih harus mengukur denyut jantung, frekuensi
pernapasan, Tekanan darah sistolik, tingkat kesadaran, saturasi oksigen
dan temperatur. Pada tahun 2010 European Resusciatation Council
menguraikan pentingnya EWSS dengan memasukkannya dalam pedoman
untuk resusitasi dan termasuk ke dalam jalur pertama Dalam rantai
survival.

E. Dasar Penilaian Early Warning Scoring System (EWSS)

Seperti banyak sistem EWSS yang ada, penilaian sistem ini pertama kali
diperkenalkan oleh Morgan at al (1997) yang didasarkan pada sistem
penilaian sederhana dengan menggunakan skor untuk pengukuran
parameter fisiologis. Beberapa parametrik sederhana yang dikemukakan
oleh Morgan et al mencakup: frekuensi jantung, tekanan darah sistolik,
frekuensi pernapasan, suhu tubuh, dan tingkat kesadaran yang dilakukan
saat pasien dirawat di pantai di rumah sakit.

Ide utamanya adalah bahwa perubahan kecil dalam parameter air akan
dihargai menggunakan EWSS daripada menunggu perubahan yang jelas
dalam parameter individu seperti penurunan dalam tekanan darah sistolik,
yang sering kali merupakan suatu kondisi terminal. Skor meningkat
biasanya menunjukkan kerusakan, dan bahkan dapat memprediksi
kematian berikutnya, namun EWSS bukankah obat mujarab, untuk
penilaian pasien yang akurat melainkan sebagai tambahan dan harus

7
ditindaklanjuti dengan penilaian klinis yang teliti. National clinical
effectiveness commite (NCEC) 2013, merekomendasikan 6 parameter
fisiologis sederhana membentuk dasar dari sistem penilaian yang
mencakup: pernapasan, saturasi oksigen, denyut jantung, tekanan darah
sistolik, suhu dan tingkat kesadaran. dalam early warning score system
pengamatan adalah langkah penting dan efektif dalam mengidentifikasi
perburukan pasien dan efektif dalam pengelolaan mengelola asuhannya.

F. Kasus Henti Jantung


Pada tanggal 20 April 2020 tepatnya di pinggir jalan Bandar Lampung
terdapat seorang pria yang bernama Tn A mengalami nyeri di bagian dada
serta berlian tampak seperti ingin pingsan. Para warga mendekati Tn A,
melihat kejadian itu para warga segera menelepon ambulans untuk
melakukan pencegahan agar Tn A tidak terjadi apa-apa. Sedangkan
keadaan saat itu di jalan raya Tengah padat lalu lintas.

Untuk kasus diatas ada baiknya para warga sekitar melakukan pertolongan
pertama. Hasil suatu penelitian menyatakan bahwa EWS dapat
memprediksi kejadian henti jantung dalam waktu 48 jam.9 Penelitian yang
dilakukan di Chicago dinyatakan bahwa pasien dengan nilai EWS yang
rendah memiliki risiko rendah untuk mengalami henti jantung, sedangkan
pasien dengan nilai EWS tinggi memiliki angka kejadian henti jantung
yang lebih tinggi.17 Hal ini sejalan dengan penelitian ini yang menemukan
bahwa pasien yang mengalami henti jantung mempunyai nilai rerata EWS
>7 pada saat enam jam sebelum henti jantung dan nilai rerata EWS >8 saat
henti jantung. Hal ini mengonfirmasi penelitian sebelumnya yang
menyatakan bahwa kejadian henti jantung di dalam rumah sakit dapat
diperkirakan sebelumnya karena pasien mulai menunjukkan penurunan
keadaan fisiologis beberapa jam sebelum kejadian henti jantung.6Nilai
rerata EWS penelitian ini juga memperlihatkan kecenderungan
peningkatan nilai EWS pada 6 jam sebelum kejadian henti jantung dan
saat henti jantung. Hal ini memberi kesan bahwa nilai EWS berkaitan
dengan peningkatan angka kejadian henti jantung pada setiap titik waktu.
Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan di Korea yang
dinyatakan bahwa meskipun kelompok pasien henti jantung dengan nilai
EWS rendah semakin menurun pada setiap waktu observasi mendekati
kejadian henti jantung, hampir setengah dari populasi pasien yang
mengalami kejadian henti jantung di ruangan masih memiliki nilai EWS
yang rendah dengan nilai rerata EWS 3 pada 8 jam sebelum kejadian henti
jantung. Penelitian tersebut juga menyatakan bahwa lebih dari 50% pasien
yang mengalami kejadian henti jantung tidak mengalami peningkatan nilai
EWS dari 24 jam sebelum kejadian hingga 8 jam sebelum kejadian henti
jantung.18 Namun, penelitian tersebut tidak menyertakan nilai EWS antara
8 jam sebelum henti jantung hingga saat henti jantung.

G. Parameter Fisiologi dalam National Early Warning System (NEWS).

8
Perlu diingat bahwa secara fisiologi faktor parameter dalam penilaian
NEWS ini akan memberikan dampak kompensasi tubuh bila terjadi
sesuatu hal, sehingga bisa dirunut apa yang sekiranya menyebabkan untuk
dilakukan evaluasi dan diteruskan dengan intervensi, perlu juga diingat
bahwa tanpa mengetahui faktor penyebab dan kita secara cepat memotong
kompensasi fisiologis yang terjadi bisa membahayakan tubuh penderita.
Urutan pencatatan parameter fisiologis pada NEWS 2 sedikit banyak
mencerminkan bagan urutan ABCDE (Airway, Breathing, Circulation,
Disability, Exposure) yang digunakan untuk menilai pasien yang sakit
akut. Berikut kami uraikan parameter fisiologi dalam penilaian NEWS 2:
Laju pernafasan Pernafasan manusia adalah proses alamiah yang terjadi
pada kondisi normal, dia akan mempunyai efek kompensasi meningkat
pada kondisi beberapa hal diantaranya ketakutan, nyeri, stres, kondisi
hypercapneu, asidosis metabolik, gangguan sistem saraf pusat. Bila sudah
dalam taraf lanjut maka akan diikuti penurunan laju pernafasan dan
kemudian terjadinya henti jantung.

Saturasi oksigen Pengukuran saturasi oksigen non-invasif dengan pulse


oximetry adalah secara rutin digunakan dalam penilaian klinis akut, tetapi
pada saat NEWS dikembangkan itu tidak sering dimasukkan ke dalam
sistem EWS. Sebagai pengukuran rutin saturasi oksigen telah menjadi
lebih umum, itu dianggap sebagai parameter penting untuk dimasukkan
dalam monitoring. Saturasi oksigen adalah alat yang kuat untuk penilaian
terpadu fungsi paru dan jantung. Teknologi yang dibutuhkan untuk
pengukuran saturasi oksigen, yaitu pulsa oximetry, sekarang tersedia
secara luas, portabel dan murah. The NEWS Development
Group merekomendasikan bahwa saturasi oksigen yang diukur dengan
pulse oximetry harus menjadi bagian rutin dari penilaian berat tidaknya
penyakit akut. Kita harus mengerti manakala saturasi oksigen dalam
kondisi turun kurang dari 95 % dan jauh lebih hati-hati manakala telah
sampai kurang dari 92 %. Hal ini ada berbagai kemungkinan, diantaranya
kegagalan sistem sirkulasi dan distribusi dari fungsi hemodinamik atau
kegagalan proses ventilasi dan diffusi yang terjadi didalam paru-paru. Pada
taraf penurunan sudah mencapai di bawah 92% biasanya akan semakin
menurun dengan cepat dan akan membutuhkan waktu lama untuk
mengembalikan ke kondisi semula.

Suplemen oksigen Perlu diingat bahwa pada orang yang telah


membutuhkan suplemen oksigen, berati dia sudah dalam kondisi
memerlukan perhatian atau pengawasan bukan pasien seperti pada
umumnya. Pemberian suplemen oksigen ini bertujuan untuk meningkatkan
saturasi oksigen, sehingga dianggap distribusi kebutuhan oksigen untuk
metabolisme di perifer mencukupi, walaupun faktor lain stabilnya
hemodinamik juga mempengaruhi hal ini. Hati-hati pada pasien yang
sudah terbiasa dengan fungsi pernafasan dalam kondisi hiperkapni
misalnya COPD / PPOK, menjaga kisaran saturasi oksigen dalam interval
88-92% lebih bijak, hal ini dikarenakan mereka sudah terbiasa dalam
kondisi hiperkapneu. Bila diterapi dengan oksigen tinggi dalam kondisi
normokapneu maka ada kemungkinan akan terjadi gagal nafas atau apneu
pada pasien ini. Meskipun COPD adalah penyebab paling umum yang

9
menyebabkan gagal nafas, ada beberapa hal yang juga menyebabkan
kondisi hiperkapneu misalnya: obesitas morbid, deformitas dinding dada
atau gangguan neuromuskuler. Untuk semua pasien ini, awal target pada
kisaran saturasi oksigen 88-92%, disarankan menunggu ketersediaan
analisa gas darah (AGD) dengan kanul 24 % atau masker venturi 28 %.
Untuk pasien lain yang kondisi normal bisa menggunakan target saturasi
antara 96-100 %.

10
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Early Warning Score System (EWSS) merupakan pengembangan


dalam layanan kegawatdaruratan pasien yang dirawat di rumah sakit,
yang berfungsi sebagai alat deteksi dini sehingga apabila terjadi
penurunan kondisi pasien dapat diketahui lebih awal dapat ditangani
lebih cepat. warning scoring system (EWSS) yang diperkenalkan di
Inggris kemudian dimodifikasi menjadi Modiefied Early Warning
Scoring System (MEWSS). Dan standar early warning scoring system
(SEWSS) yang dikembangkan di Skotlandia pada tahun 2003.

B. Saran

Disarankan adanya makalah ini untuk para perawat atau warga yang
melihat situasi Gawat Darurat di sekitar kita, setidaknya dapat
langsung memberikan pertolongan pertama tetapi jika tidak
mengetahui seperti apa yang harus dilakukan masyarakat dapat
menelpon rumah sakit terdekat.

11
DAFTAR PUSTAKA

Wright MM, Morgan RJ, Williams F (1997). "An early warning scoring system for
detecting developing critical illness". Clin Intensive Care. 8: 100.
doi:10.3109/tcic.8.2.93.110.

http://rsudajibarang.banyumaskab.go.id/read/26307/early-warning-system-di-
rumah-sakit#.Xp7f97eySDY

https://www.academia.edu/14015338/Nursing_Early_Warning_Scoring_System

National Early Warning Score Development and Implementation Group


(NEWSDIG). National Early Warning Score (NEWS): standardising the assessment
of acute-illness severity in the NHS. London: Royal College of Physicians. 2012;
ISBN 978-1-86016-471-2.

12

Anda mungkin juga menyukai