Anda di halaman 1dari 80

KUALITAS PERKAWINAN DAN LINGKUNGAN

PENGASUHAN PADA KELUARGA DENGAN


SUAMI ISTRI BEKERJA

RISDA RIZKILLAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kualitas Perkawinan dan
Lingkungan Pengasuhan pada Keluarga dengan Suami Istri Bekerja adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis saya ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2014

Risda Rizkillah
NIM I251130126
RINGKASAN

RISDA RIZKILLAH. Kualitas Perkawinan dan Lingkungan Pengasuhan


pada Keluarga dengan Suami Istri Bekerja. Dibimbing oleh EUIS SUNARTI dan
TIN HERAWATI.

Meningkatnya partisipasi angkatan kerja wanita baik yang sudah menikah


dan memiliki anak terjadi dalam beberapa periode ini. Hal ini terjadi karena
semakin meningkatnya kebutuhan ekonomi yang dialami oleh keluarga, sehingga
wanita harus membantu perekonomian keluarga di sektor publik. Badan Pusat
Statistik membagi pekerjaan di sektor publik ke dalam dua jenis yaitu pekerjaan
formal dan pekerjaan informal. Pekerjaan formal mencakup kategori berusaha
dengan dibantu buruh tetap dan kategori buruh/karyawan/pegawai, sedangkan
sisanya adalah informal.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik keluarga dan
pekerjaan istri, kualitas perkawinan, dan kualitas lingkungan pengasuhan pada
keluarga dengan suami istri bekerja dengan menggunakan disain cross sectional.
Tempat penelitian di pilih secara purposive, yaitu di Kota Bogor pada Kecamatan
Bogor Barat dan Bogor Tengah. Waktu penelitian terhitung mulai bulan
Desember 2013 hingga September 2014. Contoh dalam penelitian ini adalah ibu
bekerja yang memiliki anak usia 0 – 6 tahun yang bekerja dengan jenis pekerjaan
formal atau informal pada keluarga dengan suami istri bekerja. Teknik penarikan
contoh dilakukan secara stratified disproportional random sampling berdasarkan
jenis pekerjaan (formal atau informal) dengan contoh sebanyak 120 orang.
Hasil penelitian menunjukkan keluarga dengan istri berjenis pekerjaan
formal memiliki pendidikan (istri dan suami), pendapatan (istri, suami, dan per
kapita) yang lebih tinggi dibandingkan istri dengan jenis pekerjaan informal. Pada
anak usia 0-36 bulan, dimensi dengan sebaran contoh terbanyak pada kategori
tinggi adalah dimensi keterlibatan ibu, sedangkan sebaran terbanyak pada kategori
rendah adalah dimensi penerimaan perilaku anak. Pada anak usia 37-72 bulan,
komponen dengan sebaran terbanyak pada kategori tinggi adalah stimulasi bahasa
dan sebaran terbanyak pada kategori rendah adalah penerimaan. Kualitas
lingkungan pengasuhan berhubungan positif signifikan dengan kualitas
perkawinan, pendidikan istri, dan lama jam kerja. Pada dimensi kebahagiaan
perkawinan aspek yang paling tinggi berada pada aspek komitmen perkawinan
dan terendah adalah kepribadian pasangan, sedangkan pada dimensi kepuasan
perkawinan, aspek dengan capaian tertinggi berada pada aspek ekonomi dan
terendah pada cinta dan hubungan intim. Kualitas pengasuhan berhubungan
negatif sangat signifikan dengan besar keluarga. Berdasarkan hasil uji pengaruh,
kualitas perkawinan, pendidikan istri, dan besar keluarga merupakan variabel
yang mempengaruhi kualitas lingungan pengasuhan.

Kata kunci : kualitas perkawinan, kualitas lingkungan pengasuhan, keluarga


suami-istri bekerja
SUMMARY

RISDA RIZKILLAH. Marital and Parenting Environment Quality in Dual Earner


Family. Supervised by EUIS SUNARTI dan TIN HERAWATI

The Increasing of women’s labor force participation occur within this


period. This happens because the growing economic needs experienced by the
family, so women should help the family economy. Women who only have a
responsibility in the domestic sector, now should have a responsibility in the
public sector. Central Bureau of Statistics divides jobs in public sector into two
types, namely formal and informal. Formal sector category includes laborers /
employees / employee, while the rest are informal.
This study aims to analyze the characteristics of family and wife’s job
characteristic, marital quality, and parenting environment quality in dual earner
family. The research design uses cross-sectional design. Bogor city (west and
central district) selected purposively as study location. Time study starting from
December 2013 to September 2014. Samples in this study were working mothers
who have children aged 0-6 years who worked in formal or informal job in a dual
earner family. Sampling techniques performed disproportional stratified random
sampling based on the type of job (formal or informal) with a sample of 120
people.
The results showed, family with a wife who working in formal jobs have
wives and husbands education, wives and husbands income, and per capita
income higher than the wife who working in informal job. However, families with
wives who working in informal job, have the score of age (husband, wife, and
last child), a long marriage, and family size higher than the wives who working in
formal job. In children aged 0-36 months, component with distribution of the
largest sample in the high category is the involvement of mother, while the
highest distribution in the low category is acceptance of child's behavior. In the
children age 37-72 months, the component with the largest distribution in the high
category is stimulation of language and the highest distribution in the low
category is acceptance.
The parenting environment quality significantly positively associated with
marital quality, wife’s education, and long working hours. The average of marital
quality has a fairly high attainment, in the aspects of marital happiness the highest
attainment is the commitment of marriage and lowest aspect is partner's
personality, while the dimensions of marital satisfaction, the highest attainment
are economic aspect and the lowest is love and intimate relationships. Parenting
environment quality significantly negatively associated with family size. Based on
the regression test, the marital quality, the wife’s education, and family size
become variables that affect the parenting environment quality.

Keywords: marital quality, parenting environment quality, dual earner family


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KUALITAS PERKAWINAN DAN LINGKUNGAN
PENGASUHAN PADA KELUARGA DENGAN
SUAMI ISTRI BEKERJA

RISDA RIZKILLAH

Tesis
sebagai syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Dwi Hastuti, MSc
Judul : Kualitas Perkawinan dan Lingkungan Pengasuhan pada Keluarga
dengan Suami Istri Bekerja
Nama : Risda Rizkillah
NIM : I251130126

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Ir. Euis Sunarti,MSi Dr. Tin Herawati, SP., MSi


Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana


Ilmu Keluarga dan
Perkembangan Anak

Dr. Ir. Herien Puspitawati, MSc., MSc. Dr. Ir.Dahrul Syah, MScAgr.

Tanggal Ujian: 10 September 2014 Tanggal Lulus:


PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Rasa syukur juga penulis
haturkan pada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi motivator
kehidupan bagi penulis.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Euis Sunarti, MS. dan
Dr. Tin Herawati, SP, M.Si selaku pembimbing tesis atas bimbingan, doa, dan
arahan yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis ini.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada orangtua
Drs. Lukman Al Hakim, M.Pd dan Dra. Cucu Sumiati serta keluarga besar yang
telah memberikan doa, semangat, dan kasih sayangnya yang tidak pernah
berhenti. Selain itu, terima kasih kepada rekan penelitian yaitu Fitri Apriliana
Hakim, Fitri Meliani, dan Nurlita Tsania yang telah berjuang bersama untuk
mencapai target penelitian agar selesai tepat pada waktunya serta teman-teman
IKA ‘05 atas bantuan dan saran yang telah diberikan. Akhir kata, semoga tesis ini
dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan segala informasi yang
terdapat didalamnya.

Bogor, November 2014

Risda Rizkillah
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 9
Latar Belakang 9
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 4
TINJAUAN PUSTAKA 4
Keluarga 4
Teori Struktur Fungsional 5
Teori Sosial Konflik 5
Teori Gender 6
Karakteristik Pekerjaan Istri 6
Karakteristik Anak 7
Kualitas Perkawinan 8
Kualitas Lingkungan Pengasuhan 9
Penelitian Terdahulu 10
KERANGKA PIKIR 13
METODE PENELITIAN 14
Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian 14
Contoh dan Teknik Penarikan Contoh 14
Jenis dan Cara Pengumpulan Data 15
Pengolahan dan Analisis Data 16
Definisi Operasional 18
KUALITAS PERKAWINAN DAN LINGKUNGAN PENGASUHAN
MENURUT JENIS PEKERJAAN ISTRI PADA KELUARGA DENGAN
SUAMI ISTRI BEKERJA 19
Abstrak 19
Abstract 19
Pendahuluan 20
Tujuan Penelitian 20
Manfaat Penelitian 20
Metode Penelitian 21
Hasil 22
Pembahasan 35
Simpulan 38
KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEKERJAAN ISTRI, KUALITAS
PERKAWINAN, DAN KUALITAS LINGKUNGAN PENGASUHAN 39
Abstrak 39
Abstract 39
Pendahuluan 40
Tujuan Penelitian 41
Manfaat Penelitian 41
Metode Penelitian 41
Hasil 42
Pembahasan 50
PEMBAHASAN UMUM 53
SIMPULAN 55
SARAN 56
DAFTAR PUSTAKA 56
LAMPIRAN 61
RIWAYAT HIDUP 65
DAFTAR TABEL
1 Penelitian terdahulu 11
2 Variabel, skala, dan pengolahan data 16
3 Model Regresi Linier 17
4 Rata-rata dan uji beda karaktersitik keluarga 22
5 Sebaran keluarga berdasarkan jam kerja dan jenis pekerjaan (%) 23
6 Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan istri dan jenis pekerjaan (%) 23
7 Sebaran keluarga berdasarkan pengalaman bekerja dan jenis pekerjaan
(%) 24
8 Rata-rata dan uji beda karaktersitik pekerjaan 24
9 Rata-rata capaian variabel dan dimensi kualitas perkawinan (%) dan
uji beda berdasarkan jenis pekerjaan 24
10 Sebaran istri berdasarkan kategori kualitas perkawinan dan jenis
pekerjaan (%) 25
11 Rata-rata capaian (%) dan uji beda indikator kebahagiaan perkawinan
berdasarkan jenis pekerjaan 26
12 Rata-rata capaian (%) dan uji beda indikator kepuasan perkawinan
berdasarkan jenis pekerjaan 27
13 Sebaran contoh berdasarakan kategori lingkungan pengasuhan dan
jenis pekerjaan (%) 28
14 Sebaran keluarga (%) dan uji beda tanggap rasa dan kata berdasarkan
jenis pekerjaan 29
15 Sebaran keluarga (%) dan uji beda penerimaan terhadap perilaku anak
berdasarkan jenis pekerjaan 29
16 Sebaran keluarga (%) dan uji beda pengorganisasian lingkungan anak
berdasarkan jenis pekerjaan 30
17 Sebaran keluarga (%) dan uji beda penyediaan mainan anak
berdasarkan jenis pekerjaan 30
18 Sebaran keluarga (%) dan uji beda keterlibatan ibu berdasarkan jenis
pekerjaan 31
19 Sebaran keluarga (%) dan uji beda variasi asuhan berdasarkan jenis
pekerjaan 31
20 Sebaran keluarga (%) dan uji beda stimulasi belajar berdasarkan jenis
pekerjaan 32
21 Sebaran keluarga (%) dan uji beda stimulasi Bahasa berdasarkan jenis
pekerjaan 32
22 Sebaran keluarga (%) dan uji beda lingkungan fisik berdasarkan
pekerjaan 33
23 Sebaran keluarga (%) dan uji beda kehangatan dan penerimaan
berdasarkan jenis pekerjaan 33
24 Sebaran keluarga (%) dan uji beda stimulasi akademik berdasarkan
jenis pekerjaan 34
25 Sebaran keluarga (%) dan uji beda modelling berdasarkan jenis
pekerjaan 34
26 Sebaran keluarga (%) uji beda variasi pengalaman berdasarkan jenis
pekerjaan 35
27 Sebaran keluarga (%) dan uji beda berdasarkan lingkungan
pengasuhan (penerimaan) serta jenis pekerjaan 35
28 Karaktersitik keluarga dan pekerjaan istri 42
29 Rata-rata capaian variabel dan dimensi kualitas perkawinan (%) 43
30 Sebaran istri (%) berdasarkan kategori kualitas perkawinan 43
31 Rata-rata capaian kebahagiaan perkawinan (%) 43
32 Rata-rata capaian kepuasan perkawinan (%) 44
33 Sebaran rata-rata skor (%) menurut komponen lingkungan pengasuhan
anak 45
34 Sebaran contoh (%) berdasarakan kategori pencapaian lingkungan
pengasuhan 46
35 Sebaran koefisien korelasi antara variabel utama dengan karakteristik
keluarga 47
36 Pengaruh kualitas perkawinan dan jenis pekerjaan istri terhadap
kualitas lingkungan pengasuhan anak 47
37 Pengaruh karakteristik keluarga, pekerjaan istri, dan kualitas
perkawinan terhadap kualitas lingkungan pengasuhan anak 48
38 Pengaruh dimensi kualitas perkawinan dan jenis pekerjaan terhadap
kualitas lingkungan pengasuhan anak 49
39 Sebaran koefisien regresi pengaruh karakteristik keluarga, anak, dan
pekerjaan istri serta kualitas perkawinan terhadap kualitas lingkungan
pengasuhan anak 49

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pikir 14
2 Teknik penarikan contoh 15

DAFTAR LAMPIRAN

1 Sebaran contoh berdasarkan kelompok usia menurut jenis pekerjaan 62


2 Sebaran contoh berdasarkan kelompok pendidikan menurut jenis
pekerjaan 62
3 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan menurut jenis pekerjaan 62
4 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan per kapita per bulan menurut
jenis pekerjaan 62
5 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga menurut jenis pekerjaan 63
6 Sebaran contoh berdasarkan lama pernikahan menurut jenis pekerjaan 63
7 Sebaran keluarga (%) berdasarkan lama pengalaman kerja menurut jenis
pekerjaan 63
8 Sebaran keluarga (%) berdasarkan jumlah pindah kerja menurut jenis
pekerjaan 64
9 Sebaran keluarga (%) berdasarkan jam kerja menurut jenis pekerjaan 64
10 Sebaran keluarga (%) berdasarkan lama perjalanan ke tempat kerja
menurut jenis pekerjaan 64
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Meningkatnya partisipasi angkatan kerja wanita baik yang sudah menikah


dan memiliki anak terjadi dalam beberapa periode ini. Hal ini terjadi karena
semakin meningkatnya kebutuhan ekonomi yang dialami oleh keluarga, sehingga
wanita harus membantu perekonomian keluarga dengan terjun langsung ke sektor
publik. Selain itu, meningkatnya pendidikan wanita juga menjadi salah satu alasan
wanita bekerja di sektor publik karena wanita ingin mengaktualisasikan diri di
masyarakat sejalan dengan ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan selama
dibangku pendidikan. Hal tersebut menyebabkan wanita yang dahulunya hanya
memiliki tanggungjawab di sektor domestik kini harus memiliki tanggungjawab di
sektor publik. Hasil Sakernas 2013 menunjukkan bahwa tingkat partisipasi
Angkatan Kerja di Kota Bogor pada tahun 2013 adalah 59.74 persen, lebih tinggi
0.14 persen dibandingkan tahun 2012. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk usia
15 tahun ke atas pelan namun pasti semakin banyak yang memasuki dunia kerja
dimana persentase penduduk usia kerja yang bekerja sebesar 90.20 persen
(BPS 2014). Secara umum status pekerjaan utama dapat dikelompokan menjadi
dua besaran yaitu sektor formal dan sektor informal. Berusaha dengan buruh tetap
dan sebagian dari pekerja/buruh/karyawan merupakan bagian dari sektor formal.
Sedangkan berusaha sendiri tanpa bantuan, berusaha dengan dibantu buruh tidak
tetap, pekerja bebas di sektor pertanian, pekerja bebas di sektor non pertanian,
pekerja tak dibayar merupakan bagian dari sektor informal (Dinaskertrans 2012).
Fenomena istri bekerja menyebabkan perempuan memiliki peran ganda
yang dapat menyebabkan perempuan mengalami ketidakseimbangan kerja-
keluarga, terlebih perempuan dan laki-laki yang bekerja mengaku bahwa
pembagian peran dalam keluarga menjadi salah satu permasalahan yang
menyebabkan konflik dalam pernikahan (Boss et al. 1993). Selain itu, kondisi
dimana suami dan istri sama-sama bekerja di luar rumah dapat membuat waktu
yang digunakan bersama semakin terbatas, yang pada gilirannya dapat
mengakibatkan menurunnya kualitas perkawinan baik bagi suami maupun istri.
Kualitas perkawinan yang tidak baik dapat menyebabkan kurangnya interaksi
antara suami-istri, dan orangtua-anak sehingga terjadi ketidakberfungsian keluarga
yang dapat memberikan dampak buruknya pengasuhan yang diberikan pada anak,
kurang perhatian, kasih sayang, dan rangsangan untuk perkembangan anak,
dimana anak akan merasakan kurangnya waktu dari ibu karena pada kenyataannya
masih banyak perempuan yang bekerja lebih dari jam kerja normal, selain itu
Abrar dan Ghouri (2010) juga menyatakan keluarga dengan pola nafkah ganda
memiliki kerumitan dalam melakukan perannya salah satunya adalah pengasuhan.
Hal tersebut menyebabkan kualitas lingkungan pengasuhan pada anak tidak
terbentuk dengan baik. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa lingkungan
pengasuhan yang tersedia bagi anak masih belum dibentuk secara optimal
(Hasanah 2013). Terlebih data juga menunjukkan bahwa 56.2 persen ibu di negara
Asia yang memiliki anak dibawah 6 tahun memiliki status sebagai pekerja (BLS
2

2013). Berdasarkan data tersebut dapat terlihat bahwa peran pengasuhan pada ibu
sudah semakin berkurang padahal masa kanak-kanak merupakan masa kehidupan
yang sangat penting dan merupakan masa kritis bagi anak sehingga kualitas
pengasuhan yang baik mutlak diperlukan. Orangtua, terutama ibu merupakan
orang pertama dan utama yang mempengaruhi proses sosialisasi anak. Untuk
itu, penting untuk dilakukannya penelitian terkait kualitas perkawinan dan
lingkungan pengasuhan pada keluarga dengan suami istri bekerja.

Perumusan Masalah

Biaya keluarga setelah memiliki anak cenderung membengkak karena biaya


anak secara simultan merupakan bagian dari anggaran keluarga. Hal tersebut
menyebabkan istri harus kembali bekerja penuh waktu secepatnya setelah anaknya
lahir agar dapat menjaga pendapatan keluarga namun mengorbankan waktu
perawatan penuh ibu untuk anaknya dan tidak dapat mendampingi anak tiap
waktu (Duvall 1977). Beberapa bukti hasil survei nasional tentang bagaimana
perasaan wanita yang berperan ganda disimpulkan oleh Wright bahwa berperan
ganda sebagai wanita pekerja dan ibu rumah tangga mengandung untung rugi bagi
mereka, dimana wanita bekerja dapat menikmati pendapatan dari luar rumah dan
sebagai akibat dari itu tingkat kemandirian mereka bertambah, mereka semakin
tertarik untuk keluar rumah dan sebagainya tetapi mereka juga harus membayar
keuntungan yang mereka dapatkan tersebut dengan memiliki kemungkinan stres
yang lebih tinggi. Sebaliknya, hidup sebagai ibu rumah tangga dalam beberapa hal
lebih mudah dan dipastikan tidak begitu rumit, tetapi pekerjaan mereka kemudian
hampir dapat dipastikan tidak memuaskan dan terasa lebih rendah (Hurlock 1980).
Beban ganda yang dimiliki dapat menimbulkan kesulitan bagi wanita
untuk membagi waktunya antara di rumah dan di tempat kerja, terlebih ketika
wanita bekerja pada jenis pekerjaan formal yang tidak memiliki fleksibilitas waktu
kerja, dimana ia harus fokus dengan pekerjaannya disaat jam kerja dan tidak boleh
mencampuradukkan masalah keluarga ketika sedang bekerja, tidak dapat
memperhatikan anak sambil bekerja di kantor, dan tidak dapat mengerjakan
pekerjaan rumah tangga sama sekali ketika sedang bekerja di sektor publik.
Permasalah tidak hanya terjadi pada wanita dengan jenis pekerjaan formal,
tapi terjadi juga pada wanita dengan jenis pekerjaan informal dimana karakteristik
pekerjaan informal seperti waktu yang fleksibel, pendapatan yang tidak stabil juga
menjadi kesulitan tersendiri bagi wanita karena wanita harus berpikir lebih keras
untuk mengatur kehidupannya di pekerjaan dan di rumahtangga. Wanita dengan
jenis pekerjaan informal harus lebih kreatif dalam mengatur pekerjaan dan
keluarga agar memiliki kualitas yang sama-sama baik pada pekerjaan maupun
keluarga. Pendapatan yang tidak stabil pada wanita dengan jenis pekerjaan
informal terkadang dapat membuat wanita bekerja lebih lama dibandingkan istri
dengan jenis pekerjaan formal dan waktu yang fleksibel juga dapat membuat
wanita justru tidak fokus mengasuh anak karena mengasuh anak sambil
melakukan pekerjaan.
Kesulitan membagi waktu dan tanggung jawab yang dimiliki keluarga
berpola nafkah ganda dapat menurunkan kualitas pekawinan yang dimiliki oleh
pasangan suami-istri terutama ketika pasangan suami-istri tidak dapat
3

menyesuaikan diri dan menjalankan perannya dengan baik. Hall dan Moss (2001)
dalam Kusumowardhani (2012) juga menyatakan bahwa semakin banyaknya
pasangan suami istri bekerja sering dianggap sebagai “biang keladi” atau
penyebab utama meningkatnya angka perceraian secara drastis. Pada tahun 2012
terjadi kasus perceraian sebanyak 777 kasus di kota bogor (BPS 2013). Selain itu,
Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama MA RI, juga menyatakan bahwa
kasus perceraian meningkat pada tahun 2007 sebesar 157.771 kasus menjadi
223.371 kasus pada tahun 2009. Penyebab terbesar (77 528 kasus) pemicu
perceraian adalah salah satu pihak baik suami atau istri meninggalkan kewajiban.
Kualitas perkawinan yang tidak baik dapat memberikan kecenderungan
dilakukannya pengasuhan anak yang tidak baik, karena pengasuhan anak yang
baik dapat terwujud ketika orangtua dapat berinteraksi dengan baik, memberikan
kasih sayang, dan kehangatan pada anak. Penelitian Sunarti (2008) mengelaborasi
bahwa pada lingkungan pengasuhan masih terdapat ibu yang menunjukkan
perilaku negatif terhadap anaknya seperti berteriak, menunjukkan kekecewaan,
memukul, dan memarahi anak, hal tersebut menunjukkan masih terbatasnya
kemampuan ibu dalam pengorganisasian lingkungan anak, juga penyediaan
mainan anak. Selain itu Bowlby (1969) dalam Puspitawati (2012) menyatakan
bahwa perkembangan anak menekankan pada peran utama pengasuh, terutama
selama tahun pertama kehidupan anak dalam menetapkan dasar bagi bayi untuk
mengembangkan bonding atau keterikatan yang sehat dan pengertian diri.
Meninjau kepada fenomena diatas penelitian ini ingin menjawab pertanyaan
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana kualitas perkawinan dan kualitas lingkungan pengasuhan pada
keluarga dengan suami istri bekerja ?
2. Adakah perbedaan kualitas perkawinan dan kualitas lingkungan
pengasuhan antara istri yang bekerja di sektor formal dengan informal?
3. Adakah hubungan antara karakteristik keluarga, karakteristik pekerjaan,
kualitas perkawinan, dan kualitas lingkungan pengasuhan pada keluarga
dengan suami istri bekerja?
4. Adakah pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik pekerjaan, dan
kualitas perkawinan terhadap kualitas lingkungan pengasuhan pada
keluarga dengan suami istri bekerja?

Tujuan Penelitian

Umum :
Menganalisis pengaruh kualitas perkawinan terhadap kualitas lingkungan
pengasuhan.

Khusus :
1. Menganalisis kualitas perkawinan dan kualitas lingkungan pengasuhan pada
keluarga dengan suami istri bekerja
2. Menganalisis perbedaan kualitas perkawinan dan kualitas lingkungan
pengasuhan antara istri yang bekerja di sektor formal dan informal
4

3. Menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga, karakteristik pekerjaan


istri, kualitas perkawinan, dan kualitas lingkungan pengasuhan pada keluarga
dengan suami istri bekerja
4. Menganalisis pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik pekerjaan istri,
dan kualitas perkawinan terhadap kualitas lingkungan pengasuhan.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai keluarga


dengan suami istri bekerja, karakteristik pekerjaan khususnya istri, kualitas
perkawinan, dan kualitas lingkungan pengasuhan. Berdasarkan informasi tersebut,
penelitian ini dapat menjadi acuan penelitian-penelitian selanjutnya. Bagi keluarga,
diharapkan dapat lebih memahami kualitas perkawinan dan membentuk kualitas
lingkungan pengasuhan yang baik. Bagi pemerintah dan instansi bermanfaat
sebagai acuan dalam membuat kebijakan yang dapat mendukung keluarga dengan
suami istri bekerja. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan mengenai kehidupan keluarga.

TINJAUAN PUSTAKA

Keluarga

Keluarga berkualitas dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah dan


bercirikan sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal,
berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Undang-undang Republik Indonesia nomor 52 tahun 2009
memberikan definisi bahwa keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang
terdiri dari suami istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau
ibu dan anaknya. Menurut Duvall (1977) keluarga adalah sekumpulan orang
yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, dan kelahiran yang
bertujuan untuk menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum,
meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial dari
masing-masing anggota keluarganya. Mattesich dan Hill dalam Zeitlin et al.
(1995) menyatakan bahwa keluarga adalah suatu kelompok yang berhubungan
dengan kekerabatan, tempat tinggal, dan hubungan emosional yang sangat dekat
yang memperlihatkan empat hal yaitu hubungan intim, memelihara batasan-
batasan terseleksi, mampu untuk beradaptasi dengan perubahan dan memelihara
identitas sepanjang waktu dan memelihara tugas-tugas keluarga. Mattesich dan
Hill juga mengungkapkan bahwa tugas yang dilakukan keluarga antara lain
pemeliharaan fisik, sosialisasi dan edukasi, kontrol sosial dan perilaku sex,
pemeliharaan moral keluarga dan motivasi untuk melaksanakan peran baik di
dalam maupun di luar rumah (Zeitlin et al. 1995).
5

Teori Struktur Fungsional

Pendekatan teori sosiologi yang diterapkan dalam institusi keluarga salah


satunya adalah pendekatan teori struktural fungsional. Keluarga sebagai sebuah
institusi dalam masyarakat mempunyai prinsip-prinsip dan sebagai sebuah sistem
akan mempunyai tugas seperti umumnya yang dihadapi oleh setiap sistem sosial.
Teori struktural-fungsional mengakui adanya segala keragaman dalam kehidupan
sosial yang kemudian diakomodasi dalam fungsi sesuai dengan posisi seseorang
dalam struktur sebuah sistem (Megawangi 1999). Asumsi dasar dalam teori
struktural fungsional yaitu (1) masyarakat selalu mencari titik keseimbangan, (2)
masyarakat memerlukan kebutuhan dasar agar titik keseimbangan terpenuhi, (3)
untuk memenuhi kebutuhan dasar, fungsi-fungsi harus dijalankan, dan (4) untuk
memenuhi semua ini, harus ada struktur tertentu demi berlangsungnya suatu
keseimbangan atau homeostatik (Klein dan White 1996).
Prasyarat dalam teori struktural-fungsional menjadikan suatu keharusan
yang wajib ada agar keseimbangan sistem tercapai salah satunya keseimbangan
kerja-keluarga, baik pada tingkat masyarakat maupun tingkat keluarga. Levy
menyatakan bahwa prasyarat struktural yang harus dipenuhi oleh keluarga agar
dapat berfungsi, yaitu meliputi: (1) diferensiasi peran yaitu alokasi peran/tugas
dan aktivitas yang harus dilakukan dalam keluarga, (2) alokasi solidaritas yang
menyangkut distribusi relasi antaranggota keluarga, (3) alokasi ekonomi yang
menyangkut distribusi barang dan jasa antar anggota keluarga untuk mencapai
tujuan keluarga, (4) alokasi politik yang menyangkut distribusi kekuasaan dalam
keluarga, dan (5) alokasi integrasi dan ekspresi yaitu meliputi cara/teknik
sosialisasiinternalisasi maupun pelestarian nilai-nilai maupun perilaku pada setiap
anggota keluarga dalam memenuhi tuntutan norma-norma yang berlaku
(Megawangi 1999).

Teori Sosial Konflik

Beban ganda yang dimiliki perempuan di sektor domestik dan publik dapat
mengakibatkan terjadinya masalah dan konflik dalam keluarga. Hal tersebut dapat
diulas menggunakan teori konflik sosial yang memandang konflik sebagai suatu
hal yang alamiah, normal, dan tidak dapat dielakkan dalam seluruh sistem sosial
termasuk keluarga, bahkan konflik dianggap sebagai sumber motivasi yang
dibutuhkan untuk perubahan, yang terdapat dimana-mana dalam semua jenis
interaksi sosial dan seluruh tingkat organisasi sosial yang prevalensinya
dimotivasi oleh minat individu dan berhubungan dengan kebutuhan, nilai, tujuan,
dan sumberdaya (Sunarti 2012). Asumsi dasar yang melandasi teori konflik sosial
yaitu, a) manusia tidak mau tunduk pada konsensus, dimana saat ini tipe keluarga
sudah beralih dari keluarga tradisional menjadi keluarga modern, b) manusia
adalah individu otonom yang mempunyai kemauan sendiri tanpa harus tunduk
kepada norma dan nilai, manusia secara garis besar di motivasi oleh keinginannya
sendiri, meningkatnya wanita bekerja juga salah satunya didasarkan pada
keinginan wanita dalam mengaktualisasikan dirinya di dunia kerja, c) konflik
adalah sesuatu yang laten dan tak terelakkan dalam grup sosial, d) Keadaan
normal suatu masyarakat biasanya cenderung pada keadaan konflik dibandingkan
keadaaan yang harmoni, dan e) konflik merupakan suatu proses konfrontasi antara
6

individu, grup, sumberdaya yang langka, atau kombinasi dari ketiganya (Klein
dan White 1996).

Teori Gender

Fenomena istri yang bekerja di sektor publik dapat dianalisis


menggunakan teori gender. Istilah “gender” dikemukakan oleh para ilmuwan
sosial dengan maksud untuk menjelaskan perbedaan perempuan dan laki-laki yang
mempunyai sifat bawaan (ciptaan Tuhan) dan bentukan budaya (konstruksi sosial).
Seringkali orang mencampuradukkan ciri-ciri manusia yang bersifat kodrati (tidak
berubah) dengan yang bersifat non-kodrati (gender) yang bisa berubah dan diubah.
Perbedaan peran gender ini juga menjadikan orang berpikir kembali tentang
pembagian peran yang dianggap telah melekat, baik pada perempuan maupun
laki-laki (Sasongko 2009).
Konflik dalam pembagian peran keluarga pada keluarga dengan suami istri
bekerja dapat diminimalisir dengan melakukan kerjasama gender yang dilakukan
akan membantu meringankan beban kerja pihak yang terdominasi dengan
kerjasama, sehingga menguntungkan bagi suami dan istri (Megawangi 2009).
Supartiningsih (2003) menyatakan bahwa perempuan dan laki-laki bukanlah
dua makhluk yang berbeda sama sekali,tetapi juga tidak benar-benar sama.
Perempuan dan laki-laki adalah diri yang satu meski menempati dua raga yang
berbeda. Mereka bukan “lawan jenis” tapi “pasangan jenis”. Mereka dicipta bukan
untuk saling menindas dan menguasai tetapi saling mengutuhkan sehingga
tercapai kemampuan bertanggungjawab, kedewasaan bersikap dan ketenangan diri.
Pada keluarga dengan suami istri bekerja, suami dan istri adalah pasangan yang
harus saling mengutuhkan dan saling melengkapi satu sama lain, dimana suami
memiliki dominasi di sektor publik dan istri membantunya dan pada sektor
domestik istri yang memiliki dominasi kemudian suami membantunya.
Masih terdapat permasalahan di seputar gender meliputi ketimpangan dan
kesenjangan dan interaksi antara laki-laki dan perempuan. Ketimpangan dan
kesenjangan tersebut dapat diamati melalui sistem sosio-kultural, pengakuan hak-
hak perempuan, rendahnya kualitas sumberdaya manusia perempuan, dan sistem
yang kurang demokratis (Sulistiyani 2007). Potensi wanita sebagai istri dan ibu
rumah tangga, merupakan faktor penting penentu keberhasilan strategi
pengarusutamaan gender. Pemberdayaan perlu dilakukan melalui teknologi tepat
guna dan inovatif, perlindungan terhadap tenaga kerja wanita, meningkatkan
efektifitas penyuluhan dan pelatihan, perbaikan regulasi, fasilitas, dan tingkat
upah, pelatihan dan pembinaan ketrampilan industri rumahtangga. Kesempatan
kerja agar berimbang antar gender dan mengikutsertakan mereka dalam segala
kegiatan pembangunan. Pemberdayaan wanita melalui strategi pengarusutamaan
jender (gender mainstreaming), untuk mewujudkan kesejahteraan rumah tangga
(Elizabeth 2007).

Karakteristik Pekerjaan Istri

Meningkatnya angkatan kerja wanita menunjukkan bahwa semakin


banyaknya wanita yang bekerja di sektor publik. Wanita yang bekerja di sektor
7

publik dapat bekerja di sektor formal atau informal. Badan Perencanaan


Pembangungan Nasional (Bappenas 2009) menjelaskan ciri-ciri kegiatan sektor
informal, yaitu: manajemen sederhana, tidak memerlukan izin usaha, modal
rendah, padat karya, tingkat produktivitas rendah, tingkat pendidikan formal
biasanya rendah, penggunaan teknologi sederhana, sebagian besar pekerja adalah
keluarga dan pemilik usaha oleh keluarga, mudahnya keluar masuk usaha, dan
kurangnya dukungan dan pengakuan pemerintah. Contoh dari kegiatan informal
seperti pedagang asongan, pedagang di pasar, tukang becak dan sebagainya. Di
sisi lain, terdapat pekerjaan di sektor formal yang diceriminkan oleh pekerja
manajerial (white collar) yang terdiri dari tenaga professional, teknisi dan
sejenisnya, tenaga kepemimpinan dan ketatalaksanaan, tenaga tata usaha dan
sejenisnya, tenaga usaha penjualan, tenaga usaha di bidang jasa contohnya antara
lain karyawan swasta, guru, dosen, dan perawat.
Berdasarkan BPS (2012) penduduk yang bekerja di sektor formal bertambah
sebesar 4.0 juta orang dengan persentase yang meningkat dari 34.24 persen pada
Februari 2011 menjadi 37.29 persen pada Februari 2012. Di sisi lain, penduduk
yang bekerja di sektor informal berkurang sebesar 2.4 juta orang dengan
persentase menurun dari 65.76 persen pada Februari 2011 menjadi 62.71 persen
pada Februari 2012. Penurunan ini berasal dari hampir seluruh komponen
penduduk yang bekerja di sektor informal, kecuali pekerja bebas di nonpertanian.
Wanita bekerja memiliki waktu yang digunakan untuk bekerja di sektor
publik (jam kerja). Jam kerja adalah waktu untuk yang digunakan dalam
melakukan pekerjaan yang dilaksanakan siang hari dan/atau malam hari. Jam
kerja bagi para pekerja di sektor swasta telah diatur dalam Undang-Undang No.13
tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya pasal 77 sampai dengan pasal 85.
Pada Pasal 77 ayat 1, UU No.13 tahun 2003 menyebutkan bahwa setiap
pengusaha wajib untuk melaksanakan ketentuan jam kerja. Ketentuan jam kerja
ini telah diatur dalam 2 sistem. Kedua sistem tersebut yaitu untuk karyawan yang
bekerja 6 hari dalam seminggu, jam kerjanya adalah 7 jam dalam 1 hari dan 40
jam dalam 1 minggu. Karyawan dengan 5 hari kerja dalam 1 minggu, kewajiban
bekerja mereka 8 jam dalam 1 hari dan 40 jam dalam 1 minggu.
Berdasarkan kedua sistem jam kerja tersebut dapat disimpulkan bahwa
pemerintah telah memberikan batasan jam kerja yaitu 40 jam dalam 1 minggu.
Apabila melebihi dari ketentuan waktu kerja tersebut, maka sisa kelebihan waktu
kerja biasa waktu kerja lembur sehingga pekerja/buruh berhak atas upah lembur.

Karakteristik Anak

Keluarga memiliki peran penting dalam menentukan masa depan anak.


Anak-anak merupakan potensi sumberdaya manusia yang berharga bagi masa
depan bangsa sehingga memiliki posisi yang sangat strategis dalam pembangunan
masyarakat Indonesia dimana kualitas anak adalah cermin kualitas bangsa dan
cermin peradaban dunia. Sunarti (2004) menyatakan bahwa kehandalan anak dari
dimensi pertumbuhan dapat ditunjukkan diantaranya adalah status gizi dan tingkat
kesehatannya sedangkan kualitas anak atau derajat kehandalan anak bisa terwakili
dari dimensi pertumbuhan dan perkembangan anak. Perkembangan sosial dan
kepribadian mulai dari usia prasekolah sampai akhir masa sekolah ditandai dengan
meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak melepaskan diri dari keluarga, ia
8

semakin mendekatkan diri pada orang-orang lain disamping anggota keluarganya


(Monks dan Knoers 2004).
Jenis kelamin dalam kehidupan manusia dibagi menjadi dua jenis yaitu laki-
laki dan perempuan. Terdapat dua jenis hormon yang dapat berpengaruh pada
jenis kelamin seseorang yaitu hormon estrogen dan androgens. Hormon estrogen
berpengaruh utama pada karakteristik perkembangan fisik perempuan dan
membantu regulasi menstruasi, sedangkan hormon androgens utamanya berfungsi
pada karakteristik perkembangan alat kelamin laki-laki. Hurlock (1980)
menyatakan anak harus belajar untuk berperilaku sesuai dengan pola-pola yang
digariskan dalam streotip. Hal ini sebagian dilakukan dengan meniru tapi lebih
banyak melalui latihan langsung dimana anak diperlihatkan bagaimana meniru
suatu model dan di dorong melakukannya ataupun dimarahi kalau gagal
melakukannya. Disamping cara langsung, anak juga dihadapkan dengan cara-cara
tidak langsung. Anak tidak diberi kesempatan untuk belajar berperilaku yang tidak
sesuai dengan kelompok seksnya.
Bronstein (2006) dalam Santrock (2009) menyatakan bahwa orangtua sering
melakukan perbedaan dalam berinteraksi kepada anak permpuan dan anak laki-
laki. Perbedaan interaksi tersebut dimulai sejak anak masih bayi dan berlanjut
hingga remaja. Pada beberapa budaya ibu mensosialisasikan anak perempuannya
untuk lebih penurut dan tanggung jawa dibandingkan anak laki-laki. Mereka juga
lebih memberikan pembatasan pada otonomi anak perempuan. Ayah lebih
menunjukkan perhatian lebih pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan,
terlibat pada beberapa aktivitas anak laki-laki, dan melakukan usaha lebih untuk
mengembangkan perkembangan intelektual anak laki-laki. Puspitawati dan
Setioningsih (2009) menyatakan bahwa orang tua yang memiliki anak berjenis
kelamin laki-laki mempunyai tingkat kualitas perkawinan yang lebih tinggi
dibanding dengan orang tua yang memiliki anak berjenis kelamin perempuan.
Penerimaan keluarga responden kepada anak laki laki lebih besar daripada anak
perempuan. Penelitian Hernawati, Tanziha, dan Hastuti (2003) menunjukkan
bahwa orangtua tidak membedakan jenis kelamin anak dalam memberikan
penilaian terhadap anak, baik nilai psikologis, nilai sosial, nilai ekonomi, dan nilai
religius.

Kualitas Perkawinan

Kualitas perkawinan didefinisikan sebagai hal yang dirasakan, hasil yang


evaluatif (atau keuntungan) dalam sebuah pernikahan yang merupakan hasil dari
imbalan dikurangi biaya dalam pernikahan. Hal tersebut meliputi "seluruh rentang
istilah (contoh: kepuasan perkawinan, kebahagiaan, kurangnya tekanan peran dan
konflik, komunikasi, integrasi, penyesuaian, dan sebagainya) yang telah menjadi
variabel dependen dalam penelitian pernikahan (Lewis dan Spanier 1979 dalam
Nye 1982).
Nye (1982) juga menyatakan bahwa kami lebih memilih istilah kualitas
perkawinan dibandingkan kepuasan perkawinan karena memberikan perhatian
pada fakta bahwa kebanyakan pernikahan adalah hubungan yang sangat kompleks
dengan demikian, aspek yang paling bermakna (yaitu kualitatif) pernikahan tidak
sepenuhnya diwakili atau dicakup oleh "perasaan kepuasan" saja. Sebagai contoh,
9

kepuasan berhubungan dengan pernikahan sering perasaan sekilas yang bisa


berubah secara drastis dalam beberapa menit, sedangkan kualitas perkawinan
adalah konsep multidimensional yang mengakui kompleksitas besar hubungan
perkawinan.
Waite et al. (2009) menunjukkan bahwa relatif sedikit penilaian tentang
peringkat kebahagiaan perkawinan. Misalnya, penilaian yang sangat negatif
mungkin seringkali mencerminkan krisis lokal dalam pernikahan, seperti
perselisihan emosional. Ketidakstabilan relatif dari peringkat ketidakbahagiaan
perkawinan selama periode lima tahun membuat kita menduga bahwa ini adalah
benar. Sementara orang-orang yang dinilai pernikahannya tidak bahagia lebih
mungkin untuk bercerai atau terpisah dalam lima tahun ke depan dari orang-orang
yang dinilai pernikahan mereka bahagia, lebih dari tiga-perempat dari pernikahan
tidak bahagia dan bahagia tetap menikah. Temuan yang didapatkan adalah
kebanyakan perceraian terjadi pada orang yang menilai perkawinannya bahagia
sebelumnya namun orang yang menilai bahwa perkawinannya tidak bahagia justru
tetap menikah, hal ini menunjukkan bahwa kita harus mengetahui lebih banyak
apa yang orang-orang pikirkan ketika mereka mendeskripsikan kebahagiaan
perkawinan.
Penelitian Blair (1998) menunjukkan bahwa penilaian istri terkait kualitas
perkawinan secara substansial terkait dengan persepsi mereka tentang keadilan,
namun ternyata kualitas perkawinan mereka juga secara signifikan dipengaruhi
oleh rasa kepuasan kerja. Kebahagiaan dalam pekerjaan istri dikaitkan dengan
penilaian yang lebih tinggi pada kualitas perkawinan. Hasil penelitian Ritonga
(2007) juga menunjukkan bahwa tingkat pendapatan berkorelasi positif dengan
kepuasan, kebahagiaan, dan kualitas perkawinan yang dirasakan contoh (istri),
artinya semakin tinggi tingkat pendapatan keluarga, maka semakin tinggi
kepuasan, kebahagiaan, dan kualitas perkawinan. Suami, dalam penilaian mereka
tentang kualitas perkawinan juga terbukti rentan terhadap persepsi mereka
terhadap keadilan. Khazaei, Rostami, dan Zaryabi (2011) menyatakan bahwa
Kepuasan perkawinan terkait dengan tingkat dan kualitas kesehatan secara umum,
kepuasan hidup dan rasa kesepian. Persepsi seksual memiliki hubungan positif
dengan perilaku yang dapat memberikan kelangsungan pernikahan dan pada
kenyataannya merupakan miniatur dari hubungan umum. Aktivitas seksual adalah
penting untuk titik bahwa aktivitas seksual bisa menjadi tanda adanya masalah
dalam pernikahan.

Kualitas Lingkungan Pengasuhan

Kualitas anak sangat dipengaruhi oleh kualitas pengasuhan yang diberikan


oleh orangtuanya. Orangtua yang efektif dalam melakukan pengasuhan adalah
orangtua yang dapat memperlakukan anak dengan hangat, mendukung anak secara
positif, menetapkan batasan-batasan dan nilai-nilai, mengikuti atau memonitor
perilaku anak, dan konsisten dalam menegakkan aturan-aturan, dengan demikian
orangtua mampu menyediakan lingkungan yang dibutuhkan oleh tumbuh
kembang anak (Sunarti 2004). Perkembangan anak yang optimal terletak pada
kualitas pengasuhan yang mereka terima, bukan hanya pada kuantitas waktu yang
diberikan. Kualitas interaksi lebih penting daripada kuanntitas, dimana ibu yang
menikmati dan menyenangi kehidupannya akan memberikan pengasuhan yang
10

baik dan menyenangkan pada anak. Stimulasi merupakan salah satu factor yang
sangat penting dalam merangsang pertumbuuhan dan perkembangan anak.
Apabila stimulasi dilakukan dengan baik maka anak akan memiliki perkembangan
yang lebih baik dibandingkan anak yang kurang mendapatkan stimulasi
(Rusyantia 2006). Pendidikan yang dimiliki oleh ibu juga menentukan baik
buruknya lingkungan penngasuhan yang diberikan kepada anak, dimana ibu
dengan pendidikan yang tinggi cenderung memberikan pengasuhan yang lebih
baik dibandingkan ibu dengan pendidikan yang rendah karena orangtua dengan
pendidikan tinggi akan lebih dapat menerima dengan mudah pengetahuan dan
akses pengetahuan salah satunya pengetahuan mengenai pengasuhan anak (Myers
1992).
Salah satu instrumen yang digunakan untuk menilai kualitas lingkungan
asuh adalah home inventory. Menurut Caldwell dan Bradley (1984), instrumen
HOME didasarkan pada 12 premis teoritis dan empiris mengenai pengaruh
lingkungan terhadap perkembangan anak, diantaranya :
1. Perkembangan anak dapat ditingkatkan oleh iklim emosional yang positif
2. Perkembangan anak dapat ditingkatkan melalui kontak dengan sejumlah
orang dewasa disekitar anak
3. Perkembangan anak dapat ditingkatkan dengan penyediaan masukan
sensoris yang beragam dan terpola
4. Perkembangan anak dapat ditingkatkan dengan penyediaan kebutuhan
anak secara optimal
5. Perkembangan anak dapat ditingkatkan dengan hadirnya orang yang selalu
tanggap secara fsik, kata dan rasa terhadap perilaku anak
6. Perkembangan anak dapat ditingkatkan dengan pengorganisasian
lingkungan fisik dan temporal yang baik
7. Perkembangan anak dapat ditingkatkan dengan tersedianya lingkungan
yang memiliki larangan sosial yang minimal mengenai perilaku motorik
dan eksploratik
8. Perkembangan anak dapat ditingkatkan dengan penyediaan kesempatan
untuk mendapatkan pengalaman kultural yang beragam
9. Perkembangan anak dapat ditingkatkan dengan tersedianya alat permainan
yang memfasilitasi koordinasi proses sensori motorik
10. Perkembangan anak memerlukan kontak dengan orang dewasa yang
memberi nilai terhadap pencapaian perilaku anak
11. Perkembangan anak dapat ditingkatkan dengan kesempatan mendapakan
pengalaman kegiatan yang kumulatif
12. Perkembangan optimal memerlukan pemenuhan kebutuhan fisik dasar dan
pemenuhan kebutuhan kesehatan dan keselamatan.

Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai kualitas perkawinan dan kualitas lingkungan


pengasuhan telah banyak dilakukan oleh peneliti terdahulu, tetapi dengan
karakteristik keluarga dan pekerjaan istri yang berbeda dengan penelitian ini.
Selain itu, sejauh yang penulis temukan bahwa penelitian mengenai keluarga
dengan suami istri bekerja masih jarang dilakukan terutama penelitian terkait jenis
11

pekerjaan yaitu sektor formal dan sektor informal. Namun, topik mengenai suami
istri bekerja saat ini semakin berkembang seiring dengan meningkatnya kebutuhan
keluarga yang harus dipenuhi, sehingga kontribusi istri yang bekerja di luar rumah
semakin meningkat.
Tabel 1 Penelitian terdahulu
Tahun Penulis Judul Hasil
Wanita Bekerja
2010 Christene WS, Pengaruh konflik Memiliki pasangan yang juga
Indah Mula pekerjaan dan konflik bekerja memiliki keuntungan
keluarga terhadap tersendiri, baik dalam hal
kinerja dengan konflik peningkatan pendapatan
pekerjaan sebagai rumah tangga dan taraf hidup,
intervening (studi meningkatnya
pada dual career kemandirian pasangan, serta
couple di meningkatnya kepuasan
Jabodetabek) dalam pernikahan.
2011 Almasitoh Stres kerja ditinjau Peran ganda mengakibatkan
dari konflik peran terjadinya kesulitan bagi
ganda dan dukungan seseorang dan pemicu stres
sosial pada perawat kerja
2009 Parveen Investigating Wanita bekerja yang menikah
Occupational Stress memiliki tingkat stres kerja
among married and yang lebih tinggi dibandingkan
unmarried working wanita bekerja yang belum
women in Hyderabad menikah
city
1995 Ahmad Role Conflict and Perempuan menikah
Coping Behaviour of mengalami konflik kerja-
Married Working keluarga dengan berbagai
Women intensitas dalam mencoba
untuk memenuhi harapan peran
pekerjaan dan keluarga
2011 Alam et.al. Work family conflict Jam kerja yang panjang
of women managers in mempengaruhi keseimbangan
dhaka kerja-keluarga secara langsung
dan anak merupakan korban
dari ketidakseimbangan
tersebut.
Kualitas Perkawinan
2011 Puspitawati dan Fungsi pengasuhan Semakin lemah komunikasi dan
Setioningsih dan interaksi dalm emotional bonding suami istri
keluarga terhadap maka semakin menurun
kualitas perkawinan kualitas perkawinan yang
dan kondisi anak pada dirasakan pasangan.
keluarga tenaga kerja
wanita (TKW)
2005 Sunarti et al. Pengaruh tekanan Kualitas perkawinan , tekanan
ekonomi keluarga, ekonomi, dan dukungan social
dukungan social, mempengaruhi kualitas
kualitas perkawinan, pengasuhan anak. Kualitas
pengasuhan, dan perkawinan juga
12

Tahun Penulis Judul Hasil


kecerdasan emosi mempengaruhi prestasi belajar
anak terhadap prestasi anak.
belajar anak
2007 Ritonga CH Kajian Ketahanan Semakin tinggi tingkat
Keluarga Petani : pendidikan istri, maka semakin
Hubungan tinggi kepuasan, kebahagiaan,
Kesejahteraan dan kualitas perkawinan yang
Keluarga dengan dirasakan istri.
kualitas Perkawinan
2008 Ismail Kajian dimentions of Pertanyaan-pertanyaan tentang
marital quality : kebahagiaan dalam perkawinan
memahami konsep, (marital happinessi) selalunya
metode peneltian, dan berhubungan dengan kepuasan
beberapa kajian dalam perkawinan (marital
kepuastakaan dalam satisfaction)
sosiologi keluarga
Kualitas Lingkungan
Pengasuhan Anak
2008 Sunarti Peningkatan Lingkungan pengasuhan
Ketahanan Keluarga contoh sangat bervariasi,
dan Kualitas namun lingkungan pengasuhan
Pengasuhan untuk pada kelompok anak 0-3 tahun
Meningkatkan Status lebih rendah dibandingkan
Gizi Anak Usia Dini untuk anak 3-6 tahun
2009 Latifah et al. Kualitas tumbuh Tingkat stress dan kecemasan
kembanga, ibu memberikan pengasuh
pengasuhan orangtua, negatif terhadap kualitas
dam factor risiko pengasuhan. Ada beberapa
komunitas pada anak factor yang diidentfikasi akan
usia prasekolah menjadi faktor resiko dari
wilayah pedesaan di masyarakat terhadap
bogor perkembangan anak seperti
komunikasi, tingkat pendidikan
yg rendah, pendapatan rendah,
dan pengetahuan yang rendah
2011 Hastuti et al. Kualitas lingkungan Kualitas pengasuhan adalah
pengasuhan dan faktor terdekat dengan
perkembangan social perkembangan sosial emosi
emosi anak usia balita anak. Kualitas pengasuhan
di daerah rawan berhubungan dengan tingkat
pangan pendidikan ibu, usia anak,
pengeluaran keluarga, alokasi
pengeluaran pangan dan non
pangan, dan alokasi untuk
pendidikan.
13

KERANGKA PIKIR

Salah satu teori yang melandasi ilmu keluarga adalah teori struktural-
fungsional. Teori tersebut mengakui segala keragaman dalam kehidupan sosial
yang kemudian diakomodasi dalam fungsi seseorang dalam sebuah sistem.
Pembagian fungsi terjadi pada struktur keluarga. Pada keluarga tradisional, suami
berperan di sektor publik yang berfungsi sebagai pencari nafkah sedangkan istri
berperan di sektor domestik yang berfungsi sebagai pengelola rumah tangga dan
pengasuh anak. Namun, semakin meningkatnya pendidikan wanita dan semakin
terbukanya lapangan kerja untuk wanita, terjadi pergeseran tipe keluarga menjadi
keluarga modern, dimana istri ikut berperan di sektor publik sehingga istri
memiliki peran ganda.
Wanita yang bekerja di sektor publik dapat bekerja pada jenis pekerjaan
formal atau informal. Peran ganda yang dimiliki oleh wanita menyebabkan wanita
mendapatkan tuntutan baik dari sektor domestik dan sektor publik. Hal tersebut
dapat menyebabkan terjadinya kesulitan pada wanita terlebih ketika wanita
memiliki jam kerja yang panjang, lama perjalanan yang cukup lama, dan
pengalaman bekerja yang sedikit. Apabila pekerja adalah seorang istri dan seorang
ibu maka kesulitan dalam pembagian peran dan waktu dapat terjadi, dimana
pendidikan, pendapatan, dan usia istri dapat menjadi faktor yang berpengaruh
dalam pembentukan kualitas perkawinan dan pengasuhan anak. Apabila
pembagian peran dan waktu tidak dikelola dengan baik, maka akan berakibat tidak
tercapainya pemenuhan peran dan fungsi istri pada keluarga sehingga dapat
menurunkan kualitas perkawinan yang dirasakan dan cenderung mengarahkan
orangtua kepada praktik pengasuhan anak yang negatif.
Kualitas perkawinan meliputi kepuasan perkawinan dan kebahagiaan
perkawinan yang dirasakan oleh istri, dimana didalamnya meliputi besarnya
pengertian, rasa cinta, pemenuhan kebutuhan secara material dan spiritual,
hubungan dengan keluarga besar, kerjasama membina keluarga, dan adanya
keterbukaan masalah seksual diantara suami-istri. Kualitas perkawinan erat
hubungannya dengan pengasuhan anak, dimana lingkungan pengasuhan anak akan
dipengaruhi oleh situasi dan kondisi kehidupan keluarganya. Keluarga yang
memiliki kualitas perkawinan yang kurang baik akan cenderung membentuk
lingkungan pengasuhan anak yang kurang baik pula. Kualitas pengasuhan anak
dibentuk melalui stimulasi yang diberikan orangtua dan keluarga dalam
memberikan kehangatan, suasana penerimaan, pemberian teladan atau contoh,
pemberian pengalaman, dorongan belajar, berbahasa, dan kemampuan akademik.
Kualitas pengasuhan anak ini dapat diukur menggunakan HOME (Home
Observation and Measurement and Measurement of Environments) yang
mengukur beberapa aspek yaitu respon emosi dari pengasuh dan karakteristik
lingkungan yang mendukung terhadap ekonomi dan eksplorasi anak. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.
14

Kualitas Perkawinan :
Karakteristik pekerjaan istri:
1. Kebahagiaan perkawinan
1. Formal atau informal
2. Lama jam kerja 2. Kepuasan perkawinan
3. Lama pengalaman bekerja
4. Lama perjalanan ke tempat
kerja

Kualitas Lingkungan Pengasuhan :


1. Tanggap rasa dan kata
2. Penerimaan perilaku anak
3. Pengorganisasian lingkungan
4. Penyediaan mainan
5. Keterlibatan ibu
Karakteristik Keluarga: 6. Variasi asuhan
1. Usia suami, istri, dan anak 7. Stimulasi belajar
terakhir 8. Stimulasi bahasa
2. Jenis kelamin anak 9. Lingkungan fisik
3. Pendidikan suami dan istri 10. Kehangatan dan penerimaan
4. Pekerjaan suami dan istri 11. Stimulasi akademik
5. Pendapatan per kapita 12. Modeling
6. Jumlah anggota keluarga 13. Variasi pengalaman
7. Lama menikah 14. Penerimaan

Gambar 1 Kerangka pikir

METODE PENELITIAN

Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian payung bertema keseimbangan kerja-


keluarga yang menggunakan disain cross sectional. Pemilihan tempat penelitian di
pilih secara purposive, yaitu di Kota Bogor pada Kecamatan Bogor Barat
(Kelurahan Pasir Jaya, Menteng, dan Cilendek Barat) dan Kecamatan Bogor
Tengah (Kelurahan Paledang dan Panaragan). Waktu penelitian terdiri dari
persiapan, pengumpulan data, pengolahan data, analisis data, dan penulisan
laporan terhitung mulai bulan Desember 2013 hingga September 2014.

Contoh dan Teknik Penarikan Contoh

Contoh dalam penelitian ini adalah ibu bekerja yang memiliki anak usia
0 – 6 tahun yang bekerja dengan jenis pekerjaan formal atau informal pada
keluarga dengan suami istri bekerja di Kecamatan Bogor Barat dan Bogor Tengah.
Teknik penarikan contoh dilakukan secara stratified disproportional random
sampling berdasarkan jenis pekerjaan (formal atau informal) dengan contoh
sebanyak 120 orang. Teknik penarikan contoh dapat dilihat pada Gambar 2.
15

Istri Bekerja di Kota Bogor

Kecamatan Bogor Barat Kecamatan Bogor Tengah Purpossive

Kelurahan Kelurahan Kelurahan Kelurahan Kelurahan


Pasir Jaya Menteng Cilendek barat Paledang Panaragan Purpossive

Formal = 75 Formal = 119 Formal = 179 Formal = 53 Formal =52


Informal = 40 Informal= 37 Informal = 30 Informal = Informal= 13
22

Formal = 373 Formal = 105


Informal = Informal = 35
107

Formal=478 Informal = 142 Stratified


disproportional
Random Sampling
n = 60 n = 60

Gambar 2 Teknik penarikan contoh istri bekerja di Kota Bogor

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data sekunder dan
data primer. Data sekunder didapatkan melalui studi literatur dari buku, internet,
dan penelitian-penelitian sebelumnya yang terkait dengan topik penelitian. Data
primer yaitu data yang diperoleh dari hasil penggalian informasi yang dilakukan
melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner yang meliputi:
1. Karakteristik keluarga dan pekerjaan istri .
2. Kualitas perkawinan yang terdiri dari kebahagiaan perkawinan dan kepuasan
perkawinan. Kuesioner milik Conger et.al.(1990) yang dikembangkan oleh
Sunarti et. al. (2005) dengan nilai Cronbach’s alpha 0.934.
3. Data kualitas lingkungan asuh diperoleh dengan menggunakan HOME (Home
Observation for Measurement of the Environment) inventory milik Caldwell
dan Bradley (1984), yang dibagi dalam dua kategori, yaitu :
a. Umur 0-36 bulan, terdiri atas tanggap rasa dan kata, penerimaan
terhadap perilaku anak, pengorganisasian lingkungan anak, penyediaan
mainan untuk anak, keterlibatan ibu/pengasuh terhadap anak dan
kesempatan variasi asuhan anak dengan nilai Cronbach’s alpha 0.802.
b. Umur 37-72 bulan meliputi stimulasi belajar, stimulasi bahasa,
lingkungan fisik, kehangatan dan penerimaan, stimulasi akademik,
16

modeling, variasi pengalaman dan penerimaan dengan nilai Cronbach’s


alpha 0.862.
Tabel 2 Variabel, skala, dan pengolahan data
Varibel Skala Pengolahan data
Karakteristik keluarga
Besar keluarga Rasio 1. Keluarga kecil (0-4 orang)
2. Keluarga sedang (5-7 orang)
3. Keluarga besar (≥ 8 orang)
Usia suami-istri Rasio Rataan data
Pendidikan suami-istri Rasio Rataan data
Pekerjaan suami-istri Nominal 1) PNS; 2)Wiraswasta; 3)Swasta;
4)Buruh; 5) Guru; 7) PRT; 8)Lainnya
Pendapatan suami-istri Rasio Ratan data
Pendapatan per kapita Rasio Rataan data
Lama pernikahan Rasio Rataan data
Usia anak Rasio Rataan data
Jenis kelamin anak Nominal 1) Laki-laki; dan 2) Perempuan
Karakteristik pekerjaan
Jenis pekerjaan Nominal 1) Formal; dan 2) Informal
Lama jam kerja Rasio Rataan data
Lama perjalanan ke tempat kerja Rasio Rataan data
Lama pengalaman bekerja Rasio Ratan data
Kualitas perkawinan Rentang skor = 0 -40
- Kebahagiaan perkawinan (20 Berdasarkan sebaran data:
item) Ordinal 1. Rendah : <60%
- Kepuasan perkawinan (20 item) 2. Sedang : 60-80%
3. Tinggi : >80%
Kualitas lingkungan pengasuhan
- Tanggap rasa dan kata Rentang skor :
- Penyediaan mainan 0-45 (usia 0-36 bulan)
- Keterlibatan ibu terhadap anak Rendah : 0-25
- Variasi asuhan Sedang : 26-36
- Stimulasi belajar Tinggi : 37-45
- Stimulasi bahasa Ordinal
- Lingkungan anak 0-55 (usia 37-72 bulan)
- Kehangatan dan penerimaan Rendah : 0-29
- Stimulasi akademik Sedang : 30-45
- Modeling Tinggi : 46-55
- Variasi stimulasi pada anak
- Hukuman

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh diolah dan dianalisis secara deskriptif dan inferensial.
Proses pengolahan data diawali dengan proses editing, coding, entrying, skoring,
dan cleaning data. Selanjutnya data dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian.
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan karakteristik keluarga (besar
keluarga; usia suami, istri, dan anak terakhir; pendidikan suami-istri;
17

pendapatan keluarga; pekerjaan suami-istri; dan lama pernikahan, usia anak,


jenis kelamin anak), karakteristik pekerjaan (jenis pekerjaan; lama jam kerja;
lama perjalanan kerja, dan lama pengalaman kerja istri), kualitas perkawinan,
dan kualitas lingkungan pengasuhan. Kategori pengelompokkan untuk kualitas
perkawinan dan kualitas lingkungan pengasuhan dibedakan menjadi rendah,
sedang, dan tinggi. Kualitas perkawinan terdiri dari 40 item pertanyaan dimana
20 item mengukur kebahagiaan perkawinan dan 20 item mengukur kepuasan
perkawinan. Diukur dengan skor 1 hingga 4, dimana semakin tinggi skor maka
semakin baik kualitas perkawinan. Skor maksimal kualitas perkawinan adalah
80 dan skor minimumnya adalah 40. Sedangkan pada kualitas lingkungan
penngasuhan anak dibagi menjadi kualitas lingkungan pengasuhan anak usia
0-36 bulan yang terdiri 45 item dimana skor minimum 0 dan maksimum 45 dan
kualitas lingkungan pengasuhan pada anak usia 37-72 bulan yang terdiri dari
55 item dengan skor manimum 0 dan maksimum 55. Pada pengolahan data
variabel ini dilakukan index atau capaian dimana capaian rata-rata skor kualitas
perkawinan dan kualitas lingkungan pengasuhan anak didapatkan dari rumus
yang disajikan sebagai berikut:

Y= X – nilai minimum x 100


Nilai Maksimum – nilai minimum
Keterangan:
Y = Skor dalam persen;
X = Skor yang diperoleh untuk setiap contoh
2. Analisis uji beda menganalisis perbedaan kualitas perkawinan dan kualitas
lingkungan pengasuhan berdasarkan jenis pekerjaan istri (formal atau
informal) pada keluarga dengan suami istri bekerja.
3. Analisis hubungan melihat hubungan antara karakteristik keluarga,
karakteristik pekerjaan, kualitas perkawinan, dan kualitas lingkungan
pengasuhan pada keluarga dengan suami istri bekerja
4. Analisis regresi linear berganda digunakan untuk menganalisis pengaruh
karakteristik keluarga, karakteristik pekerjaan, dan kualitas perkawinan
terhadap kualitas lingkungan pengasuhan anak.
Adapun uji pengaruh dengan menggunakan beberapa model untuk melihat
pola dari pengaruh beberapa variabel terhadap kualitas lingkungan pengasuhan
dijelaskan pada Artikel 2.
Tabel 3 Model Regresi Linier
Variabel Model Persamaan
dependen
Kualitas Y1.2 = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + β7X7 + β8X8+
Lingkungan β9X9+β10X10+ γ1D1 + γ2D2 +ε
Pengasuhan
Keterangan :
Y1 = Kualitas lingkungan pengasuhan X5 = Jumlah anggota keluarga
β1-10 = Koefisien regresi X6 = Lama pernikahan
X1 = Kualitas perkawinan X7 = Usia anak
X2 = Usia ibu (tahun) X8 = Lama bekerja
X3 = Pendidikan ibu (tahun) X9 = Lama jam kerja
X4 = Pendapatan per kapita X10 = Jumlah pindah kerja
D1 = Jenis pekerjaan (0= formal; 1= informal)
D2 = Jenis kelamin anak (0= laki-laki; 1= perempuan)
18

Definisi Operasional

Karakteristik keluarga adalah ciri khas yang dimiliki oleh keluarga responden
seperti usia (suami, isteri, dan anak terakhir), pekerjaan (suami dan isteri),
pendidikan (suami dan isteri), pendapatan keluarga atau per kapita, besar
keluarga, jenis kelamin anak, dan lama pernikahan.
Karakteristik pekerjaan adalah pekerjaan istri yang dibedakan berdasarkan jenis
pekerjaan (formal atau informal), lama perjalanan kerja, lama jam kerja, dan
lama pengalaman bekerja.
Usia suami, isteri, dan anak adalah jumlah tahun lengkap sejak lahir sampai usia
ulang tahun terakhir suami, isteri, dan anak terakhir.
Pendidikan suami dan isteri adalah lama pendidikan formal yang diperoleh
suami dan isteri dalam tahun.
Pendapatan per kapita adalah pendapatan keluarga dibagi dengan jumlah
anggota keluarga.
Lama pengalaman bekerja adalah lama contoh memiliki pengalaman bekerja
dalam tahun.
Lama pernikahan adalah lama contoh menikah dalam tahun.
Lama Jam Kerja adalah alokasi waktu yang digunakan istri dalam bekerja di
sektor publik termasuk saat perjalanan (dalam jam)
Pekerjaan Formal adalah pekerjaan di suatu instansi, jam kerja tetap, gaji tetap
dan sesuai standar yang legal, dan di luar rumah.
Pekerjaan Informal adalah pekerjaan tidak di suatu instansi, bisa bekerja sendiri,
jam kerja tidak tetap, gaji tidak tetap, dan diluar rumah.
Kualitas perkawinan adalah kualitas perkawinan yang diukur berdasarkan
kebahagiaan dan kepuasan menurut persepsi isteri.
Kepuasan perkawinan diukur berdasarkan persepsi istri dalam menilai
kehidupan perkawinannya yang bersifat dinamis diukur dari aspek ekonomi,
cinta, pengasuhan anak, cinta dan hubungan intim.
Kebahagiaan perkawinan diukur berdasarkan suatu kenikmatan yang relatif
permanen, yang dirasakan isteri dalam menilai kehidupan perkawinannya
dilihat dari aspek ekonomi, komunikasi dengan keluarga pasangan,
pengasuhan anak, kepribadian pasangan, komitmen perkawinan, dan
hubungan intim
Kualitas lingkungan pengasuhan adalah tingkat kualitas atau baik buruknya
kegiatan pengasuhan yang dilakukan oleh pengasuh (ibu) yang diukur
dengan menggunakan HOME (Home Observation for Measurement of the
Environment) inventory.
19

KUALITAS PERKAWINAN DAN LINGKUNGAN


PENGASUHAN MENURUT JENIS PEKERJAAN ISTRI PADA
KELUARGA DENGAN SUAMI ISTRI BEKERJA
Marital and Parenting Environment Quality According to Wife’s Type of Job in
Dual Earner Family

Abstrak

Peran ganda yang dimiliki oleh perempuan dapat mempengaruhi kualitas


perkawinan dan lingkungan pengasuhan. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis perbedaan dari karakteristik keluarga, kualitas perkawinan dan
lingkungan pengasuhan antara istri yang bekerja di sektor formal dengan istri
yang bekerja di sektor informal. Contoh dalam penelitian ini adalah istri yang
bekerja di sektor formal atau informal yang memiliki anak 0-6 tahun yang diambil
secara stratified disproportional random sampling sebanyak 120 orang di
kecamatan Bogor Tengah dan Bogor Barat. Data dikumpulkan melalui wawancara
istri menggunakan kuesioner. Hasil menunjukkan bahwa kualitas perkawinan
lebih tinggi pada istri dengan jenis pekerjaan formal dibandingkan istri dengan
jenis pekerjaan informal terutama pada aspek ekonomi, komunikasi dengan
keluarga pasangan, pengasuhan anak, dan hubungan intim. Kualitas lingkungan
pengasuhan juga lebih tinggi pada istri dengan jenis pekerjaan formal terutama
pada komponen stimulasi belajar, stimulasi bahasa, lingkungan fisik, modelling,
dan variasi pengalaman anak pada anak usia 4-6 tahun.

Abstract

Dual role that women have can affect marital quality and parenting
environment quality. This study aims to analyze the differences of family
characteristic, marital and parenting environment quality between wives who
working in formal sector and informal sector. The sample in this study are
working wives in formal or informal sector that had children aged 0-6 years old
taken in stratified disproportional random sampling of 120 people in central
Bogor and west Bogor District. The data was collected by interviewed the wives
using a questionnaire. The result shows that marital quality is higher in wives who
working in formal sector than wives who working in informal sector especially in
economic aspect, communication with spouse, parenting, and intimate
relationship. Parenting environment quality is also higher in wives who working
in formal sector than wives who working in informal sector especially in the
compnents of academic stimulation, language stimulation, physical environment,
modelling, and child experience variation inchildren aged 4-6 years.

Keywords: formal job, informal job, marital quality, parenting environment


quality, working wives
20

Pendahuluan

Semakin meningkatnya biaya hidup suatu keluarga, keinginan aktualisasi


diri pada wanita, dan terbukanya lapangan kerja yang dikhususkan untuk wanita
membuat peningkatan tenaga kerja wanita. Fakta banyaknya perempuan bekerja
dapat dilihat berdasarkan data BPS (2010) yang menunjukkan bahwa Tingkat
Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan meningkat sebesar 3.53 persen
pada tahun 2010. Selain itu menurut data statistik BPS (2012) lebih dari 41 juta
penduduk berjenis kelamin perempuan dan berumur 15 tahun ke atas adalah
seorang pekerja. Hal ini menyebabkan terjadinya beban ganda pada wanita yang
dapat menimbulkan kesulitan bagi wanita dalam membagi waktunya untuk
pekerjaan dan keluarga.
Secara umum wanita di Indonesia bekerja pada salah satu dari dua jenis
pekerjaan yaitu formal dan informal. Cherlin (2002) menyatakan kriteria
pekerjaan di sektor formal adalah memiliki pendapatan minimum sesuai standar
hukum, relatif berlangsung lama dan aman, mendapatkan tunjangan dan asuransi
kesehatan, memiliki kemungkinan untuk kenaikan pangkat, dan memiliki serikat
kerja, sedangkan pekerjaan informal merupakan pekerjaan sementara atau kasual,
terkadang memberikan upah minimun tidak sesuai standar, memiliki sedikit
keamanan, tidak memiliki tunjangan, dan tidak memiliki kemungkinan naik
pangkat. Apabila perempuan turut andil dalam kegiatan bekerja, maka perempuan
akan memiliki peran ganda yaitu bertanggung jawab pada tugas pekerjaan
dan tugas keluarga. Peran ganda bagi perempuan merupakan sesuatu yang
sulit, karena perempuan menghabiskan waktu lebih banyak untuk aktivitas
rumah tangga dan jauh lebih banyak waktu untuk anak, sehingga mereka harus
membuat penyesuaian yang lebih pada jadwal kerja mereka (Friedman dan
Greenhaus 2000). Karir ganda dapat memunculkan masalah baru apabila
pasangan tidak dapat menyimbangkan baik masalah pekerjaan maupun
masalah keluarga (Christine dan Mula 2010). Selain itu seseorang yang tidak
mampu mengintegrasikan kepentingan kerja-keluarga cenderung akan
mengalami ketegangan atau konflik (Hatta 2011). Beban kerja yang dirasakan
istri dapat membuat efek atau pengalaman negatif diperan lainnya seperti peran
sebagai ibu rumah tangga (Foley dan Yue 2005) yang dapat mempangaruhi
kualitas perkawinan dan lingkungan pengasuhan.

Tujuan Penelitian

1. Menganalisis karakteristik keluarga dan pekerjaan istri, kualitas perkawinan,


dan kualitas lingkungan pengasuhan pada keluarga dengan suami istri bekerja
berdasarkan jenis pekerjaan
2. Menganalisis perbedaan karakteristik keluarga, kualitas perkawinan, dan
kualitas lingkungan pengasuhan pada istri dengan jenis pekerjaan formal
dengan informal

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait istri yang


bekerja baik dengan jenis pekerjaan formal maupun informal, perbedaan kualitas
perkawinan yang dirasakan istri dan kualitas lingkungan pengasuhan anak yang
21

dibentuk oleh istri yang bekerja dengan jenis pekerjaan formal maupun informal,
memberikan informasi terkait komponen kualitas lingkungan pengasuhan yang
baik. Bagi pemerintah dan pihak swasta, dapat digunakan sebagai landasan untuk
membuat kebijakan pekerjaan yang ramah keluarga, dan bagi pembaca, dapat
memberikan pandangan terkait kehidupan keluarga dengan suami istri bekerja.

Metode Penelitian

Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian payung bertema keseimbangan kerja-
keluarga yang menggunakan disain cross sectional. Pemilihan tempat penelitian di
pilih secara purposive, yaitu di Kota Bogor pada Kecamatan Bogor Barat
(Kelurahan Pasir Jaya, Menteng, dan Cilendek Barat) dan Kecamatan Bogor
Tengah (Kelurahan Paledang dan Panaragan). Waktu penelitian terdiri dari
persiapan, pengumpulan data, pengolahan data, analisis data, dan penulisan
laporan terhitung mulai bulan Desember 2013 hingga September 2014.

Teknik Penarikan Contoh


Contoh dalam penelitian ini adalah ibu bekerja yang memiliki anak usia
0 – 6 tahun pada keluarga dengan suami istri bekerja di Kecamatan Bogor Barat
dan Kecamatan Bogor Tengah. Teknik penarikan contoh dilakukan secara
stratified disproportional random sampling berdasarkan jenis pekerjaan (formal
atau informal) dengan contoh sebanyak 120 orang.

Jenis dan Teknik Pengumpulan Data


Jenis data yang dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan
kuesioner meliputi: 1) karakteristik keluarga dan pekerjaan istri; 2) kualitas
perkawinan yang terdiri dari kebahagiaan perkawinan dan kepuasan perkawinan
menggunkan kuesioner milik Conger et al. (1990) yang dikembangkan oleh
Sunarti et al. (2005) terdiri dari 40 pernyataan dimana 20 pernyataan mengukur
kebahagiaan perkawinan dan 20 pernyataan mengukur kepuasan perkawinan
dengan pilihan jawaban 1 (tidak pernah) hingga 4(selalu); 3) kualitas lingkungan
pengasuhan diperoleh dengan menggunakan HOME (Home Observation for
Measurement of the Environment) inventory milik Caldwell dan Bradley (1984),
yang dibagi dalam dua kategori usia 0-36 bulan yang terdiri dari 45 item dan usia
37-72 bulan yang terdiri dari 55 item dengan pilihan jawaba Ya=1 dan Tidak=0.

Pengolahan dan Analisis Data


Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan karakteristik keluarga dan
pekerjaan istri (jumlah anggota keluarga ; usia suami, istri, dan anak terakhir;
pendidikan suami-istri; pendapatan keluarga; pekerjaan suami-istri; dan lama
pernikahan, jenis pekerjaan istri, lama jam kerja, lama perjalanan kerja, lama
pengalaman kerja istri), kualitas perkawinan, dan kualitas lingkungan
pengasuhan. Kategori pengelompokkan untuk kualitas perkawinan dan kualitas
lingkungan pengasuhan dibedakan menjadi rendah, sedang, dan tinggi.
2. Uji Beda digunakan untuk melihat perbedaan karakteristik keluarga dan
pekerjaan istri, kualitas perkawinan, dan kualitas lingkungan pengasuhan pada
22

keluarga suami istri bekerja berdasarkan jenis pekerjaan (formal dan


informal). Uji beda dilakukan menggunakan Independent Sample T-Test.

Hasil

Karkteristik Keluarga

Berdasarkan rata-rata dan uji beda karakteristik keluarga, usia suami dan
istri dengan jenis pekerjaan informal memiliki rata-rata lebih besar (40.6 tahun)
dan (36.6 tahun) dibandingkan usia suami dan istri dengan jenis pekerjaan formal
(36.2 tahun) dan (33.2 tahun). Berdasarkan pendidikan istri dan suami, keluarga
dengan istri yang memiliki jenis pekerjaan formal memiliki tingkat pendidikan
yang lebih tinggi (14.5 tahun) dibandingkan keluarga dengan istri yang memiliki
jenis pekerjaan informal (9.4 tahun). Keluarga dengan istri yang berjenis
pekerjaan formal memiliki pendapatan keluarga yang lebih tinggi (Rp7 992 300)
dibandingkan istri dengan jenis pekerjaan informal (Rp4 096 700) dengan rata-
rata pendapatan keluarga Rp6 044 125. Berdasarkan lama pernikahan, istri dengan
jenis pekerjaan informal memiliki rata-rata lama pernikahan yang lebih tinggi
(13.5 tahun) dibandingkan istri dengan jenis pekerjaan formal (7.8 tahun).
Berdasarkan hasil uji beda rata-rata karakteristik keluarga, terdapat
perbedaan yang signifikan antara istri dengan jenis pekerjaan formal dan istri
dengan jenis pekerjaan informal pada seluruh item karakteristik keluarga dimana
p-value < 0.05 kecuali item kontribusi pendapatan istri. Hasil menunjukkan bahwa
istri dengan jenis pekerjaan formal memiliki kontribusi pendapatan keluarga
(44.3%) lebih besar dibandingkan istri dengan jenis pekerjaan informal (39.6%).
Secara keseluruhan, istri memiliki kontribusi pendapatan sebesar 42 persen. Hal
ini menunjukkan bahwa walaupun kontribusi pendapatan suami lebih besar
dibandingkan istri namun persentase kontribusi pendapatan istri terhadap
pendapatan keluarga sudah tergolong cukup tinggi. (Tabel 4).
Tabel 4 Rata-rata dan uji beda karaktersitik keluarga
Jenis Pekerjaan
Karakteristik keluarga Total P-Value
Formal Informal
Usia Istri (tahun) 34.8 33.2 36.6 0.003**
Pendidikan Istri (tahun) 12 14.5 9.4 0.000**
Pendapatan Istri (Rp Ribu) 2607 3583.3 1632.7 0.002**
Usia Suami (tahun) 38.3 36.2 40.6 0.000**
Pendidikan Suami 12 13.8 10.2 0.000**
Pendapatan Suami (Rp Ribu) 3437 4410 2465 0.014**
Usia Anak Terakhir (tahun) 3.7 3.3 4.1 0.010**
Jumlah Anggota Keluarga 4.5 4.2 4.8 0.004**
Pendapatan Keluarga (Rp Ribu) 6044 7992.3 4096.7 0.004**
Pendapatan Per-kapita (Rp Ribu) 1441 1974 907.1 0.001**
Lama Pernikahan (tahun) 10.6 7.8 13.5 0.000**
Kontribusi pendapatan istri (%) 42.0 44.3 39.6 0.056
Keterangan: * Signifikan pada p<0.05; ** Signifikan pada p<0.01
23

Karkteristik pekerjaan istri

Karakteristik pekerjaan istri dalam penelitian ini meliputi jenis pekerjaan


istri (formal dan infromal), jam kerja istri, dan lama pengalaman bekerja.
Berdasarkan jam kerja lebih dari separuh istri dengan jenis pekerjaan informal
(55.0%) bekerja kurang dari sama dengan delapan jam, sedangkan istri dengan
jenis pekerjaan formal 71.7 persen bekerja lebih dari delapan jam (Tabel 5).
Tabel 5 Sebaran keluarga berdasarkan jam kerja dan jenis pekerjaan (%)
Jenis Pekerjaan
Total
Jam kerja (jam) Formal Informal
% % %
≤ 8 jam 28.3 55.0 41.7
> 8 jam 71.7 45.0 58.3
Total 100.0 100.0 100.0

Sepertiga istri dengan jenis pekerjaan formajl memiliki pendapatan dengan


kategori Rp1 501 000 – Rp3 000 000, walaupun persentasenya sangat kecil (1.7%)
terdapat istri dengan jenis pekerjaan formal yang memiliki pendapatan lebih dari
Rp10 000 000. Pada istri dengan jenis informal persentase terbesar (35.0%) istri
memiliki pendapatan kurang dari Rp500 000 dan kategori pendapatan
Rp501 000 – Rp1 500 000. Pada istri dengan jenis pekerjaan formal masih
terdapat 3.3 persen yang memiliki paendapatan kurang dari Rp500 000, hal
tersebut menujukkan bahwa masih terdapat pekerja yang di gaji di bawah Upah
Minimum Rata-rata (UMR) (Tabel 6).
Tabel 6 Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan istri dan jenis pekerjaan (%)
Jenis Pekerjaan
Pendapatan istri
Formal Informal
(Ribu Rp)
% %
≤500 3.3 35.0
501-1500 25.0 35.0
1501-3000 33.3 20.0
3001-4500 18.3 1.7
4501-6000 6.7 3.3
6001-7500 5.0 1.7
7501-9000 5.0 1.7
9001-10000 1.7 1.7
>10000 1.7 0.0
(Rata-rata±SD) (3583,3±4233,9) (1632,7±1974,3)

Separuh istri (50.0%) yang bekerja dengan jenis pekerjaan formal


memiliki pengalaman kerja selama enam hingga sepuluh tahun dengan rata-rata
lama pengalaman kerja 7.8 tahun. Istri dengan jenis pekerjaan informal memiliki
rata-rata pengalaman kerja 13.5 tahun dengan persentase terbesar (26.7%) istri
memiliki pengalaman kerja selama enam hingga sepuluh tahun. Pada istri dengan
jenis pekerjaan formal maupun informal walaupun persentasenya kecil, ternyata
terdapat (3.3%) istri yang memiliki pengalaman bekerja lebih dari 25 tahun
(Tabel 7).
24

Tabel 7 Sebaran keluarga berdasarkan pengalaman bekerja dan jenis pekerjaan


(%)
Jenis Pekerjaan
Pengalaman kerja (Tahun) Formal Informal
% %
0-5 13.3 18.3
6-10 50.0 26.7
11-15 20.0 23.3
15-20 10.0 18.3
21-25 3.3 10.0
>25 3.3 3.3
(Rata-rata±SD) (7.8±5.4) (13.5±6.2)

Rata-rata dan uji beda karakteristik pekerjaan menunjukkan bahwa terdapat


perbedaan yang sangat signifikan pada item lama perjalanan kerja (α=0.000) dan
jumlah pindah kerja (α=0.012) dimana istri dengan jenis pekerjaan formal
memiliki waktu perjalanan untuk bekerja lebih lama dibandingkan istri dengan
jenis pekerjaan informal dengan rata-rata waktu perjalanan 1.1 jam. Berdasarkan
jumlah pindah kerja, istri dengan jenis pekerjaan informal lebih sering berpindah
atau berganti pekerjaan dibandingkan istri dengan jenis pekerjaan formal
(Tabel 8).
Tabel 8 Rata-rata dan uji beda karaktersitik pekerjaan
Rataan
Karakteristik P-Value
Total Formal Informal
Lama pengalaman bekerja 6.6 10.2 12.4 0.063
Jumlah pindah kerja 2.2 1 2 0.012*
Lama jam kerja 7.6 7.9 7.4 0.240
Lama perjalanan bekerja 1.1 1.7 0.6 0.000**
Keterangan: * Signifikan pada p<0.05; ** Signifikan pada p<0.01

Kualitas Perkawinan

Kualitas perkawinan pada penelitian ini diukur berdasarkan dua dimensi


yaitu dimensi kebahagiaan dan kepuasan perkawinan menurut persepsi istri dalam
menilai kehidupan perkawinannya. Hasil capaian variabel dan dimensi kualitas
perkawinan menunjukkan bahwa capaian dengan persentase (>80%) hanya
terdapat pada kualitas dan kebahagiaan perkawinan pada istri dengan jenis
pekerjaan formal, pada istri dengan jenis pekerjaan informal tidak terdapat
capaian yang mencapai 80 persen (Tabel 9).
Tabel 9 Rata-rata capaian variabel dan dimensi kualitas perkawinan (%) dan uji
beda berdasarkan jenis pekerjaan
Jenis Pekerjaan
Variabel Total P-value
Formal Informal
Kualitas Perkawinan 75.7 80.2 71.1 0,000**
- Kebahagiaan Perkawinan 75.7 80.7 70.8 0,000**
- Kepuasan Perkawinan 75.6 79.7 71.5 0,003**

Istri yang bekerja dengan jenis pekerjaan formal memiliki capaian lebih
besar pada kualitas perkawinan (80.2%), kebahagiaan perkawinan (80.7%), dan
kepuasan perkawinan (79.7%) dibandingkan istri yang bekerja dengan jenis
25

pekerjaan informal, dimana capaian kualitas perkawinan (71.1%), kebahagiaan


perkawinan (70.8%), dan kepuasan perkawinan (71.5%).
Hasil uji beda variabel dan dimensi kualitas perkawinan menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan pada kualitas perkawinan
(α= 0.000), kebahagiaan perkawinan (α= 0.000), dan kepuasan perkawinan
(α= 0.003) dimana istri dengan jenis pekerjaan formal memiliki kualitas,
kebahagiaan, dan kepuasan perkawinan yang lebih tinggi dibandingkan istri
dengan jenis pekerjaan informal (Tabel 9).
Tabel 10 Sebaran istri berdasarkan kategori kualitas perkawinan dan jenis
pekerjaan (%)
Kualitas perkawinan
Rendah Sedang Tinggi
Jenis Pekerjaan
(<60%) (60-79%) (≥80%)
% % %
Formal 5.0 31.7 63.3
Informal 20.0 50.0 30.0
Total 12.5 40.8 46.7
Berdasarkan kategori kualitas perkawinan, istri dengan jenis pekerjaan
formal lebih dari separuhnya (63.3%) masuk ke dalam kategori kualitas
perkawinan yang tinggi sedangkan pada istri dengan jenis pekerjaan informal
hanya 30.0 persen yang masuk dalam kategori kualitas perkawinan tinggi. Sebaran
terbanyak (50%) istri dengan jenis pekerjaan informal masuk dalam kategori
sedang. Pada kategori rendah, hanya 5 persen istri dengan jenis pekerjaan formal
yang amsuk pada kategori tersebut sedangkan pada istri dengan jenis pekerjaan
informal 20 persen masuk dalam kategori rendah (Tabel 10).

a. Kebahagiaan perkawinan
Kebahagiaan perkawinan merupakan salah satu dari dimensi kualitas
perkawinan yang diukur berdasarkan suatu kenikmatan relatif permanen yang
dirasakan istri dalam menilai kehidupan perkawinan meliputi beberapa aspek
yaitu: aspek ekonomi, komunikasi pengasuhan anak, kepribadian pasangan,
komitmen perkawinan, dan hubungan intim.
Hasil uji beda indikator kebahagiaan menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan yang sangat signifikan pada dimensi kebahagiaan perkawinan dari
aspek ekonomi (α=0.000), komunikasi dengan keluarga pasangan (α=0.009),
pengasuhan anak (α=0.000), dan hubungan intim (α=0.004), dimana istri yang
bekerja dengan jenis pekerjaan formal lebih baik dibandingkan istri dengan jenis
pekerjaan informal. Istri dengan jenis pekerjaan formal lebih sering tidak
bersitegang dengan pasangan mengenai uang untuk makanan (87.8%), pakaian
(90.0%), perawatan rumah (91.1%), pendidikan anak (87.2%), dan pengobatan
(92.2%) dibandingkan istri dengan jenis pekerjaan informal dimana capaian tidak
bersitegang mengenai uang untuk makanan (74.4%), pakaian (77.8%), perawatan
rumah (76.1%), pendidikan anak (70.0%), dan pengobatan (78.9%).
Pada aspek komunikasi dengan keluarga pasangan, hanya item tidak
merasa terasing ditengah keluarga pasangan yang memiliki perbedaan sangat
signifikan (α=0.013), dimana istri dengan jenis pekerjaan formal lebih tinggi
capaiannya (91.1%) dibandingkan istri dengan jenis pekerjaan informal (79.4%).
Pada aspek pengasuhan dan hubungan intim, seluruh item memiliki perbedaan
26

yang sangat signifikan, dimana istri dengan jenis pekerjaan formal lebih tinggi
dibandingkan istri dengan jenis pekerjaan informal. Namun pada aspek
kepribadian pasangan dan komitmen perkawinan tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara istri berjenis pekerjaan formal dengan istri berjenis pekerjaan
informal (Tabel 11).
Tabel 11 Rata-rata capaian (%) dan uji beda indikator kebahagiaan perkawinan
berdasarkan jenis pekerjaan
Jenis Pekerjaan
Indikator Kebahagiaan Perkawinan Total Formal Informal P-value

Aspek Ekonomi 82.6 89.7 75.4 0.000**


Tidak bersitegang mengenai uang makanan 81.1 87.8 74.4 0.005**
Tidak bersitegang mengenai uang pakaian 83.9 90.0 77.8 0.008**
Tidak bersitegang mengenai uang perawatan rumah 83.6 91.1 76.1 0.000**
Tidak bersitegang mengenai uang pendidikan anak 78.6 87.2 70.0 0.001**
Tidak bersitegang mengenai uang pengobatan 85.6 92.2 78.9 0.001**
Aspek Komunikasi dengan Keluarga pasangan 83.3 87.9 78.6 0.009**
Tidak merasa terasing ditengah keluarga 85.3 91.1 79.4 0.013*
Tidak merasa disepelekan oleh mertua dan ipar 86.9 91.7 82.2 0.035
Tidak sulit berkomunikasis dengan pasangan saya 83.6 87.2 80.0 0.084
Tidak sulit menganggap keluarga pasangan 77.2 81.7 72.8 0.122
Aspek Pengasuhan Anak 70.6 77.5 63.6 0.000**
Tidak bertengkar dengan anak-anak kami 78.1 86.1 70.0 0.001**
Tidak konflik dalam mendidik anak-anak 70.0 78.3 61,7 0.001**
Tidak konflik dalam mendisiplinkan anak-anak 65.3 71.1 59.4 0.021*
Tidak konflik dalam pengasuhan anak-anak 68.9 74.4 63.3 0.021*
Aspek Kepribadian Pasangan 57.8 59.2 56.4 0.397
Pasangan memuji kemampuan saya sebagai istri 45.8 47.2 44.4 0.624
Tidak ada sikap pasangan yang saya tidak sukai 61.4 62.2 60.6 0.674
Tidak ada sifat pasangan yang tidak disukai 62.5 63.9 61.1 0.480
Tidak ada perilaku pasangan yang tidak disukai 61.4 63.3 59.4 0.378
Aspek Komitmen Perkawinan 86.3 88.3 84.2 0.264
menjaga komitmen perkawinan 80.0 81.7 78.3 0.542
Tidak merasa pasangan berselingkuh 92.5 95.0 84.2 0.192
Aspek Hubungan Intim 83.1 90.0 76.1 0.004**
Tidak terpaksa melakukan hubungan seks 83.1 90.0 76.1 0.004**
Keterangan: * Signifikan pada p<0.05; ** Signifikan pada p<0.01

b. Kepuasan perkawinan
Kepuasan perkawinan merupakan salah satu dari dimensi kualitas
perkawinan yang diukur berdasarkan persepsi istri dalam menilai kehidupan
perkawinannya yang relatif dinamis dari tiga aspek yaitu: aspek ekonomi,
pengasuhan anak, cinta dan hubungan intim.
Hasil uji beda aspek kepuasan perkawinan menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan yang sangat signifikan pada kepuasan perkawinan dari aspek ekonomi
(α=0.005) dan pengasuhan anak (α=0.009) dimana capaiannya lebih baik dimiliki
oleh istri yang bekerja dengan jenis pekerjaan formal dibandingkan informal. Istri
dengan jenis pekerjaan formal lebih merasa puas dengan apa yang dimiliki
sekarang (80.6%), tidak merasa kesal dengan kegagalan pasangan dalam
memenuhi keuangan (86.7%), tidak merasa terganggu dengan campur tangan
pasangan dalam mengatur keuangan keluarga (81.7%), dan tidak merasa
terganggu karena keluarga pasangan selalu minta bantuan keuangan (85.6%)
dibandingkan istri dengan jenis pekerjaan informal. Berdasarkan aspek
27

pengasuhan keluarga dengan istri berjenis pekerjaan formal lebih tidak sering
bersitegang dalam menentukan pendidikan anak. Sedangkan berdasarkan aspek
cinta dan hubungan intim, perbedaan yang signifikan terlihat pada item tidak
kecewa walaupun tidak saling terbuka dalam membicarakan masalah seks
(α=0.007), dan merasa hubungan seksualitasnya indah dan menyenangkan
(α=0.011) dimana keluarga dengan istri berjenis pekerjaan formal memiliki skor
yang lebih tinggi dibandingkan istri dengan jenis pekerjaan informal (Tabel 12).
Tabel 12 Rata-rata capaian (%) dan uji beda indikator kepuasan perkawinan
berdasarkan jenis pekerjaan
Jenis Pekerjaan
Pernyataan Kepuasan Perkawinan Total P-value
Formal Informal
Aspek Ekonomi 79.0 83.8 74.2 0.005**
Tidak mempermasalahkan pekerjaan pasangan 82.8 86.1 79.4 0.193
Tidak mempermasalahkan pendapatan keluarga 79.4 83.3 75.6 0.148
Merasa puas dengan apa yang dimiliki sekarang 79.4 80.6 68.3 0.016**
Tidak merasa kesal dengan kegagalan pasangan 80.3 86.7 73.9 0.008**
Setuju cara pasangan mengatur keuangan kami 80.8 84.4 77.2 0.104
Tidak terganggu dengan campur tangan orang lain 75.0 81.7 68.3 0.029*
Tidak terganggu dengan campur tangan pasangan 81.7 85.6 77.8 0.105
Tidak bertengkar walaupun tidak terbuka 79.4 82.2 76.7 0.243
Tidak berbeda pendapat mengenai penggunaan 71.1 75.0 67.2 0.119
keuangan
Merasa puas atas prestasi kerja pasangan 80.8 85.6 76.1 0.051
Tidak terganggu ketika keluarga meminta bantuan 83.1 90.6 75.6 0.003**
keuangan
Aspek Pengasuhan Anak 76.9 82.2 71.7 0.009**
Tidak konflik dalam pembagian tanggung jawab anak 75.6 79.4 71.7 0.104
Tidak bersitegang dalam menentukan pendidikan anak 78.3 85.0 71.7 0.002**
Aspek Cinta dan Aspek Hubungan Intim 69.8 72.5 67.1 0.081
Dalam segala hal mengadakan musyawarah 68.9 67.2 70.6 0.551
Pasangan memperlakukan seperti yang diinginkan 60.0 62.2 57.8 0.354
Pasangan mencintai saya sampai saat ini 75.6 79.4 71.7 0.080
Waktu luang yang diisi aktifitas bersama pasangan 63.3 65.6 61.1 0.400
Tidak kecewa karena tidak saling terbuka dalam seks 80.0 86.1 73.9 0.007**
Hubungan seksualitas indah dan menyenangkan 82.8 88.3 77.2 0.011*
Senang jika pasangan mengungkapkan kepuasan sex 58.6 58.3 57.8 0.924
Keterangan: * Signifikan pada p<0.05; ** Signifikan pada p<0.01

Kualitas Lingkungan Pengasuhan

Kualitas pengasuhan anak dalam penelitian ini adalah tingkat kualitas atau
baik buruknya kegiatan pengasuhan yang dilakukan oleh pengasuh (ibu) yang
diukur dengan menggunakan HOME (Home Observation for Measurement of the
Environment) inventory. Untuk kepentingan penelitian ini, digunakan dua
instrumen lingkungan pengasuhan yang dibedakan berdasarkan usia anak, yaitu
usia 0-36 bulan dan usia 37-72 bulan. Lingkungan pengasuhan anak usia 0-36
bulan meliputi : 1) tanggap rasa dan kata, 2) penerimaan terhadap perilaku anak,
3) pengorganisasian lingkungan, 4) penyediaan mainan, 5) keterlibatan ibu, dan 6)
kesempatan variasi asuhan, sedangkan anak dengan usia 37-72 bulan meliputi:
1) stimulasi belajar, 2) stimulasi bahasa, 3) lingkungan fisik, 4) stimulasi
28

akademik, 5) kehangatan dan penerimaan, 6) Modelling, 7) variasi pengalaman,


dan 8) penerimaan (Tabel 13)
Tabel 13 Sebaran contoh berdasarakan kategori lingkungan pengasuhan dan jenis
pekerjaan (%)
Jenis Pekerjaan
Total
Komponen Home Formal Informal
R S T R S T R S T
Usia 0-3 tahun
Tanggap rasa dan kata 19.6 42.9 37.5 17.1 37.1 45.7 23.8 52.4 23.8
Penerimaan perilaku anak 42.9 28.6 28.6 31.4 31.4 37.1 61.9 23.8 14.3
Pengorganisasian lingkungan 8.9 50.0 41.1 0.0 45.7 54.3 23.8 57.1 19.0
Penyediaan mainan anak 16.1 42.9 41.1 14.3 48.6 37.1 19.0 33.3 47.6
Keterlibatan ibu 10.7 33.9 55.4 8.6 25.7 65.7 14.3 47.6 38.1
Kesempatan variasi asuhan 1.8 48.2 50.0 0.0 42.9 57.1 4.8 57.1 38.1
Total 10.7 55.4 33.9 5.7 45.7 48.6 19.0 71.4 9.5
Usia 3-6 tahun
Stimulasi belajar 9.5 85.7 4.8 4.2 87.5 8.3 12.8 84.6 2.6
Stimulasi bahasa 10.9 45.3 43.8 4.0 32.0 64.0 15.4 53.8 30.8
Lingkungan fisik 37.5 50.0 12.5 24.0 48.0 28.0 46.2 51.3 2.6
Kehangatan dan penerimaan 25.0 40.6 34.4 16.0 40.0 44.0 30.8 41.0 28.2
Stimulasi akademik 6.3 35.9 57.8 0.0 28.0 72.0 10.3 41.0 48.7
Modelling 9.4 42.2 48.4 4.0 44.0 52.0 12.8 41.0 46.2
Variasi pengalaman 21.9 48.4 29.7 16.0 36.0 48.0 25.6 56.4 17.9
Penerimaan 53.1 9.4 37.5 41.2 12.0 32.0 51.3 7.7 41.0
Total 9.5 85.7 4.8 4.2 87.5 8.3 12.8 84.6 2.6
*Keterangan : R = rendah, S = sedang, T = tinggi
Hasil kategorisasi lingkungan pengasuhan menunjukkan pada kelompok
usia 0-36 bulan, hampir separuh (48.6%) istri dengan jenis pekerjaan formal
masuk ke dalam kategori tinggi, sedangkan istri dengan jenis pekerjaan informal
hanya 9.5 persen. Pada kelompok umur 4-6 tahun, baik berdasarkan jenis
pekerjaan formal dan informal maupun contoh secara keseluruhan (>80%)
keluarga masuk ke dalam kategori sedang. Sebaran dengan kategori tinggi
terbanyak terdapat pada dimensi stimulasi akademik (57.8%), modelling (48.4%),
dan stimulasi bahasa (43.8%). Berdasarkan dimensi penerimaan, lebih dari
separuh contoh (53.1%) masuk dalam kategori rendah (Tabel 13).

Kualitas Lingkungan Pengasuhan Anak 0-36 bulan

a. Tanggap rasa dan kata


Hasil identifikasi aktifitas tanggap rasa dan kata yang dilakukan ibu
menunjukkan bahwa pada istri dengan jenis pekerjaan formal masing-masing
(>90%) ibu berbicara kepada anak, menanggapi ocehan anak, dan omongan ibu
dapat dipahami oleh anak. Pada istri dengan jenis pekerjaan informal hanya
sepertiganya yang memuji anak selama kunjungan dan hanya 57.1 persen yang
menanggapi positif pujian yang diberikan peneliti kepada anak. Hasil uji beda
menunjukkan perbedaan signifikan pada beberapa item dimana ibu dengan jenis
pekerjaan formal lebih aktif berbicara, lebih berbicara bebas dan terbuka,lebih
sering memuji anak, dan lebih menunjukkan rasa sayang kepada anak lewat kata-
kata dibandingkan ibu dengan jenis pekerjaan informal (Tabel 14).
29

Tabel 14 Sebaran keluarga (%) dan uji beda tanggap rasa dan kata berdasarkan
jenis pekerjaan
Jenis Pekerjaan
Pernyataan Total Formal Informal P-value
(n=35) (n=21)
Tanggap Rasa dan Kata (n=56) 73.05 68.57 66.67 0.092
Ibu berbicara kepada anak 94.6 94.3 95.2 0.092
Ibu menanggapi ocehan anak 89.3 94.3 81.0 0.881
Ibu meyebutkan nama barang 71.4 77.1 61.9 0.177
Omongan ibu jelas dan dapat dipahami anak 89.3 97.1 76.2 0.250
Keaktifan ibu berbicara 66.1 77.1 47.6 0.046*
Ibu berbicara bebas dan terbuka 75.0 80.0 66.7 0.033*
Anak bermain di tempat yang kurang bersih 39.3 28.6 57.1 0.296
Ibu memuji anak 51.8 62.9 33.3 0.034*
Ibu menunjukkan rasa sayang lewat kata-kata 80.4 82.9 76.2 0.033*
Ibu membelai dan mencium anak 82.1 82.9 81.0 0.552
Ibu menanggapi positif pujian anda kepada anak 64.3 68.6 57.1 0.860
Keterangan: * Signifikan pada p<0.05; ** Signifikan pada p<0.01

b. Penerimaan terhadap perilaku anak.


Hampir seluruh (97.1%) ibu dengan jenis pekerjaan formal tidak pernah
memukul atau mencubit anak selama kunjungan sedangkan pada ibu dengan jenis
pekerjaan informal hanya 61.9 persen yang melakukan hal tersebut. Berdasarkan
hasil uji beda, terdapat perbedaan yang signifikan antara ibu dengan jenis
pekerjaan formal dengan informal pada penerimaan terhadap perilaku anak
(α=0.002), dimana ibu dengan jenis pekerjaan informal lebih banyak yang
berteriak kepada anak (α=0.033), menunjukkan kekecewaan kepada anak baik
kata-kata maupun tingkah laku (α=0.018), memukul atau mencubit anak selama
kunjungan (α=0.005), dan melarang anak bermain (α=0.018) dibandingkan ibu
dengan jenis pekerjaan formal (Tabel 15).
Tabel 15 Sebaran keluarga (%) dan uji beda penerimaan terhadap perilaku anak
berdasarkan jenis pekerjaan
Jenis Pekerjaan
Pernyataan Total Formal Informal P-value
(n=35) (n=21)
Penerimaan Terhadap Perilaku Anak (n=56) 63.4 71.07 50.60 0.002**
Tidak pernah berteriak kepada anak 66.1 77.1 47.6 0.033*
Tidak menunjukkan kekecewaan 53.6 65.7 33.3 0.018*
Tidak pernah memukul atau mencubit anak 83.9 97.1 61.9 0.005**
Tidak pernah menghukum anak 89.3 94.3 81.0 0.177
Tidak pernah memarahi anak 64.3 68.6 57.1 0.397
Tidak melarang anak bermain 53.6 65.7 33.3 0.018*
Tersedia buku di rumah 71.4 74.3 66.7 0.550
Keluarga memiliki binatang piaraan 25.0 25.7 23.8 0.876
Keterangan: * Signifikan pada p<0.05; ** Signifikan pada p<0.01

c. Pengorganisasian lingkungan anak.


Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada
dimensi penyediaan mainan anak (α=0.001) dimana anak dengan ibu yang
berjenis pekerjaan formal lebih banyak diasuh oleh orang yang sama saat ibu pergi
dan lebih banyak diajak ke dokter, mantri dan puskesmas tiga bulan terakhir
dibandingkan anak dengan ibu yang berjenis pekerjaan informal. (Tabel 16).
30

Tabel 16 Sebaran keluarga (%) dan uji beda pengorganisasian lingkungan anak s
berdasarkan jenis pekerjaan
Jenis Pekerjaan
Pernyataan Total Formal Informal P-value
(n=35) (n=21)
Pengorganisasian Lingkungan Anak (n=56) 83.9 91.4 71.4 0.001**
Anak diasuh oleh orang yang sama pada saat ibu pergi 91.1 100.0 76.2 0.021*
Mengajak anak pergi ke pasar, toko atau warung 89.3 91.4 85.7 0.512
Anak diajak pergi meninggalkan rumah 94.6 100.0 85.7 0.083
Anak diajak ke dokter, mantri, atau puskesmas 73.2 85.7 52.4 0.013*
Tersedia tempat khusus untuk alat-alat mainan 83.9 91.4 71.4 0.084
Tidak terlihat tempat main-mainan anak berbahaya 71.4 80.0 57.1 0.088
Keterangan: * Signifikan pada p<0.05; ** Signifikan pada p<0.01

d. Penyediaan mainan untuk anak.


Hasil uji beda menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara istri
dengan jenis pekerjaan formal dengan informal dalam hal penyediaan mainan
untuk anak, namun berdasarkan sebaran keluarga hampir pada seluruh item istri
dengan jenis pekerjaan formal memiliki sebaran lebih tinggi dibandingkan istri
dengan jenis pekerjaan informal, kecuali pada item disedikan mainanan untuk
anak dan mempersilahkan anak main sendiri, disediakan mainan koordinasi mata
dan tangan yang lebih kompleks, dan mainan menggambar, menulis, atau musik
mainan (Tabel 17).
Tabel 17 Sebaran keluarga (%) dan uji beda penyediaan mainan anak
berdasarkan jenis pekerjaan
Jenis Pekerjaan
Pernyataan Total Formal Informal P-value
(n=35) (n=21)
Penyediaan mainan untuk anak (n=56) 73.6 74.0 73.0 0.884
Mainan anak atau latihan gerakan anak 85.7 88.6 81.0 0.439
Mainan atau alat yang bisa di dorong-dorong 69.6 74.3 61.9 0.338
Mainan atau alat untuk belajar berjalan 57.1 51.4 66.7 0.268
Anak dipersilahkan bermain sendiri 91.1 88.6 95.2 0.361
Alat bermain sesuai usia anak 85.7 91.4 76.2 0.163
Alat belajar sesuai usia anak 87.5 88.6 85.7 0.760
Mainan koordinasi mata tangan sederhana 64.3 68.6 57.1 0.397
Mainan koordinasi mata tangan yang kompleks 39.3 34.3 47.6 0.332
Mainan belajar menggambar, menulis 82.1 80.0 85.7 0.597
Keterangan: * Signifikan pada p<0.05; ** Signifikan pada p<0.01

e. Keterlibatan ibu.
Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa (>80%) ibu sering mengawasi
anak secara langsung atau sambil bekerja dan berbicara kepada anak selama
mengerjakan suatu pekerjaan . Namun hanya sekita 40 persen ibu yang mengatur
kapan anak boleh bermain dan kapan tidak boleh bermain. Terdapat perbedaan
sangat signifikan pada item perhatian untuk merangsang perkembangan anak
(α=0.002) berdasarkan jenis pekerjaannya dimana istri dengan jenis pekerjaan
formal lebih tinggi sebarannya (85.7%) dibandingkan istri dengan jenis pekerjaan
informal (42.9%) (Tabel 18).
31

Tabel 18 Sebaran keluarga (%) dan uji beda keterlibatan ibu berdasarkan jenis
pekerjaan
Jenis Pekerjaan
Pernyataan Total Formal Informal P-value
(n=35) (n=21)
Keterlibatan Ibu (n=56) 71.7 75.7 65.1 0.093
Mengawasi anak secara langsung atau sambil bekerja 82.1 80.0 85.7 0.597
Berbicara kepada anak selama mengerjakan suatu 89.3 91.4 85.7 0.512
pekerjaan
Memperhatikan dan merangsang perkembangan anak 69.6 85.7 42.9 0.002**
Menyediakan mainan untuk kematangan jiwa anak 76.8 82.9 66.7 0.199
Mengatur kapan anak boleh bermain dan kapan tidak 44.6 42.9 47.6 0.734
Menyediakan mainan baru untuk mematangkan 67.9 71.4 61.9 0.469
keterampilan
Keterangan: * Signifikan pada p<0.05; ** Signifikan pada p<0.01

f. Kesempatan variasi asuhan.


Hasil analisis deskripsi menunjukkan bahwa (>90%) keluarga yang dikunjungi
oranglain atau mengunjungi saudara baik pada keluarga dengan jenis pekerjaan
formal maupun informal. Namun, terkait aktifitas mendongeng kepada anak, istri
dengan jenis pekerjaan formal lebih besar sebarannya (51.4%) dibandingkan istri
dengan jenis pekerjaan informal (42.9%). Hasil uji beda menunjukkan terdapat
perbedaan signifikan dimana anak dengan ibu berjenis pekerjaan formal lebih
banyak memiliki pengasuh selain ibu dibandingkan anak dengan ibu yang berjenis
pekerjaan informal, dimana pada istri dengan jenis pekerjaan informal, hanya
(76.2%) yang menyatakan bahwa ada orang lain yang ikut mengasuh anak,
sedangkan sisanya membawa anak ke tempat kerja (Tabel 19).
Tabel 19 Sebaran keluarga (%) dan uji beda variasi asuhan berdasarkan jenis
pekerjaan
Jenis Pekerjaan
Pernyataan Total Formal Informal P-value
(n=35) (n=21)
Kesempatan Variasi Asuhan (n=56) 72.1 74.9 67.6 0.240
Ada orang lain yang ikut mengasuh anak setiap hari 89.3 97.1 76.2 0.046*
Ibu mendongeng ke anak 48.2 51.4 42.9 0.543
Anak diajak makan bersama 62.5 62.9 61.9 0.944
Keluarga dikunjungi atau mengunjungi oranglain 92.9 94.3 90.5 0.600
Anak punya buku sendiri 67.9 68.6 66.7 0.885
Keterangan: * Signifikan pada p<0.05; ** Signifikan pada p<0.01

Kualitas Lingkungan Pengasuhan Anak 37-72 bulan

a. Stimulasi belajar.
Hasil sebaran keluarga berdasarkan stimulasi belajar yang dilakukan
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara ibu dengan
jenis pekerjaan formal dengan informal (α=0.027) dimana ibu dengan jenis
pekerjaan formal lebih baik dibandingkan ibu dengan jenis pekerjaan informal.
Lebih dari 90 persen keluarga memiliki mainan bebas berekspresi (spidol,
crayon, cat air). Namun kurang dari separuh keluarga yang membeli/ membaca
koran setiap hari dan berlangganan paling sedikit satu majalah.. Hal ini
menunjukkan bahwa minat baca keluarga tidak terlalu baik terutama pada
32

keluarga dengan istri berjenis pekerjaan informal. Anak dengan ibu berjenis
pekerjaan formal memiliki sebaran yang lebih tinggi dibandingkan anak dengan
ibu berjenis pekerjaan informal dalam penyediaan maianan untuk belajar (warna,
bentuk, dan ukuran) dan kepemilikan buku (Tabel 20).
Tabel 20 Sebaran keluarga (%) dan uji beda stimulasi belajar berdasarkan jenis
pekerjaan
Jenis Pekerjaan
Pernyataan Total Formal Informal P-value
(n=25) (n=39)
Stimulasi Belajar (n=64) 60.7 71.6 53.6 0.027*
Mainan untuk belajar warna, bentuk, dan ukuran 73.4 88.0 64.1 0.023*
Mainan yang memiliki peraturan 50.0 52.0 48.7 0.802
Tape recorder dan kaset/vcd 76.6 88.0 69.2 0.065
Mainan bebas berekspresi 93.8 96.0 92.3 0.559
Mainan untuk melatih gerakan tangan yang halus 76.6 88.0 69.2 0.065
Mainan untuk belajar angka 76.6 84.0 71.8 0.248
Buku sendiri paling sedikit 10 buah 37.5 56.0 25.6 0.018*
Keluarga punya buku paling sedikit 10 buah 48.4 52.0 46.2 0.654
Membeli / membaca koran setiap hari 23.4 48.0 7.7 0.278
Berlangganan paling sedikit 1 majalah 25.0 48.0 10.3 0.310
Anak diajari tentang bentuk-bentuk 85.9 88.0 84.6 0.709
Keterangan: * Signifikan pada p<0.05; ** Signifikan pada p<0.01

b. Stimulasi bahasa.
Sebaran keluarga berdasarkan stimulasi bahasa yang dilakukan menunjukkan
lebih dari 90 persen ibu telah mengajari anak huruf-huruf dan mengajari anak
mengucapkan salam, terimakasih, dan lain-lain. Namun, hanya 76.0 persen (istri
dengan jenis pekerjaan formal) dan 66.7 persen (istri dengan jenis pekerjaan
informal) yang kata-katanya selalu menyenangkan anak. Ibu dengan jenis
pekerjaan formal lebih memberikan kesempatan pada anak untuk berbicara dan
mendengarkan anak dibandingkan ibu dengan jenis pekerjaan informal (α= 0.036)
(Tabel 21).
Tabel 21 Sebaran keluarga (%) dan uji beda stimulasi Bahasa berdasarkan jenis
pekerjaan
Jenis Pekerjaan
Pernyataan Total Formal Informal P-value
(n=25) (n=39)
Stimulasi Bahasa (n=64) 85.9 92.6 82.1 0.008**
Mainan untuk mengenal nama-nama binatang 79.7 88.0 74.4 0.165
Diajari huruf-huruf 96.9 100.0 94.9 0.160
Diajari mengucapkan salam, terimakasih, dll 96.9 100.0 94.9 0.160
Ibu berbicara dengan tata bahasa yang benar 87.5 96.0 82.1 0.064
Anak diberi kesempatan berbicara 85.9 96.0 79.5 0.036*
Kata-kata ibu selalu menyenangkan anak 70.3 76.0 66.7 0.433
Anak diberi kesempatan memilih makanan 85.9 92.0 82.1 0.237
sendiri
Keterangan: * Signifikan pada p<0.05; ** Signifikan pada p<0.01
33

c. Lingkungan fisik.
Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan
(α=0.006), dimana istri dengan jenis pekerjaan formal lebih baik dibandingkan
istri dengan jenis pekerjaan informal (Tabel 22).
Tabel 22 Sebaran keluarga (%) dan uji beda lingkungan fisik berdasarkan
pekerjaan
Jenis Pekerjaan
Pernyataan Total Formal Informal P-value
(n=25) (n=39)
Lingkungan Fisik (n=64) 60.0 70.9 53.1 0.006**
Rumah keluarga aman dari bahaya 62.5 76.0 53.9 0.068
Tempat main anak bebas dari bahaya 56.3 76.0 43.6 0.008**
Keadaan dalam rumah tidak gelap 50.0 68.0 38.5 0.021*
Para tetangga bersikap ramah 93.8 92.0 94.9 0.650
Rumah tidak sempit 46.9 68.0 33.3 0.006**
Rumah tidak dipenuhi alat rumah tangga 56.3 56.0 56.4 0.975
Dalam rumah bersih dan rapih 54.7 60.0 51.3 0.502
Keterangan: * Signifikan pada p<0.05; ** Signifikan pada p<0.01

Keluarga dengan istri berjenis pekerjaan formal memiliki sebaran yang lebih
tinggi dibandingkan keluarga dengan jenis pekerjaan informal dalam hal keadaan
rumah yang tidak gelap, tempat main anak yang bebas dari bahaya, dan keadaan
rumah yang tidak sempit (Tabel 22).

d. Kehangatan dan penerimaan.


Masing-masing (>80%) ibu berbicara kepada anak sekurang-kurangnya 10-15
menit setiap harinya, menjawab pertanyaan atau permintaan anak, dan
menanggapi ocehan atau omongan anak dengan kata-kata selama kunjungan.
Hasil uji beda menunjukkan tidak ada yang perbedaan yang signifikan antara istri
yang berjenis pekerjaan formal dengan istri yang berjeni pekerjaan informal dalam
hal kehangatan dan penerimaan pada anak (Tabel 23).
Tabel 23 Sebaran keluarga (%) dan uji beda kehangatan dan penerimaan
berdasarkan jenis pekerjaan
Jenis Pekerjaan
Pernyataan Total Formal Informal P-value
(n=25) (n=39)
Kehangatan dan penerimaan (n=64) 62.5 68.6 58.6 0.155
Menggendong anak 17.2 12.0 20.5 0.386
Berbicara kepada anak 85.9 92.0 82.1 0.237
Menjawab pertanyaan atau permintaan anak 89.1 92.0 87.2 0.554
Menanggapi ocehan atau omongan anak 89.1 96.0 84.6 0.113
Memuji anak secara spontan 54.7 64.0 48.7 0.237
Mencium, membelai, atau merangkul 59.4 68.0 53.9 0.262
Membantu anak menunjukkan kepintarannya 42.2 56.0 33.3 0.075
Keterangan: * Signifikan pada p<0.05; ** Signifikan pada p<0.01

e. Stimulasi akademik.
Anak dengan ibu yang berjenis pekerjaan formal lebih banyak yang diajari
menyanyi oleh ibu dibandingkan anak dengan ibu yang berjenis pekerjaan
informal. Hampr seluruh anak (>90%) diajari tentang angka, warna, menyanyi,
pengertian ruang atau dimensi, dan membaca kata-kata sederhana (76.6%).
34

Berdasarkan uji beda, istri dengan jenis pekerjaan fomal lebih sering mengajari
anak menyanyi dibandingkan istri dengan jenis pekerjaan informal (α= 0.031)
(Tabel 24).
Tabel 24 Sebaran keluarga (%) dan uji beda stimulasi akademik berdasarkan
jenis pekerjaan
Jenis Pekerjaan
Pernyataan Total Formal Informal P-value
(n=25) (n=39)
Stimulasi Akademik (n=64) 86.6 92.0 83.1 0.069
Diajari tentang warna 95.3 96.0 94.9 0.838
Diajari menyanyi 79.7 92.0 71.8 0.031*
Diajari pengertian ruang / dimensi 82.8 88.0 79.5 0.386
Diajari tentang angka 98.4 100.0 97.4 0.428
Diajari membaca kata-kata sederhana 76.6 84.0 71.8 0.248
Keterangan: * Signifikan pada p<0.05; ** Signifikan pada p<0.01

f. Modelling.
Hasil uji deskriptif menunjukkan bahwa 96 persen anak pada keluarga dengan
istri berjenis pekerjaan formal dan 82.1 persen anak dengan ibu bejenis pekerjaan
informal dapat menunjukkan kekecewaan atau kemarahannya tanpa dibalas ibu.
Lebih dari separuh istri dengan jenis pekerjaan informal (53.9%) memiliki
peraturan tidak memperbolehkan menyalakan TV setiap saat sedangkan pada istri
dengan jenis pekerjaan formal hanya 48 persen. Hasil uji beda menunjukkan
terdapat perbedaan yang sangat signifikan (α=0.015) antara istri yang berjenis
pekerjaan formal dengan istri yang berjenis pekerjaan informal dalam hal
modelling, dimana istri dengan jenis pekerjaan formal memiliki sebaran yang
lebih tinggi dibandingkan istri dengan jenis pekerjaan informal (Tabel 25).
Tabel 25 Sebaran keluarga (%) dan uji beda modelling berdasarkan jenis
pekerjaan
Jenis Pekerjaan
Pernyataan Total Formal Informal P-value
(n=25) (n=39)
Modelling (n=64) 65.0 76.0 62.1 0.015*
Disuruh menunggu waktu makan atau jajan 48.4 56.0 43.6 0.340
TV tidak boleh dinyalakan setiap saat 51.6 48.0 53.9 0.654
Anak dikenalkan kepada tamu 64.1 64.0 64.1 0.993
Anak dapat menunjukkan kekecewaan 87.5 96.0 82.1 0.064
Anak dapat memukul ibunya tanpa dibalas ibu 73.4 80.0 69.2 0.349
Keterangan: * Signifikan pada p<0.05; ** Signifikan pada p<0.01

g. Variasi pengalaman.
Hasil analisis deskriptif dan uji beda menunjukkan bahwa hasil karya anak
yang ditempelkan disuatu tempat di rumah menenujukkan keluarga dengan istri
berjenis pekerjaan formal lebih banyak yang melakukannya dibandingkan
keluarga dengan istri yang berjenis pekerjaan informal (α= 0.034). Begitu pula
dengan mengajak anak ke musium, terjadi perbedaan yang sangat signifikan
(α= 0.004), lebih banyak dilakukan oleh istri dengan jenis pekerjaan formal
dibandingkan informal (Tabel 26).
35

Tabel 26 Sebaran keluarga (%) uji beda variasi pengalaman berdasarkan jenis
pekerjaan
Jenis Pekerjaan
Pernyataan Total Formal Informal P-value
(n=25) (n=39)
Variasi Pengalaman 67.5 76.0 62.1 0.015*
Punya alat musik mainan atau sungguhan 57.8 68.0 51.3 0.187
Diajak mengunjungi saudara 75.0 76.0 74.4 0.885
Diajak pergi sejauh 80 km atau lebih tahun lalu 70.3 80.0 64.1 0.164
Diajak ke musium, taman mini, toko buku 68.8 88.0 56.4 0.004**
Mengambil dan mengembalikan mainan sendiri 76.6 84.0 71.8 0.268
Ibu menggunakan kalimat yang kompleks 65.6 76.0 59.0 0.155
Hasil karya anak ditempelkan disuatu tempat 28.1 44.0 18.0 0.034*
Diajak makan bersama keluarga 84.4 88.0 82.1 0.530
Diperbolehkan memilih makanan 81.3 80.0 82.1 0.841
Keterangan: * Signifikan pada p<0.05; ** Signifikan pada p<0.01

h. Penerimaan.
Hasil uji beda menunjukkan tidak ada yang perbedaan yang signifikan antara
istri yang berjenis pekerjaan formal dengan istri yang berjenis pekerjaan informal
dalam indikator hukuman, namun berdasarkan analisis deskriptif dilihat dari
capaian rata—rata penerimaan pada anak lebi tinggi pada istri dengan jenis
pekerjaan informal dibandingkan istri dengan jenis pekerjaan formal (Tabel 27).
Tabel 27 Sebaran keluarga (%) dan uji beda berdasarkan lingkungan pengasuhan
(penerimaan) serta jenis pekerjaan
Jenis Pekerjaan
Pernyataan Total Formal Informal P-value
(n=25) (n=39)
Penerimaan (n=64) 61.3 60.0 62.2 0.815
Tidak memarahi anak 57.8 48.0 64.1 0.209
Tidak membatasi atau melarang anak secara fisik 57.8 64.0 53.9 0.430
Tidak mencubit atau memukul anak 67.2 68.0 66.7 0.913
Tidak menghukum anak lebih dari sekali 62.5 60.0 64.1 0.746
Keterangan: * Signifikan pada p<0.05; ** Signifikan pada p<0.01

Pembahasan

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang membuat wanita mengambil


keputusan untuk bekerja (Majid dan Handayani 2012). Pendidikan dan pendapatan
istri dengan jenis pekerjaan formal lebih tinggi dibandingkan istri dengan jenis
pekerjaan informal. Hal ini dikarenakan pekerjaan formal biasanya memiliki
prasyarat tenaga kerja dengan kualifikasi pendidikan yang tinggi sehingga gaji
yang diberikan kepada pekerja memiliki rata-rata yang tinggi, lain halnya dengan
jenis pekerjaan informal yang tidak menuntut pekerjanya memiliki pendidikan
yang tinggi sehingga gaji yang diberikan jauh lebih kecil dan pendapatan yang
diterima per bulannya tidak stabil. Hal ini sejalan dengan penelitian Sunarti (2013)
yang menyatakan bahwa seseorang dengan pekerjaan yang stabil (formal)
memiliki kondisi sosial ekonomi yang lebih baik (pendapatan per kapita,
pendidikan, aset) dibandingkan seseorang dengan pekerjaan yang tidak stabil
(informal). Namun, Berdasarkan usia, jumlah anggota keluarga, dan lama
36

pernikahan, istri dengan jenis pekerjaan informal lebih tinggi dibandingkan istri
dengan jenis pekerjaan formal, hal ini menunjukkan bahwa istri dengan jenis
pekerjaan informal memiliki usia awal menikah lebih awal dibandingkan istri
dengan jenis pekerjaan formal dan dimungkinkan tidak memiliki batasan dalam
kepemilikan anak sehingga jumlah anggota keluarga cenderung lebih besar.
Kualitas perkawinan merupakan suatu kondisi yang dapat diukur
menggunakan dua indikator yaitu kebahagiaan dan kepuasan perkawinan yang
meliputi beberapa aspek, yaitu: aspek ekonomi, pengasuhan anak, kepribadian
pasangan, komitmen perkawinan, cinta dan hubungan intim menurut persepsi istri
dalam menilai kehidupan perkawinannya (Sunarti et.al. 2005). Pada istri dengan
jenis pekerjaan formal, lebih dari separuh istri memilki kualitas perkawinan yang
masuk dalam kategori tinggi, sedangkan pada istri dengan jenis pekerjaan
informal hanya kurang dari sepertiganya yang memiliki kualitas perkawinan
dalam kategori tinggi. Kualitas, kebahagiaan, dan kepuasan perkawinan istri
dengan jenis pekerjaan formal lebih tinggi dibandingkan istri dengan jenis
pekerjaan informal. Dimana berdasarkan dimensi kebahagiaan perkawinan, aspek
ekonomi, komunikasi dengan keluarga pasangan, pengasuhan anak, dan hubungan
intim lebih baik dimiliki oleh istri yang bekerja dengan jenis pekerjaan formal
dibandingkan informal. Hal ini dapat terjadi salah satunya karena kondisi ekonomi
seperti aset atau pendapatan yang cenderung lebih tinggi pada istri dengan jenis
pekerjaan formal dibandingkan istri dengan jenis pekerjaan informal sehingga
kualitas perkawinan yang terbentuk pada keluarga relatif lebih baik dibandingkan
istri dengan jenis pekerjaan informal, dimana penelitian Herawati (2010) juga
yang menyatakan bahwa asset yang dimiliki keluarga berpengaruh positif
terhadap ketahanan keluarga.
Pertanyaan-pertanyaan tentang kebahagiaan dalam perkawinan (marital
happiness), selalunya berhubungan dengan kepuasan dalam perkawinan (marital
satisfaction) (Ismail 2008). Hasil penelitian menunjukkan kepuasan perkawinan
dari aspek ekonomi dan pengasuhan anak lebih baik dimiliki oleh istri yang
bekerja dengan jenis pekerjaan formal dibandingkan informal. Hal ini dikarenakan
pendapatan yang stabil dan waktu kerja yang sudah terjadwalkan memungkinkan
istri lebih mudah mengatur waktu dan meminimalisir kekhawatiran terkait
pemasukan untuk keluarga, dimana penelitian Sunarti et al. (2014) menunjukkan
bahwa istri dengan jenis pekerjaan formal memiliki kepuasan kerja yang lebih
tinggi dibandingkan istri dengan jenis pekerjaan informal. Istri yang memiliki
kepuasan dan kebahagiaan dengan pekerjaannya memiliki kebahagiaan dan
kepuasan perkawinan yang lebih tinggi (Blair 1998).
Hasil pengukuran kualitas pengasuhan menunjukkan bahwa, hampir
separuh anak pada kategori usia 0-36 bulan dengan ibu yang berjenis pekerjaan
formal memiliki kualitas lingkungan pengasuhan pada kategori tinggi, sedangkan
anak dengan ibu yang bekerja pada jenis pekerjaan informal kurang dari
sepertiganya. Hasil ini sejalan dengan hasil kepuasan perkawinan yang
menunjukkan bahwa istri dengan jenis pekerjaan formal memiliki kepuasan yang
lebih tinggi pada aspek pengasuhan anak dibandingkan istri dengan jenis
pekerjaan formal, kepuasan perkawinan pada aspek pengasuhan yang lebih tinggi
pada istri berjenis pekerjaan formal ini menujukkan terbentuknya kualitas
pengasuhan yang lebih baik juga dibandingkan istri berjenis pekerjaan informal.
Pada anak dengan kategori usia 37-72 bulan, baik formal maupun informal
37

mayoritas masuk dalam kategori sedang. Ibu dengan jenis pekerjaan formal yang
memiliki anak usia 0-36 bulan lebih baik dalam penerimaan terhadap perilaku
anak dan pengorganisasian lingkungan anak. Hal ini dapat dinilai dimana ibu
dengan jenis pekerjaan formal lebih sedikit yang berteriak kepada anak, jarang
menunjukkan kekecewaan pada anak, tidak pernah mencubit dan memukul anak,
dan lebih sedikit yang melarang anak bermain baik dengan kata maupun isyarat
dibandingkan ibu dengan jenis pekerjaan informal. Hal ini dapat terjadi karena ibu
dengan jenis pekerjaan formal memiliki pengetahuan terkait pengasuhan yang
lebih baik, dimana Huang (2011) menyebutkan bahwa pekerja dengan jenis
pekerjaan formal (white collar) memiliki tingkat intelektualitas dan pengetahuan
yang lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja dengan jenis pekerjaan informal
(blue collar), sehingga mereka lebih mengetahui apa yang harus dilakukan dan
apa yang tidak boleh dilakukan. Tuntutan menjaga sikap di kantor bagi pekerja
formal memungkinkan ibu dengan jenis pekerjaan formal lebih bisa menjaga sikap
dan perilakunya dihadapan anak.
Pada kategori usia 4-6 tahun, ibu dengan jenis pekerjaan formal
membentuk kualitas yang lebih baik dibandingkan ibu dengan jenis pekerjaan
informal terutama pada komponen stimulasi belajar, stimulasi bahasa, lingkungan
fisik, modelling, dan variasi pengalaman.Anak dengan ibu bekerja dengan jenis
pekerjaan formal lebih banyak yang memiliki mainan untuk belajar warna, bentuk,
dan mainan, memiliki buku paling sedikit sepuluh buah, lebih diberikan
kesempatan berbicara, tempat mainan anak lebih aman dari bahaya, keadaan
rumah tidak gelap, rumah tidak sempit, dan lebih sering untuk diajak ke musium
dibandingkan anak dengan jenis pekerjaan informal. Pendapatan yang lebih baik
memungkinkan istri dengan jenis pekerjaan informal memberikan fasilitas yang
lebih baik kepada anak. Ningsih (2013) menyatakan bahwa pendapatan yang lebih
tinggi akan memungkinkan orang untuk lebih nyaman dalam memenuhi
kebutuhan mereka secara fisik dan akan memberi keuntungan status. Selain itu
pendidikan yang lebih baik pada istri dengan jenis pekerjaan formal juga
memungkinkan istri memberikan stimulasi yang lebih baik pada anak dimana
Hartoyo dan Hastuti (2004) juga yang menyatakan bahwa orangtua yang
berpendidikan lebih tinggi pada umumnya lebih memberikan stimulasi lingkungan
(fisik, sosial, emosional, dan psikologis) bagi anak-anaknya dibandingkan dengan
orangtua berpendidikan rendah.

Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui wawancara hanya pada istri saja, tanpa
melibatkan suami dalam wawancara. Istri yang bekerja dalam penelitian ini adalah
istri yang tinggal di perkotaan dan tidak melihat strata berdasarkan pendapatan
istri. Dengan demikian, diharapkan penelitian selanjutnya dapat melibatkan suami
dalam peneltian, melihat gambaran tidak hanya di perkotaan tapi juga di
perdesaan dan melihat jenis pekerjaan berdasarkan pendapatan.
38

Simpulan

Keluarga dengan istri berjenis pekerjaan formal memiliki pendidikan (istri


dan suami), pendapatan (istri, suami, per kapita) yang lebih tinggi dibandingkan
istri dengan jenis pekerjaan informal. Namun, keluarga dengan istri berjenis
pekerjaan informal memiliki usia (suami, istri, dan anak terkahir), lama
pernikahan, dan besar keluarga yang lebih tinggi dibandingkan dengan istri
dengan jenis pekerjaan formal.
Berdasarkan kualitas, kebahagiaan, dan kepuasan perkawinan, istri dengan
jenis pekerjaan formal lebih baik dibandingkan istri dengan jenis pekerjaan
informal, dimana lebih dari separuh istri dengan jenis pekerjaan formal memiliki
kualitas perkawinan yang tergolong tinggi, sedangkan istri dengan jenis pekerjaan
informal kurang dari sepertiganya yang masuk ke dalam kategori tinggi. Aspek
kebahagiaan perkawinan yang memiliki perbedaan signifikan adalah aspek
ekonomi, komunikasi dengan keluarga pasangan, pengasuhan anak, dan hubungan
intim. Pada dimensi kepuasan perkawinan aspek yang berbeda secara signifikan
adalah aspek ekonomi dan pengasuhan anak dimana istri dengan jenis pekerjaan
formal lebih baik dibandingkan istri dengan jenis pekerjaan informal.
Sama halnya dengan kualitas perkawinan, kualitas lingkungan pengasuhan
anak juga lebih baik pada keluarga dengan istri yang bekerja di sektor formal
terutama dalam komponen penerimaan terhadap perilaku anak pengorganisasian
lingkungan anak, stimulasi belajar, stimulasi bahasa, lingkungan fisik, modelling,
dan variasi pengalaman. Pendidikan dan pendapatan sangatlah penting dalam
membentuk kualitas lingkungan pengasuhan dan perkawinan yang baik.
39

KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEKERJAAN ISTRI,


KUALITAS PERKAWINAN, DAN KUALITAS LINGKUNGAN
PENGASUHAN
Family and Wives Job Characteristic, Marital Quality, and Parenting
Environtment Quality

Abstrak

Meningkatnya tingkat pendidikan wanita dan perluasan jasa ekonomi


mengakibatkan terjadinya peningkatan partisipasi kerja wanita di sektor publik.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara semua variabel
penelitian dan pengaruh dari karakteristik keluarga, pekerjaan istri, dan kualitas
perkawinan terhadap kualitas lingkungan pengasuhan pada keluarga dengan suami
istri bekerja. Contoh dalam penelitian ini adalah istri bekerja yang memiliki anak
usia 0-6 tahun yang diambil secara stratified nonproporsional random sampling
sebanyak 120 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencapaian kualitas
perkawinan sebesar 75,7 persen. Pengorganisasian lingkungan (83.9%) dan
stimulasi akademik (86.6%) merupakan komponen dengan capaian tertinggi pada
kualitas lingkungan pengasuhan. Kualitas lingkungan pengasuhan memiliki
hubungan yang positif dengan kualitas perkawinan, pendidikan istri, pendapatan
per kapita, dan berhubungan negatif dengan besar keluarga. Dengan menggunakan
analisis regresi, hasil menunjukkan bahwa kualitas lingkungan pengasuhan
dipengaruhi oleh karakteristik keluarga dan pekerjaan istri, dan kualitas
perkawinan (R2=0,425).

Abstract

The increasing level of female education, and expansion services led to the
increasing of economic participation of women in public sector. This study aims
to analyze correlation between all research variables, and the influence of family
and wive’s job characteristic and marital quality on parenting environment
quality in dual earner families. The sample in this study are working wifes that
had children aged 0-6 years old taken in stratified nonproportional random
sampling of 120 people. The data was collected by interview the wifes using a
questionnaire. The results show that the attainment of marital quality reaches
75.7 percent. Organizing the environment (83,9%) and academic stimulation
(86,6%) are the component with the highest attainment in parenting environment
quality. Parenting environment quality has positive correlation with marital
quality, wife’s education, income per capita and negative correlation with family
size. By using regression analysis, it show that parenting environment quality
influenced by family and wife’s job characteristic and marital quality (R2=0.425).

Keywords: child parenting environment quality, family characteristic, marital


quality, working wives
40

Pendahuluan

Semakin berkembangnya zaman partisipasi wanita di sektor publik juga


semakin meningkat hal ini dikarenakan meningkatnya pendidikan wanita,
kurangnya pendapatan suami (Majid dan Handayani 2010), dan perluasan jasa
ekonomi. Data menunjukkan bahwa komposisi penduduk wanita yang bekerja
meningkat dari tahun 2008-2010 sebesar 0.68 persen (Depnakertrans 2012).
Partisipasi angkatan kerja lebih tinggi secara signifikan pada wanita, terutama
pada wanita yang memiliki anak dan kebanyakan wanita bekerja penuh waktu
(BLS 2013). Partisipasi wanita di sektor publik menyebabkan seorang istri
memiki peran ganda yaitu peran di sektor domestik yang mencakup peran wanita
sebagai seorang istri, ibu, dan pengelola rumah tangga dan peran di sektor publik
dimana wanita berperan sebagai tenaga kerja (secondary breadwinner).
Hal tersebut menyebabkan keluarga yang dahulunya memiliki tipe keluarga
tradisional kini beralih menjadi keluarga modern. Beban kerja yang dirasakan
terlalu berat, waktu yang mendesak, dan konflik kerja menjadi penyebab stres
kerja (Hariyono et al. 2009). Stres kerja pada istri bekerja terjadi karena peran
sebagai wanita bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan sebagai ibu
rumah tangga sama-sama membutuhkan waktu, tenaga, dan perhatian (Almasitoh
2011). Blair (1998) menyatakan bahwa wanita dipengaruhi oleh karakteristik
pekerjaan dan perkawinan.
Terdapat beberapa masalah yang sering dialami istri bekerja yaitu kesulitan
keuangan, kurangnya waktu bersama anak, sakit, stress, dan sulit mengerjakan
pekerjaan rumah tangga (Nezhad et al. 2010). Hal tersebut dapat menyebabkan
ketidakberfungsian keluarga terutama ketika istri sangat memiliki keterlibatan
tinggi pada pekerjaannya (Zeitlin et al. 1995). Keberfungsian keluarga yang tidak
baik dapat menyebabkan kualitas perkawinan yang buruk, dimana didalam
keluarga sudah tidak ada lagi komunikasi, integrasi, dan penyesuaian yang baik
bahkan cenderung menimbulkan tekanan dan konflik. Guzman (2000) juga
menyatakan bahwa tuntutan dan jadwal kerja yang padat membatasi jumlah waktu
dan energi yang dicurahkan untuk keluarga sehingga berdampak pada kualitas
keluarga dan pekerjaan di sektor publik dan secara signifikan menurunkan kualitas
perkawinan pada wanita.
Kualitas perkawinan berhubungan positif dengan pengasuhan anak (Sunarti
et al. 2005; Puspitawati dan setioningsih 2011), dimana apabila kualitas
perkawinan baik maka pengasuhan anak yang dilakukanpun baik. Seperti yang
dinyatakan oleh Hurlock (1990) bahwa kualitas pengasuhan anak dipengaruhi
oleh suasana hubungan antar anggota keluarga dan Sunarti (2004) juga
menyatakan bahwa pengasuhan diimplementasikan melalui serial interaksi antara
orangtua dan anak, sehingga memungkinkan anak menjadi bertanggung jawab,
menjadi anggota masyarakat yang baik, dan memiliki karakter-karakter yang baik.
Sehingga apabila kualitas perkawinan baik maka interaksi suami-istri berjalan
dengan baik dan mengakibatkan terciptanya kualitas lingkungan pengasuhan anak
yang baik pula.
41

Tujuan Penelitian

1. Menganalisis karakteristik keluarga, pekerjaan istri, kualitas perkawinan, dan


kualitas lingkungan pengasuhan anak dengan suami istri bekerja
2. Menganalisis hubungan karakteristik keluarga, kualitas perkawinan, dan
kualitas lingkungan pengasuhan pada keluarga dengan suami istri bekerja
3. Menganalisis pengaruh karakteristik keluarga dan kualitas perkawinan
terhadap kualitas lingkungan pengasuhan anak pada keluarga dengan suami
istri bekerja

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait karakteristik


keluarga dengan suami istri bekerja, karakteristik pekerjaan istri, kualitas
perkawinan, dan kualitas lingkungan pengasuhan anak. Bagi keluarga, penelitian
ini dapat memberikan informasi terkait aspek kualitas perkawinan dan lingkungan
pengasuhan anak yang masih memiliki skor rendah dan bagaimana membentuk
kualitas perkawinan dan lingkungan pengasuhan anak yang baik sehingga anak
dapat berkembang secara optimal.

Metode Penelitian

Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian payung bertema keseimbangan kerja-
keluarga yang menggunakan disain cross sectional. Pemilihan tempat penelitian di
pilih secara purposive, yaitu di Kota Bogor pada Kecamatan Bogor Barat
(Kelurahan Pasir Jaya, Menteng, dan Cilendek Barat) dan Kecamatan Bogor
Tengah (Kelurahan Paledang dan Panaragan). Waktu penelitian terdiri dari
persiapan, pengumpulan data, pengolahan data, analisis data, dan penulisan
laporan terhitung mulai bulan September 2013 hingga Juli 2014.

Teknik Penarikan Contoh


Contoh dalam penelitian ini adalah ibu bekerja yang memiliki anak usia
0 – 6 tahun pada keluarga dengan suami istri bekerja di Kecamatan Bogor Barat
dan Kecamatan Bogor Tengah. Teknik penarikan contoh dilakukan secara
stratified non proportional random sampling dengan contoh sebanyak 120 orang.

Jenis dan Teknik Pengumpulan Data


Jenis data yang dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan
kuesioner meliputi: 1) karakteristik (keluarga, pekerjaan istri, dan anak); 2)
kualitas perkawinan yang terdiri dari kebahagiaan perkawinan dan kepuasan
perkawinan menggunkan kuesioner milik Conger et.al.(1990) dalam Adam (1999)
yang dikembangkan oleh Sunarti et. al. (2005); 3) kualitas lingkungan pengasuhan
diperoleh dengan menggunakan HOME (Home Observation for Measurement of
the Environment) inventory milik Caldwell dan Bradley (1984), yang dibagi
dalam dua kategori, usia 0-3 tahun dan usia 4-6 tahun.
42

Pengolahan dan Analisis Data


Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Analisis deskriptif. Analisis ini digunakan untuk menjelaskan karakteristik
keluarga (besar keluarga; usia suami, istri, dan anak terakhir; pendidikan
suami-istri; pendapatan keluarga; pekerjaan suami-istri; dan lama pernikahan,
jenis pekerjaan istri, lama jam kerja, lama perjalanan kerja, besarnya gaji,
lama pengalaman kerja istri), kualitas perkawinan, dan kualitas lingkungan
pengasuhan. Kategori pengelompokkan untuk kualitas perkawinan dan
kualitas lingkungan pengasuhan dibedakan menjadi rendah, sedang, dan
tinggi.
2. Analisis hubungan untuk melihat hubungan antara karakteristik keluarga,
karakteristik pekerjaan istri, kualitas perkawinan, dan kualitas lingkungan
pengasuhan anak pada keluarga dengan suami istri bekerja
3. Analisis regresi linear berganda digunakan untuk menganalisis pengaruh
karakteristik keluarga, karakteristik pekerjaan istri dan kualitas perkawinan
terhadap kualitas lingkungan pengasuhan anak.

Hasil

Karkteristik Keluarga

Tabel 28 menunjukkan bahwa istri memiliki rataan usia 34.9 tahun


sedangkan suami 38.3 tahun. Suami maupun istri memiliki rata-rata lama
pendidikan selama 12 tahun dengan rata-rata pendapatan perkapita sebesar Rp1
440 542. Lama pernikahan contoh memiliki rata-rata selama 10.6 tahun dengan
rata-rata jumlah anggota keluarga sebanyak empat orang. Contoh yang merupakan
istri bekerja memiliki rata-rata lama pengalaman bekerja selama 11.3 tahun
dengan jam kerja 7.6 jam / hari.

Tabel 28 Karaktersitik keluarga dan pekerjaan istri


Minimum Maximum Rata-rata Std. Deviation
Usia Istri (tahun) 21 53 34.9 6.5
Pendidikan Istri (tahun) 6 21 12 3.8
Pendapatan Istri (Rp) 200000 31000000 2607125 3431653.6
Usia Suami (tahun) 22 56 38.3 7.1
Pendidikan Suami (tahun) 6 21 12 3.5
Pendapatan Suami (Rp) 400000 34000000 3437000 4345005.4
Usia Anak Terakhir (tahun) 0.17 6 3.7 1.6
Jumlah Anggota Keluarga (orang) 3 10 4 1.3
Pendapatan Per-kapita (Rp) 120000 16250000 1440542 1827774.0
Lama Pernikahan (tahun) 2.0 29.0 10.6 6.4
Lama pengalaman bekerja (tahun) 0.5 31.0 11.3 6.6
Jumlah pindah kerja (kali) 0 12 1.8 2.2
Lama jam kerja (jam) 2.5 16.0 7.6 2.4
Lama perjalanan kerja (jam) 0.16 5 1.1 1.1
43

Kualitas Perkawinan

Kualitas perkawinan pada penelitian ini diukur berdasarkan kebahagiaan


dan kepuasan perkawinan menurut persepsi istri dalam menilai kehidupan
perkawinannya. Hasil capaian variabel dan dimensi kualitas perkawinan
menunjukkan bahwa rata-rata capaian kualitas perkawinan bekerja mencapai 75.7
persen. kebahagiaan perkawinan (75.7%), dan kepuasan perkawinan (75.6%)
(Tabel 29).
Tabel 29 Rata-rata capaian variabel dan dimensi kualitas perkawinan (%)
Variabel Total
Kualitas Perkawinan 75.7
- Kebahagiaan Perkawinan 75.7
- Kepuasan Perkawinan 75.6

Berdasarkan kategori kualitas perkawinan, hampir separuh (46.7%) istri


yang bekerja masuk ke dalam kategori kualitas perkawinan yang tinggi dan hanya
12.5 persen yang masuk dalam kategori kualitas perkawinan rendah dan sisanya
masuk ke dalam kategori sedang. Pada dimensi kebahagiaan perkawinan 44.2
persen istri memiliki skor yang masuk ke dalam kategori tinggi dan sedang,
sdangkan pada dimensi kepuasan perkawinan sepatuh contoh (50%) memiliki
kepuasan perkawinan yang tergolong tinggi (Tabel 30).

Tabel 30 Sebaran istri (%) berdasarkan kategori kualitas perkawinan


Rendah Sedang Tinggi
Variabel (<60%) (60-79%) (≥80%)
% % %
Kualitas Perkawinan 12.5 40.8 46.7
Kebahagiaan Perkawinan 11.7 44.2 44.2
Kepuasan Perkawinan 15.8 34.2 50.0

a. Kebahagiaan perkawinan
Berdasarkan hasil capaian indikator kebahagiaan. Aspek komitmen
perkawinan memiliki capaian terbesar (86.3%) sedangkan aspek dengan capaian
terkecil (57.8%) ada pada aspek kepribadian pasangan. Capaian item terendah
(45.8%) adalah pasangan memuji atas kemampuan saya sebagai istri sedangkan
item dengan capaian tertinggi (92.5%) adalah istri tidak merasa pasangan
berselingkuh. Pada aspek komunikasi (>80%) istri tidak merasa terasing di tengah
keluarga pasangan, tidak disepelekan oleh mertua atau ipar, dan mudah
berkomunikasi dengan keluarga pasangan (Tabel 31).
Tabel 31 Rata-rata capaian kebahagiaan perkawinan (%)

Indikator Kebahagiaan Perkawinan %

Aspek Ekonomi 82.6


Tidak bersitegang mengenai uang untuk makanan 81.1
Tidak bersitegang mengenai uang untuk pakaian 83.9
Tidak bersitegang mengenai uang untuk perawatan rumah 83.6
Tidak bersitegang mengenai uang untuk pendidikan anak 78.6
44

Indikator Kebahagiaan Perkawinan %

Tidak bersitegang mengenai uang untuk pengobatan 85.6


Aspek Komunikasi dengan Keluarga pasangan 83.3
Tidak merasa terasing ditengah keluarga pasangan 85.3
Tidak merasa disepelekan oleh mertua dan ipar 86.9
Tidak sulit berkomunikasi dengan pasangan 83.6
Tidak sulit menganggap keluarga pasangan seperti keluarga sendiri 77.2
Aspek Pengasuhan Anak 70.6
Tidak bertengkar dengan anak-anak 78.1
Tidak konflik dalam mendidik anak-anak 70.0
Tidak konflik dalam mendisiplinkan anak-anak 65.3
Tidak konflik dalam pengasuhan anak-anak 68.9
Aspek Kepribadian Pasangan 57.8
Pasangan memuji atas kemampuan saya sebagai istri 45.8
Tidak ada sikap pasangan yang saya tidak sukai 61.4
Tidak ada sifat pasangan yang tidak disukai 62.5
Tidak ada perilaku pasangan yang tidak disukai 61.4
Aspek Komitmen Perkawinan 86.3
Menjaga komitmen perkawinan 80.0
Tidak merasa pasangan berselingkuh 92.5
Aspek Hubungan Intim 83.1
Tidak terpaksa melakukan hubungan seks 83.1

b. Kepuasan perkawinan
Berdasarkan hasil capaian indikator kepuasan perkawinan (Tabel 32).
aspek yang memiliki capaian tertinggi (79.0%) adalah aspek ekonomi dimana
item dengan capaian (>80%) adalah istri tidak mempermasalahkan pekerjaan
suami, tidak merasa kesal dengan kegagalan suami, setuju dengan cara pasangan
mengatur keuangan, merasa puas atas prestasi kerja pasangan, tidak terganggu
dengan campur tangan pasangan, dan tidak merasa terganggu karena keluarga
pasangan selalu minta bantuan keuangan, sedangkan aspek dengan capaian
terendah (69.8%) adalah aspek cinta dan hubungan intim dimana capaian
terendahnya (58.1%) ada pada pernyataan istri merasa senang jika pasangan
mengungkapkan kepuasannya dalam berhubungan intim.
Tabel 32 Rata-rata capaian kepuasan perkawinan (%)

Pernyataan Kebahagiaan Perkawinan %

Aspek Ekonomi 79.0


Tidak mempermasalahkan pekerjaan pasangan 82.8
Tidak mempermasalahkan pendapatan keluarga 79.4
Merasa puas dengan apa yang dimiliki sekarang 79.4
Tidak merasa kesal dengan kegagalan pasangan 80.3
Setuju cara pasangan saya mengatur keuangan kami 80.8
Tidak terganggu dengan campur tangan orang lain 75.0
Tidak terganggu dengan campur tangan pasangan 81.7
Tidak bertengkar walaupun tidak terbuka masalah keuangan 79.4
Tidak berbeda pendapat mengenai penggunaan keuangan 71.1
Merasa puas atas prestasi kerja pasangan 80.8
Tidak terganggu ketika keluarga meminta bantuan keuangan 83.1
Aspek Pengasuhan Anak 76.9
Tidak konflik dalam pembagian tanggung jawab anak 75.6
Tidak bersitegang dalam menentukan pendidikan anak 78.3
45

Pernyataan Kebahagiaan Perkawinan %

Aspek Cinta dan Aspek Hubungan Intim 69.8


Dalam segala hal mengadakan musyawarah 68.9
Pasangan memperlakukan seperti yang diinginkan 60.0
Pasangan mencintai saya sampai saat ini 75.6
Waktu luang yang diisi aktifitas bersama pasangan 63.3
Tidak kecewa karena tidak saling terbuka dalam seks 80.0
Hubungan seksualitas indah dan menyenangkan 82.8
Senang jika pasangan mengungkapkan kepuasan sex 58.6

Kualitas Lingkungan Pengasuhan

Tabel 33 menunjukkan nilai keseluruhan komponen kualitas lingkungan


pengasuhan anak. Pada kategori usia 0-36 bulan, komponen yang memiliki skor
rata-rata tertinggi yaitu pengorganisasian lingkungan (83.9%) dan penyediaan
mainan anak (73.6Z%), sedangkan pada kategori usia 4-6 tahun, stimulasi
akademik (86.6%) dan Bahasa (85.9%) merupakan komponen dengan rata-rata
skor paling tinggi. Hasil juga menunjukkan bahwa masih terdapat komponen yang
memiliki capaian rendah, dimana pada lingkungan pengasuhan anak usia 0-36
bulan terlihat bahwa komponen dengan capaian yang paling rendah adalah
penerimaan perilaku anak (63.4%), keterlibatan ibu (71.7%), dan kesempatan
variasi asuhan (72.1%), sedangkan pada anak usia 37-72 bulan komponen dengan
capaian terendah adalah lingkungan fisik (60%), stimulasi belajar (60.7%), dan
penerimaan (61.3%) (Tabel33).
Tabel 33 Sebaran rata-rata skor (%) menurut komponen lingkungan pengasuhan
anak
Pernyataan %

Usia 0-36 bulan


Tanggap Rasa dan Kata 73.0
Penerimaan perilaku anak 63.4
Pengorganisasian lingkungan 83.9
Penyediaan mainan anak 73.6
Keterlibatan ibu 71.7
Kesempatan variasi asuhan 72.1
Usia 37-72 bulan
Stimulasi belajar 60.7
Stimulasi Bahasa 85.9
Lingkungan fisik 60.0
Kehangatan dan penerimaan 62.5
Stimulasi akademik 86.6
Modelling 65.0
Variasi pengalaman 67.5
Penerimaan 61.3
Hasil kategorisasi lingkungan pengasuhan disajikan pada Tabel 34. Hasil
menunjukkan bahwa pada kelompok umur 0-3 tahun. lebih dari sepertiga contoh
(33.9%) masuk ke dalam kategori tinggi. Sebaran dengan kategori tinggi
terbanyak ada pada dimensi keterlibatan ibu (55.4%) dan kesempatan variasi
asuhan (50.0%). Pada kelompok umur 4-6 tahun.4.8 persen contoh yang masuk
46

dalam kategori tinggi. Sebaran dengan kategori tinggi terbanyak terdapat pada
dimensi stimulasi akademik (57.8%). modelling (48.4%). dan stimulasi bahasa
(43.8%), sedangkan pada dimensi penerimaan, lebih dari separuh contoh (53.1%)
masuk dalam kategori rendah (Tabel 34).
Tabel 34 Sebaran contoh (%) berdasarakan kategori pencapaian lingkungan
pengasuhan

Komponen Home Rendah Sedang Tinggi


Usia 0-3 tahun
Tanggap rasa dan kata 19.6 42.9 37.5
Penerimaan perilaku anak 42.9 28.6 28.6
Pengorganisasian lingkungan 8.9 50.0 41.1
Penyediaan mainan anak 16.1 42.9 41.1
Keterlibatan ibu 10.7 33.9 55.4
Kesempatan variasi asuhan 1.8 48.2 50.0
Total 10.7 55.4 33.9
Usia 3-6 tahun
Stimulasi belajar 9.5 85.7 4.8
Stimulasi Bahasa 10.9 45.3 43.8
Lingkungan fisik 37.5 50.0 12.5
Kehangatan dan penerimaan 25.0 40.6 34.4
Stimulasi akademik 6.3 35.9 57.8
Modelling 9.4 42.2 48.4
Variasi pengalaman 21.9 48.4 29.7
Penerimaan 53.1 9.4 37.5
Total 9.5 85.7 4.8

Hubungan antar karakteristik keluarga, kualitas perkawinan, dan kualitas


lingkungan pengasuhan

Kualitas perkawinan, pendidikan istri, dan pendapatan per kapita memiliki


hubungan positif sangat signifikan dengan kualitas lingkungan pengasuhan,
sedangkan jumlah anggota keluarga dan lama pernikahan memiliki hubungan
yang negatif sangat signifikan dengan kualitas lingkungan pengasuhan. Kualitas
perkawinan berhubungan positif signifikan dengan pendidikan istri dan
pendapatan per kapita.
Usia istri berhubungan positif sangat signifikan dengan jumlah anggota
keluarga dan lama pernikahan. Pendidikan istri berhubungan negatif sangat
signifikan dengan jumlah anggota keluarga dan lama pernikahan. dan
berhubungan positif sangat signifikan dengan pendapatan per kapita. Besar
keluarga berhubungan negatif sangat signifikan dengan pendapatan per kapita dan
berhubungan positif dengan lama pernikahan. Sedangkan pendapatan per kapita
berhubungan negatif sangat signifikan dengan lama pernikahan (Tabel 35).
47

Tabel 35 Sebaran koefisien korelasi antara variabel-variabel penelitian


X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10
X1 1.000
X2 .440** 1.000
X3 -.070 -.062 1.000
X4 -.325** -.095 .480** 1.000
X5 .599** .353** -.114 -.417** 1.000
X6 -.206* -.146 .728** .634** -.296** 1.000
X7 .476** .293** -.146 -.270** .674** -.418** 1.000
X8 -.138 -.155 .264** .140 -.177 .427** -.239** 1.000
X9 .018 -.010 .118 -.033 -.001 .000 -.026 .022 1.000
X10 -.059 .128 .406** .228* .013 .287** -.005 -.066 .028 1.000
X11 .147 .061 -.106 -.116 .305** -.085 .135 .053 -.038 -.001
X1 : Kualitas lingkungan pengasuhan X6 : Lama pernikahan X11 : Lama jam kerja
X2 : Kualitas perkawinan X7 : Pendidikan istri
X3 : Usia Istri X8 : Usia anak terakhir
X4 : Jumlah anggota keluarga X9 : Jenis kelamin anak terakhir
X5 : Pendapatan per kapita X10 : Lama pengalaman bekerja

Hasil Uji Pengaruh Variabel Penelitian terhadap Kualitas Lingkungan


Pengasuhan Anak

Pada penelitian ini dilakukan uji pengaruh menggunakan beberapa model


untuk melihat pola dari pengaruh beberapa variabel terhadap kualitas lingkungan
pengasuhan anak. Model yang digunakan karakteristik keluarga, karakteristik
pekerjaan dan kualitas perkawinan dianalisis memiliki pengaruh terhadap kualitas
lingkungan pengasuhan. Masing-masing dibuat menjadi dua model secara
keseluruhan dan berdasarkan dimensi variabel kualitas perkawinan yang terdiri
dari kebahagiaan dan kepuasan perkawinan dengan menggunakan karakteristik
keluarga dan pekerjaan dan tanpa menggunakan karakteristik keluarga dan
pekerjaan, sehingga terdapat empat jenis model
Pengaruh kualitas perkawinan dan jenis pekerjaan terhadap kualitas
lingkungan pengasuhan anak. Hasil analisis regresi linier berganda angka adjusted
R square menunjukkan angka 0.243 yang berarti bahwa model tersebut
menjelaskan 24.3 persen pengaruh kualitas perkawinan dan jenis pekerjaan
terhadap kualitas lingkungan pengasuhan, dimana kualitas perkawinan
berpengaruh positif sangat signifikan terhadap kualitas lingkungan pengasuhan
yang artinya semakin baik kualitas perkawinan maka semakin baik kualitas
lingkungan pengasuhan anak, sedangkan jenis pekerjaan berhubungan negatif
signifikan yang artinya istri dengan jenis pekerjaan formal memiliki kualitas
lingkungan pengasuhan anak yang cenderung baik (Tabel 36).
Tabel 36 Pengaruh kualitas perkawinan dan jenis pekerjaan istri terhadap kualitas
lingkungan pengasuhan anak
Koefisien
Variabel
Terstandarisasi (β)
Tidak Terstandarisasi (B) Sig.
Konstanta 40.011 0.000**
Kualitas perkawinan (skor) 0.419 0.406 0.000**
Jenis pekerjaan -5.738 -0.198 0.020**
(0= formal, 1=informal)
F 20.132
Sig 0.000**
R Square 0.256
Adjusted R Square 0.243
Keterangan: * Signifikan pada p<0.05; ** Signifikan pada p<0.01
48

Pengaruh karakteristik keluarga, kualitas perkawinan, dan jenis pekerjaan


terhadap kualitas lingkungan pengasuhan anak. Hasil analisis regresi linier
berganda angka adjusted R square menunjukkan angka 0.425 yang berarti bahwa
model tersebut menjelaskan 42.5 persen pengaruh karakteristik keluarga, anak,
pekerjaan istri dan kualitas perkawinan terhadap kualitas lingkungan pengasuhan
anak.
Hasil juga menunjukkan bahwa kualitas perkawinan (β=0.379; p=0.000),
pendidikan istri (β=0.365; p=0.002) berpengaruh postif terhadap kualitas
lingkungan pengasuhan yang berarti bahwa semakin baik kualitas perkawinan dan
pendidikan istri maka semakin baik kualitas lingkungan pengasuhan yang
diberikan pada anak, sedangkan jumlah anggota keluarga (β= -0.378; p=0.000)
memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap kualitas lingkungan pengasuhan
anak yang artinya semakin sedikit jumlah anggota keluarga maka semakin baik
kualitas lingkungan pengasuhan anak (Tabel 37).
Tabel 37 Pengaruh karakteristik keluarga, pekerjaan istri, dan kualitas
perkawinan terhadap kualitas lingkungan pengasuhan anak
Koefisien
Variabel
Tidak Terstandarisasi (B) Terstandarisasi (β) Sig.
Konstanta 29.716 0.011
Kualitas perkawinan (skor) 0.392 0.379 0.000**
Usia istri (tahun) 0.105 0.047 0.709
Jumlah anggota keluarga -4.287 -0.378 0.000**
(orang)
Pendapatan perkapita (rupiah) 8.6E-007 0.108 0.191
Lama pernikahan (tahun) 0.591 0.262 0.061
Pendidikan istri (tahun) 1.405 0.365 0.002**
Usia anak terakhir (tahun) -0.186 -0.020 0.792
Jenis kelamin anak 1.121 0.038 0.600
(0=laki-laki,1=perempuan)
Lama pengalaman bekerja -0.274 -0.125 0.142
(tahun)
Jam kerja (jam/hari) 0.312 0.059 0.433
Jenis pekerjaan 2.610 0.090 0.393
(0=formal, 1= informal)
F 8.988
Sig 0.000**
R Square 0.478
Adjusted R Square 0.425
Keterangan: * Signifikan pada p<0.05; ** Signifikan pada p<0.01

Pengaruh dimensi kualitas perkawinan dan jenis pekerjaan terhadap


kualitas lingkungan pengasuhan anak. Hasil analisis regresi linier berganda angka
adjusted R square menunjukkan angka 0.237 yang berarti bahwa model tersebut
menjelaskan 23.7 persen pengaruh dimensi kualitas perkawinan dan jenis
pekerjaan terhadap kualitas lingkungan pengasuhan anak. Pada model ini jenis
pekerjaan berpengaruh negatif signifikan terhadap kualitas lingkungan
pengasuhan anak (Tabel 38).
49

Tabel 38 Pengaruh dimensi kualitas perkawinan dan jenis pekerjaan terhadap


kualitas lingkungan pengasuhan anak
Koefisien
Variabel
Tidak Terstandarisasi (B) Terstandarisasi (β) Sig.
Konstanta 40.284 0.000**
Kebahagiaan perkawinan 0.188 0.178 0.286
(skor)
Kepuasan Perkawinan (skor) 0.229 0.242 0.134
Jenis pekerjaan (0= formal, -5.801 -0.200 0.022**
1= informal)
F 13.315
Sig 0.000**
R Square 0.256
Adjusted R Square 0.237
Keterangan: * Signifikan pada p<0.05; ** Signifikan pada p<0.01
Pengaruh karakteristik keluarga dan dimensi kualitas perkawinan terhadap
kualitas lingkungan pengasuhan anak. Hasil analisis regresi linier berganda angka
adjusted R square menunjukkan angka 0.418 yang berarti bahwa model tersebut
menjelaskan 41.8 persen pengaruh karakteristik keluarga, anak, pekerjaan istri dan
dimensi kualitas perkawinan terhadap kualitas lingkungan pengasuhan anak. Pada
model ini jumlah anggota keluarga berpengaruh negatif sangat signifikan terhdap
kualitas lingkungan pengasuhan anak dan pendidikan istri berpengaruh positif
sangat signifikan terhadap kualitas lingkungan pengasuhan anak (Tabel 39).
Tabel 39 Sebaran koefisien regresi pengaruh karakteristik keluarga, anak, dan
pekerjaan istri serta kualitas perkawinan terhadap kualitas lingkungan
pengasuhan anak
Koefisien
Tidak
Variabel Terstandarisasi
Terstandarisasi Sig.
(β)
(B)
Konstanta 29.994 0.011
Kebahagiaan perkawinan (Skor) 0.163 0.154 0.308
Kepuasan Perkawinan (Skor) 0.218 0.230 0.129
Usia istri (tahun) 0.120 0.053 0.678
Jumlah anggota keluarga (orang) -4.333 -0.382 0.000**
Pendapatan perkapita (Rupaih) 8.670 0.109 0.190
Lama pernikahan (tahun) 0.638 0.282 0.049**
Pendidikan istri (tahun) 1.442 0.375 0.002**
Usia anak terakhir (tahun) -0.213 -0.023 0.764
Jenis kelamin anak (0=laki-laki; 0.844 0.029 0.700
1= perempuan)
Lama bekerja (tahun) -0.343 -0.156 0.098
Jumlah pindah kerja (kali) 0.432 0.064 0.431
Jam kerja (jam/hari) 0.297 0.056 0.461
Jenis pekerjaan (0=formal, 2.070 0.071 0.414
1= Informal)
F 7.567
Sig 0.000**
R Square 0.481
Adjusted R Square 0.418
Keterangan: * Signifikan pada p<0.05; ** Signifikan pada p<0.01
50

Hasil uji pengaruh dari beberapa model menunjukkan bahwa jenis


pekerjaan istri (formal dan informal) hanya terlihat berepengaruh pada model
yang tidak menyertakan karakteristik didalamnya, ketika karakteristik keluarga
dimasukkan ke dalam model, jenis pekerjaan tidak terlihat berpengaruh pada
kualitas lingkungan pengasuhan anak. Sedangkan model dengan memecah
kualitas perkawinan menjadi dua dimensi yaitu kebahagiaan dan kepuasan
menunjukkan bahwa baik dimensi kebahagiaan dan kepuasan tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap kualitas lingkungan pengasuhan, namun ketika
kebahagiaan dan kepuasan dikompositkan menjadi kualitas perkawinan hasil
menujukkan pengaruh yang positif sangat signifikan kualitas perkawinan terhadap
kualitas lingkungan pengasuhan.

Pembahasan

Pendidikan istri berhubungan positif dengan kualitas lingkungan


pengasuhan anak, kualitas perkawinan, dan pendapatan per kapita, yang artinya
semakin tinggi pendidikan istri maka akan semakin baik kualitas lingkungan
pengasuhan anak, kualitas perkawinan, dan pendapatan per kapita yang dimiliki
oleh keluarga. Hasil mendukung penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa
pendidikan ibu secara positif berhubungan dengan pengasuhan anak (Maria 2013;
Reich 2005; Ribas Jr. dan Bornstein 2005; Williams et.al. 2000 ), kedekatan ibu-
anak dan ayah-anak, kohesi keluarga, dan lingkungan intelektual-budaya dalam
keluarga (Zhang 2012), kualitas perkawinan (Nurani 2004; Tati 2004), pendapatan
per kapita (Nurani 2004), dan kesejahteraan subjektif (Ningsih 2013). Jumlah
anggota keluarga berhubungan dan berpengaruh negatif sangat signifikan
terhadap kualitas lingkungan pengasuhan anak. Eliana dan Ratina (2007)
menyatakan bahwa semakin banyak tanggungan keluarga maka semakin tinggi
curahan waktu tenaga kerja perempuan. Hal ini berarti jumlah anggota keluarga
yang semakin sedikit akan akan membuat keluarga lebih fokus kepada anak dalam
memberikan fasilitas, stimulasi dan kasih sayang kepada anak.
Hampir separuh istri tersebar dalam kategori kualitas perkawinan yang
tergolong tinggi. Pada indikator kebahagiaan perkawinan, aspek dengan capaian
tertinggi adalah aspek komitmen perkawinan dimana hampir seluruh istri tidak
merasa bahwa pasangannya berselingkuh dan menjaga komitmen perkawinan hal
ini dikarenakan aspek komunikasi memiliki capaian yang cukup tinggi, istri tidak
sulit berkomunikasi dengan pasangan dan tidak merasa terasing dan disepelekan
ditengah keluarga pasangan. Kebahagiaan dan kepuasan pernikahan didominasi
oleh komunikasi yang baik dari masing-masing pasangan, serta kesepakatan-
kesepakatan yang telah dibicarakan bersama (Wuryandari et al. 2010),
komunikasi yang terbuka dengan pasangan dan keluarga pasangan
(Duvall dan Miller 1985). Aspek dengan capaian terendah adalah aspek
kepribadian pasangan dimana istri merasa pasangan tidak memuji atas
kemampuannya sebagai istri dan masih merasakan adanya sikap, sifat, dan
perilaku pasangan yang tidak disukai. Rataan capaian kepuasan perkawinan sudah
tergolong cukup tinggi, aspek paling tinggi ada pada aspek ekonomi, sejalan
dengan penelitian yang menyatakan bahwa pendapatan ibu berhubungan positif
signifikan dengan iklim emosi positif dalam keluarga dan pendapatan ayah
51

berhubungan positif signifikan dengan pengalaman bersama keluarga


(Maria 2013) dan pendapatan keluarga berhubungan dengan terciptanya
lingkungan keluarga yang aktif (Zhang 2012). Masih sedikit istri yang merasa
senang jika pasangan mengungkapkan kepuasannya dalam berhubungan intim.
Semakin lemah komunikasi termasuk pengungkapan dan emotional bonding
suami istri maka semakin menurun kualitas perkawinan yang dirasakan pasangan.
Berdasarkan instrumen home untuk anak usia 0-36 bulan, lebih dari
sepertiga anak memiliki kualitas lingkungan pengasuhan yang tergolong tinggi.
Lebih dari separuh ibu memiliki keterlibatan dalam pengasuhan yang tergolong
tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun ibu bekerja di sektor publik, ibu
tetap berperan dalam pengasuhan anak. Pada komponen penerimaan perilaku
anak, hampir separuh ibu masuk dalam kategori rendah. Berdasarkan instrumen
home untuk anak usia 3-6 tahun, hasil menunjukkan bahwa hanya 4.8 persen
keluarga yang memiliki kualitas lingkungan pengasuhan anak yang terkategori
tinggi, dimana komponen dengan sebaran tertinggi pada kategori tinggi terdapat
pada stimulasi bahasa dimana hampir separuh ibu memberikan stimulasi bahasa
yang baik. Pendidikan dan pengalaman berkomunikasi yang lebih baik pada ibu
bekerja, membuat ibu memberikan stimulasi bahasa yang baik kepada anaknya.
Komponen dengan sebaran tertinggi pada kategori rendah terdapat pada
komponen penerimaan, sesuai dengan Mclelland dan Uys (2009) yang
menyatakan jadwal kerja, orientasi kerja, pernikahan, anak-anak ,dan pasangan
semua bisa menghasilkan tekanan untuk berpartisipasi secara ekstensif dalam
peran pekerjaan atau keluarga dan dapat berdampak salah satunya dalam hal
penerimaan ibu kepada anak, begitupula dengan Alam et al. (2011) yang
menyatakan jam kerja yang panjang mempengaruhi keseimbangan kerja-keluarga
secara langsung dan anak merupakan korban dari ketidakseimbangan tersebut.
Kualitas perkawinan, pendidikan istri, lama perikahan memiliki pengaruh
positif signifikan terhadap kualitas lingkungan pengasuhan anak, yang berarti
semakin baik kualitas perkawinan dan pendidikan istri, dan semakin lama
pernikahan suami-istri maka akan meningkatkan kualitas lingkungan pengasuhan
anak. Sesuai dengan penelitian Sunarti et al.(2005) yang menyatakan bahwa
kualitas perkawinan berpengaruh positif dengan kualitas lingkungan pengasuhan
anak. Lama pernikahan yang lebih lama dapat membuat ibu memiliki pengetahuan
dan pengalaman yang lebih banyak dibandingkan ibu dengan lama pernikahan
yang lebih pendek sehingga kualitas lingkungan pengasuhan anak yang diberikan
dapat lebih baik.

Keterbatasan Penelitian
Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, yaitu : (1) penelitian ini
menganalisis kualitas perkawinan namun persepsi yang ditanyakan hanya dari
pihak istri saja, akan lebih lengkap apabila suami yang bekerja juga ikut serta
sebagai responden ; (2) penelitian ini hanya menggunakan intrumen dengan
pertanyaan tertutup, akan lebih mendalam analisisnya apabila ditanyakan
beberapa pertanyaan terbuka.
52

Simpulan

Kualitas lingkungan pengasuhan anak berhubungan positif signifikan


dengan kualitas perkawinan, pendidikan istri, dan lama jam kerja. Kualitas
perkawinan memiliki rataan capaian yang cukup tinggi dimana pada dimensi
kebahagiaan perkawinan aspek yang paling tinggi berada pada aspek komitmen
perkawinan dan terendah pada aspek kepribadian pasangan dimana masih banyak
istri yang tidak menyukai sifat, sikap, dan perilaku dari pasangan, sedangkan pada
dimensi kepuasan perkawinan, aspek dengan capaian tertinggi berada aspek
ekonomi dan terendah ada pada aspek cinta dan hubungan intim.
Kualitas pengasuhan anak berhubungan negatif sangat signifikan dengan
besar keluarga, yang artinya semakin sedikit jumlah anggota keluarga maka akan
semakin baik kualitas lingkungan pengasuhan anak yang dimiliki. Pada anak usia
0-36 bulan, dimensi dengan sebaran contoh terbanyak pada kategori tinggi adalah
dimensi keterlibatan ibu, walaupun ibu bekerja disektor publik, ibu tetap
mengambil peran yang besar pada pengasuhan anak. Komponen dengan sebaran
terbanyak pada kategori rendah adalah dimensi penerimaan perilaku anak. Pada
pada anak usia 37-72 tahun, komponen dengan sebaran terbanyak pada kategori
tinggi adalah stimulasi bahasa dan sebaran terbanyak pada kategori rendah adalah
komponen penerimaan. Berdasarkan hasil uji pengaruh, kualitas perkawinan,
pendidikan istri, dan besar keluarga merupakan variabel yang mempengaruhi
kualitas lingungan pengasuhan.
Berdasarkan model resgresi yang dibuat, jenis pekerjaan istri (formal dan
informal) hanya terlihat berepengaruh pada model yang tidak menyertakan
karakteristik didalamnya. Sedangkan model dengan memecah kualitas perkawinan
menjadi dua dimensi yaitu kebahagiaan dan kepuasan menunjukkan bahwa baik
dimensi kebahagiaan dan kepuasan tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap kualitas lingkungan pengasuhan.
53

PEMBAHASAN UMUM

Pendidikan yang semakin tinggi pada wanita dan tuntutan ekonomi yang
semakin meningkat mengakibatkan meningkatnya partisipasi wanita di bidang
ketenagakerjaan. Wanita bekerja di sektor formal atau informal. Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas 2009) menjelaskan ciri-ciri
kegiatan sektor informal, yaitu : manajemen sederhana, tidak memerlukan izin
usaha, modal rendah, padat karya, tingkat produktivitas rendah, tingkat
pendidikan formal biasanya rendah, penggunaan teknologi sederhana, sebagian
besar pekerja adalah keluarga dan pemilik usaha oleh keluarga, mudahnya keluar
masuk usaha, dan kurangnya dukungan dan pengakuan pemerintah. Di sisi lain,
pekerja sektor formal dicerminkan oleh pekerja manajerial (white collar) yang
terdiri dari tenaga professional, teknisi dan sejenisnya, tenaga kepemimpinan dan
ketatalaksanaan, tenaga tata usaha dan sejenisnya, tenaga usaha penjualan, tenaga
usaha di bidang jasa.
Pada penelitian ini lebih dari separuh suami dan istri masuk dalam kategori
usia 31-40 tahun, dimana lebih dari sepertiga istri memiliki lama pendidikan pada
kisaran 13-16 tahun sedangkan suami hanya 10-12 tahun. Istri dengan jenis
pekerjaan formal didominasi dengan pekerjaan sebagai karyawan swasta
sedangkan istri dengan jenis pekerjaan informal didominasi dengan wiraswasta.
Hampir separuh suami bekerja sebagai karyawan swasta dan seperempatnya
bekerja sebagai wiraswasta. Karakteristik pekerjaan istri yang memiliki perbedaan
yang nyata adalah jumlah pindah kerja dan lama perjalanan ke tempat kerja. Istri
yang bekerja di sektor formal menempuh perjalanan ke tempat kerja lebih lama
daripada istri yang bekerja di sektor informal. Hal ini dikarenakan istri yang
bekerja di sektor informal dapat memilih sendiri tempat kerjanya sehingga
dimungkinkan untuk bekerja dekat dengan rumah sedangkan istri dengan jenis
pekerjaan formal yang mayoritas karyawan swasta harus bekerja sesaui dengan
tempat kerjanya yang biasanya jauh dari sektor perumahan.
Jumlah pindah kerja lebih tinggi dialami oleh istri yang bekerja di sektor
informal daripada istri di sektor formal. Waktu kerja dan tugas dalam pekerjaan
yang fleksibel memungkinkan pekerja informal cenderung lebih sering berpindah
kerja, selain itu jenis pekerjaan formal yang cenderung menggunakan kontrak dan
menghasilkan pendapatan yang tetap dan lebih tinggi menyebabkan pekerja lebih
memilih untuk tidak berpindah kerja. Rata-rata jam kerja istri adalah 7.6 jam/hari.
Jam kerja istri di sektor formal maupun informal tidak berbeda nyata. Jam kerja
bagi para pekerja di sektor swasta telah diatur dalam Undang-Undang No.13 tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya pasal 77 sampai dengan pasal 85. Pada
Pasal 77 ayat 1, UU No.13 tahun 2003 menyebutkan bahwa setiap pengusaha
wajib untuk melaksanakan ketentuan jam kerja. Ketentuan jam kerja ini telah
diatur dalam 2 sistem. Kedua sistem tersebut yaitu untuk karyawan yang bekerja 6
hari dalam seminggu, jam kerjanya adalah 7 jam dalam 1 hari dan 40 jam dalam 1
minggu. Karyawan dengan 5 hari kerja dalam 1 minggu, kewajiban bekerja
mereka 8 jam dalam 1 hari dan 40 jam dalam 1 minggu.
Keluarga dengan istri yang bekerja di sektor formal memiliki kualitas
perkawinan, kebahagiaan perkawinan, kepuasan perkawinan, dan kualitas
54

lingkungan pengasuhan yang lebih baik dibandingkan keluarga dengan istri yang
bekerja di sektor informal. Aspek kebahagiaan perkawinan yang berbeda secara
nyata antara pekerja di sektor formal dan informal adalah aspek ekonomi,
komunikasi dengan keluarga pasangan, pengasuhan anak, dan hubungan intim
sedangkan pada kepuasan perkawinan adalah aspek ekonomi dan pengasuhan
anak. Pada aspek ekonomi kebahagiaan perkawinan, hampir seluruh item
memiliki rata-rata capaian yang tinggi diantaranya istri tidak bersitegang
mengenai uang untuk makanan, pakaian, perawatan, dan pengobatan. Rata-rata
pendapatan yang lebih besar pada keluarga dengan jenis pekerjaan formal
memungkinkan ia memiliki kualitas perkawinan yang lebih baik dibandingkan
istri dengan jenis pekerjaan informal dimana beberapa studi mengaitkan status
pekerjaan dan pendapatan berhubungan positif terhadap kepuasan pernikahan
(Zeitlin et al. 1995). Pada dimensi kepuasan perkawinan, aspek dengan capaian
terendah adalah aspek cinta dan hubugan intim dimana capaian rata-rata tingkat
kesenangan jika pasangan mengungkapkan kepuasan sex hanya mencapai 58.6
persen, hal ini menunjukkan masih banyak responden yang tidak merasakan
kesenangan jika pasangan mengungkapkan kepuasan sex.
Pada variabel kualitas lingkungan pengasuhan anak, sebaran komponen
dengan capaian tertinggi terdapat pada stimulasi akademik, stimulasi Bahasa , dan
pengorganisasian lingkungan, sedangkan komponen dengan capaian skor terendah
adalah lingkungan fisik, stimulasi belajar, dan penerimaan. Pendapatan yang
tinggi membuat keluarga dapat memberikan fasilitas yang baik bagi anggota
keluarga terutama anak, dan Papalia, Olds, dan Fieldman (2009) menyatakan
bahwa keluarga yang miskin akan cenderung menerapkan pengasuhan yang
negatif. Kemiskinan akan menghambat keluarga dalam menyediakan fasilitas
untuk menstimulasi anak. Hal ini ditunjukkan pada hasil penelitian yang
menunjukkan bahwa berdasarkan rata-rata capaian skor komponen penyediaan
mainan untuk anak lebih besar pada istri dengan jenis pekerjaan formal
dibandingkan istri dengan jenis pekerjaan informal, hasil ini juga mendukung
hasil lainnya yang menunjukkan bahwa berdasarkan uji beda stimulasi belajar dan
stimulasi bahasa lebih baik dilakukan pada anak dengan ibu berjenis pekerjaan
formal dibandingkan ibu dengan jenis pekerjaan informal. Selain itu, pendidikan
istri dengan jenis pekerjaan formal yang lebih baik mengakibatkan terbentuknya
kualitas lingkungan pengasuhan yang lebih baik.
Pendidikan istri berhubungan positif dengan kualitas lingkungan
pengasuhan anak, kualitas perkawinan, dan pendapatan per kapita, yang artinya
semakin tinggi pendidikan istri maka akan semakin baik kualitas lingkungan
pengasuhan anak, kualitas perkawinan, dan pendapatan per kapita yang dimiliki
oleh keluarga. Sejalan dengan penilitian Elmanora et al. (2012) dan Hastuti et al.
(2011) yang menunjukkan bahwa ibu yang pendidikan tinggi memiliki hubungan
positif signifikan dengan pengasuhan, pendidikan dapat meningkatkan
pengetahuan ibu dalam mengasuh anak-anaknya. Pada hasil ditunjukkan bahwa
istri dengan jenis pekerjaan formal yang memiliki pendidikan yang lebih baik
dibandingkan istri dengan jenis pekerjaan informal lebih aktif berbicara, berbicara
bebas dan terbuka, lebih memperhatikan dan merangsang perkembangan anak,
lebih menghargai anak dengan menyimpan hasil karya anak disuatu tempat
dibandingkan istri dengan jenis pekerjaan informal.
55

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kualitas perkawinan, pendidikan


istri, lama pernikahan memiliki pengaruh positif signifikan terhadap kualitas
lingkungan pengasuhan anak, yang berarti semakin baik kualitas perkawinan dan
pendidikan istri, dan semakin lama pernikahan suami-istri maka akan
meningkatkan kualitas lingkungan pengasuhan anak. Lama pernikahan yang lebih
lama dapat membuat ibu memiliki pengetahuan dan pengalaman yang lebih
banyak dalam peran domestik dibandingkan ibu dengan lama pernikahan yang
lebih pendek sehingga kualitas lingkungan pengasuhan anak yang diberikan dapat
lebih baik.
Keterbatasan Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan pada penelitan selanjutnya


dapat melihat kualitas perkawinan dari persepsi suami juga, karena dalam
penelitian ini masih terbatas dari persepsi istri. Selain itu, penelitian ini hanya
mengambil contoh istri bekerja dengan lokasi tempat tinggal di perkotaan,
sehingga diharapkan penelitian selanjutnya metnambahkan istri bekerja dengan
lokasi tempat tinggal di pedesaan sehingga dapat dilakukan uji beda kualitas
perkawinan dan kualitas lingkungan pengasuhan antara istri yang tinggal di kota
dengan di desa. Penelitian ini belum menganalisis dukungan sosial dan kelompok
sosial ekonomi keluarga karena kedua hal tersebut dapat mempengaruhi kualitas
lingkungan pengasuhan dan perkawinan yang dimiliki oleh keluarga.

SIMPULAN

Keluarga dengan istri bekerjadengan jenis pekerjaan formal memiliki


pendidikan (istri dan suami), pendapatan (istri, suami, dan per kapita) yang lebih
tinggi dibandingkan istri dengan jenis pekerjaan informal. Namun, keluarga
dengan jenis istri berjenis pekerjaan informal memiliki usia (suami, istri, dan anak
terakhir), lama pernikahan, dan besar keluarga yang lebih tinggi dibandingkan
dengan istri berjenis pekerjaan formal.
Kualitas perkawinan memiliki rataan capaian yang cukup tinggi dimana
pada dimensi kebahagiaan perkawinan aspek yang paling tinggi berada pada aspek
komitmen perkawinan dan terendah pada aspek kepribadian pasangan, sedangkan
pada dimensi kepuasan perkawinan, aspek dengan capaian tertinggi berada pada
aspek ekonomi dan terendah pada aspek cinta dan hubungan intim.
Pada anak usia 0-36 bulan, dimensi dengan sebaran contoh terbanyak pada
kategori tinggi adalah dimensi keterlibatan ibu dan pada anak usia 4-6 tahun
adalah dimensi stimulasi akademik. Berdasarkan kualitas, kebahagiaan, dan
kepuasan perkawinan, dan kualitas lingkungan pengasuhan, istri dengan jenis
pekerjaan formal lebih baik dibandingkan istri dengan jenis pekerjaan informal.
Kualitas lingkungan pengasuhan anak berhubungan positif signifikan dengan
kualitas perkawinan, pendidikan istri, dan lama jam kerja. Berdasarkan hasil uji
pengaruh, kualitas perkawinan, pendidikan istri, dan besar keluarga merupakan
variabel yang mempengaruhi kualitas lingkungan pengasuhan.
56

SARAN

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, saran yang dapat
diberikan adalah sebagai berikut :
1. Pemerintah agar dapat melaksanakan kebijakan terkait pendidikan perempuan,
dan memberikan program peningkatan kualitas lingkungan pengasuhan anak
khusus ibu, dan memberi kebijakan terkait peran ayah yang harus memiliki
kontribusi lebih pada pengasuhan
2. Perusahaan swasta agar memberikan kebijakan ramah keluarga terutama untuk
keluarga yang masih memiliki anak kecil
3. LSM dan perguruan tinggi memberikan pelatihan untuk meningkatkan atau
mengembangkan kemampuan istri yang bekerja di sektor informal sehingga
dapat meningkatkan pendapatan
4. Keluarga baik suami dan istri dapat lebih mengungkapkan cintanya kepada
pasangan dan dapat bekerja sama dalam melaksanakan tugas keluarga baik di
sektor domestik dan publik.

DAFTAR PUSTAKA

[BADILAG] Badan Peradilan Agama. 2008. Grafik Penyebab Perceraian di


Peradilan Agama Tahun 2007. Mahkamah Agung Republik Indonesia,
Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama.[terhubung
berkala]www.badilag.net.
[BAPPENAS] Badan Pertahanan Nasional. 2009. Sektor pekerjaan formal dan
informal. Jakarta (ID) : Bappenas.
[BLS]. 2013. Women in the labor force : A databook. USA : Bureau of labor
statistics.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Keadaan Ketenagakerjaan 2010. Jakarta (ID) :
BPS.
________. 2013. Keadaan Ketenagakerjaan Februari 2012. Jakarta (ID) : BPS.
________. 2014. Bogor dalam angka 2014. Bogor (ID) : BPS
[DEPNAKERTRANS]. 2012. Rencana pembangunan jangka panjang 2010-
2015.Jakarta (ID) : Kementrian Tenanga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia.
Abrar, Ghouri. 2010. Dual earners and balance in their family and work life:
findings from pakistan. European Journal of Social Science 17(1).
Ahmad A. 1995. Role Conflict and Coping Behaviour of Married Working
Women. Journal Scocial Science & Humaniora 3(2).
Alam MS, Sattar A, Chaudhury SINA. Work family conflict of women managers
in dhaka. Journal Asian Social Science 7(7).
Almasitoh UH. 2011. Stres kerja ditinjau dari konflik peran ganda dan dukungan
sosial pada perawat. Jurnal Psikologi Islam 8(1) : 63-82.
Bashir U, Ramay MI. 2010. Impact of stress on employess job performance A
study on banking sector of pakistan. International of Marketing Studies. 2(1).
Blair SL. 1998. Work roles, domestic roles, and marital quality : perceptions of
fairness among dual earner couples. Social justice research 11(3).
57

Boss PG, Doherty WJ, LaRossa R, Schumm WR, Steinmetz SK. 1993.
Sourcebook of Family Theories Methods ( A Contextual Approach). New
York (USA) : New York and London. Plenum Press.
Caldwell, BM, Bradley RH.. 1984. Home Observation for Measurement of the
Environment. University of Arkansas, Little Rock, Arkansas.
Cherlin AJ. 2002. Public & private families an introduction. New York (US) :
McGraw-Hill Companies Inc.
Christine WS, Oktorina M, Mula I. 2010. Pengaruh konflik pekerjaan dan konflik
keluarga terhadap kinerja dengan konflik pekerjaan sebagai intervening
variabel (studi pada dual career couple di jabodetabek). Jurnal manajemen
dan kewirausahaan. 12(2): 121-132
Duvall EM, Miller BC. 1985. Marriage and family development. New York :
Harper&Row Publisher.Inc.
Duvall EM. 1977. Marriage and family developmet(5th ed). New York (US) : J. B.
Lippincott Company.
Eliana N, Ratina R. 2007. Faktor-faktor yang mempengaruhi curahan waktu kerja
wanita pada PT. Agricinal kelurahan bentuas kecamatan palaran kota
samarinda. Jurnal Ekonomi Pertanian dan Pembangunan 4(2): 11-18.
ElizabethR. 2007. Pemberdayaan wanita mendukung strategi gender
mainstreaming dalam kebijakan pembangunan pertanian di perdesaan. Jurnal
Forum Penelitian Agro Ekonomi 25(2).
Elmanora, Muflikhati, Alfiasari. 2012. Gaya pengasuhan dan perkembangan
social emosi anak usia sekolah pada keluarga petani kayu manis. Jurnal Ilmu
Keluarga dan Konsumen. 5(2): 128-137
Foley S, YUE. 2005. The effects of work stressor, perceived organizational
support,and gender on work-family conflict in Hongkong. Asia pasific
Journal Of Management. 22: 237-256.
Friedman SD, Greenhaus JH. 2000. Work and Family – Allies or Enemie. Oxford
New York : Oxford University Press.
Guzman. 2000. Effects of wives’ employment on marital qualiity.Madison : A
National Survey of Families and Household
Hariyono W, Suryani D, Wulandari Y.2009. Hubungan antara beban kerja, stres
kerja, dan tingkat konflik dengan kelelahan kerja perawat di rumah sakit
Islam Yogyakarta PDHI kota Yogyakarta. Jurnal kesehatan masyarakat 9(3).
Hartoyo, Hastuti D. 2004. Perilaku investasi pada anak keluarga nelayan dan
implikasinya terhadap pengentasan kemiskinan. Bogor : Institut Pertanian
Bogor.
Hasanah T. 2013. Pengaruh pemberdayaan keluarga terhadap peningkatan
pengetahuan perkembangan dan pengasuhan anak usia prasekolah. [tesis]
Bogor : Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Hastuti D, Fiernanti DY, Guhardja S. 2011. Kualitas lingkungan pengasuhan dan
perkembangan social emosi anak usia balita di daerah rawan pangan. Jurnal
Ilmu Keluarga dan Konsumen. 4(1): 57-65.
Hatta JH. 2011. Hubungan sumber konflik pekerjaan-keluarga dan pengaturan
alokasi waktu kerja fleksibel dengan capaian kerja auditor. Media Riset
Akuntansi 1(2).
58

Herawati T, Basita GS, Asngari PS, Susanto D, Puspitawati H. 2010. Ketahanan


pangan keluarga peserta program pemberdayaan masyarakat di pedesaan.
Jurnal Gizi dan Pangan. 6(3):208-216.
Hernawati N, Tanziha I, Hastuti D. 2003. Nilai anak dan pengasuhan berdasarkan
gender pada anak usia 2-3 tahun di kota bogor. Media Gizi & Keluarga
27(2) : 17-24.
Huang TP. 2011. Comparing Motivating Work Characteristics, Job Satisfaction,
and Turnover Intention of Knowledge Workers and Blue Collar Workers, and
Testing a Structural Model of the Variables Relationship in China and Japan.
The International Journal of Human Resource Management. 22(4):924-944.
Hurlock EB. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga.
Hurlock EB. 1990. Perkembangan anak Jilid 1. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga.
Ismail R. 2008. Kajian dimentions of marital quality : memahami konsep, metode
penelitian, dan beberapa kajian kepustakaan dalam sosiologi keluarga. Jurnal
Harmoni Sosia.l 2(2).
Khazaei M, Rostami R, dan Zaryabi A. 2011. The relationship between sexual
dysfunctions and marital satisfaction in Iranian married students. Journal of
Social and Behavioral Sciences. 30 : 783-785.
Klein DM, White JM. 1996. Family Theories An Introduction. New Delhi: SAGE
Publications. International Education and Professional Publisher.
Kusumowardhani RPA. 2012. Gambaran kepuasan perkawinan pada istri bekerja.
Proyeksi 6(1) : 1-15.
Latifah M,Alfiasari, Hernawati N. 2009. Kualitas tumbuh kembang, pengasuhan
orangtua, dan factor risiko komunitas pada anak usia prasekolah wilayah
pedesaan di bogor. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen 2(2): 143-153.
Majid F, Handayani R. 2012. Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan
perempuan berstatus menikah untuk bekerja (studi kasus kota semarang).
Diponegoro Journal of Economics 1(1).
Maria H. 2013. Kecerdasan spiritual ibu, kualitas pengasuha dan kreativitas anak
sekolah dasar progresif dan non progresif di kota depok [tesis]. Departemen
Ilmu keluarga dan Konsumen Institut Pertanian Bogor. Bogor (ID) :IPB.
Mclellan KL, Uys K. 2009. Balancing dual roles in self-employed women : an
exploratory study. Journal of Industrial Psychology 35(1): 21-30.
Megawangi R. 1999. Membiarkan Berbeda? Sudut Pandang Baru Tentang Relasi
Gender. Bandung (ID): Mizan Pustaka.
Monks FJ, Knoers AMP. 2004. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta (ID):
Gadjah Mada University Press.
Myers RG. 1992. The Twelve Who Survive: Strengthening Programs of Early
Childhood Development in the Thirld World. Michigan : High/Scope Press.
Nezhad MZ, Goodarzi AM, Hasannejad L, Roushani K. 2010. Occupational stress
and family difficulties of working women. Current Research in Psychology
1(2) : 75-81
Ningsih DA. 2013. Subjective well being ditinjau dari demografi (status
pernikahan, jenis kelamin, dan pendapatan). Jurnal Psikoogi 1(2).
Ningsih DA. 2013. Subjective well being ditinjau dari demografi (status
pernikahan, jenis kelamin, dan pendapatan). Jurnal Psikoogi 1(2).
59

Nurani A S. 2004. Pengaruh kualitas perkawinan,pengasuhan anak dan kecerdasan


emosional terhadap prestasi belajar anak.[tesis] Bogor : Fakultas Ekologi
Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Nye FI. 1982. Family relationships : rewards and costs.California (US) : Sage
publications, Inc.
Papalia DE, Oldf SW, Feldman RD. 2009. Human Development (perkembangan
manusia), Marswendy B, penerejemah; Widyaningrum R, editor. Ed ke-10.
Jakarta : Salemba Humanika.
Park J. 2007. Work stress and job performance. Canada : Statistics Canada
Parveen N. 2009. Investigating occupational stress among married and unmarried
working women in Hyderabad city. Bahria Journal of Professional
Psychology 5 : 21-37.
Puspitawati H, Setioningsih SS. 2011. Fungsi pengasuhan dan interaksi dalam
keluarga terhadap kualitas perkawinan dan kondisi anak pada keluarga tenaga
kerja wanita (TKW). Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen 4(1) : 11-20.
Puspitawati H. 2012. Gender dan keluarga: Konsep dan Realita Keluarga. Bogor :
IPB Press.
Reich S. 2005. What do mothers know? maternal knowledge of child
development. Infant Mental Health Journal 26(2): 143–156.
Ribas Jr RdC, Bornstein MH. 2005. Parenting knowledge: similarities and
differences in brazilian mothers and fathers. Interamerican Journal of
Psychology 39(1): 5-12.
Santrock JW. 2009. Child development. New York (US) : McGraw-Hill
Companies Inc.
Sasongko. 2009. Konsep dan Teori Gender. Jakarta : BKKBN
Sulistiyani AT. 2007. Gender dalam pembangunan. Jurnal Politik dan Manajemen
Publik No 1 Vol 2.
Sunarti E. 2004. Mengasuh dengan hati tantangan yang menyenangkan. Jakarta
(ID) : PT. Elex Media Komputindo.
________. Tati, Atat SN, Noorhaisma R, Lembayung DP. 2005. Pengaruh
tekanan ekonomi keluarga, dukungan sosial, kualitas perkawinan,
pengasuhan, dan kecerdasan emosi anak terhadap prestasi belajar anak.
Media Gizi dan Keluarga (Journal of Family and Nutrition) 29 (1) : 34-40.
________. 2008. Peningkatan ketahanan keluarga dan kualitas pengasuhan untuk
meningkatkan status gizi anak usia dini. Media Gizi & Keluarga. 32(2): 65-
72
________. 2012. Teori keluarga. Paper yang tidak dipublikasikan. Bogor:
Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen IPB.
________. 2013. Work stability, economic pressure, and family welfare. Paper
presented at 5th International Work and Family Conference, University of
Sydney.
________. Rizkillah R, Muktiyah N. 2014. The effect of work-family conflict and
balancing strategy towards wives job satisfaction in dual earner family. Paper
presented in work and family research network. New York
Supartiningsih. 2003. Peran ganda perempuan, sebuah analisis filosofis kritis.
Jurnal Filsafat. 33(1).
60

Tati. 2004. Pengaruh tekanan ekonomi keluarga, dukungan social, dan kualitas
perkawinan terhadap pengasuhan anak. [tesis] Bogor : Fakultas Ekologi
Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Waite LJ, Luo Y, Lewin AC. 2009. Marital happiness and marital stability :
consequences for psychological well-being. Journal of Social Science
Research 30 : 201-212.
Williams PD et al. 2000. Mothers’ developmental expectations for young children
in the Philippines. International Journal of Nursing Studies 37: 291-301.
Wuryandari M, Indrawati ES, Siswati. 2010. Perbedaan persepsi suami istri
terhadap kualitas pernikahan antara yang menikah dengan pacaran dan ta’aruf.
Jurnal Psikologi . 4(2): 1-8.
Zeitlin, M. et al. 1995. Strengthening the Family: Implication for International
Development. Tokyo: United Nations-University Press.
Zhang X. 2012. The effects of parental education and family income on mother-
child relationships, father-child relationships, and family environments in the
people’s republic of China. Journal of Family Process 51(4) : 483-497.
61

LAMPIRAN
62

Lampiran 1 Sebaran contoh berdasarkan kelompok usia menurut jenis pekerjaan


Formal Informal Total
Kelompok usia (tahun)
n % n % n %
20-30 21 35.0 10 16.7 31 25.8
31-40 34 56.7 34 56.7 68 56.7
41-50 4 6.7 15 25.0 19 15.8
>50 1 1.7 1 1.7 2 1.7
Total 60 100.0 60 100.0 120 100.0
Rata-rata±SD 33.2±5.9 36.6±6.6 34.9±6.5
Min-Max 21-51 23-53 21-53

Lampiran 2 Sebaran contoh berdasarkan kelompok pendidikan menurut jenis


pekerjaan
Kelompok pendidikan (tahun) Formal Informal Total
n % n % n %
<6 1 1.7 21 33.3 21 17.5
7-9 3 5.0 17 28.3 20 16.7
10-12 14 23.3 19 31.7 33 27.5
13-16 39 65.0 4 6.7 43 35.8
>16 3 5.0 0 0.0 3 2.5
Total 60 100.0 60 100.0 120 100.0
Rata-rata±SD 14.53±2.57 9.37±2.93 11.95±3.78
Min-Max 6-21 6-16 6-21

Lampiran 3 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan menurut jenis pekerjaan


Formal Informal Total
Jenis pekerjaan
n % n % n %
PNS 10 16.7 0 0.0 10 8.3
Swasta 31 51.7 0 0.0 31 25.8
Buruh 8 13.3 0 0.0 8 6.7
BUMN 2 3.3 0 0.0 2 1.7
Guru 9 15.0 0 0.0 9 7.5
Wiraswasta 0 0.0 35 58.3 35 29.2
PRT 0 0.0 22 36.7 22 18.3
Lainnya 0 0.0 3 5.0 3 2.5
Total 60 100.0 60 100.0 120 100.0

Lampiran 4 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan per kapita per bulan menurut
jenis pekerjaan
Pendapatan per kapita per Formal Informal Total
bulan n % n % n %
<288 742 (a) 0 0.0 11 18.3 11 9.2
288 742.5-360 927.5 (b) 3 5.0 9 15.0 12 10.0
360 928-433 113 (c) 0 0.0 5 8.3 5 4.2
>433 113 (d) 57 95.0 35 58.3 92 76.7
Total 60 100.0 60 100.0 120 100.0
Rata-rata±SD (Ribu Rp) 1 974±2 203 9 074±1 143 1 441±1 828
Min-Max (Ribu Rp) 300-16 250 120-7 500 120-16 250
Keterangan: a=miskin; b=mendekati miskin; c=mendekati tidak miskin; d=tidak miskin
63

Lampiran 5 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga menurut jenis pekerjaan


Formal Informal Total
Besar keluarga (orang)
n % n % n %
Keluarga kecil (0-4) 37 61.7 27 45.0 64 53.3
Keluarga sedang 5-7) 22 36.7 30 50.0 52 43.3
Keluarga besar (≥8) 1 1.7 3 5.0 4 3.3
Total 60 100.0 60 100.0 120 100.0
Rata-rata±SD 4.2±1.1 4.9±1.3 4.5±1.3
Min-Max 3-8 3-10 3-10

Lampiran 6 Sebaran contoh berdasarkan lama pernikahan menurut jenis pekerjaan


Formal Informal Total
Lama pernikahan (tahun)
n % n % n %
1-5 26 43.3 5 8.3 31 25.8
6-10 22 36.7 19 31.7 41 34.2
11-15 8 13.3 10 16.7 18 15.0
16-20 1 1.7 17 28.3 18 15.0
>20 3 5.0 9 15.0 12 10.0
Total 60 100.0 60 100.0 120 100.0
Rata-rata±SD 7.75±5.35 13.53±6.17 10.64±6.44
Min-Max 2-29 3-25 2-29

Lampiran 7 Sebaran keluarga (%) berdasarkan lama pengalaman kerja menurut


jenis pekerjaan
Lama pengalaman kerja (tahun) Formal Informal Total
n % n % n %
<1 3 5.0 0 0.0 3 2.5
1-5 5 8.3 11 18.3 16 13.3
6-10 30 50.0 16 26.7 46 38.3
11-15 12 20.0 14 23.3 26 21.7
16-20 6 10.0 11 18.3 17 14.2
>20 4 6.7 8 13.3 12 10.0
Total 60 100.0 60 100.0 120 100.0
Rata-rata±SD 10.2±5.9 12.4±7.1 11.3±6.6
Median 9.0 12.0 10.0
Min-Max 0.5-31.0 1.5-29.0 0.5-31.0
64

Lampiran 8 Sebaran keluarga (%) berdasarkan jumlah pindah kerja menurut jenis
pekerjaan
Jumlah pindah kerja Formal Informal Total
n % n % n %
0 30 50.0 23 38.3 53 44.2
1 3 5.0 3 5.0 6 5.0
2 10 16.7 12 20.0 22 18.3
3 13 21.7 7 11.7 20 16.7
4 4 6.7 5 8.3 9 7.5
5 0 0.0 4 6.7 4 3.3
>5 0 0.0 6 10.0 6 5.0
Total 60 100.0 60 100.0 120 100.0
Rata-rata±SD 1.3±1.4 2.3±2.6 1.8±2.2
Median 0.5 2.0 2.0
Min-Max 0-4 0-12 0-12

Lampiran 9 Sebaran keluarga (%) berdasarkan jam kerja menurut jenis pekerjaan
Jam kerja (jam) Formal Informal Total
n % n % n %
≤8 47 78.3 41 68.3 88 73.3
>8 13 21.7 19 31.7 32 26.7
Total 60 100.0 60 100.0 120 100.0
Rata-rata±SD 7.9±1.8 7.4±2.9 7.6±2.4
Median 8.0 7.0 8.0
Min-Max 3.5-15.0 2.5-16.0 2.5-16.0

Lampiran 10 Sebaran keluarga (%) berdasarkan lama perjalanan ke tempat kerja


menurut jenis pekerjaan
Kategori lama perjalanan pulang Formal Informal Total
pergi kerja (jam) n % n % n %
<1.00 13 21.7 44 73.3 57 47.5
1.00-1.99 23 38.3 12 20.0 35 29.2
2.00-2.99 14 23.3 2 3.3 16 13.3
3.00-3.99 3 5.0 1 1.7 4 3.3
4.00-4.99 4 6.7 1 1.7 5 4.2
5.00-5.99 3 5.0 0 0.0 3 2.5
Total 60 100.0 60 100.0 120 100.0
Rata-rata±SD 1.63±1.25 0.61±0.69 1.12±1.13
Median 1.00 0.42 1.00
Min-Max 0.17-5.00 0.00-4.00 0.00-5.00
65

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Cirebon pada tanggal 06 Agustus 1991


dan merupakan putri ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan
Drs. Lukman Al Hakim, M.Pd dan Dra. Cucu Sumiati.
Penulis menempuh pendidikan strata satu (S1) pada
Perguruan Tinggi Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan di terima di
Departemen Ilmu keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi
Manusia dan lulus pada tahun 2013. Penulis mengikuti
program sinergi S1-S2 yang diselenggarakan oleh DIKTI dan
IPB pada tahun 2012.
Prestasi yang pernah ditorehkan penulis antara lain: menjadi ketua umum
Himpunan Mahasiswa Ilmu Keluarga dan Konsumen (HIMAIKO) pada tahun
2011-2012, masuk ke dalam lima besar finalis Mahasiswa Berprestasi Departemen
Ilmu Keluarga dan Konsumen pada tahun 2013, menjadi penulis artikel ilmiah
yang dipresentasikan pada Work and Family Research Network Conference di
New York pada tahun 2014. Penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah
sosiologi umum (2011-2012) dan asisten pendidikan holistik pada tahun 2014.
Selama melaksanakan kuliah di sekolah pascasarjana IPB penulis mendapatkan
beasiswa Fresh Graduate yang diberikan oleh DIKTI.
22

Anda mungkin juga menyukai