Anda di halaman 1dari 7

DIFTERI

Etiologi
Disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae, bakteri gram positif yang
bersifat polimorf, tidak bergerak dan tidak membentuk spora. Pewarna
sediaan langsung dengan biru metilen atau biru toluidin. Basil ini dapat
ditemukan dengan sediaan langsung dari lesi. Dengan pewarnaan, kuman bisa
tampak dalam susunan palisade, bentuk L atau V, atau merupakan kelompok
dengan formasi mirip huruf cina. Kuman tumbuh secara aerob, bisa dalam
media sederhana, tetapi lebih baik dalam media yang mengandung K-tellurit
atau media Loeffler. Pada membran mukosa manusia C.diphteriae dapat
hidup bersama-sama dengan kuman diphteroid saprofit yang mempunyai
morfologi serupa, sehingga untuk membedakan kadang-kadang diperlukan
pemeriksaan khusus dengan cara fermentasi glikogen, kanji,glukosa, maltosa
dan sukrosa.
Basil ini hanya tumbuh pada medium tertentu, seperti: medium
Loeffler, medium tellurite, medium fermen glukosa, dan Tindale agar. Pada
medium Loeffler, basil ini tumbuh dengan cepat membentuk koloni-koloni
yang kecil, glanular, berwarna hitam, dan dilingkari warna abu-abu coklat.
Menurut bentuk, besar, dan warna koloni yang terbentuk, dapat
dibedakan 3 jenis basil yang dapat memproduksi toksin, yaitu:
         Gravis, koloninya besar, kasar, irregular, berwarna abu-abu dan
tidak menimbulkan hemolisis eritrosit.
         Mitis, koloninya kecil, halus, warna hitam, konveks, dan dapat
menimbulkan hemolisis eritrosit.
         Intermediate, koloninya kecil, halus, mempunyai bintik hitam
di tengahnya dan dapat menimbulkan hemolisis eritrosit.
Jenis gravis dan intermediate lebih virulen dibandingkan dengan
jenis mitis. Karakteristik jenis gravisialah dapat memfermentasikan tepung
kanji dan glikogen, sedangkan dua jenis lainnya tidak. Semua jenis bakteri ini
bisa memproduksi eksotoksin, akan tetapi virulensinya berbeda.
Sebagian besar jenis yang tidak virulen adalah termasuk grup mitis,
kadang-kadang ada bentuk grafis atauintermediate yang tidak virulen
terhadap manusia. Strain toksigenik ini mungkin berubah menjadi non-
toksigenik, setelah dilakukan subkultur yang berulang-ulang di laboratorium
atau karena pengaruh pemberian bakteriofag. Ciri khas C.diphteriaeadalah
kemampuannya memproduksi eksotoksin baik in vivo maupunin vitro.
Kemampuan suatu strain untuk membentuk/memproduksi toksin dipengaruhi
oleh adanya bakteriofag, toksin hanya bisa diproduksi oleh C.diphteriae yang
terinfeksi oleh bakteriofag yang mengandung toxigene.
Pada pemeriksaan bakteriologik, basil difteri ini kadang-kadang
dikacaukan dengan adanya basil difteroid yang bentuknya mirip dengan basil
difteri. Misalnya basil Hoffman, danCorynebacterium serosis.
Bakteri ini ditularkan dropplet dari batuk penderita atau benda maupun
makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri. Biasanya bakteri
berkembang biak pada atau disekitar permukaan selaput lendir mulut atau
tenggorokan dan menyebabkan peradangan beberapa jenis bakteri ini
menghasilkan teksik yang sangat kuat, yang dapat menyebabkan kerusakan
pada jantung dan otak. Masa inkubasi 1-7 hari (rata-rata 3 hari). Hasil difteria
akan mati pada pemanasan suhu 600C selama 10 menit, tetapi tahan hidup
sampai beberapa minggu dalam es, air, susu dan lender yang telah mengering.

A. Pengkajian
a.       Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, No RM dan sebagainya
b.      Riwayat kesehatan
1.      Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya ditandai dengan suhu tubuh meningkat, nyeri saat
menelan, adanya pembengkakan di daerah tenggorokkan, mual,
muntah, sakit kepala
2.      Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya ditandai dengan klien sebelumnya mengalami
peradangan kronis pada tonsil, sinus, faring, laring, dan saluran nafas
atas dan mengalami pilek dengan sekret bercampur darah.
3.      Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya ditandai dengan adanya keluarga yang mengalami difteri
c.       Riwayat imunisasi
Biasanya ditandai dengan klien yang tidak mendapatkan imunisasi
yang lengkap khususnya imunisasi DPT. Imunisasi DPT seharusnya
didapatkan 3 kali sejak bayi berumur 2 bulan dengan selang waktu
pemberian 2 bulan.
d.      Riwayat tumbuh kembang
Biasanya anak yang mengalami difteri ditandai dengan penurunan
berat badan yang mengakibatkan pertumbuhan anak terganggu, serta
ditandai dengan gangguan proses bicara.
e.       Pemeriksaan Fisik (head to too)
1.     Rambut dan hygiens kepala
Biasanya tidak ada gangguan dalam pertumbuhan rambut dan
kebersihan kepala, terasa panas.
2.     Mata
Bisanya konjungtiva anemis, sklera ikterik, pupil normal.
3.     Hidung
Biasanya pilek dan kemudian sekret yang keluar bercampur darah
4.     Bibir dan mulut
Pucat, radang selaput lendir, radang akut tenggorok , dapat
ditemukan pseudomembran yang berupa bercak putih keabu-abuan
pada tonsil, naas berbau.
5.     Pernafasan /dada
Klien  sesak nafas, stridor inspirsi, suara serak, batuk-batuk
kering. Paada pemeriksaan laring tampak kemerahan, sebab banyak
sekret dan pemerikssan ditutupi oleh pseudomembran.
6.     Kardiovaskuler
Nadi cepat, tekanan darah menurun.
7.     Pencernaan/abdomen
Nyeri menelan, anoreksia.
8.     Genetalia dan ekstremitas
Biasanya tidak ada kelainan.

B. Diagnosa Keperawatan
1. pola nafas tidak efektif b.d basil yang menempel di mukosa saluran nafas
bagian atas
2. intoleransi aktifitas b.d anoreksia sehingga penderita tampak lemah

C. Rencana Keperawatan
1. Diagnosa 1
pola nafas tidak efektif b.d basil yang menempel di mukosa saluran nafas
bagian atas

Tujuan Dan Kriteria Hasil


NOC Label :
 Respiratory Status: Airway patency
 Vital Signs

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24jam pasien


menunjukkan keefektifan pola nafas,  dengan kriteria hasil:

1. Frekuensi, irama, kedalaman pernapasan dalam batas normal


2. Tidak menggunakan otot-otot bantu pernapasan
3. Tanda Tanda vital dalam rentang normal

Intervensi

NIC Label :
 Airway Management
 Oxygen Therapy
 Respiratory Monitoring

1. Posisikan pasien semi fowler


2. Auskultasi suara nafas, catat hasil penurunan daerah
ventilasi atau tidak adanya suara adventif
3. Monitor pernapasan dan status oksigen yang sesuai
4. Mempertahankan jalan napas paten
5. Kolaborasi dalam pemberian oksigen terapi
6. Monitor aliran oksigen
7. Monitor kecepatan, ritme, kedalaman dan usaha pasien saat
bernafas
8. Catat pergerakan dada, simetris atau tidak, menggunakan
otot bantu pernafasan
9. Monitor suara nafas seperti snoring
10. Monitor pola nafas: bradypnea, tachypnea, hiperventilasi,
respirasi kussmaul, respirasi cheyne-stokes dll

Rasional

1. Untuk memaksimalkan potensial ventilasi


2. Memonitor kepatenan jalan napas
3. Memonitor respirasi dan keadekuatan oksigen
4. Menjaga keadekuatan ventilasi
5. Meningkatkan ventilasi dan asupan oksigen
6. Menjaga aliran oksigen mencukupi kebutuhan pasien
7. Monitor keadekuatan pernapasan
8. Melihat apakah ada obstruksi di salah satu bronkus atau
adanya gangguan pada ventilasi
9. Mengetahui adanya sumbatan pada jalan napas
10. Memonitor keadaan pernapasan klien

2. Diagnosa 2
intoleransi aktifitas b.d anoreksia sehingga penderita tampak lemah
tujuan dan kriteria hasil
NOC LABEL :
 Activity Tolerance
 Fatigue Level
Setelah dilakukan intervensi selama  3 x24 jam diharapkan kondisi
klien stabil saat aktivitas dengan KH:

 Saturasi O2 saat aktivitas dalam batas normal (95-100%)


 Nadi saat aktivitas dalam batas normal (60-100x/mnt)
 RR saat aktivitas dalam batas normal (12-20x/mnt)
 Tekanan darah systole saat aktivitas dalam batas normal
(100-120mmHg)
 Tekanan darah diastole saat aktivitas dalam batas normal
(60-80mmHg)
 Hasil EKG dalam batas normal
 Tidak nampak kelelahan
 Tidak nampak lesu
 Tidak ada penurunan nafsu makan
 Tidak ada sakit kepala
 Kualitas tidur dan istirahat dalam batas normal

Intervensi

NIC Label :
 Activity Therapy
 Energy Management

1. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk merencanakan ,


monitoring program aktivitasi klien.
2. Bantu klien memilih aktivitas yang sesuai dengan kondisi.
3. Bantu klien untuk melakukan aktivitas/latihan fisik secara
teratur.
4. Monitor status emosional, fisik dan social serta spiritual klien
terhadap latihan/aktivitas.
5. Monitor hasil pemeriksaan EKG klien saat istirahat dan
aktivitas (bila memungkinkan dengan tes toleransi latihan).
6. Kolaborasi pemberian obat antihipertensi, obat-obatan
digitalis, diuretic dan vasodilator.
7. Tentukan pembatasan aktivitas fisik pada klien
8. Tentukan persepsi klien dan perawat mengenai kelelahan.
9. Tentukan penyebab kelelahan (perawatan, nyeri, pengobatan)
10. Monitor efek dari pengobatan klien.
11. Monitor intake nutrisi yang adekuat sebagai sumber energy.
12. Anjurkan klien dan keluarga untuk mengenali tanda dan gejala
kelelahan saat aktivitas.
13. Anjurkan klien untuk membatasi aktivitas yang cukup berat
seperti berjalan jauh, berlari, mengangkat beban berat, dll.
14. Monitor respon terapi oksigen klien.
15. Batasi stimuli lingkungan untuk relaksasi klien.
16. Batasi jumlah pengunjung.

Rasional

1. Mengkaji setiap aspek klien terhadap terapi latihan yang


dierencanakan.
2. Aktivitas yang teralau berat dan tidak sesuai dengan kondisi
klian dapat memperburuk toleransi terhadap latihan.
3. Melatih kekuatan dan irama jantung selama aktivitas.
4. Mengetahui setiap perkembangan yang muncul segera setelah
terapi aktivitas.
5. EKG memberikan gambaran yang akurat mengenai konduksi
jantung selama istirahat maupun aktivitas.
6. Pemberian obat antihipertensi digunakan untuk
mengembalikan TD klien dbn, obat digitalis untuk
mengkoreksi kegagalan kontraksi jantung pada gambaran
EKG, diuretic dan vasodilator digunakan untuk mengeluarkan
kelebihan cairan.
7. Mencegah penggunaan energy yang berlebihan karena dapat
menimbulkan kelelahan.
8. Memudahkan klien untuk mengenali kelelahan dan waktu
untuk istirahat.
9. Mengetahui etiologi kelelahan, apakah mungkin efek samping
obat atau tidak.
10. Mengidentifikasi pencetus klelahan.
11. Menyamakan persepsi perawat-klien mengenai tanda-tanda
kelelahan dan menentukan kapan aktivitas klien dihentikan.
12. Mencegah timbulnya sesak akibat aktivitas fisik yang terlalu
berat.
13. Mengetahui efektifitas terapi O2 terhadap keluhan sesak
selama aktivitas.
14. Menciptakan lingkungan yang kondusif untuk klien
beristirahat.
15. Menciptakan lingkungan yang kondusif untuk klien
beristirahat.
16. Memfasilitasi waktu istirahat klien untuk memperbaiki kondisi
klien.
Daftar pustaka

 http://pradhitahendriyeni.blogspot.com/2014/05/asuhan-keperawatan-
anak-difteri.html. Diakses pada tanggal ( 03 Maret )
 https://sesraduniaperawat.wordpress.com/2012/11/10/askep-anak-dengan-
difteri/. Diakses pada tanggal ( 04 Maret )
 http://askepkita.com/tag/diagnosa-ketidakefektifan-pola-nafas/. Diakses
pada tanggal ( 10 Maret )
 http://askepkita.com/intoleransi-aktivitas/. Diakses pada tanggal ( 10
Maret )

Anda mungkin juga menyukai