Anda di halaman 1dari 27

PROPOSAL BEDSIDE TEACHING

di RUANG 15
“MOBILISASI”

Oleh :
KELOMPOK 10

1. Eka Safitri
2. Ismi Kamelia
3. Dayu Agista Inggidia S
4. Suriyati

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
2019
PROPOSAL BEDSIDE TEACHING

1. Pendahuluan

Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas jaringan tulang. Fraktur paling


sering ditimbulkan oleh trauma eksternal langsung maupun deformitas tulang seperti
fraktur patologis pada osteoporosis sedangkan fraktur femur biasanya disebabkan
oleh kecelakaan lalu lintas (Potter Perry, 2010). Badan kesehatan dunia (WHO)
mencatat tahun 2007 terdapat lebih dari delapan juta orang meninggal dikarenakan
insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan fisik. Salah
satu insiden kecelakaaan yang memiliki angka kejadian cukup tinggi yakni
insiden fraktur ekstremitas bawah yakni sebesar 46,2 % dari insiden kecelakaan
yang terjadi (Noviardi dalam Triono dan Murinto, 2015).
Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keadaan keterbatasan
kemampuan pergerakan fisik secara mandiri yang dialami oleh seseorang,
hambatan mobilitas fisik dapat disebabkan oleh penyakit yang dideritanya seperti
trauma, fraktur pada ekstremitas, atau menderita kecacatan ( Asmadi,2008). Hambatan
mobilitas dapat mengakibatkan kontraktur sendi, atrofi, dan terjadi pemendekan serat
otot karena sendi tidak digunakan (Kneale dan Davis, 2011).
Mobilisasi merupakan kemampuan yang dimiliki oleh setiap orang untuk
bergerak dalam lingkungan sekitarnya untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan
seharihari (Activities of Daily Living/ADL ) serta pemenuhan terhadap peran yang
diembannya dengan kemampuan tersebut seseorang dapat melakukan aktifitas fisik
yang bersifat kebutuhan dasar, olah raga serta mampu berpartisipasi dalam kegiatan
baik dilingkungan keluarga, kelompok maupun sosial kemasyarakatan. Tercapainya
keadaan tersebut diperlukan fungsi-fungsi sistem tubuh yang adekuat, sehingga tidak
terjadi keterbatasan baik fisik maupun psikologis (Kozier, 1997).

2. Tujuan

1. Mengetahui definisi mobilitas fisik


2. Memahami tujuan mobilitas fisik
3. Mengetahui metode dan langkah mobilitas fisik

3. Sasaran
Pasiendi Ruangan 15 RS. Dr. Saiful Anwar Malang
4. Materi

1. Pengertian Definisi dari mobilitas fisik


2. Tujuan dari mobilitas fisik
3. Metode dan langkah dalam mobilitas fisik
PP Tahap Prapelaksanaan
Langkah-langkah yang diperlukan dalam Bedside Teaching adalah sebagai berikut:

a. Penetapan kasus minimal 1 hari sebelum waktu pelaksanaan bedside teaching


Penetapan Pasien
Proposal
Persiapan pasien:
Informed consent
Hasi pengkajian/intervensi data

b. Pemberian informed consent kepada klien dan keluarga


Apa yang menjadi masalah
Penyajian masalah Cross cek data yang ada
Apa yang menyebabkan masalah yang
tersebut
Bagaimana pendekatan (ProsesKep,
SOP)
Praktikum, Diskusi dan Bedside Teaching

Validitas data
Tahap implementasi
pada bed pasien Diskusi karu, PP, perawat
konselor

Persiapan
Persiapan Alat
Metode.

Tahap BST pada bed


pasien Analisa data

7. Proses
6. Media

7.1
5.
Masalah Teratasi Aplikasi hasil analisa dan
diskusi
7.2 Pelaksanaan BST
1. Penjelasan tentang klien oleh perawat primer dalam hal ini
penjelasan difokuskan pada masalah keperawatan dan rencana tindakan yang
akan dilaksanakan dan memiliki prioritas yang perlu didikusikan.
2. Diskusi antar anggota tim tentang kasus tersebut
3. Pemberi justifikasi oleh perawat primer atau perawat
konselor/manajer tetang masalah klien serta rencana tindakan yang akan
dilakukan.
4. Tindakan keperawatan pada masalah prioritas yang telah ada
akan ditetapkan
7.3 Pasca BST
Mendikusikan hasil temuan dan tindakan pada klien tersebut serta menetapkan
tindakan yang perlu dilakukan

8. Waktu dan tempat


Hari / Tanggal :
Waktu : WIB
Tempat : Ruang 15

9. Peran Masing-masing anggota tim


a. Peran perawat primer
- Menjelaskan data pasien yang mendukung masalah pasien
- Menjelaskan diagnosis keperawatan
- Menjelaskan intervensi yang dilakukan
- Menjelaskan hasil yang didapat
- Menjelaskan rasional dari tindakan yang diambil
- Menggali masalah-masalah yang belum terkaji

10. Kriteria Evaluasi.


a. Bagaimana koordinasi dan persiapan BST
b. Bagaimana peran perawat primer pada saat BST

11. Kegiatan Bedside Teaching


1. Tahapan Pra-BST
a. Preparation
b. Planning
c. Briefing : 4P 1R
1) Problem : masalah yang ditemukan pada klien
2) Practice : tindakan yang akan dilakukan terkait masalah klien
3) Preparation : persiapan alat, persiapan pasien, persiapan lingkungan
4) Procedure : prosedur pelaksanaan
5) Role : aturan yang disampaikan oleh pembimbing klinik
2. Round : fase kerja (Pelaksanaan) dan fase terminasi (evaluasi)
3. Post round : evaluasi dari pembimbing klinik terhadap tindakan yang
dilakukan.
12. Penutup
Demikianlah proposal ini kami buat dengan sebenar-benarnya, kiranya dapat
dijadikan masukan dalam pengembangan dan pengaplikasian metode pembelajaran.
Malang, Januari 2020
Mengetahui,
Pembimbing Klinik Ketua Kelompok,

(..........................................................) (.........................................................)

Mengetahui,
Kepala Ruang…….
RS dr. Saiful Anwar Malang

(...........................................................)
Lampiran Materi

A. Pengertian
Mobilisasi merupakan kemampuan yang dimiliki oleh setiap orang untuk
bergerak dalam lingkungan sekitarnya untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan
seharihari (Activities of Daily Living/ADL ) serta pemenuhan terhadap peran yang
diembannya dengan kemampuan tersebut seseorang dapat melakukan aktifitas fisik
yang bersifat kebutuhan dasar, olah raga serta mampu berpartisipasi dalam kegiatan
baik dilingkungan keluarga, kelompok maupun sosial kemasyarakatan. Tercapainya
keadaan tersebut diperlukan fungsi-fungsi sistem tubuh yang adekuat, sehingga
tidak terjadi keterbatasan baik fisik maupun psikologis (Kozier, 1997).
B. Jenis mobilitas fisik
1. Jenis-jenis Mobilisasi
a. Mobilisasi penuh, merupakan kemampuan seseorang unuk bergerak secara penuh
dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi social dan dapat menjalankan
peran sehari-hari.mobilisasi penuh ini merupakan fungsi saraf motoriik volunteer
dan sensori untk dapat mengontrol sluruh area tubuh seseorang.
b. Mobilisasi sebagian,merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan
batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh
gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya.
Mobilisasi sebagian ini dibagi menjadi dua jenis yaitu:
1). Mobilisasi sebagai temporer,merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya hanya sementara.hal tersebut dapat
disebabkan karena trauma refersibel pada sitem muskoloskeletal,contohnya
adalah dislokasi sendi dan tulang.
2). Mobilisasi sebagai permanen,merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan
oleh rusaknya sistem saraf reversible, contohnya terjadinya hemiplegia
karena stroke,paraplegia karena cedera tulang belakang,poliomielitas karena
terganggunya sitem saraf motorik dan sensorik.

C. Struktur muskuluskeletal yang mempengaruhi mobilisasi


Koordinasi sistem tubuh merupakan fungsi yang terintegrasi dari sistem
skeletal,otot skelet dan sistem saraf.ketiga sistem ini berhubungan erat dengan
terjadinya mobilisasi dan dapat dianggap sebagai satu unit fungsional.
1. Skeletal(tulang)
Skelet tempat melekatnya otot dan ligament yang berfungsi membentuk
tubuh.Skeletal adalah rangka pendukung yang terrdiri dari empat tipe tulang ;
Tulang panjang membentuk tinggi tubuh (ex.femur,fibula,tibia), Tulang pendek ada
dalam bentuk berkelompok dan ketika dikombinasikan dengan ligament dan
kartilago akan menghasilkan gerakan (ex.karpal,patela). Tulang pipih mendukung
struktur bentuk (ex.tulang ditengkorak dan tulang rusuk ditoraks).Tulang ireguler
membentuk kolumna vertebra dan beberapa tulang tengkorak (ex.mandibula).
2.Sendi
Sendi adalah hubungan diantara tulang.Ada empat klasifikasi sendi ;
a. Sendi Sinostotik : Sendi ini mengacu pada ikatan tulang dengan tulang.tidak ada
pergerakan pada tipe sendi ini . Contoh klasik tipe sendi ini
adalah sacrum,pada sendi vertebra.
b. Sendi Kartilaginus : Memiliki sedikit pergerakan tetapi elastic dan menggunakan
sedikit kartilago untuk menyatukan permukaannya.
c. Sendi Fibrosa ; Sendi tempat kedua permukaan tulang disatukan dengan
ligamen.Ligamennya fleksibel dan dapat diregangkkan dan
dapat bergerak dengan jumlah terbatas.Misalnya sepasang
tulang dari kaki bawah yaitu tibia dan fibula.
d. Sendi Sinovial : Yaitu sendi sebenarnya sendi yang dapat digerakan secara bebas
karena permukaan tulang yang berdekatan dilapisi dengan
kartilago dan hubungan dengan ligament sejajar.Tipe lain
sendi synovial adalah sendi ball-and-socket seperti pinggul

3.Ligamen
Adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih,mengilat,fleksibel
mengikat sendi menjadi satu,dan menghubungkan tulang dengan
kartilago.Misalnya ligament antervertebra,ligament flavum dan ligament nonelastis.
4. Tendon
Adalah jaringan ikat fibrosa bewarna putih,mengilat yang menghubungkan
otot dengan tulang.Tendon bersifat kuat,fleksibel dan tidak elastic.
5. Kartilago
Adalah jaringan penyambung yang tidak mempunyai vaskuler,yang terletak
terutama pada sendi dan toraks,trakea,laring,hidung dan telinga.
6.Otot yang Penting dalam Pergerakan
Otot yang penting dalam pergerakan melekat di region skelet tempat
pergerakan itu ditimbulkan oleh pengungkitan. Pengungkitan terjadi ketika tulang
tertentu seperti humelus, ulna dan radius serta sendi yang berhunbungan seperti
sendi siku bekerja sama sebagai pengungkit. Selanjutnya kekuatan yang bekerja
pada ujung tulang mengangkat berat pada itik yang lain untuk memutar tulang pada
arah yang berlawanan dengan gaya yang diberikan. Oto yang melekat dengan
tulang pengungkit memberikan kekuatan yang penting untuk menggerakan objek.
Gerakan mengungkit adalah karakteristik dari pergerakan ekstimitas atas.
Otot lengan sejajar satudengan yang lainnya dan memanjang kan tulang secara
maksimal. Otot sejajar ini memberikan kekuatan dan bekerja dengan tulang dan
sendi untuk memampukan lengan mengangkat objek.
7.Otot Yang Penting Dalam Membentuk Poatur/ Kesejajaran Tubuh
Otot terutama berfungsi memepertahankan postur, bebentuk pendek dan
menyerupai kulit karena membungkus tendon dengan arah miring berkumpul
secara tidak langsung pada tendon. Otot ekstremitas bawah, tubuh, leher dan
punggug yang terutama berfungsi membentuk postur tubuh (posisi tubuh dalam
kaitanya dengan ruang sekitar) kelompok otot itu bekerja sama untuk menstabilkan
dan menopang berat badan saat berdiri atau duduk dan memungkinkan individu
tersebut umtuk mempertahankan postur duduk atau berdiri.
8.Pengaturan postur dan gerakan otot
Postur dan penggerakan dapan mencerminkan kepribadian dan suasana hati
seseorang. Postur dan pergerakan juga tergantung pada ukuran skelet dan
perkembangan otot skelet. Koordinasi dan pengaturan kelompok otot yang berbeda
tergantung pada tonus otot dan aktifitas dari otot antagonistik, sinergistik dan
antigravitas.
a.Tonus Otot : tonus otot atau tonus adalah suatu keadaan normal dari tegangan
otot yang seimbang. Ketegangan dicapai dengan kontrkasi dan
relaksasi secra bergantian tanpa gerakan aktif, serat dan kelompok
otot tertentu. Tonus otot memungkinkan bagian tubuh
mempertahankan posisi fungsional tanpa kelemahan otot. Tonus
otot juga mendukung kembalinya aliran darah vena ke jantung
seperti yang terjadi pada otot kaki. Tonus otot dipertahankan
melalui penggunaan otot yang terus menerus. Aktifitas sehari-hari
membutuhkan kerja otot dan membantu mempertahankan tonus
otot akibatnya dari imobilisasi atau tirah baring menyebabkan
aktivitas dan tonus otot berkurang.
b.Kelompok otot : Kelompok otot antogonistik, sinergistik, dan antigravitas
dikoordinasi oleh sistem saraf, dan bekerja sama untuk
mempertahankan postur dan memulai pergerakan.
c. Otot sinergistik berkontraksi bersama untuk menyempurnakan gerakan yang
sama. Ketika lengan fleksi, kekuatan otot kontraksi dari otot bisep brakhialis
ditingkatkan oleh otot sinergik, yaitu brakhialis. Selanjutnya aktifitas otot
sinergistik terdapat dua penggerakan aktif yaitu bisep brakhialis dan brakhialis
berkontraksi sementara otot antogonistik yaitu otot trisep brakialis berelaksasi.
d. Otot antagonistik bekerja sama untuk menggerakan sendi. Selama pergerakan,
otot penggerak aktif berkontraksi dan otot antagonisnya relaksasi. Misalnya
ketika lengan fleksi maka otot bisep brakhialis aktif berkontraksi dan otot
antagonisnya, trisep brakhialis relaksasi. Selama lengan diekstensikan maka otot
trisep brakhialis aktif berkontraksi sehingga lawannya yaitu otot bisep brakhialis
relaksasi.
e. Otot antigravitas sangat berpengaruh pada stabilisasi sendi. Otot secara terus
menerus melawan efek gravitasi tubuh dan mempertahankan postur tegak atau
duduk. Pada orang dewasaotot anti grafitasi adalah otot ekstensor kaki, gluetus
maksimus, quadrisep femoris, otot soleus dan otot punggung.
D. Mekanisme Tubuh Dalam Fisiologi Pergerakan
Gerak pada umumnya terjadi secara sadar, namun, ada pula gerak yang terjadi
tanpa disadari yaitu gerak refleks.Untuk terjadi gerak refleks, maka dibutuhkan
struktur sebagai berikut : organ sensorik (yang menerima impuls), serabut saraf
sensorik (yang menghantarkan impuls), sumsum tulang belakang (serabut-serabut
saraf penghubung menghantarkan impuls), sel saraf motorik (menerima dan
mengalihkan impuls), dan organ motorik (yang melaksanakan gerakan). Gerak
refleks merupakan bagian dari mekanika pertahanan tubuh yang terjadi jauh lebih
cepat dari gerak sadar, misalnya menutup mata pada saat terkena debu, menarik
kembali tangan dari benda panas menyakitkan yang tersentuh tanpa sengaja. Gerak
refleks dapat dihambat oleh kemauan sadar ; misalnya, bukan saja tidak menarik
tangan dari benda panas, bahkan dengan sengaja menyentuh permukaan panas.
(Evelyn Pearce, 2009 : 292)
Mekanisme gerak refleks merupakan suatu gerakan yang terjadi secara tiba-
tiba diluar kesadaran kita. Refleks fleksor, penarikan kembali tangan secara refleks
dari rangsangan yang berbahaya merupakan suatu reaksi perlindungan. Refleks
ekstensor (polisinaps) rangsangan dari reseptor perifer yang mulai dari refleksi pada
anggota badan dan juga berkaitan dengan ekstensi anggota badan. Gerakan refleks
merupakan bagian dari mekanisme pertahanan tubuh dan terjadi jauh lebih cepat
dari gerak sadar misalnya menutup mata pada saat terkena debu. Untuk terjadinya
gerakan refleks maka dibutuhkan struktur sebagai berikut, organ sensorik yang
menerima impuls misalnya kulit. Serabut saraf sensorik yang menghantarkan
impuls tersebut menuju sel-sel ganglion radiks posterior dan selanjutnya serabut
sel-sel akan melanjutkan impuls danmenghantarkan impuls-impils menuju
substansi pada kornu posterior medula spinalis. Sel saraf motorik menerka impuls
dan menghantarkan impuls-impuls melalui serabut motorik. Kegiatan sistem saraf
pusat ditampilkan dalam bentuk kegiatan refleks.Dengan kegiatan refleks
dimungkinkan terjadi hubungan kerja yang baik dan tepat antara berbagai organ
yang terdapat dalam tubuh manusia dan hubungan dengan sekelilingnya.Refleks
adalah respon yang tidak berubah terhadap perangsangan yang terjadi diluar
kehendak.Rangsangan ini merupakan reaksi organisme terhadap perubahan
lingkungan baik didalam maupun diluar organisme yang melibatkan sistem saraf
pusat dalam maupun memberikan jembatan (respons) terdapat rangsangan. Refleks
dapat berupa peningkatan maupun penurunan kegiatan, misalnya kontraksi atau
relaksasi otot, kontraksi atau dilatasi pembuluh darah. Dengan adanya kegiatan
refleks, tubuh mampu mengadakan reaksi yang cepat terhadap berbagai perubahan
diluar maupun didalam tubuh disertai adaptasi terhadap perubahan tersebut.Dengan
demikian seberapa besar peran sistem saraf pusat dapat mengukur kehidupan
organisme.

E. Faktor-faktor yang mempengaruhi imobilisasi

1.Gaya Hidup

Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin tinggi
tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat
meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan
tetang mobilitas seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara
yang sehat misalnya; seorang ABRI akan berjalan dengan gaya berbeda dengan
seorang pramugari atau seorang pemambuk.

2.Proses penyakit dan injuri

Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan mempengaruhi


mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untukobilisasi
secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani operasi. Karena adanya
nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada kalanya klien harus
istirahat di tempat tidurkarena mederita penyakit tertentu misallya; CVA yang
berakibat kelumpuhan, typoid dan penyakit kardiovaskuler.
3. Kebudayaan

Kebudayaan dapat mempengarumi poa dan sikap dalam melakukan aktifitas


misalnya; seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan berebda
mobilitasnya dengan anak kota yang biasa pakai mobil dalam segala
keperluannya. Wanita kraton akan berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan
seorang wanita madura dan sebagainya.

4.Tingkat energy

Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang lagi
sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat apalagi
dengan seorang pelari.

5.Usia dan status perkembangan

Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasny dibandingkan


dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam masa pertumbuhannya
akan berbeda pula tingkat kelincahannya dibandingkan dengan anak yang sering
sakit.

F. Gangguan dalam Mobilisasi


1. Tirah Baring
Tirah baring merupakan suatu intervensi dimana klien dibatasi untuk tetap
berada ditempat tidur untuk tujuan terapeutik.Klien dalam kondisi bervariasi
dimasukan kedalam katagori tirah baring,lamanya tirah baring tergantung
penyakit atau cidera dan status kesehatan klien sebelumnya.Pada individu
normal dengan kondisi tirah baring akan mengalami kurangnya kekuatan otot
dari tingkat dasarnya pada rata-rata 3% sehari.
2. Imobilisasi
Imobilisasi merupakan gangguan imobilisasi fisik . (NANDA)
Sebagai suatu keadaan ketika individu mengalami atau beresiko mengalami
keterbatasan gerak fisik (Kim et al, 1995).penggunaan alat bantu eksternal
( mis: gips atau traksi rangka) pembatasan gerakan volunter atau kehilangan
fungsi motorik.

Menurut Mubarak (2008) secara umum ada beberapa macam keadaan


imobilitas antara lain :

a. Imobilitas fisik : kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan fisik yang


disebabkan oleh faktor lingkungan maupun kondisi orang tersebut.
b. Imobilitas intelektual : kondisi ini dapat disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan untuk dapat berfungsi sebagaimana mestinya, misalnya pada
kasus kerusakan otak

c. Imobilitas emosional : kondisi ini bisa terjadi akibat proses pembedahan atau
kehilangan seseorang yang dicintai

d. Imobilitas sosial : kondisi ini bisa menyebabkan perubahan interaksi sosial


yang sering terjadi akibat penyakit.(Mubarak, 2008).

Apabila ada perubahan mobilisasi,maka setiap sistem tubuh beresiko terjadi


gangguan/perubahan.
SOP MOBILISASI PASIEN DAN POSISI

A. Mobilisasi Pasien
1. Menaikkan Posisi Klien yang Melorot, ke Atas Tempat Tidur
 Pengertian
menempatkan kembali posisi klien yang melorot ke bagian bawah di tempat
tidur pada posisi semula.
 Tujuan
a. Memenuhi kebutuhan pengaturan posisi yang sesuai.
b. Memberikan rasa nyaman.
 Persiapan Alat
a. Rekstok gantung (overhead trapeze)
b. Sarung tangan
a. Atur Tempat Tidur
• Atur bagian kepala tempat tidur pada posisi datar atau serendah mungkin
yang mampu di toleransi oleh klien. Memperkecil pengaruh gravitasi.
• Naikan tempat tidur setinggi pusat gravitasi anda.
• Kunci semua roda tempat tidur dan naikkan pagar tempat tidur pada sisi
yang jauh dari anda.
• Ambil semua bantal, kemudian letakkan salah satu bantal di atas kepala
tempat tidur. Melindungi kepala klien dari kemungkinan cidera yang tidak
sengaja akibat terbentur dengan kepala tempat tidur saat di pindahkan.
b. Persiapan klien. Minta klien :
• Melakukan fleksi pinggul dan lutut, menumpukkkan telapak kaki di atas
permukaan tempat tidur. Mengurangi gesekan dengan permukaan tempat
tidur dan dapat memberikan tambahan tenaga dorngan.
• Berpegangan pada kepala tempat tidur dengan kedua tangan dan menarik
pada saat dipindahkan, Atau berpegangan pada rekstok gantung dengan
kedua tangan.kemudian mengangkat dan menarik pada saat di pindahkan.
• Atur Posisi Anda dan Pindahkan Klien :
• Berdiri disamping klien dengan wajah menghadap ke arah pergerakan,
lebarkan kedua kaki, satu kaki di depan, dan kaki lainnya di belakang.
Dengan tubuh condong ke depan,fleksikan punggung, lutut dan
pergelangan kaki.
• Letakkan satu tangan di bawah paha klien dan tangan lainnya di bawah
scapula.
• Tegakkan otot-otot gluteal,abdominal, kaki dan lengan. Kemudian
pindahkan/gerakkan klien ke atas sambil klien mendorong dengan telapak
kaki dan menarik dengan kedua tangan pada bagian kepala tempat tidur
atau pada rekstok gantung.

2. Memindahkan Posisi Klien di Tepi Tempat Tidur


 Pengertian
Menempatkan posisi klien berada pada posisi duduk di tepi tempat tidur.
 Tujuan
a. Memenuhi kebutuhan pengaturan posisi yang sesuai atau tepat.
b. Untuk persiapan prosedur selanjutnya (mentransfer klien ke kursi roda,
ambulasi)
 Persiapan Alat
Sarung tangan (jika perlu)
a. Atur tempat tidur
• Atur bagian kepala tempat tidur pada posisi datar.
• Naikkan tempat tidur setinggi pusat gravitasi anda.
• Kunci semua roda tempat tidur dan naikkan pagar tempat tidur pada sisi
yang jauh dari anda.
• Ambil semua bantal.
b. Atur Posisi Anda dan Posisi Klien Secara Tepat
• Naikkan kepala tempat tidur sampai pada posisi setengah duduk / duduk
penuh.
• Berdiri di samping tempat tidur, di sisi pinggul klien menghadap ke arah
kaki tempat tidur. Lebarkan kakai anda dengan salah satu kaki di depan.
Condongkan tubuh anda ke depan, fleksikan pinggul, lutut, dan
pergelangan kaki.
c. Angkat Klien Pada Posisi Duduk
• Letakkan salah satu tangan di bawah bahu klien.
• Letakkan tangan yang lainnya di bawah kedua paha dekat dengan lutut.
• Tegangkan otot-otot gluteal, abdominal, kaki dan lengan.
• Angkat paha klien secara perlahan.
• Putar kaki klien ke arah anda, sampai kedua kaki menjuntai dari tempat
tidur sedangkan tangan yang satunya memegang bahu klien.
• Tetap pegangi klien hingga klien memperoleh keseimbangan dan
kenyamanan.
• Pastikan klien merasa nyaman dengan posisi yang anda berikan.
• Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan.
• Dokumentasikan.

3. Mengatur Posisi Klien pada Posisi Duduk di Tepi Tempat Tidur


a. Atur tempat tidur
 Atur bagian kepala tempat tidur pada posisi datar
 Naikkan tempat tidur stinggi pusat gravitasi anda
 Kunci semua roda tempat tidur, dan naikkan pagar tempat tidur pada sisi
yang jauh dari anda
b. Atur posisi anda dan klien secara tepat
 Berdiri disamping tempat tidur, disisi pantat klien menghadap keearah
kepala tempat tidur. Lebarkan kaki anda dengan salah satu kaki didepan dan
jadikan kaki ini tumpuan berat badan
 Minta klien untuk meletakkan kedua tangan disisi tubuhnya dengan telapak
tangan menghadap diatas permukaan tempat tidur (menambah kekuatan
pada saat diangkat, klien dapat mendorong tubuhnya dengan kedua tangan
di atas tempat tidur)
c. Angkat klien pada posisi duduk
 Letakkan salah satu tangan dibawah bahu klien
 Letakkan tangan yang lainnya diatas permukaan tempat tidur, dan gunakan
untuk mendorong pada saat mengangkat
 Minta klien untuk mengangkat secara bersamaan dengan anda, dengan
mendorongkan kedua tangannya diatas permukaan tempat tidur. Angkat
dengan menarik bahu klien dengan menggunakan tangan dan lengan anda,
mendorongkan tangan anda yang satunya diatas permukaan tempat tidur,
dan pindahkan berat badan anda dari kaki depan ke kaki belakang.
d. Pastikan klien merasa nyaman dengan posisi yang anda berikan
e. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan

4. Memindahkan klien pada posisi duduk di tepi tempat tidur


 Persiapan alat: sarung tangan (bila diperlukan)
 Persiapan pasien:
a. Jelaskan prosedur pada pasien
b. Pasien berada di atas tempat tidur
 Persiapan tempat:
a. Naikkan posisi tempat tidur setinggi pusat gravitasi kita, bagian kepala
tempat tidur pada posisi datar
b. Kunci semua roda tempat tidur dan naikkan pagar tempat tidur pada posisi
yang jauh dari kita
 Pelaksanaan:
a. Cuci tangan
b. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
c. Naikkan posisi tempat tidur secara perlahan-lahan sampai posisi semi
fowler/fowler
d. Berdiri disamping tempat tidur di sisi pinggul pasien menghadap ke arah
kaki tempat tidur. Lebarkan kaki anda dengan salah satu kaki di depan.
Condongkan tubuh anda ke depan, fleksikan pinggul, lutut dan pergelangan
kaki
e. Letakkan salah satu tangan dibawah pinggul pasien dan tangan lainnya di
bawah kedua paha dekat lutut
f. Angkat paha pasien secara perlahan-lahan
g. Putar kaki pasien kearah anda sampai kedua kaki menyentai dari tempat
tidur, sedangkan tangan yang satunya memegang bahu yang satunya
h. Tetap pegang pasien sampai memperoleh keseimbangan
i. Dokumentasikan hasil tindakan
j. Mencuci tangan

5. Memindahkan Pasien dari Tempat Tidur ke Brankart


 PENGERTIAN
Adalah memindahkan pasien yang mengalami ketidak mampuan,
keterbatasan atau tidak sadar dari tempat tidur ke brangkar yang dilakukan oleh
dua atau tiga orang perawat.
 TUJUAN
Memindahkan pasien antar ruangan untuk tujuan tertentu (misalnya
pemeriksaan diagnostik,pidah ruangan, dll).
 ALAT dan BAHAN
a. Brangkar
b. Bantal bila perlu
c. Sarung tangan bila perlu
 Persiapan pasien:
a. Pasien berada di tempat tidur
b. Jelaskan prosedur kepada pasien
 Persiapan tempat:
a. Atur posisi tempat tidur pada posisi datar dari bagian kepala sampai kaki,
kunci semua roda bed
b. Letakkan brankart secara paralel di samping tempat tidur, kunci semua roda
bed
 Pelaksanaan:
a. Cuci tangan
b. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
c. Naikkan posisi tempat tidur sampai lebih tinggi dari brankart
d. Posisikan pasien di tepi tempat tidur, tutupi dengan selimut untuk privasi
e. Minta pasien untuk memfleksikan leher jika memungkinkan dan
menyilangkan kedua tangan di atas dada
f. Perawat pertama meletakkan kedua tangan di bawah bagian dada dan leher,
perawat kedua di bawah pinggul, dan perawat ketiga di bawah kaki pasien
g. Condongkan tubuh ke depan, fleksikan pinggul, lutut dan pergelangan kaki.
Perawat pertama memberikan intruksi kemudian angkat pasien secara
bersama-sama dari tempat tidur ke brankart
h. Kencangkan sabuk pengaman melintang di atas tubuh pasien
i. Mencuci tangan
j. Dokumentasikan hasil tindakan
6. Teknik Berjalan dengan Tongkat

Pelaksanaan:
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Gunakan tongkat pada sisi tubuh klien yang terkuat
c. Klien mulai melangkah dengan kaki yang terlemah, bergerak maju dengan
tongkat, sehingga berat badan klien terbagi antara tongkat dan kaki yang
terkuat
d. Kaki yang terkuat maju melangkah setelah tongkat, sehingga kaki terlemah dan
berat badan klien disokong oleh tongkat dan kaki terkuat.
e. Berjalanlah disisi bagian tungkai klien yang lemah. Klen kemungkinan jatuh ke
arah bagian tungkai yang lemah tersebut.
f. Ajak klien berjalan selama waktu atau jarak yang telah ditetapkan dalam
rencana keperawatan.
g. Jika klien kehilangan keseimbangan atau kekuatannya dan tidak segera pulih,
masukkan tangan anda keketiak klien, dan ambil jarak berdiri yang luas untuk
mendapatkan dasar tumpuan yang baik. Sandarkan klien pada pinggul
andasampai tiba bantuan, atau rendahkan badan anda dan turunkan klien secara
perlahan ke lantai
h. Dokumentasikan kemajuan klien.

7. Teknik Berjalan dengan Kruk

Pelaksanaan:
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Pastikan panjang kruk sudah tepat
c. Bantu klien mengambil posisi segitiga, posisi dasar berdiri menggunakan kruk
sebelum mulai berjalan.
d. Ajarkan klien tentang salah satu dari empat cara berjalan dengan kruk
e. Perubahan empat titik atau cara berjalan empat titik memberi kestabilan pada
klien, tetapi  memerlukan panahanan berat badan pada kedua tungkai. Masing-
masing tungkai digerakkan secara bergantian dengan masing-masing kruk,
sehingga sepanjang waktu terdapat tiga titikdukungan pada lantai
f. Perubahan tiga titik atau cara berjalan tiga titik mengharuskan klien menahan
semua beratbadan pada satu kaki. Berat badan dibebankan pada kaki yang
sehat, kemudian pada kedua krukdan selanjutnya urutan tersebut diulang. Kaki
yang sakit tidak menyentuh lantai selama fase dini berjalan tiga titik. Secara
bertahap klien menyentuh lantai dan semua beban berat badan bertumpu pada 
g. Cara berjalan dua titik memerlukan sedikitnya pembebanan berat badan
sebagian pada masing-masing kaki. Kruk sebelah kiri dan kaki kanan  maju
bersama-sama. Kruk sebelah kanan dan kaki kiri maju bersama-sama.
h. Cara jalan mengayun  ke kruk ( swing to gait), klien yang mengalami paralisi
tungkai dan pinggul dapat menggunakan cara jalan mengayun ini. Penggunaan
cara ini dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan atrofi otot yang
tidak terpakai. Minta klien untuk menggerakkan kedua kruk kedepan  secara
bersamaan.pindahkan berat badan kelengan dan mengayun melewati kruk.
i. Cara jalan mengayun melewati kruk ( swing throughgait)
j. Cara jalan ini sangat memerlukan ketrampilan,kekuatan dan koordinasi klien.
Minta klien untuk menggerakkan kedua kruk kedepan secara bersamaan.
Pindahkan berat  badan ke lengan dan mengayun melewati kruk.
k. Ajarkan klien menaiki dan menuruni tangga

8. Teknik Berjalan dengan Kursi Roda


Pelaksanaan:
a. Cuci tangan
b. Jelaskan prosedur pelaksanaan
c. Rendahkan posisi tempat tidur pada posisi terendah sehinggaa kaki klien dapat
menyentuh lantai. Kunci semua roda tempat tidur
d. Letakkan kursi roda sejajar dan sedekat mungkin dengan tempat tidur. Kunci
semua roda dari kursi roda. Bantu  klien pada posisi duduk di tepi tempat tidur
e. Kaji adanya hipotensi sebelum memindahkan klien dari tempat tidur
f. Ketika klien turun dari tempat tidur, perawat harus berdiri tepat dihadapannya
dan klien meletakkan tangannya dipundak perawat. Selanjutnya, perawat
meletakkan tangannya dipinggang klien
g. Sementara klien mendorong badannya keposisi berdiri, perawat membantu
mengangkat bagian atas tubuh klien.
h. Klien dibiarkan berdiri selama beberapa detik untuk memastikan tidak adanya
pusing 
i. Perawat tetap berdiri menghadap klien lalu memutar tubuh klien sehingga
membelakangi kursi  roda. Setelah itu, perawat memajukan salah satu kakinya
dan memegang kedua lutut untuk menjaga keseimbangan, kemudian membantu
klien untuk duduk di kursi roda.

9. Teknik Berjalan dengan Walker Kruk

Pelaksanaan:
a. Ketika klien membutuhkan bantuan maksimal.
• Gerakkan walker kedepan  kira-kira 15 cm sementara berat badan bertumpu
pada kedua tungkai
• Kemudian gerakkan kaki kanan hingga mendekakti walker sementara berat
badan dibebankan pada tungkai kiri dan kedua tangan.
• Selanjutnya, gerakkan kaki kiri hingga mendekati kaki kanan sementara
berat badan bertumpu pada tungkai kanan dan kedua lengan.
b. Jika salah satu tungkai klien lemah
• Gerakkan tungkai yang lemah ke depan secara bersamaan sekitar 15 cm (6
inchi) sementara berat badan bertumpu pada tungkai yang kuat
• Kemudian, gerakkan tungkai yang lebih kuat ke depan sementara berat
badan bertumpu pada tungkai lemah dan kedua lengan.

B. SOP POSISI PASIEN


1. Posisi Sim

 Pengertian
Posisi dengan pasien dibaringkan kekiri, atau kekanan dengan setengah
telungkup, dan tangan yang dibawah diletakkan dibelakang punggung, serta yang
atas difleksikan didepan bahu.
 Tujuan:
a. Mamfasilitasi drainage mulut dan mencegah aspirasi
b. Mengurangi penekanan pada sacrum dan panggul.
c. Mempersiapkan pemeriksaan dan pengobatan area perineal.
d. Mempersiapkan prosedur enema.
 Pelaksaan:
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
3. Klien miring kekiri atau kekanan dan setengah badan telungkup. Tangan
yang dibawah diletakkan dibelakang punggung, serta yang atas difleksikan
didepan bahu.
4. Dibawah kepala diberi bantal.
5. Dibawah kaki dan tangan yang difleksikan didepan diberi bantal
6. Observasi kesejajaran tubuh, tingkat kenyamanan dan titik potensi tekanan
7. Cuci tangan
8. Catat respon pasien

2. Posisi Trenderlenberg

 Pengertian
Posisi klien dengan berbaring datar, baik terlentang atau telungkup dengan
posisi kaki lebih tinggi dari kepala.
 Tujuan
a. Memperlancar peredaran darah ke otak
b. Memperlancar drainage secret
c. Memudahkan jalannya pembedahan pada bagian perut.
 Indikasi
a. Dilakukan pada yang shock
b. Pada klien dengan pemasangan skin traksi pada kaki
c. Dilakukan pada klien yang mempunyai penyakit pembuluh daerah
peripheral
 Alat/bahan:
1. Bantal
2. Tempat tidur khusus
3. Balok penopang bagian kaki tempat tidur
 Pelaksanaan:
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
3. Pasien dalam keadaan berbaring
4. Tempatkan bantal diantara kepala dan ujung tempat tidur pasien
5. Tempatkan bantal dibawah lipatan lutut
6. Tempatkan balok penopang dibagian kaki tempat tidur
7. Atur tempat tidur khusus dengan ditinggikan bagian kaki pasien
8. Cuci tangan
9. Catat respon pasien

3. Posisi Anti Trenderlenberg

 Pengertian
Memberikan bagian kepala tempat tidur lebih rendah dari pada bagian kaki
 Tujuan
a. Meningkatkan pengosongan lambung
b. Mencegah reflek osophagial
 Alat/bahan
a. Bantal
b. Tempat tidur khusus
c. Balok penopang bagian kepala tempat tidur
 Pelaksanaan:
d. Cuci tangan
e. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
f. Pasien dalam keadaan berbaring
g. Tempatkan bantal diantara kaki dan ujung tempat tidur pasien
h. Tempatkan bantal dibawah lipatan lutut
i. Tempatkan balok penopang dibagian kaki tempat tidur
j. Atur tempat tidur khusus dengan ditinggikan bagian kepala pasien
k. Cuci tangan
l. Catat respon pasien

4. Posisi Dorsal Recumbent

 Pengertian
Tindakan memberikan posisi dimana pasien berbaring terlentang dengan
posisi kaki ditekuk, telapak kaki menapak diatas tempat tidur dan kedua kaki
diregangkan.
 Tujuan:
a. Mempermudah tindakan pemeriksaan dan tindakan perawatan pada daerah
genetalia
b. Mempermudah proses persalinan
c. Untuk mengurangi gangguan nyeri hebat
 Indikasi:
a. Dilakukan pada ibu hamil
b. Dilakukan pada waktu melakukan vulva hygine
 Alat/bahan:
a. Bantal
b. Tempat tidur khusus
c. Selimut
 Pelaksanaan:
a. Cuci tangan
b. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
c. Pasien dalam keadaan berbaring
d. Pakaian bawah dibuka
e. Menekuk lutut dan tumit diletakkan diatas tempat tidur. Pasien diselimuti
atau menutupi area genetalia
f. Cuci tangan
g. Catat respon pasien

5. Posisi Litotomi
 Pengertian
Membaringkan pasien terlentang dengan kedua paha diangkat dan ditekuk
kearah perut, tungkai bawah membuat sudut 90 derajat terhadap paha.
 Tujuan:
a. Memudahkan untuk pemeriksaan daerah genetalia dan traktus genetalia.
b. Memudahkan masuknya speculum vagina.
 Indikasi:
a. Dilakukan pada klien untuk pemeriksaan kandung kemih
b. Dilakukan pada pemeriksaan girekologi
 Alat/bahan:
a. Bantal
b. Tempat tidur khusus
c. selimut
 Pelaksanaan:
a. Cuci tangan
b. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
c. Pasien dalam keadaan berbaring
d. Angkat kedua paha dan ditarik ke atas abdomen
e. Tungkai bawah membentuk sudut 90° terhadap paha
f. Letakkan bagian lutut/kaki pada penyangga kaki di tempat tidur khusus
untuk posisi litotomi
g. Memberikan kenyamanan dan pertahanan klien tetap tertutup selimut
dengan baik.
h. Cuci tangan
i. Catat respon pasien

6. Posisi Knee Chest

 Pengertian
Posisi klien dengan berlutut kedepan dengan kepala dan dada teratas rileks
pada tempat tidur.
 Tujuan:
a. Memberikan pemaparan maksimal pada daerah rectal.
b. Mempermudah pemeriksaan rectum.
 Indikasi:
Pemeriksaan rectum dan perineum wanita atau selama prostoskopi
(penempatan bidang visualisasi pada rectum).
 Alat/bahan:
a. Tempat tidur
b. selimut
 Pelaksanaan:
a. Cuci tangan
b. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
c. Minta pasien untuk mengambil posisi menungging dengan kedua kaki
ditekuk dan dada menempel pada matras tempat tidur
d. Pasang selimut untuk menutupi daerah perineal pasien
e. Cuci tangan
f. Catat respon pasien

7. Posisi Supinasi

 Pengertian
Posisi dengan klien berbaring lurus, tulang punggung dan kedua kaki lurus,
posisi lengan dengan telapak tangan menghadap kebawah, untuk menjaga kaki
tetap pada sisi yang tepat.
 Tujuan:
a. Agar menjadi lebih rilek
b. Mencegah kontroktur otot  abdomen
c. Memudahkan pemeriksaan denyut nadi.
 Indikasi:
a. Di lakukan pada ibu hamil muda
b. Dilakukan pada waktu pre dan post operasi
 Alat/bahan:
a. Bantal
b. Tempat tidur
 Pelaksanaan:
a. Cuci tangan
b. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
c. Pasien dalam keadaan berbaring
d. Letakan bantal dibawah kepala dan bahu klien
e. Letakan bantal dibawah punggung hingga tumit dan telapak kaki klien jika
dibutuhkan
f. Cuci tangan
g. Catat respon pasien

8. Posisi Pronasi

 Pengertian
Posisi telungkup dengan kepala menoleh kesatu sisi dan lengan disamping
bahu untuk mencegah hiperekstensi dan fleksi.
 Tujuan:
a. mempersiapkan penatalaksanaan laminectomi
b. mencegah terjadi penekanan pada pasien dengan luka bakar punggung
 Indikasi:
a. Untuk klien yang baru sembuh dari pembedahan pada mulut atau
kerongkongan.
b. Hanya dapat dilakukan pada klien yang punggungnya dapat diluruskan
secara tepat, dan dilakukan dalam waktu cepat.
 Alat/bahan:
a. Bantal
b. Tempat tidur
 Pelaksanaan:
a. Cuci tangan
b. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
c. Minta pasien untuk mengambil posisi telungkup
d. Hadapkan kepala pasien di satu sisi, letakkan bantal dibawah kepala
e. Letakkan bantal yang lain dibawah perut mulai dari diafragma sampai tumit
f. Cuci tangan
g. Catat respon pasien

9. Posisi Semi Fowler

 Pengertian
Merupakan sikap dalam posisi setengah duduk 15 derajat sampai dengan 60
derajat.
 Tujuan:
a. Mobilisasi.
b. Memberikan perasaan lega kepada klien yang sesak nafas.
c. Memudahkan perawatan misalnya memberikan makan.
 Indikasi:
a. Klien sesak nafas.
b. Klien pasca operasi struma, hidung, thorax.
c. Klien dengan penyakit tenggorakan yang memproduksi sputum, aliran
gelembung dan kotoran pada saluran pernafasan.
 Alat/bahan:
Bantal
 Pelaksanaan:
a. Cuci tangan
b. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
c. Tinggikan kepala tempat tidur 15-60°
d. Topangkan kepala diatas tempat tidur atau bantal kecil
e. Gunakan bantal untuk menyokong lengan dan tangan
f. Tempatkan bantal tipis di punggung bawah, bawah paha, dan pergelangan
kaki
g. Tempatkan papan kaki di dasar telapak kaki pasien
h. Turunkan tempat tidur
i. Observasi posisi pasien kesejajaran tubuh, dan tingkat kenyamanan
j. Cuci tangan
k. Catat respon pasien

10. Posisi Fowler

 Pengertian
Posisi duduk, dimana pasien istirahat diatas tempat tidur dengan tubuh agak
dinaikan keatas dan derajat ketinggian (75 – 90) derajat.
 Tujuan:
a. Memperbaiki jurah jantung
b. Meningkatkan ventilasi paru
c. Membantu mempermudah komunikasi atau sosialisasi
d. Mencegah aspirasi saat makan
 Indikasi:
a. Klien sesak nafas (penyakit jantung dan asma) atau gangguan pernafasan
b. Klien dengan resiko ulkus
c. Klien yang sedang makan atau minum
 Pelaksanaan:
a. Cuci tangan
b. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
c. Tinggikan kepala tempat tidur 75-90°
d. Topangkan kepala diatas tempat tidur atau bantal kecil
e. Gunakan bantal untuk menyokong lengan dan tangan
f. Tempatkan bantal tipis di punggung bawah, bawah paha, dan pergelangan
kaki
g. Tempatkan papan kaki di dasar telapak kaki pasien
h. Turunkan tempat tidur
i. Observasi posisi pasien kesejajaran tubuh, dan tingkat kenyamanan
j. Cuci tangan
k. Catat respon pasien
DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Aziz H. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Buku 1. Jakarta : Salemba
Medika.
Indriono,Anik. (2013),  Pengkajian Pemeriksaan Fisik. Tersedia di:
http://stikesmuhammadiyahpringsewu.blogspot.com/2012/09/konsep-pemeriksaan-
fisik-dan-proses.html

Anda mungkin juga menyukai