Anda di halaman 1dari 7

Obat – Obat Resusitasi

Jantung Paru
Pembimbing : dr. Jones Damanik Sp.An
Disusun oleh : Ricky Arky (208210104)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ANESTESI
RUMAH SAKIT UMUM dr. DJASAMEN SARAGIH
PEMATANG SIANTAR
2014
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat TuhanYang Maha Esa karena
berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tulisan yang berjudul
“OBAT – OBAT RESUSITASI JANTUNG PARU” dalam rangka melengkapi
persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Anestesi RSUD Dr. Djasamen Saragih
Pematangsiantar.

Dalam kesempatan ini pula penulis hendak menyampaikan rasa terimakasih


kepada dr. JONES DAMANIK, SpAn yang telah memotivasi, membimbing, dan
mengarahkan penulis selama menjalani program Kepaniteraan Klinik Senior di bagian
Anestesi dan dalam menyusun tulisan ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna.
Untuk itulah, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga
tulisan ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan kita.

Pematangsiantar, Mei 2014


Penulis
Obat – Obat RJP (Resusitasi Jantung Paru)

Obat-obat tersebut dibagi menjadi 2 golongan:


1. Penting:
 Adrenalin
Mekanisme kerja merangsang reseptor alfa dan beta, dosis yang
diberikan 0,5-1 mg iv diulang setelh 5 menit sesuai kebutuhan dan yang
perlu diperhatikan dapat meningkatkan pemakaian O2 myocard,
takiaritmi, fibrilasi ventrikel .
Indikasi : henti jantung (VF, VT tanpa nadi, asistole, PEA) , bradikardi,
reaksi atau shock anfilaktik, hipotensi.
Preparat : 1 mg dalam 1 ampul
Efek : vasokontriksi terutama vasokontriksi perifer, merangsang
kontraksi jantung dengan meningkatkan HR, memperbaiki tekanan
perfusi koroner
Indikasi : padap asystole, fibrilasi ventrikel, EMD (elekctro Mechanical
Dissociation).
efek samping : Disritmia ventrikel, angina pektoris, nyeri kepala, tremor,
pengeluaran urine berkurang, ketakutan serta ansietas.

 Natrium Bicarbonat
Penting untuk melawan metabolik asidosis, diberikan iv dengan
dosis awal : dosis mula 1 mEq/ kg (bila henti jantung lebih dari 2 menit)
kemudian dapat diulang tiap 10 menit dengan dosis 0,5 mEq/ kg sampai
timbul denyut jantung spontan atau mati jantung. Dapat juga diberikan
intrakardial, begitu sirkulasi spontan yang efektif tercapai, pemberian
harus dihentikan karena bisa terjadi metabolik alkalosis, takhiaritmia dan
hiperosmolalitas. Bila belum ada sirkulasi yang efektif maka ulangi lagi
pemberian dengan dosis yang sama..
Penggunaan natrium bikarbonat tidak lagi dianjurkan kecuali
pada resusitasi yang lama, yaitu pada korban yang diberi ventilasi buatan
yang lama dan efisien, sebab kalau tidak asidosis intraseluler justru
bertambah dan tidak berkurang. Penjelasan untuk keanehan ini bukanlah
hal yang baru. CO2 yang tidak dihasilkan dari pemecahan bikarbonat
segera menyeberangi membran sel jika CO2 tidak diangkut oleh
respirasi.

 Sulfat Atropin
Mengurangi tonus vagus memudahkan konduksi atrioventrikuler
dan mempercepat denyut jantung pada keadaan sinus bradikardi. Paling
berguna dalam mencegah cardiac arrest pada keadaan sinus bradikardi
sekunder karena infark miokard, terutama bila ada hipotensi. Dosis yang
dianjurkan ½ mg, diberikan iv. Sebagai bolus dan diulang dalam interval
5 menit sampai tercapai denyut nadi > 60 /menit, dosis total tidak boleh
melebihi 2 mg kecuali pada blok atrioventrikuler derajat 3 yang
membutuhkan dosis lebih besar. Disamping itu, efek lainnya adalah
melemaskan tonus otot polos organ-organ dan menurunkan spasme
gastrointestinal.

 Lidokain
Pemberian ini dimaksud untuk mengatasi gangguan irama antara
lain VF, VT, Ventrikel.
Pada dosis terapeutik biasa, tidak ada perubahan bermakna dari
kontraktilitas miokard, tekanan arteri sistemik, atau periode refrakter
absolut. Obat ini terutama efektif menekan iritabilitas sehingga
mencegah kembalinya fibrilasi ventrikel setelah defibrilasi yang berhasil,
juga efektif mengontrol denyut ventrikel prematur yang mutlti fokal dan
episode takhikardi ventrikel.
Ekstra Sistol yang multipel, multifokal, konsekutif/salvo dan R on T.
Dosis 1 – 1,5 mg/kg BB bolus i.v dapat diulang dalam 3 – 5 menit
sampai dosis total 3 mg/kg BB dalam 1 jam pertama kemudian dosis drip
2-4 mg/menit sampai 24 jam dapat diberikan intratrakeal atau
transtrakeal dengan dosis 2–2,5 kali dosis intra vena.
Kontra indikasi : alergi, AV blok derajat 2 dan 3, sinus arrest dan irama
idioventrikuler

 Dopamin
Untuk merangsang efek alfa dan beta adrenergic agar
kontraktilitas miokard, curah jantung (cardiac output) dan tekanan darah
meningkat.
Dosis 2-10 μg/kgBB/menit dalam drip infuse. Atau untuk memudahkan 2
ampul dopamine dimasukkan ke 500 cc D5% drip 30 tetes mikro/menit
untuk orang dewasa.

 Amiodaron
Indikasi : Digunakan secara luas untuk fibrilasi atrial dan takiaritmia
ventrikuler. Selain itu untuk mengontrol kecepatan nadi pada aritmia
atrial dan pada pasien dengan fungsi ventrikel kiri yang menurun jika
pemberian digoksin sudah tidak efektif. Pemberian direkomendasikan
pada keadaan-keadaan berikut ini:
Efek Samping : Vasodilatasi dan hipotensi, Memiliki efek negative
inotropik, Memilki efek memperpanjang interval QT
Dosis :
a. Pada henti jantung 300 mg IV cepat (dalam panduan AHA tahun
2000, dianjurkan untuk diencerkan
b. dengan 20-30 ml dekstrose 5%). Pertimbangkan pemberian
berikutnya sebanyak 150 mg IV
c. dalam 3-5 menit. Dosis kumulatif maksimum 2,2 gram IV/24
jam.
d. Pada kompleks QRS lebar yang stabil, maksimum pemberian 2,2
gram IV/24 jam
Cara pemberian dengan bolus 150 ml IV dalam 5-10 menit dapat
diulangi 150 mg IV setiap 10 menit jika diperlukan. Infus lambat 360 mg
IV selama 6 jam (1 mg/menit). Dosis pemeliharaan 540 mg IV dalam 18
jam ( 0,5 mg/menit). Jangan diberikan secara bersamaan dengan
procainamide

 Magnesium Sulfat
Indikasi : Dianjurkan digunakan pada henti jantung hanya jika terjadi
torsades de Pointes atau hipomagnesimia.
Mengobati ventrikel aritmia yang disebabkan intoksikasi digitalis.
Kontraindikasi : Seringkali terjadi penurunan tekanan darah pada waktu
diberikan secara cepat, Hati-hati pemberian pada orang yang terkena
gagal jantung.
Dosis : Pada henti jantung (jka terjadi hipomagnesemia) atau tanpa henti
jantung : bolus 1-2 g dicampur dalam 50-100 cc D5W selama
lebih dari 5-60 menit IV. Lanjutkan dengan 0,5-1 g per hari IV.
Infark miokard akut jika ada indikasi: bolus 1-2 g dicampur dalam 50-
100 cc D5W selama 5-60 menit IV. Ikuti dengan 0,5-1 g per hari IV.

2. Berguna:
 Isoproterenol
Merupakan obat pilihan untuk pengobatan segera (bradikardi
hebat karena complete heart block). Ia diberikan dalam infus dengan
jumlah 2 sampai 20 mg/menit (1- 10 ml larutan dari 1 mg dalam 500 ml
dectrose 5 %), dan diatur untuk meninggikan denyut jantung sampai
kira-kira 60 kali/menit. Juga berguna untuk sinus bradikardi berat yang
tidak berhasil diatasi dengan Atropine. Efek sampingnya berupa
Bradikardi, hipertensi, hipotensi, sakit dada, palpitasi, takhikardi, aritmia
ventrikular, peningkatan infark jantung, sakit kepala, gelisah, tegang,
peningkatan serum glukosa, penurunan serum kalium, hipokalemia,
mual, muntah.

 Propanolol
Suatu beta adrenergic blocker yang efek anti aritmianya terbukti
berguna untuk kasus-kasus takhikardi ventrikel yang berulang atau
fibrilasi ventrikel berulang dimana ritme jantung tidak dapat diatasi
dengan Lidocaine. Dosis umumnya adalah 1 mg iv, dapat diulang sampai
total 3 mg, dengan pengawasan yang ketat.

 Kortikosteroid
Sekarang lebih disukai kortikosteroid sintetis (5 mg/kgBB methyl
prednisolon sodium succinate atau 1 mg/kgBB dexamethasone fosfat)
untuk pengobatan syok kardiogenik atau shock lung akibat henti jantung.
Bila ada kecurigaan edema otak setelah henti jantung, 60-100 mg methyl
prednisolon sodium succinate tiap 6 jam akan menguntungkan. Bila ada
komplikasi paru seperti pneumonia post aspirasi, maka digunakan
dexamethason fosfat 4-8 mg tiap 6 jam.
Digunakan untuk perbaikan paru yang disebabkan gangguan
inhalasi dan untuk mengurangi edema cerebri
 Morfin
Sebagai analgetik kuat, dapat digunakan untuk edema paru
setelah cardiac arrest.
Dosis 2-5 mg dapat diulang 5 – 30 menit.
REFERENSI

1. Latief S.A. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi Kedua. Penerbit FKUI. Jakarta.
2007

2. Alkatiri J. Resusitasi Kardio Pulmoner dalam Sudoyo W. Buku Ajar Ilmu


Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. FKUI. Jakarta. 2007. Hal. 173-7

Anda mungkin juga menyukai