Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penerapan Precede-Proceed dalam Evaluasi Program Pusat Informasi

dan Konseling Remaja

Penelitian ini menggunakan model teori Precede-Proceed. Model Precede-

Proceed adalah suatu konsep yang dibuat oleh Lawrence W. Green pada tahun

1974, yang dapat membantu perencanaan suatu program kesehatan, pembuat

kebijakan dan evaluator untuk menganalisis situasi dan program kesehatan yang

efektif dan efesien. Konsep ini digunakan karena komponen-komponen yang ada

di dalamnya sesuai dengan apa yang ingin diukur di dalam penelitian ini. Model

Proceed memberikan desain yang lengkap untuk menilai kesehatan dan kebutuhan

hidup serta merancang, melaksanakan dan mengevaluasi program promosi

kesehatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap perilaku kesehatan baik

dari faktor individu maupun lingkungan. Model Precede-Proceed dikemas dalam

dua bagian. Bagian yang pertama adalah PRECEDE (Predisposing, Reinforcing,

Enabling, Constructs in, Educational/Ecological, Diagnosis, Evaluation) yang

berfokus pada perencanaan program. Bagian yang kedua adalah PROCEED

(Policy, Regulatory, Organizational, Constructs in, Educational, Enviromental,

Development) yang berfokus pada implementasi dan evaluasi. Konsep Precede-

Proceed ini baik digunakan dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi

Program PIK-R.
11

Berdasarkan teori Precede-Proceed, perilaku seseorang ditentukan oleh

tiga faktor, yaitu faktor predisposisi (predisposing factors), faktor pemungkin

(enabling factors) dan faktor penguat (reinforcing factors).

2.1.1 Faktor Predisposisi (Predisposing Factors)

Faktor predisposisi merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi

perubahan perilaku seseorang, diantaranya pendidikan, pengetahuan, sikap,

tradisi, kepercayaan, sistem, keyakinan, nilai-nilai serta norma yang berlaku di

masyarakat dan persepsi. Evaluasi program PIK-R dapat dilakukan dengan

mengukur pengetahuan dan sikap remaja yang melaksanakan program tersebut.

Jika dikaitkan dengan penelitian terdahulu yang mengevaluasi Program PIK-R,

maka faktor predisposisi yang diukur antara lain pengetahuan dan sikap remaja

terkait kesehatan reproduksi, serta persepsi remaja terhadap Program PIK-R.

2.1.2 Faktor Pemungkin (Enabling Factors)

Faktor pemungkin merupakan faktor-faktor yang memungkinkan atau

mendukung perubahan perilaku diantaranya lingkungan fisik, fasilitas dan sarana

prasarana yang mendukung perubahan perilaku, sumber daya manusia, serta

akses atau keterjangkauan terhadap fasilitas dan sarana prasarana tersebut. Faktor

pemungkin yang dapat dievaluasi dari Program PIK-R berdasarkan penelitian

terdahulu adalah akses terhadap layanan kesehatan reproduksi.

2.1.3 Faktor Penguat (Reinforcing Factors)

Faktor penguat terjadinya perubahan perilaku kesehatan diantaranya sikap

dan perilaku petugas kesehatan, dukungan (teman sebaya, guru, orang tua dan

keluarga), dukungan tokoh masyarakat, dukungan program, dukungan kebijakan


12

yang berlaku di daerah tersebut serta komitmen pemangku kepentingan dan mitra

kerja. Faktor penguat yang dapat dievaluasi dari Program PIK-R berdasarkan

penelitian terdahulu adalah dukungan sekolah serta keterampilan pendidik dan

konselor sebaya.

Model Precede-Procede ini telah digunakan dalam penelitian-penelitian

evaluasi terkait efektifitas program kesehatan reproduksi, antara lain dalam

penelitian Sulistiawan (2014) mengenai program pemberdayaan pendidik sebaya

dalam pengembangan pendidikan kesehatan di kawasan lokalisasi Dolly. Variabel

yang diukur adalah pengetahuan remaja terkait kesehatan reproduksi, pola pikir

remaja, kecakapan dalam pengambilan keputusan, akses terhadap sumber

informasi, perilaku sosioseksual remaja, serta dukungan Puskesmas. Model ini

digunakan karena mempunyai desain yang lengkap untuk merancang,

melaksanakan dan mengevaluasi program promosi kesehatan masyarakat.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Wahyuningrum (2015) mengenai

upaya promosi kesehatan pendewasaan usia perkawinan oleh Pusat Informasi dan

Konseling Remaja (PIK-R) juga meninjau dari Teori Precede-Proceed. Variabel

yang diukur adalah pengetahuan, sikap, pendidikan, akses terhadap informasi

terkait kesehatan reproduksi, serta komitmen pemangku kepentingan. Teori

Precede-Proceed digunakan dalam penelitian ini karena komponen-komponennya

sangat cocok untuk melihat bagaimana sebuah perencanaan, pelaksanaan dan

evaluasi suatu program promosi kesehatan dilakukan.


13

2.2 Penelitian Terkait Efektifitas Program PIK-R

Beberapa penelitian baik nasional maupun internasional, dilakukan untuk

melihat efektifitas program kesehatan reproduksi remaja dari aspek pengetahuan,

sikap dan perilaku, kecakapan hidup, akses ke layanan konseling dan rujukan

serta kesiapan kehidupan berumah tangga pada remaja, yang akan dijelaskan

seperti dibawah ini.

2.2.1 Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Terkait Kesehatan Reproduksi Sesuai

dengan Pemanfaatan Program PIK-R

Penelitian Olgavianita (2015), menyatakan bahwa terdapat perbedaan

pengetahuan terkait kesehatan reproduksi antara siswa yang memanfaatkan

layanan PIK-R dan tidak di SMA Negeri 1 Nguter (p=0,000). Hal ini

membuktikan bahwa Program PIK-R sebagai salah satu wadah informasi

kesehatan reproduksi remaja di sekolah sangat berpengaruh. Siswa bisa datang

langsung ke layanan PIK-R untuk membaca buku kesehatan reproduksi ataupun

berkonsultasi dengan guru/konselor sebaya sehingga mendapatkan informasi

secara efektif dan terpercaya.

Pendidikan seks berpengaruh terhadap sikap terkait seks pranikah pada

siswa di SMA Negeri 1 Pundong Bantul (Dhati, 2013). Sejalan dengan penelitian

Handoyo (2015) yang menyebutkan bahwa terdapat perbedaan sikap terkait

kesehatan reproduksi pada siswa di sekolah yang memiliki PIK-R dengan sekolah

yang tidak memiliki PIK-R. Pada sekolah yang ada layanan PIK-R tidak terdapat

perilaku siswa yang berisiko tinggi, sedangkan pada sekolah yang tidak ada
14

layanan PIK-R terdapat 1,9% siswa dengan perilaku kesehatan reproduksi dalam

kategori risiko tinggi. Namun perbedaan yang terjadi tidak begitu bermakna.

Penelitian yang dilakukan oleh Amri (2013) menyebutkan bahwa terdapat

perbedaan perilaku seksual remaja berdasarkan pada kepesertaan dalam program

PIK-R di SMU Kabupaten Jember. Remaja yang mengikuti program PIK-R

memiliki perilaku seksual tidak berisiko lebih besar dibandingkan dengan remaja

yang tidak mengikuti.

2.2.2 Keterampilan Pendidik Sebaya

Program PIK-R memiliki pengaruh terhadap kemampuan dan

keterampilan pendidik sebaya dalam memberikan informasi kesehatan reproduksi.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ainun (2016) yang

menyatakan bahwa konselor sebaya PIK-R Redasi di SMPN 22 Surabaya

memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan untuk menjadi konselor yang baik, yaitu

memahami materi yang disampaikan, memiliki kepribadian yang baik, memiliki

rasa empati, kecakapan berkomunikasi interpersonal, mendengar dan bertanya

aktif serta kemampuan memberikan solusi dan pesan-pesan dengan baik.

Pendidikan kesehatan melalui pendekatan pendidik sebaya (peer educator)

berhubungan dengan perubahan perilaku kesehatan reproduksi remaja (Raifi,

2015). Mengembangkan pendidik sebaya diharapkan dapat membantu remaja

dalam mengatasi permasalahan terkait kesehatan reproduksi. Mengingat perilaku

remaja yang sangat dipengaruhi oleh teman sebaya, maka hal ini merupakan

langkah yang sangat penting. Remaja akan memiliki rasa tanggungjawab terhadap
15

kesehatan reproduksinya karena mereka merasa dihargai, didengar dan dilibatkan

(Anas, 2010).

2.2.3 Persepsi Remaja Terkait Kesiapan Organ Reproduksi untuk Pernikahan

Program PIK-R berhubungan dengan persepsi remaja terkait kesiapan

organ reproduksi untuk pernikahan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Herliani (2015) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara

Program PIK-R dengan persepsi remaja terkait kesiapan organ reproduksi untuk

pernikahan. PIK-R memiliki peran yang penting dalam memberikan informasi

terkait kesiapan organ reproduksi dalam pada remaja yang memiliki persepsi yang

kurang tepat.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Desyolmita dan Firman (2013),

menyatakan bahwa persepsi siswa memiliki hubungan yang signifikan dengan

peran siswa dalam pelaksanaan program KRR. Pemanfaatan program PIK-R di

sekolah membuat remaja memiliki pemahaman yang baik tentang kesehatan

reproduksi serta mampu menghindari perilaku menyimpang dan TRIAD KRR.

2.2.4 Keterampilan/Kecakapan Hidup Terkait Kesehatan Reproduksi

Pendidikan kecakapan hidup bagi remaja sangat penting untuk mendukung

perkembangan individu agar menjadi orang dewasa yang bertanggungjawab.

Untuk menjalani hidup yang teratur, individu memerlukan keterampilan-

keterampilan yang dibutuhkan masyarakat untuk melakukan sesuatu secara teratur

(Hadjam, 2010).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Pakasi (2013), pendidikan

seksualitas dan kesehatan reproduksi di sekolah selama ini belum komprehensif


16

dan sesuai dengan realitas. Perilaku seks dan risiko seksual yang dihadapi oleh

remaja berimplikasi pada pengetahuan siswa yang masih terbatas. Hal ini

dikarenakan pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah terbatas pada aspek

kesehatan reproduksi dan seksual remaja tentang fenomena biologis. Agar lebih

efektif, pendidikan seksualitas dan kesehatan reproduksi perlu mengkonstruksikan

seksualitas remaja secara positif sebagai makhluk seksual (sexual being) yang

memiliki hak kesehatan reproduksi dan bertanggungjawab terhadap kesehatan

seksual dan reproduksinya.

Penelitian lain yang dilakukan oleh James (2006) tentang dampak program

keterampilan hidup terkait HIV/AIDS pada siswa sekolah menengah

menunjukkan bahwa siswa yang mendapatkan intervensi penuh memiliki persepsi

yang positif tentang perilaku seksual dan hubungan seksual dibandingkan dengan

kelompok kontrol. Demikian pula mengenai hubungan seks bebas, lebih rendah

pada kelompok intervensi, serta lebih banyak menggunakan kondom jika

dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Rao (2008) dalam penelitianya menyebutkan bahwa untuk menjalani

kehidupan yang sehat, bertanggungjawab, memenuhi dan melindungi diri dari

masalah kesehatan reproduksi, orang-orang muda perlu memahami diri mereka

sendiri, memahami orang-orang yang berhubungan dengan mereka serta

memerlukan informasi tentang perubahan fisik, psikologis dan sosial yang perlu

ditanamkan sejak masa kanak-kanak dan remaja.


17

2.2.5 Akses Terhadap Layanan Konseling dan Rujukan

Kesehatan reproduksi dicantumkan dalam Undang-Undang No. 36 Tahun

2009 tentang Kesehatan pada bagian keenam. Kesehatan reproduksi dilaksanakan

melalui upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif (pasal 71 ayat 3).

Setiap orang (termasuk remaja) berhak memperoleh informasi, edukasi dan

konseling mengenai kesehatan reproduksi yang benar dan dapat

dipertanggungjawabkan (Pasal 72).

Menurut Anas (2010), ketersediaan informasi terkait kesehatan reproduksi

merupakan upaya untuk meningkatkan kesehatan reproduksi remaja. Informasi

terkait kesehatan reproduksi dapat disediakan melalui media cetak seperti koran,

majalah, poster dan yang lainnya. Informasi juga dapat disajikan melalui media

elektronik seperti radio, televisi dan internet. Sumber informasi yang tidak

tersedia menyebabkan remaja mencari informasi sendiri yang mungkin kurang

tepat.

Pengaruh akses informasi terhadap pengetahuan remaja tentang kesehatan

reproduksi memberikan dampak pada perilaku seksualnya. Kemudahan akses

teknologi informasi dapat mempengaruhi potensi perilaku berisiko yang dilakukan

seseorang (Rokhmah, 2011). Akses terhadap media informasi bernilai signifikan

dalam mempengaruhi perilaku berisiko pada remaja (Lestary dan Sugiharti,

2011).

Mengingat permasalahan kesehatan reproduksi remaja yang tidak hanya

terjadi di perkotaan tetapi juga di pedesaan, maka ketersediaan layanan kesehatan

reproduksi termasuk layanan konseling penting untuk diperhatikan. Hal ini dapat
18

dilakukan dengan bekerjasama lintas sektoral dengan tokoh-tokoh masyarakat,

rumah sakit dan sekolah (Anas, 2010). Akses informasi kesehatan reproduksi

yang baik akan diikuti oleh pengetahuan kesehatan reproduksi dan praktik

menjaga organ reproduksi yang baik, nilai-nilai psikologis yang positif terhadap

seksualitas di dalam dirinya serta perilaku seksual yang aman (Mahda, 2015).

Penelitian yang dilakukan oleh Weaver (2005) mengenai kebijakan

pendidikan seks berbasis sekolah dan indikator kesehatan seksual pada orang

muda menyebutkan bahwa pendidikan seks yang komprehensif merupakan salah

satu tindakan yang efektif untuk memberdayakan pemuda terhadap konsekuensi

negatif dari aktifitas seksual. Kuncinya adalah memberikan lingkungan seks yang

positif bagi anak muda untuk belajar bagaimana melindungi dirinya dari bahaya

potensial yang mungkin mengalir dari aktifitas seksual dan bertanggungjawab

untuk mencegah kerugian dalam dirinya. Tanggungjawab seksual mereka harus

didukung oleh akses layanan kesehatan seksual.

2.2.6 Kesiapan Kehidupan Berumah Tangga

Pendidikan kesiapan kehidupan berumah tangga dirancang untuk

membantu orang-orang muda mempersiapkan diri mereka baik fisik, emosional

dan moral untuk menjadi dewasa, menikah, menjadi orang tua serta hubungan

sosial dengan keluarga dan masyarakat (IPPF, 2008). Kesiapan kehidupan

berumah tangga berkaitan dengan pernikahan usia muda. Pernikahan usia muda

dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dari beberapa hasil penelitian, dapat dilihat

faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pernikahan usia muda antara lain

pendidikan, adat istiadat dan kebudayaan, persepsi terhadap pernikahan,


19

pendidikan orang tua, status ekonomi, kehamilan di luar nikah, kemauan sendiri,

dorongan orang tua/keluarga, pergaulan bebas dan pemahaman agama.

Penelitian yang dilakukan oleh Rahmadiliyani (2010), menjelaskan bahwa

BKKBN sebagai salah satu lembaga pemerintah yang terkait dengan

pengembangan kesehatan reproduksi remaja (KRR) perlu melibatkan siswa dalam

strategi implementasi program sehingga tercapai kegiatan yang efektif. Sekolah

diharapkan memiliki staf khusus yang menangani masalah kesehatan reproduksi

terkait pelaksanaan penyuluhan kesehatan reproduksi remaja di sekolah. Sekolah

dapat berkoordinasi dengan BKKBN atau lintas sektoral terkait yang peduli

dengan kesehatan reproduksi remaja. Upaya ini dilakukan untuk meningkatkan

kepuasan siswa terhadap pelayanan kesehatan reproduksi yang diberikan di

sekolah.

2.2.7 Pemenuhan Kebutuhan Kesehatan Reproduksi Siswa

Handoyo (2015) melakukan studi komparatif antara SMA dengan fasilitas

dan tanpa fasilitas PIK-R. Variabel yang dibandingkan adalah pelayanan

kesehatan reproduksi bagi siswa di sekolah, pengetahuan, sikap dan praktik terkait

kesehatan reproduksi, permintaan pelayanan kesehatan, kepuasan siswa terhadap

pelayanan kesehatan reproduksi dan pemenuhan kebutuhan kesehatan reproduksi

remaja. Penelitian ini menunjukkan bahwa proporsi siswa dengan kebutuhan

kesehatan reproduksi yang terpenuhi lebih tinggi pada sekolah dengan fasilitas

PIK-R.
20

2.3 Pendidikan Kesehatan Reproduksi di Sekolah

Beberapa program pendidikan kesehatan reproduksi lain yang

dilaksanakan di sekolah antara lain Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR)

dan Kelompok Siswa Peduli AIDS dan Narkoba (KSPAN). Program-program

tersebut akan dijelaskan seperti dibawah ini.

2.3.1 Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR)

Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) adalah pelayanan kesehatan

yang ditujukan untuk remaja, dapat dijangkau, menyenangkan, menerima remaja

dengan tangan terbuka, menghargai remaja, menjaga kerahasiaan, peka akan

kebutuhan terkait kesehatan remaja, serta efektif dan efisien dalam memenuhi

kebutuhan kesehatan reproduksi remaja. Tujuan utamanya adalah optimalisasi

pelayanan kesehatan remaja di puskesmas. Tujuan khusus dari program PKPR

adalah meningkatkan penyediaan pelayanan kesehatan remaja yang berkualitas,

meningkatkan pemanfaatan puskesmas oleh remaja, meningkatkan pengetahuan

dan keterampilan remaja dan meningkatkan peran serta remaja dalam

perencanaan, pelaksanaan dan pelayanan.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah KIE, konseling dan pelayanan

klinis medis termasuk laboratorium dan rujukan. Kegiatan strategis yang

dilakukan untuk meningkatkan akses antara lain penyediaan pelayanan hot-line di

Puskesmas, penanganan anak jalanan di wilayah Puskesmas serta

vitalisasi/revitalisasi pembinaan dan pelaksanaan UKS di sekolah.

2.3.2 Kelompok Siswa Peduli AIDS dan Narkoba (KSPAN)


21

Kelompok Siswa Peduli AIDS (KSPAN) kegiatan yang ada di SMP dan

SMA dengan tujuan untuk memberi kesempatan kepada siswa agar dapat

mengembangkan diri sendiri sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat,

kondisi dan perkembangan peserta didik dalam kegiatan Kesehatan Reproduksi

Remaja dan konseling serta penanggulangan HIV/AIDS dan Narkoba.

Misi KSPAN adalah menciptakan kader yang peduli pada kesehatan

reproduksi, membudayakan hidup sehat yang bebas dari NAPZA, menciptakan

kehidupan generasi muda yang bebas dari seks bebas dan narkoba serta

menjauhkan perilaku sosial yang menyimpang dari norma agama dan budaya.

Sasarannya adalah siswa SMP dan SMA yang berminat, memilih dan memiliki

kemampuan untuk mengembangkan diri dalam kegiatan KSPAN.

Ekstrakurikuler KSPAN menekankan kepada seluruh siswa untuk

memperhatikan kesehatan pada ummnya dan alat reproduksi pada khususnya,

memberikan pengetahuan tentang perkembangan organ seksual, mengajak siswa

untuk mengawasi diri sendiri dan siswa lainnya terutama di luar jam sekolah,

menekankan kepada siswa untuk tidak melakukan seks bebas, memberikan

pengetahuan terkait kesehatan reproduksi serta menjadi pelopor dalam

menegakkan peraturan dan tata tertib sekolah.

Program-program KSPAN antara lain pendalaman materi KSPAN kepada

seluruh siswa, pemasangan informasi-informasi terkait HIV/AIDS dan Narkoba

pada tempat-tempat strategis di lingkungan sekolah, membuat majalah dinding

dengan tema HIV/AIDS dan Narkoba, serta menyusun artikel tentang HIV/AIDS

dan Narkoba yang disosialisasikan melalui perpustakaan atau sekretariat KSPAN.


22

Jika dikaitkan dengan penelitian ini, hubungan antar variabel seperti

diuraikan diatas dapat digambarkan pada Gambar 2.1.


FAKTOR
PENDORONG
PROGRAM PIK-R - Pengetahuan
- Sikap
- Perilaku
STRATEGI - Keyakinan
- Persepsi Genetik
- Advokasi
- Promosi dan sosialisasi
- Dukungan anggaran
- Pelatihan
- Mengembangkan materi
- Mengembangkan kegiatan FAKTOR
PEMUNGKIN - Keterampilan /
- Mengembangkan program PIK-R Kecakapan Hidup
- Memfasilitasi sarana & prasarana - SDM Pemenuhan
- Dana - Kesiapan kehidupan Kebutuhan Pelayanan
- Pembinaan dan monev berumah tangga
- Sarana / prasarana Kesehatan Reproduksi
- Akses (konseling Siswa
dan rujukan)

REGULASI
Lingkungan Kepuasan Klien
- Undang - Undang No. 52/2009
tentang Perkembangan FAKTOR PENGUAT
Kependudukan dan Pembangunan - Komitmen pemangku
Keluarga kepentingandan mitra
- Peraturan Kepala BKKBN kerja
Nomor 88/PER/F2/2012 tentang - Dukungan sekolah
Pedoman Pengelolaan Pusat - Teman sebaya
Informasi dan Konseling Remaja - Keluarga
/ Mahasiswa - Petugas kesehatan
- Guru

Gambar 2.1
23
Kerangka Teori Modifikasi Model Evaluasi Precede-Proceed dikaitkan dengan Program PIK-R
Sumber : Green & Kreteur (1974),Sulistiawan, dkk (2014), Wahyuningrum, dkk (2015)
24

Anda mungkin juga menyukai