Bahan ini jika diberi medan magnet luar, elektron-elektronnya akan berusaha
sedemikian rupa sehingga resultan medan magnet atomisnya searah dengan medan
magnet luar. Sifat paramagnetik ditimbulkan oleh momen magnetik spin yang
menjadi terarah oleh medan magnet luar.
Gambar 2. Arah domain dalam bahan paramagnetik setelah diberi medan magnet
luar.
pemagnetannya telah hilang. Ini terjadi karena momen dipol magnetic atom dari
bahan-bahan ferromagnetik ini mengarahkan gaya-gaya yang kuat pada atom
tetangganya sehingga dalam daerah ruang yang sempit momen ini diserahkan ini
disebut daerah magnetic. Dalam daerah ini, semua momen magnetic diserahkan,
tetapi arah penyearahnya beragam dari daerah sehingga momen magnetic total dari
kepingan mikroskopik bahan ferromagnetik ini adalah nol dalam keadaan normal.
(Willian, 2003).
Pada bahan anti ferromagnetik terjadi peristiwa kopling momen magnetik diantara
atom-atom atau ion - ion yang berdekatan. Peristiwa kopling tersebut menghasilkan
terbentuknya orientasi spin yang antiparalel. Suseptibilitas bahan anti ferromagnetik
adalah kecil dan bernilai positif. Contoh bahan anti ferromagnetik adalah :
MnO2,MnO,dan FeO. (Nicola, 2003).
2.2.5 Bahan Ferrimagnetik
Pada bahan yang bersifat dipol yang berdekatan memiliki arah yang berlawanan
tetapi momen magnetiknya tidak sama besar. Bahan ferrimagnetik memiliki nilai
susepbilitas tinggi tetapi lebih rendah dari bahan ferromagnetik, beberapa contoh dari
bahan ferrimagnetik adalah ferrite dan magnetite. (Mujiman, 2004).
Gambar 6. Histeris material magnet (a) Material magnet lunak, (b) Material Magnet
keras. (Sumber: Hilda Ayu, 2013).
5. Magnet Alnico
Alinco magnet adalah magnet paduan yang mengandung Alumunium (Al), Nikel
(Ni), Cobalt (Co). Karena dari tiga unsur tersebut magnet ini sering disebut
Alnico. Sebenarnya magnet alinco ini tidak hanya mengandung ketiga unsur saja
melainkan ada beberapa unsur mengandung besi dan tembaga, tetapi kandungan
besi dan tembaga tersebut relative sedikit. Alinco magnet dikembangkan pada
tahun 1930-an dengan metode sintering atau lebih umum disebut metode
casting. Jenis magnet ini dapat ditemukan di dalam alat-alat motor (kipas angin,
speaker, mesin motor). (Theresya, 2014).
Gambar 8. (a) Sel Satuan Tetragonal Nd2Fe14B (b) Prisma Trigonal yang
mengandung atom boron dalam struktur Nd2Fe14B.
Sel satuan NdFeB memiliki struktur Kristal tetragonal yang kompleks. Gambar (8)
menunjukkan skema struktur kristal Nd2Fe14B dan prisma trigonal yang mengandung
atom boron. Struktur tetragonal NdFeB mengandung 68 atom.
Ada 6 atom besi pada sisi yang berbeda, 2 atom Neodymium pada sisi yang
berbeda seperti „Nd f‟ dan „Nd g‟ dan 1 sisi atom boron yang menempati pusat
prisma trigonal, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 8.b. Prisma trigonal
dibentuk oleh 3 atom besi yang terletak diatas dan dibawah bidang, dan pada setiap
lapisan bidang tersebut terdapat Nd dan B yang dapat menstabilkan struktur ini.
(Abhijit P. Jadhav, 2014).
dan kecepatan putar jar milling. Tipe – tipe milling tersebut, antara lain : Rotary Ball
Mill, High Energy Milling, SPEX Shaker Milling, Ball Mill Planetary Ball Mill,
Attritor Mill. Namun pada penelitian ini tipe milling yang digunakn untuk
menghaluskan partikel serbuk NdFeB adalah Ball Mill.
Ball Mill adalah salah satu jenis mesin penggiling yang digunakan untuk menggiling
suatu bahan material menjadi bubuk yang sangat halus. Mesin ini sangat umum
digunakan untuk proses mechanical milling. Secara umum prinsip kerjanya yaitu
dengan cara mengahancurkan campuran serbuk melalui mekanisme pembenturan
bola –bola giling yang bergerak mengikuti pola gerakan wadahnya yang berbentuk
elips tiga dimensi inilah yang memungkinkan pembentukan partikel –partikel serbuk
berkala mikrometer sampai nanometer akibat tingginya frekuensi tumbukan.
Tingginya frekuensi tumbukan yang terjadi antara campuran serbuk dengan bola –
bola giling disebabkan karena wadahnya yang berputar dengan kecepatan tinggi
yaitu lebih dari 800 rpm. (Nurul T. R. Agus S, 2007).
2.7.2 Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan dalam proses penggilingan adalah serbuk. Ukuran
serbuk yang digunakan umumnya berkisar antara 1 mm – 20 mm. Semakin kecil
ukuran partikel yang digunakan, maka proses penggilingan akan semakin efektif dan
efisien. Selain itu serbuk yang digunakan juga harus memiliki kemurnian yang
sangat tinggi. Namun ukuran tidaklah terlalu kritis, asalkan ukuran material itu
haruslah lebih kecil dari ukuran bola grinda. Ini disebabkan karena ukuran partikel
serbuk akan berkurang dan akan mencapai ukuran mikron setelah di milling beberapa
jam. Selain itu serbuk yang di milling dengan cairan misalanya dengan toluena dan
dikenal dengan penggilingan basah. Telah dilaporkan bahwa kecepatan atmosfir
lebih cepat selama proses penggilingan basah daripada penggilingan kering.
Kerugian dari penggilingan basah adalah meningkatnya kontaminasi serbuk .(C.
Suryanarayana, 2001).
2.7.3 Bola Giling
Fungsi bola giling dalam proses penggilingan adalah sebgai penghancur serbuk atau
digunakan sebagai pengecil ukuran partikel serbuk NdFeB. Oleh karena itu, material
pembentuk bola giling harus memiliki kekerasan yang tinggi agar tidak terjadi
kontaminasi saat terjadi benturan dan gesekan antara serbuk , bola dan wadah
penggilingan. Ukuran bola yang dapat digunakan dalam proses milling ini bermacam
–macam. Pemilihan ukuran bola bergantung pada ukuran serbuk yang akan dipadu.
Bola yang akan digunakan harus memilki diameter yang lebih besar dibandingkan
dengan diameter serbuknya.
Rasio berat bola serbuk / ball powder ratio (BPR) adalah variabel yang penting
dalam proses milling, rasio berat – serbuk mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap waktu yang dibutuhkan untuk mencapai fasa tertentu dari bubuk yang di
milling. Semakin tinggi BPR semakin pendek waktu yang dibutuhkan. Hal ini
dikarenakan peningkatan berat bola tumbukkan persatuan waktu meningkat dan
konsekuensinya adalah banyak energi yang ditransfer ke partikel sebuk dan proses
milling berjalan lebih cepat.
2.7.4 Wadah Penggilingan
Wadah penggilingan merupakan media yang akan digunakan untuk menahan
gerakan bola – bola giling dan serbuk ketika proses penggilingan berlangsung.
Akibat yang ditimbulkan dari proses penahan gerak bola –bola giling dan serbuk
tersebut adalah terjadinya benturan antara bola – bola giling, serbuk dan wadah
penggilingan sehingga menyebabkan terjadinya proses penghancuran serbuk. (C.
Suryanarayana, 2001).
2.7.5 Kecepatan Milling
Besar kecepatan maksimum tiap tipe milling akan berbeda, ketika perputaran ball
mill semakin cepat, maka energi yang dihasilkan juga akan semakin besar. Tetapi
disamping itu, design dari milling ada pembatasan kecepatan yang harus dilakukan.
Sebagai contoh pada ball mill, meningkatkan kecepatan akan mengakibatkan bola
yang ada di dalam chamber juga akan semakin cepat pergerakannya, tenaga yang
dihasilkan juga besar. Tapi jika kecepatan melebihi kecepatan kritis maka akan
terjadi pinned pada dinding bagian dalam sehingga bola – bola tidak jatuh sehingga
tidak menghasilkan gaya impact yang optimal. Hal ini akan berpengaruh ke waktu
yang dibutuhkan untuk mencapai hasil yang diinginkan. (Suryanarayana, 2003).
2.7.6 Waktu Milling
Waktu Milling merupakan salah satu parameter yang penting untuk milling pada
serbuk. Pada umumnya waktu dipilih untuk mencapai posisi tepatnya antara
pemisahan dan pengelasan partikel serbuk untuk memudahkan mamadukan logam.
Variasi waktu yang diperlukan tergantung pada tipe milling yang digunakan,
pengaturan milling, intensitas milling BPR, dan temperatur pada milling. Pada
umumnya dihitung waktu yang diambil untuk mencapai kondisi yang tepat, yaitu
jangka pendek untuk energi milling yang tinggi, dan jangka waktu lama ketika
dengan energi milling yang rendah. Waktu yang dibutuhkan lebih sedikit untuk BPR
dengan nilai – nilai yang tinggi dan waktu yang lama untuk BPR dengan nilai
rendah. (Suryanarayana, 2003).
ρ= (1)
dengan:
ρ = densitas (gr/cm3)
m = massa sampel (gr)
V = volume sampel(cm3)
Secara umum, densitas suatu bahan tergantung pada faktor lingkungan seperti suhu
dan tekanan. (Young,D.H. 2002).
1. Difraksi sinar laser untuk partikel dari ukuran submicron sampai dengan
Millimeter.
2. Counter particle untuk mengukur dan menghitung partikel yang berukuran
micron sampai dengan millimeter.
3. Penghamburan sinar untuk mengukur partikel yang berukuran mikro
sampai nanometer.
Pengukuran partikel dengan menggunakan PSA biasanya menggunakan metode
basah. Metode ini dinilai lebih akurat jika dibandingkan dengan metode kering
ataupun pengukuran partikel dengan metode ayakan dan analisa gambar. Terutama
untuk sampel-sampel dalam orde nanometer dan submicron yang biasanya memliki
kecenderungan aglomerasi yang tinggi. Hal ini dikarenakan partikel di dispersikan ke
dalam media sehingga partikel tidak saling teraglomerasi (menggumpal).
2.9.2 Mikrostruktur
2.9.2.1 X-Ray Diffraction (XRD)
Difraksi sinar-X merupakan suatu teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi
adanya fasa kristalin di dalam material – material benda dan serbuk, untuk
menganalisis sifat – sifat struktur (seperti stress, ukuran butir, fasa komposisi
orientasi kristal dan cacat kristal) dari tiap fasa. Metode ini menggunakan sebuah
sinar-X yang terdifraksi seperti sinar yang direfleksikan dari setiap bidang, berturut –
turut dibentuk oleh atom – atom kristal dan material tersebut. Dengan berbagai sudut
timbul, pola difraksi yang terbentuk menyatakan karakteristik dari sampel. Susunan
ini diidentifikasi dengan membandingkannya dengan sebuah data base internasional.
(Zakaria, 2003).
A. Komponen Dasar XRD
Tiga komponen dasar dari XRD yaitu:
1. Sumber sinar-X
Sinar-X merupakan salah satu bentuk radiasi elektromagnetik yang
mempunyai energi antara 200 eV–1 MeV dengan panjang gelombang
antara 0,5 – 2,5 Å. Panjang gelombangnya hampir sama dengan jarak
antara atom dalam kristal, menyebabkan sinar-X menjadi salah satu
teknik dalam analisa mineral.
2. Material Uji (specimen)
Sartono (2006) mengemukakan bahwa material uji (specimen) dapat
digunakan bubuk (powder) biasanya 1 mg.
3. Detektor
Sebelum sinar-X sampai ke detektor melalui proses optik. Sinar-X
yang panjang gelombangnya dengan intensitas I mengalami refleksi dan
menghasilkan sudut difraksi 2θ (Sartono, 2006).
B. Skema dan Prinsip Kerja Alat Difraksi sinar-X (XRD)
Salah satu teknik yang digunakan untuk menentukan struktur suatu padatan kristalin
adalah metode difraksi sinar-X serbuk (X-ray powder diffraction). Sampel berupa
serbuk padatan kristalin yang memiliki ukuran kecil dengan diameter butiran
kristalnya sekitar 10-7 – 10-4 m ditempatkan pada suatu plat kaca. Sinar-X diperoleh
dari elektron yang keluar dari filament panas dalam keadaan vakum pada tegangan
tinggi, dengan kecepatan tinggi menumbuk permukaan logam, biasanya tembaga
(Cu).
Sinar-X tersebut menembak sampel padatan kristalin, kemudian
mendifraksikan sinar ke segala arah dengan memenuhi Hukum Bragg. Detektor
bergerak dengan kecepatan sudut yang konstan untuk mendeteksi berkas sinar-X
yang didifraksikan oleh sampel serbuk atau padatan kristalin memiliki bidang –
bidang kisi yang tersusun secara acak dengan berbagai kemungkinan orientasi,
begitu pula partikel – partikel kristal yang terdapat di dalamnya. Setiap kumpulan
bidang kisi tersebut memiliki beberapa sudut orientasi sudut tertentu, sehingga
difraksi sinar-X memenuhi Hukum Bragg :
nλ = 2 d sin θ (2)
SEM menggunakan suatu sumber elektron berupa pemicu elektron (electron gun)
sebagai pengganti sumber cahaya. Elektron – elektron ini akan diemisikan secara
termionik (emisi elektron dengan membutuhkan kalor, sehingga dilakukan pada
temperatur yang tinggi) dari sumber elektron. Elektron – elektron yang dihasilkan
adalah elektron berenergi tinggi, yang biasanya memiliki energi berkisar 20 KeV –
200 KeV atau sampai 1 MeV. Dalam prinsip pengukuran ini dikenal dua jenis
elektron, yaitu elektron primer dan elektron sekunder. Elektron primer adalah
elektron berenergi tinggi yang dipancarkan dari katoda (Pt, Ni, W) yang dipanaskan.
Katoda yang biasa digunakan adalah tungsten (W) atau Lanthanum hexaboride
(LaB6). Tungsten digunakan karena memiliki titik lebur yang paling tinggi dan
tekanan uap yang paling rendah dari semua meta, sehingga memungkinkannya
dipanaskan pada temperatur tinggi untuk emisi elektron. Elektron sekunder adalah
elektron yang berenergi rendah yang dibebaskan oleh atom pada permukaan. Atom
akan membebaskan elektron sekunder setelah ditembakkan oleh elektron primer.
Elektron sekunder inilah yang akan ditangkap oleh detektor, dan mengubah sinyal
tersebut menjadi suatu sinyal gambar.
Proses pemindaian (scanning process) SEM secara singkat dapat dijelaskan
sebagai berikut. Sinar elektron, yang biasanya memiliki energi berkisar dari beberapa
ribu eV hingga 50 kV, difokuskan oleh satu atau dua lensa kondenser menjadi
sebuah sinar dengan spot focal yang sangat baik berukuran 1 nm hingga 5 μm. Sinar
tersebut melewati beberapa pasangan gulungan pemindai (scanning coils) di dalam
lensa objektif, yang akan membelokkan sinar itu dengan gaya raster di atas area
berbentuk persegi dari permukaan sampel. Selagi elektron – elektron primer
mengenai permukaan, mereka dipancarkan secara inelastis oleh atom – atom di
dalam sampel. Melalui kejadian penghamburan ini, sinar elektron primer menyebar
secara efektif dan mengisi volume berbentuk air mata, yang dikenal sebagai volume
interaksi, memanjang dari kurang dari 100 nm hingga sekitar 5 nm ke permukaan.
Interaksi di dalam wilayah ini mengakibatkan terjadinya emisi elektron sekunder,
yang kemudian dideteksi untuk menghasilkan sebuah gambar. Elektron – elektron
sekunder akan ditangkap oleh detektor, dan mengubah sinyal tersebut menjadi suatu
sinyal gambar. Kekuatan cahaya tergantung pada jumlah elektron – elektron
sekunder yang mencapai detektor.
partikel seperti elektron atau proton, atau berkas sinar X, difokuskan ke spesimen
yang yang akan diteliti. Selanjutnya sebuah atom dalam spesimen yang mengandung
elektron dasar di masing-masing tingkat energi atau kulit elektron terikat pada inti.
Sinar yang dihasilkan dapat mengeksitasi elektron di kulit dalam dan
mengeluarkannya dari kulit, sehingga terdapat lubang elektron di mana elektron itu
berada sebelumnya. Sebuah elektron dari luar kulit yang berenergi lebih tinggi
kemudian mengisi lubang, dan perbedaan energi antara kulit yang berenergi lebih
tinggi dengan kulit yang berenergi lebih rendah dapat dirilis dalam bentuk sinar X.
Jumlah dan energi dari sinar-X yang dipancarkan dari spesimen dapat diukur oleh
spektrometer energi-dispersif. Energi dari sinar X yang dihasilkan merupakan
karakteristik dari perbedaan energi antara dua kulit, dan juga karakteristik struktur
atom dari unsur yang terpancar, sehingga memungkinkan komposisi unsur dari
spesimen dapat diukur. Pengujian EDX ini dilakukan untuk mengetahui komposisi
yang terkandung pada permukaan plat.
sampel, dapat menyebabkan emisi dari sinar-X yang merupakan karakteristik dari
atom-atom sampel. Energi dari sinar-X digolongkan dalam suatu tebaran energi
spektrometer dan dapat digunakan untuk identifikasi unsur - unsur dalam sampel. (
Martinez, 2010 )
cuplikan, sudut dan interval waktu pengukuran dapat divariasikan melalui kendali
komputer. Komputer akan merekam data tegangan kumparan sebagai fungsi medan
magnet luar, suhu, sudut ataupun waktu (Mujamilah dkk, 2000).