Anda di halaman 1dari 24

6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Magnet Secara Umum


Kata magnet berasal dari Magnesia, nama suatu kota di kawasan Asia. Di kota inilah
orang – orang Yunani sekitar tahun 600 SM menemukan sifat magnetik dari mineral
magnetik. Secara umum, pengertian magnet adalah kemampuan suatu benda untuk
menarik benda – benda lain yang berada disekitarnya. Magnet dapat dibuat dari
bahan besi, baja, dan campuran logam lainnya. Hingga saat ini, magnet banyak
dimanfaatkan untuk perangkat elektronik, seperti bel listrik, telepon, dan mikrofon.
Berdasarkan asalnya, magnet dibagi menjadi dua kelompok, yaitu magnet alam dan
magnet buatan. Magnet alam adalah magnet yang ditemukan di alam, sedangkan
magnet buatan adalah magnet yang sengaja dibuat oleh manusia. Magnet buatan
selanjutnya terbagi lagi menjadi magnet tetap (permanen) dan magnet sementara.
Magnet tetap adalah magnet yang sifat kemagnetannya tetap (terjadi dalam waktu
yang relatif lama). Sebaliknya, magnet sementara adalah magnet yang sifat
kemagnetannya tidak tetap atau sementara. Sebuah magnet terdiri atas magnet –
magnet kecil yang mengarah ke arah yang sama. Magnet – magnet kecil ini disebut
magnet elementer. (Julia, 2011).
Magnet adalah suatu materi yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet
juga merupakan material maju yang sangat penting untuk beragam aplikasi teknologi
canggih, berfungsi sebagai komponen pengubah energi gerak menjadi listrik dan
sebaliknya, seperti: otomotif, elektronik dan energy. (Collocott, S.J., 2007)
Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah
banyak dimanfaatkan untuk industri otomotif dan lainnya. Sebuah magnet terdiri atas
magnet-magnet kecil yang memiliki arah yang sama (tersusun teratur), magnet-
magnet kecil ini disebut magnet elementer. Pada logam yang bukan magnet, magnet
elementernya mempunyai arah sembarangan (tidak teratur) sehingga efeknya saling
meniadakan, yang mengakibatkan tidak adanya kutub -kutub magnet pada ujung
logam. Setiap magnet memiliki dua kutub, yaitu: utara (N) dan selatan (S). Kutub
magnet adalah daerah yang berada pada ujung-ujung magnet dengan kekuatan
magnet yang paling besar berada pada kutub-kutubnya. (Afza, 2011).

Universitas Sumatera Utara


7

2.2 Bahan Magnetik


Bahan magnetik adalah suatu bahan yang memiliki sifat kemagnetan dalam
komponen pembentuknya. Menurut sifatnya terhadap adanya pengaruh kemagnetan,
bahan magnetik dapat digolongkan menjadi 5 yaitu diamagnetik, paramagnetik,
ferromagnetik, anti ferromagnetik, dan ferrimagnetik.
2.2.1 Bahan Diamagnetik
Bahan diamagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomis masing-
masing atom/ molekulya adalah nol, tetapi medan magnet akibat orbit dan spin
elektronnya tidak nol. Bahan diamagnetik tidak mempunyai momen dipol magnet
permanen. Jika bahan diamagnetik diberi medan magnet luar, maka elektron-elektron
dalam atom akan mengubah gerakannya sedemikian rupa sehingga menghasilkan
resultan medan magnet atomis yang arahnya berlawanan dengan medan magnet luar
tersebut. Sifat diamagnetik bahan ditimbulkan oleh gerak orbital elektron. Karena
atom mempunyai elektron orbital, maka semua bahan bersifat diamagnetik. Suatu
bahan dapat bersifat magnet apabila susunan atom dalam bahan tersebut mempunyai
spin elektron yang tidak berpasangan. Dalam bahan diamagnetik hampir semua spin
elektron berpasangan, akibatnya bahan ini tidak menarik garis gaya. Permeabilitas
bahan ini: µ< , dengan suseptibilitas magnetik bahan < 0. Nilai bahan diamagnetik
mempunyai orde -10-5m3/kg. Contoh bahan diamagnetik yaitu: bismut, perak, emas,
tembaga dan seng. (Halliday & Resnick, 1978).
2.2.2 Bahan Paramagnetik
Paramagnetik muncul dalam bahan yang atom-atomnya memiliki momen magnetic
permanen yang berinteraksi satu sama lain secara sangat lemah. Apabila tidak
terdapat medan magnetik luar,momen magnetic ini akan berinteraksi secara acak.
Dengan daya medan magnetic luar, momen magnetic ini arahnya cenderung sejajar
dengan medannya, tetapi ini dilawan oleh kecenderungan momen untuk berorientasi
acak akibat gerakan termalnya. Perbandingan momen yang menyearahkan dengan
medan ini bergantung pada kekuatan medan dan pada temperaturnya. Pada medan
magnetic luar yang kuat pada temperatur yang sangat rendah, hamper seluruh
momen akan diserahkan dengan medannya. (Willian, 2003).

Universitas Sumatera Utara


8

Gambar 1. Arah domain-domain dalam bahan paramagnetik sebelum diberi medan


magnet luar.

Bahan ini jika diberi medan magnet luar, elektron-elektronnya akan berusaha
sedemikian rupa sehingga resultan medan magnet atomisnya searah dengan medan
magnet luar. Sifat paramagnetik ditimbulkan oleh momen magnetik spin yang
menjadi terarah oleh medan magnet luar.

Gambar 2. Arah domain dalam bahan paramagnetik setelah diberi medan magnet
luar.

2.2.3 Bahan Ferromagnetik


Bahan ferromagnetik adalah bahan yang mempunyai resultan medan atomis besar.
Hal ini terutama disebabkan oleh momen magnetik spin elektron. Pada bahan
ferromagnetik banyak spin elektron yang tidak berpasangan, misalnya pada atom
besi terdapat empat buah spin elektron yang tidak berpasangan. Masing-masing spin
elektron yang tidak berpasangan ini akan memberikan medan magnetik, sehingga
total medan magnetik yang dihasilkan oleh suatu atom lebih besar.
Ferromagnetik merupakan bahan yang memiliki nilai suseptibilitas magnetic χm
Positif yang sangat tinggi. Dalam bahan ini sejumlah kecil medan magnetic luar
dapat menyebabkan derajat penyerahan yang tinggi pada momen dipol magnetic
atomnya. Dalam beberapa kasus, penyearahan ini dapat bertahan sekalipun medan

Universitas Sumatera Utara


9

pemagnetannya telah hilang. Ini terjadi karena momen dipol magnetic atom dari
bahan-bahan ferromagnetik ini mengarahkan gaya-gaya yang kuat pada atom
tetangganya sehingga dalam daerah ruang yang sempit momen ini diserahkan ini
disebut daerah magnetic. Dalam daerah ini, semua momen magnetic diserahkan,
tetapi arah penyearahnya beragam dari daerah sehingga momen magnetic total dari
kepingan mikroskopik bahan ferromagnetik ini adalah nol dalam keadaan normal.
(Willian, 2003).

Gambar 3. Arah domain dalam bahan ferromagnetik.

2.2.4 Bahan Anti Ferromagnetik


Jenis ini memiliki arah domain yang berlawanan arah dan sama pada kedua arah.
Arah domain magnet tersebut berasal dari jenis atom sama pada suatu kristal. Pada
unsur dapat ditemui pada unsur cromium, tipe ini memiliki arah domain yang
menuju dua arah dan saling berkebalikan. Jenis ini memiliki temperature curie yang
rendah sekitar 37 ºC untuk menjadi paramagnetik.

Gambar 4. Arah domain dalam bahan anti ferromagnetik.

Pada bahan anti ferromagnetik terjadi peristiwa kopling momen magnetik diantara
atom-atom atau ion - ion yang berdekatan. Peristiwa kopling tersebut menghasilkan
terbentuknya orientasi spin yang antiparalel. Suseptibilitas bahan anti ferromagnetik

Universitas Sumatera Utara


10

adalah kecil dan bernilai positif. Contoh bahan anti ferromagnetik adalah :
MnO2,MnO,dan FeO. (Nicola, 2003).
2.2.5 Bahan Ferrimagnetik
Pada bahan yang bersifat dipol yang berdekatan memiliki arah yang berlawanan
tetapi momen magnetiknya tidak sama besar. Bahan ferrimagnetik memiliki nilai
susepbilitas tinggi tetapi lebih rendah dari bahan ferromagnetik, beberapa contoh dari
bahan ferrimagnetik adalah ferrite dan magnetite. (Mujiman, 2004).

Gambar 5. Arah domain dalam bahan Ferrimagnetik.

2.3 Klasifikasi Magnet Material


Material magnetik diklasifikasikan menjadi dua yaitu material magnetik lemah atau
soft magnetic materials dan material magnetik kuat atau hard magnetic materials.
Penggolongan ini berdasarkan kekuatan medan koersivitasnya. Hal ini lebih jelas
digambarkan dengan diagram histerisis atau hysteresis loop. (Hilda Ayu, 2013).
2.3.1 Magnet lunak (soft magnetic material)
Magnet lunak (soft magnetic material) yaitu material yang sifat magnetnya
sementara. Material soft magnetik mudah mengalami magnetisasi dan demagnetisasi.
Bentuk kurva hysteresis material soft magnetic pipih karena energi yang hilang saat
proses magnetisasi rendah sehingga koersivitasnya kecil.
2.3.2 Magnet keras (hard magnetic material)
Magnet keras (hard magnetic material) yaitu material yang sifat magnetnya
permanen. Bentuk kurvanya cembung karena energi yang hilang pada saat
magnetisasi tinggi.

Universitas Sumatera Utara


11

Gambar 6. Histeris material magnet (a) Material magnet lunak, (b) Material Magnet
keras. (Sumber: Hilda Ayu, 2013).

2.4 Kurva Histerisis


Kemampuan untuk mempertahankan sifat magnet setelah arus dihentikan
disebut retentivity, sedangkan jumlah fluks magnetik yang masih ada disebut
Magnetisme Residual. Ketika fluks telah mencapai maksimal (jenuh) dan arus
diturunkan maka akan terjadi pelebaran nilai H (Coersive Force). Sifat retentivity ,
Magnetisme Residual dan Coersive Force dijelaskan pada kurva histeresis yang
ditunjukkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Kurva Histeresis. (Taufik, dkk. 2012).

Bahan ferromagnetik yang memiliki retentivity tinggi (hard magnetik


material) sangat baik untuk memproduksi magnet permanen. Sedangkan bahan
ferromagnetik yang memiliki retentivity rendah (soft magnetik material) ideal
untuk digunakan dalam elektromagnet, solenoida atau relay. (Taufik, dkk. 2012).

Universitas Sumatera Utara


12

2.5 Magnet Permanen


Magnet permanen adalah suatu bahan yang dapat menghasilkan medan magnet yang
besarnya tetap tanpa adanya pengaruh dari luar atau disebut magnet alam karena
memiliki sifat kemagnetan yang tetap.
Jenis magnet tetap selama ini yang diketahui terdapat pada:
1. Magnet Neodymium, merupakan magnet tetap yang paling kuat. Magnet
Neodymium (juga dikenal NdFeB, NIB, atau magnet Neo), merupakan jenis
magnet tanah jarang (Rare Earth) terbuat dari campuran logam Neodymium.
Tetragonal Nd2Fe14B memiliki struktur kristal yang sangat tinggi uniaksial
anisotropi magnetocrystalline (HA ~ 7 tesla). Senyawa ini memberikan potensi
untuk memiliki tinggi koersivitas (yaitu, ketahanan mengalami kerusakan
magnetik).
2. Magnet Samarium-Cobalt, salah satu dari dua jenis magnet bumi yang langka,
merupakan magnet permanen yang kuat terbuat dari paduan Samarium dan
Cobalt. Samarium-Cobalt magnet memiliki produk-produk energi maksimum
(BH max) yang berkisar dari 16 oersteds megagauss-(MGOe) menjadi 32
MGOe; batas teoretis mereka adalah 34 MGOe. Jenis magnet ini dapat
ditemukan di dalam alat-alat elektronik seperti VCD, DVD, VCR Player,
Handphone, dan lain-lain.
3. Magnet keramik, misalnya Barium Hexaferrite. Bahan ini digunakan untuk
membuat magnet permanen, seperti core ferit untuk transformator, dan berbagai
aplikasi lain. Ferit keras banyak digunakan dalam komponen elektronik,
diantaranya motor-motor DC kecil, pengeras suara (loud speaker), meteran air,
KWH-meter, telephone receiver, circulator dan rice cooker.
4. Plastic Magnets
Fleksibel (Karet) magnet dibuat dengan mencampur ferit atau bubuk
Neodymium magnet dan pengikat karet sintetis atau alami. Fleksibel (Karet)
magnet dibuat dengan menggulung atau metode ekstrusi. Magnet plastik
biasanya diproduksi dalam bentuk lembaran strip atau yang banyak digunakan
dalam mikro-motor.

Universitas Sumatera Utara


13

5. Magnet Alnico
Alinco magnet adalah magnet paduan yang mengandung Alumunium (Al), Nikel
(Ni), Cobalt (Co). Karena dari tiga unsur tersebut magnet ini sering disebut
Alnico. Sebenarnya magnet alinco ini tidak hanya mengandung ketiga unsur saja
melainkan ada beberapa unsur mengandung besi dan tembaga, tetapi kandungan
besi dan tembaga tersebut relative sedikit. Alinco magnet dikembangkan pada
tahun 1930-an dengan metode sintering atau lebih umum disebut metode
casting. Jenis magnet ini dapat ditemukan di dalam alat-alat motor (kipas angin,
speaker, mesin motor). (Theresya, 2014).

Tabel 1. Parameter kemagnetan beberapa bahan ferromagnetik.


Material Remanensi (Br) Koersivitas (Hc) BHmax
(Tesla) (kA/m) (kJ/m3)
36Co Steel 0,96 18,25 7,42
Alnico 2 0,7 52 13,5
Alnico 5 1,2 57,6 40
Alnico DG 1,31 56 52
Ba0.6Fe2O3 0,395 192 28
Pt Co 0,645 344 76
SmCo5 0,9 696 160
Nd2Fe14B 1,3 1120 320
(Sumber: Hasan,2008)

2.5.1 Magnet Permanen NdFeB


Magnet NdFeB adalah jenis magnet permanen rare earth (tanah jarang) yang
memiliki sifat magnet yang sangat baik, seperti pada nilai induksi remanen,
koersivitas dan energi produk yang lebih tinggi pula apabila dibandingkan dengan
magnet permanen lainnya. Dengan memiliki sifat magnetik yang tinggi, dalam
aplikasinya magnet NdFeB dapat berukuran lebih kecil. Magnet logam tanah jarang
(rare earth) terbentuk dari 2 atom unsur logam tanah jarang yaitu Neodymium, unsur
lainnya adalah 14 atom Besi dan 1 atom Boron, sehingga rumus molekul yang
terbentuk adalah Nd2Fe14B. (Novrita, 2006).

Universitas Sumatera Utara


14

Magnet permanen Neodymium-Iron-Boron memiliki energi produk yang paling


tinggi (mencapai 55 MGOe) dari keseluruhan material magnetik. Magnet NdFeB
mempunyai dua proses utama; proses serbuk dan melt quenching. Energi produk
yang tinggi dari tipe magnet ini berarti secara signifikan volume material yang
dibutuhkan lebih kecil untuk penggunaan yang sama dengan magnet lain dalam
jumlah besar yang diproduksi seperti Alnico dan Ferrit. Akan tetapi, NdFeB
memiliki kerugian, yaitu memiliki temperatur Curie yang rendah dan sangat rentan
terhadap korosi. Temperatur Curie yang rendah (312ᵒC) ini menyebabkan magnet
NdFeB tidak mungkin diaplikasikan pada suhu yang tinggi. (Matthew, 2013).

2.5.2 Struktur Kristal Magnet NdFeB

Gambar 8. (a) Sel Satuan Tetragonal Nd2Fe14B (b) Prisma Trigonal yang
mengandung atom boron dalam struktur Nd2Fe14B.

Sel satuan NdFeB memiliki struktur Kristal tetragonal yang kompleks. Gambar (8)
menunjukkan skema struktur kristal Nd2Fe14B dan prisma trigonal yang mengandung
atom boron. Struktur tetragonal NdFeB mengandung 68 atom.
Ada 6 atom besi pada sisi yang berbeda, 2 atom Neodymium pada sisi yang
berbeda seperti „Nd f‟ dan „Nd g‟ dan 1 sisi atom boron yang menempati pusat
prisma trigonal, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 8.b. Prisma trigonal
dibentuk oleh 3 atom besi yang terletak diatas dan dibawah bidang, dan pada setiap
lapisan bidang tersebut terdapat Nd dan B yang dapat menstabilkan struktur ini.
(Abhijit P. Jadhav, 2014).

Universitas Sumatera Utara


15

2.5.3 Sifat Fisis Magnet NdFeB


Karakteristik magnet NdFeB adalah seperti tabel berikut ini.

Tabel 2. Karakteristik magnet NdFeB.


Karakteristik Satuan Nilai

Densitas gr/cm3 7,5

Vickers Hardness D.P.N 570

Compression Strength N/mm2 780

Resistivitas Elektrik mΩ.cm 150

Tensile Strength Kg.mm2 8

Modulus Young 1011 N/m2 1,6

Temperatur Curie ᵒC 310

Maximum Operating ᵒC 80 – 200


Temperature
Saturation Field Strength kOe (kA/m) 30 – 40 (2400 –3200)

Relative Recoil Permeability µ rec 1,05

Koefisien Temperatur Br (%/ᵒC) -0,11

Koefisien Temperatur Hci (%/ᵒC) -0,14

(sumber: eUK Magnet, NdFeB datasheet)

2.5.4 Karakterisasi Magnet NdFeB Terhadap Temperatur


Magnet NdFeB mudah didemagnetisasi pada temperatur tinggi, artinya sifat
kemagnetan NdFeB mudah hilang pada temperatur tinggi, tetapi akan meningkat
pada temperatur rendah. Beberapa cara yang dapat mempengaruhi agar magnet ini
dapat digunakan pada temperatur tinggi yaitu bentuk geometri. Magnet dengan
bentuk yang lebih tipis akan lebih mudah didemagnetisasi dibandingkan dengan
bentuk yang lebih tebal. Bentuk magnet piring datar lebih direkomendasikan untuk
digunakan pada temperatur tinggi. (Novrita, 2006).

Universitas Sumatera Utara


16

2.6 Magnet Remanen


Magnet remanen adalah suatu bahan yang hanya dapat menghasilkan medan magnet
yang bersifat sementara. Medan magnet remanen dihasilkan dengan cara
mengalirkan arus listrik atau digosok-gosokkan dengan magnet alam. Bila suatu
bahan pengantar dialiri arus listrik, besarnya medan magnet yang dihasilkan
tergantung pada besar arus listrik yang dialirkan. Medan magnet remanen yang
digunakan dalam praktek kebanyakan dihasilkan oleh arus dalam kumparan yang
berinti besi. Agar medan magnet yang dihasilkan cukup kuat, kumparan diisi dengan
besi atau bahan sejenis besi dan sistem ini dinamakan electromagnet. Keuntungan
elektromagnet adalah bahwa kemagnetannya dapat dibuat sangat kuat, tergantung
dengan arus yang dialirkan. Dan kemagnetannya dapat dihilangkan dengan
memutuskan arus listriknya. Keuntungan elektromagnet adalah bahwa
kemagnetannya dapat dibuat sangat kuat, tergantung dengan arus yang dialirkan. Dan
kemagnetannya dapat dihilangkan dengan memutuskan arus listriknya. (Afza, Erini.
2011).

2.7 Mechanical Milling


Mechanical milling atau dipendekkan menjadi milling adalah proses penghalusan
atau penghancuran bahan dengan menggunakan energi mekanik dari tumbukan
antara bola – bola atau rod – rod milling dengan jar milling.
Dalam mechanical milling serbuk akan di campur dalam suatu chamber
(ruangan) dan dikenai energi agar terjadi deformasi yang berulang- ulang sehingga
akan terjadi partikel – partikel yang lebih kecil dari sebelumnya. Akibat dari
tumbukan pada tiap tipe dari unsur partikel serbuk akan menghasilkan bentuk yang
berbeda juga, untuk bahan yang ulet sebelum terjadi fracture akan menjadi flat atau
pipih terlebih dahulu, sedangkan untuk bahan yang getas akan langsung terjadi
fracture dan menjadi partikel serbuk yang lebih kecil. (Khoiriana,et al. 2003).
Adapun parameter yang memengaruhi proses milling antara lain adalah :
2.7.1 Tipe Milling
Tipe-tipe milling berbeda dari peralatan milling yang digunakan untuk menghaluskan
ukuran partikel serbuk. Perbedaannya terletak pada kapasitasnya, efisiensi milling,

Universitas Sumatera Utara


17

dan kecepatan putar jar milling. Tipe – tipe milling tersebut, antara lain : Rotary Ball
Mill, High Energy Milling, SPEX Shaker Milling, Ball Mill Planetary Ball Mill,
Attritor Mill. Namun pada penelitian ini tipe milling yang digunakn untuk
menghaluskan partikel serbuk NdFeB adalah Ball Mill.
Ball Mill adalah salah satu jenis mesin penggiling yang digunakan untuk menggiling
suatu bahan material menjadi bubuk yang sangat halus. Mesin ini sangat umum
digunakan untuk proses mechanical milling. Secara umum prinsip kerjanya yaitu
dengan cara mengahancurkan campuran serbuk melalui mekanisme pembenturan
bola –bola giling yang bergerak mengikuti pola gerakan wadahnya yang berbentuk
elips tiga dimensi inilah yang memungkinkan pembentukan partikel –partikel serbuk
berkala mikrometer sampai nanometer akibat tingginya frekuensi tumbukan.
Tingginya frekuensi tumbukan yang terjadi antara campuran serbuk dengan bola –
bola giling disebabkan karena wadahnya yang berputar dengan kecepatan tinggi
yaitu lebih dari 800 rpm. (Nurul T. R. Agus S, 2007).
2.7.2 Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan dalam proses penggilingan adalah serbuk. Ukuran
serbuk yang digunakan umumnya berkisar antara 1 mm – 20 mm. Semakin kecil
ukuran partikel yang digunakan, maka proses penggilingan akan semakin efektif dan
efisien. Selain itu serbuk yang digunakan juga harus memiliki kemurnian yang
sangat tinggi. Namun ukuran tidaklah terlalu kritis, asalkan ukuran material itu
haruslah lebih kecil dari ukuran bola grinda. Ini disebabkan karena ukuran partikel
serbuk akan berkurang dan akan mencapai ukuran mikron setelah di milling beberapa
jam. Selain itu serbuk yang di milling dengan cairan misalanya dengan toluena dan
dikenal dengan penggilingan basah. Telah dilaporkan bahwa kecepatan atmosfir
lebih cepat selama proses penggilingan basah daripada penggilingan kering.
Kerugian dari penggilingan basah adalah meningkatnya kontaminasi serbuk .(C.
Suryanarayana, 2001).
2.7.3 Bola Giling
Fungsi bola giling dalam proses penggilingan adalah sebgai penghancur serbuk atau
digunakan sebagai pengecil ukuran partikel serbuk NdFeB. Oleh karena itu, material
pembentuk bola giling harus memiliki kekerasan yang tinggi agar tidak terjadi
kontaminasi saat terjadi benturan dan gesekan antara serbuk , bola dan wadah

Universitas Sumatera Utara


18

penggilingan. Ukuran bola yang dapat digunakan dalam proses milling ini bermacam
–macam. Pemilihan ukuran bola bergantung pada ukuran serbuk yang akan dipadu.
Bola yang akan digunakan harus memilki diameter yang lebih besar dibandingkan
dengan diameter serbuknya.
Rasio berat bola serbuk / ball powder ratio (BPR) adalah variabel yang penting
dalam proses milling, rasio berat – serbuk mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap waktu yang dibutuhkan untuk mencapai fasa tertentu dari bubuk yang di
milling. Semakin tinggi BPR semakin pendek waktu yang dibutuhkan. Hal ini
dikarenakan peningkatan berat bola tumbukkan persatuan waktu meningkat dan
konsekuensinya adalah banyak energi yang ditransfer ke partikel sebuk dan proses
milling berjalan lebih cepat.
2.7.4 Wadah Penggilingan
Wadah penggilingan merupakan media yang akan digunakan untuk menahan
gerakan bola – bola giling dan serbuk ketika proses penggilingan berlangsung.
Akibat yang ditimbulkan dari proses penahan gerak bola –bola giling dan serbuk
tersebut adalah terjadinya benturan antara bola – bola giling, serbuk dan wadah
penggilingan sehingga menyebabkan terjadinya proses penghancuran serbuk. (C.
Suryanarayana, 2001).
2.7.5 Kecepatan Milling
Besar kecepatan maksimum tiap tipe milling akan berbeda, ketika perputaran ball
mill semakin cepat, maka energi yang dihasilkan juga akan semakin besar. Tetapi
disamping itu, design dari milling ada pembatasan kecepatan yang harus dilakukan.
Sebagai contoh pada ball mill, meningkatkan kecepatan akan mengakibatkan bola
yang ada di dalam chamber juga akan semakin cepat pergerakannya, tenaga yang
dihasilkan juga besar. Tapi jika kecepatan melebihi kecepatan kritis maka akan
terjadi pinned pada dinding bagian dalam sehingga bola – bola tidak jatuh sehingga
tidak menghasilkan gaya impact yang optimal. Hal ini akan berpengaruh ke waktu
yang dibutuhkan untuk mencapai hasil yang diinginkan. (Suryanarayana, 2003).
2.7.6 Waktu Milling
Waktu Milling merupakan salah satu parameter yang penting untuk milling pada
serbuk. Pada umumnya waktu dipilih untuk mencapai posisi tepatnya antara
pemisahan dan pengelasan partikel serbuk untuk memudahkan mamadukan logam.

Universitas Sumatera Utara


19

Variasi waktu yang diperlukan tergantung pada tipe milling yang digunakan,
pengaturan milling, intensitas milling BPR, dan temperatur pada milling. Pada
umumnya dihitung waktu yang diambil untuk mencapai kondisi yang tepat, yaitu
jangka pendek untuk energi milling yang tinggi, dan jangka waktu lama ketika
dengan energi milling yang rendah. Waktu yang dibutuhkan lebih sedikit untuk BPR
dengan nilai – nilai yang tinggi dan waktu yang lama untuk BPR dengan nilai
rendah. (Suryanarayana, 2003).

2.8 Pencetakan (Kompaksi)


Kompaksi merupakan proses pemadatan serbuk menjadi sampel dengan bentuk
tertentu sesuai dengan cetakannya.
Ada 2 macam metode kompaksi, yaitu:
1. Cold compressing, yaitu penekanan dengan temperatur kamar. Metode ini
dipakai apabila bahan yang digunakan mudah teroksidasi, seperti Al.
2. Hot compressing, yaitu penekanan dengan temperatur diatas temperatur
kamar, metode ini dipakai apabila material yang digunakan tidak mudah
teroksidasi.
Pada proses kompaksi, gaya gesek ruang terjadi antar partikel yang digunakan dan
antar partikel komposit dengan dinding cetakan akan mengakibatkan kerapatan pada
daerah tepi dan bagian tengah tidak merata. Untuk menghindari terjadinya perbedaan
kerapatan, maka pada saat kompaksi digunakan lubricant / pelumas yang bertujuan
untuk mengurangi gesekan antara partikel dan dinding cetakan. Dalam penggunaan
lubricant / pelumas, dipilih bahan pelumas yang tidak reaktif terhadap campuran
serbuk dan yang memiliki titik leleh rendah sehingga pada proses sintering tingkat
awal lubricant dapat menguap. Terkait dengan pemberian lubricant pada proses
kompaksi, maka terdapat 2 metode kompaksi, yaitu :
1. Die-wall compressing : penekanan dengan memberikan lubricant pada
dinding cetakan.
2. Internal lubricant compressing : penekanan dengan mencampurkan lubricant
pada material yang akan ditekan. (Ningsih, 2015).

Universitas Sumatera Utara


20

2.9 Karakterisasi Material Magnet


Untuk mengidentifikasi suatu material, maka harus dilakukan karakterisasi terhadap
material tersebut. Sehingga secara fisis material tersebut dapat dibedakan dengan
material lainnya. Maka dari itu dilakukan analisis pengukuran Densitas serbuk
magnet NdFeB dengan piknometer, analisa ukuran partikel serbuk magnet NdFeB
menggunakan PSA, Analisis struktur serbuk magnet NdFeB dengan XRD, Analisis
sifat magnetik serbuk magnet NdFeB dengan menggunakan VSM, pengamatan
mikrostruktur serbuk magnet NdFeB menggunakan SEM/EDX dan analisis sifat
magnet bonded magnet NdFeB menggunakan Gaussmeter

2.9.1 Sifat Fisis


2.9.1.1 Densitas
Salah satu sifat yang penting dari suatu bahan adalah densitas. Densitas didefinisikan
sebagai massa per satuan volume. Jika suatu bahan yang materialnya homogen
bermassa (m) memiliki volume (v), densitasnya adalah :

ρ= (1)

dengan:
ρ = densitas (gr/cm3)
m = massa sampel (gr)
V = volume sampel(cm3)
Secara umum, densitas suatu bahan tergantung pada faktor lingkungan seperti suhu
dan tekanan. (Young,D.H. 2002).

2.9.1.2 Particle Size Analyzer (PSA)


Particle Size Analyzer berfungsi menentukan ukuran partikel dan distribusinya dari
sampel yang representative. Distribusi ukuran partikel dapat diketahui melalui grafik
sebaran ukuran partikel yang dihasilkan. Ukuran tersebut dinyatakan dalam jari-jari
untuk partikel yang berbentuk bola. Penentuan ukuran dan distribusi partikel dengan
PSA dapat dilakukan dengan:

Universitas Sumatera Utara


21

1. Difraksi sinar laser untuk partikel dari ukuran submicron sampai dengan
Millimeter.
2. Counter particle untuk mengukur dan menghitung partikel yang berukuran
micron sampai dengan millimeter.
3. Penghamburan sinar untuk mengukur partikel yang berukuran mikro
sampai nanometer.
Pengukuran partikel dengan menggunakan PSA biasanya menggunakan metode
basah. Metode ini dinilai lebih akurat jika dibandingkan dengan metode kering
ataupun pengukuran partikel dengan metode ayakan dan analisa gambar. Terutama
untuk sampel-sampel dalam orde nanometer dan submicron yang biasanya memliki
kecenderungan aglomerasi yang tinggi. Hal ini dikarenakan partikel di dispersikan ke
dalam media sehingga partikel tidak saling teraglomerasi (menggumpal).

Gambar 9. Gambar Hasil Karakterisasi PSA

Horiba scientific menyatakan pendekatan yang umum untuk menentukan lebar


distribusi mengutip tiga nilai pada sumbu x, D10, D50, D90 dan seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 10, D50 median, telah didefinisikan sebagai diameter
dimana setengah dari populasi terletak di bawah nilai ini. Demikian pula, 90 persen
dari distribusi terletak di bawah D90, dan 10 persen dari populasi terletak di bawah
D10 seperti terlihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Grafik nilai pada D10, D50, dan D90

Universitas Sumatera Utara


22

Keunggulan penggunaan Particle Size Analyzer (PSA) untuk mengetahui ukuran


partikel adalah :
1. Pengukuran partikel dengan menggunakan PSA lebih akurat jika
dibandingkan dengan pengukuran partikel dengan alat lain seperti XRD
ataupun SEM. Hal ini dikarenakan partikel didispersikan ke dalam media
sehingga ukuran partikel yang terukur adalah ukuran dari single particle.
2. Hasil pengukuran dalam bentuk distribusi, sehingga dapat
menggambarkan keseluruhan kondisi sampel. Rentang pengukuran diatas
0,02 -500 μm.

2.9.2 Mikrostruktur
2.9.2.1 X-Ray Diffraction (XRD)
Difraksi sinar-X merupakan suatu teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi
adanya fasa kristalin di dalam material – material benda dan serbuk, untuk
menganalisis sifat – sifat struktur (seperti stress, ukuran butir, fasa komposisi
orientasi kristal dan cacat kristal) dari tiap fasa. Metode ini menggunakan sebuah
sinar-X yang terdifraksi seperti sinar yang direfleksikan dari setiap bidang, berturut –
turut dibentuk oleh atom – atom kristal dan material tersebut. Dengan berbagai sudut
timbul, pola difraksi yang terbentuk menyatakan karakteristik dari sampel. Susunan
ini diidentifikasi dengan membandingkannya dengan sebuah data base internasional.
(Zakaria, 2003).
A. Komponen Dasar XRD
Tiga komponen dasar dari XRD yaitu:
1. Sumber sinar-X
Sinar-X merupakan salah satu bentuk radiasi elektromagnetik yang
mempunyai energi antara 200 eV–1 MeV dengan panjang gelombang
antara 0,5 – 2,5 Å. Panjang gelombangnya hampir sama dengan jarak
antara atom dalam kristal, menyebabkan sinar-X menjadi salah satu
teknik dalam analisa mineral.
2. Material Uji (specimen)
Sartono (2006) mengemukakan bahwa material uji (specimen) dapat
digunakan bubuk (powder) biasanya 1 mg.

Universitas Sumatera Utara


23

3. Detektor
Sebelum sinar-X sampai ke detektor melalui proses optik. Sinar-X
yang panjang gelombangnya dengan intensitas I mengalami refleksi dan
menghasilkan sudut difraksi 2θ (Sartono, 2006).
B. Skema dan Prinsip Kerja Alat Difraksi sinar-X (XRD)
Salah satu teknik yang digunakan untuk menentukan struktur suatu padatan kristalin
adalah metode difraksi sinar-X serbuk (X-ray powder diffraction). Sampel berupa
serbuk padatan kristalin yang memiliki ukuran kecil dengan diameter butiran
kristalnya sekitar 10-7 – 10-4 m ditempatkan pada suatu plat kaca. Sinar-X diperoleh
dari elektron yang keluar dari filament panas dalam keadaan vakum pada tegangan
tinggi, dengan kecepatan tinggi menumbuk permukaan logam, biasanya tembaga
(Cu).
Sinar-X tersebut menembak sampel padatan kristalin, kemudian
mendifraksikan sinar ke segala arah dengan memenuhi Hukum Bragg. Detektor
bergerak dengan kecepatan sudut yang konstan untuk mendeteksi berkas sinar-X
yang didifraksikan oleh sampel serbuk atau padatan kristalin memiliki bidang –
bidang kisi yang tersusun secara acak dengan berbagai kemungkinan orientasi,
begitu pula partikel – partikel kristal yang terdapat di dalamnya. Setiap kumpulan
bidang kisi tersebut memiliki beberapa sudut orientasi sudut tertentu, sehingga
difraksi sinar-X memenuhi Hukum Bragg :

nλ = 2 d sin θ (2)

Dengan : n λ orde difraksi (1,2,3,….)


λ = Panjang gelombang sinar X
d = Jarak kisi
θ = Sudut difraksi
Bentuk keluaran dari difraktometer dapat berupa data analog atau digital. Rekaman
data analog berupa grafik garis – garis yang terekam per menit sinkron, dengan
detektor dalam sudut 2θ per menit, sehingga sumbu-x setara dengan sudut 2θ.
Sedangkan rekaman digital menginformasikan intensitas sinar-X terhadap jumlah
intensitas cahaya per detik. Pola difraktogram yang dihasilkan berupa deretan puncak

Universitas Sumatera Utara


24

– puncak difraksi dengan intensitas relative bervariasi sepanjang nilai 2θ tertentu.


Besarnya intensitas relatif dari deretan puncak – puncak tersebut bergantung pada
jumlah atom atau ion yang ada, dan distribusinya di dalam sel satuan material
tersebut. Pola difraksi setiap padatan kristalin sangat khas, yang bergantung pada kisi
kristal, unit parameter dan panjang gelombang sinar-X yang digunakan. Dengan
demikian, sangat kecil kemungkinan dihasilkan pola difraksi yang sama untuk suatu
padatan kristalin yang berbeda. (Warren, 1969).

Gambar 11. Skema Geometri Difraktometer.

2.9.2.2 Scanning Electron Microscopy (SEM)


Scanning Electron Microscopy (SEM) merupakan sejenis mikroskop yang
menggunakan elektron sebagai pengganti cahaya untuk melihat benda dengan
resolusi tinggi. Analisis SEM bermanfaat untuk mengetahui mikrostruktur
(termasuk porositas dan bentuk retakan) benda padat. Berkas sinar elektron
dihasilkan dari filamen yang dipanaskan, disebut electron gun. Sebuah ruang
vakum diperlukan untuk preparasi cuplikan. (Gunawan dan Azhari,2010). Gambar
yang dihasilkan oleh SEM memiliki karakteristik penampilan tiga dimensi, dapat
digunakan untuk menentukan struktur permukaan dari sampel. Hasil gambar dari
SEM hanya ditampilkan dalam warna hitam putih. (Marlina,2007).
SEM menerapkan prinsip difraksi elektron, dimana pengukurannya sama
seperti mikroskop optik. Prinsipnya adalah elektron yang ditembakkan akan
dibelokkan oleh lensa elektromagnetik dalam SEM.

Universitas Sumatera Utara


25

SEM menggunakan suatu sumber elektron berupa pemicu elektron (electron gun)
sebagai pengganti sumber cahaya. Elektron – elektron ini akan diemisikan secara
termionik (emisi elektron dengan membutuhkan kalor, sehingga dilakukan pada
temperatur yang tinggi) dari sumber elektron. Elektron – elektron yang dihasilkan
adalah elektron berenergi tinggi, yang biasanya memiliki energi berkisar 20 KeV –
200 KeV atau sampai 1 MeV. Dalam prinsip pengukuran ini dikenal dua jenis
elektron, yaitu elektron primer dan elektron sekunder. Elektron primer adalah
elektron berenergi tinggi yang dipancarkan dari katoda (Pt, Ni, W) yang dipanaskan.
Katoda yang biasa digunakan adalah tungsten (W) atau Lanthanum hexaboride
(LaB6). Tungsten digunakan karena memiliki titik lebur yang paling tinggi dan
tekanan uap yang paling rendah dari semua meta, sehingga memungkinkannya
dipanaskan pada temperatur tinggi untuk emisi elektron. Elektron sekunder adalah
elektron yang berenergi rendah yang dibebaskan oleh atom pada permukaan. Atom
akan membebaskan elektron sekunder setelah ditembakkan oleh elektron primer.
Elektron sekunder inilah yang akan ditangkap oleh detektor, dan mengubah sinyal
tersebut menjadi suatu sinyal gambar.
Proses pemindaian (scanning process) SEM secara singkat dapat dijelaskan
sebagai berikut. Sinar elektron, yang biasanya memiliki energi berkisar dari beberapa
ribu eV hingga 50 kV, difokuskan oleh satu atau dua lensa kondenser menjadi
sebuah sinar dengan spot focal yang sangat baik berukuran 1 nm hingga 5 μm. Sinar
tersebut melewati beberapa pasangan gulungan pemindai (scanning coils) di dalam
lensa objektif, yang akan membelokkan sinar itu dengan gaya raster di atas area
berbentuk persegi dari permukaan sampel. Selagi elektron – elektron primer
mengenai permukaan, mereka dipancarkan secara inelastis oleh atom – atom di
dalam sampel. Melalui kejadian penghamburan ini, sinar elektron primer menyebar
secara efektif dan mengisi volume berbentuk air mata, yang dikenal sebagai volume
interaksi, memanjang dari kurang dari 100 nm hingga sekitar 5 nm ke permukaan.
Interaksi di dalam wilayah ini mengakibatkan terjadinya emisi elektron sekunder,
yang kemudian dideteksi untuk menghasilkan sebuah gambar. Elektron – elektron
sekunder akan ditangkap oleh detektor, dan mengubah sinyal tersebut menjadi suatu
sinyal gambar. Kekuatan cahaya tergantung pada jumlah elektron – elektron
sekunder yang mencapai detektor.

Universitas Sumatera Utara


26

Gambar 12. Scanning Electron Microscope (SEM) (www.google.com)

SEM memiliki beberapa keunggulan, seperti kemampuan untuk menggambar area


yang besar secara komparatif dari spesimen, kemampuan untuk menggambar materi
bulk, dan berbagai mode analitikal yang tersedia untuk mengukur komposisi dan
sifat dasar dari spesimen. Tergantung dari instrumen, resolusi dapat jatuh di suatu
tempat diantara kurang dari 1 nm dan 20 nm. Pembesaran gambar dari resolusi SEM
yang tinggi dipengaruhi oleh besarnya energi elektron yang diberikan. Semakin kecil
panjang gelombang yang diberikan oleh elektron, energinya semakin besar, sehingga
resolusinya juga semakin tinggi.
Preparasi sampel pada SEM harus dilakukan dengan hati – hati karena
memanfaatkan kondisi vakum serta menggunakan elektron berenergi tinggi. Sampel
yang digunakan harus dalam keadaan kering dan bersifat konduktif (menghantarkan
elektron). Bila tidak, sampel harus dibuat konduktif terlebih dahulu oleh pelapisan
dengan karbon, emas, atau platina. (Marlina,2007).
2.9.2.3 Energy Dispersive X-ray Spectroscopy (EDX)
Energy Dispersive X-ray Spectroscopy (EDS atau EDX atau EDAX)
adalah salah satu teknik analisis untuk menganalisis unsur atau karakteristik kimia
dari spesimen. Karakterisasi ini bergantung pada penelitian dari interaksi beberapa
eksitasi sinar X dengan spesimen. Kemampuan untuk mengkarakterisasi sejalan
dengan sebagian besar prinsip dasar yang menyatakan bahwa setiap elemen memiliki
struktur atom yang unik, dan merupakan ciri khas dari struktur atom suatu unsur,
sehingga memungkinkan sinar X untuk mengidentifikasinya. Untuk merangsang
emisi karakteristik sinar-X dari sebuah spesimen, sinar energi tinggi yang bermuatan

Universitas Sumatera Utara


27

partikel seperti elektron atau proton, atau berkas sinar X, difokuskan ke spesimen
yang yang akan diteliti. Selanjutnya sebuah atom dalam spesimen yang mengandung
elektron dasar di masing-masing tingkat energi atau kulit elektron terikat pada inti.
Sinar yang dihasilkan dapat mengeksitasi elektron di kulit dalam dan
mengeluarkannya dari kulit, sehingga terdapat lubang elektron di mana elektron itu
berada sebelumnya. Sebuah elektron dari luar kulit yang berenergi lebih tinggi
kemudian mengisi lubang, dan perbedaan energi antara kulit yang berenergi lebih
tinggi dengan kulit yang berenergi lebih rendah dapat dirilis dalam bentuk sinar X.
Jumlah dan energi dari sinar-X yang dipancarkan dari spesimen dapat diukur oleh
spektrometer energi-dispersif. Energi dari sinar X yang dihasilkan merupakan
karakteristik dari perbedaan energi antara dua kulit, dan juga karakteristik struktur
atom dari unsur yang terpancar, sehingga memungkinkan komposisi unsur dari
spesimen dapat diukur. Pengujian EDX ini dilakukan untuk mengetahui komposisi
yang terkandung pada permukaan plat.

Gambar 13. Skema EDX (Energy Dispersive X-Ray) (www.wikipedia.com)

2.9.2.4 Prinsip Kerja SEM – EDX


SEM membentuk suatu gambar dengan menembakkan suatu sinar electron
berenergi tinggi, biasanya dengan energi dari 1 hingga 20 keV, melewati sampel dan
kemudian mendeteksi Secondary Electron dan Back Scattered Electron yang
dikeluarkan. Secondary Electron berasal pada 5-15 nm dari permukaan sampel dan
memberikan informasi topografi dan untuk tingkat yang kurang, pada variasi unsur
dalam sampel. Back Scattered Electron terlepas dari daerah sampel yang lebih dalam
dan memberikan informasi terutama pada jumlah atom rata-rata dari sampel.
Peristiwa tumbukan berkas sinar elektron, yaitu ketika memberikan energi pada

Universitas Sumatera Utara


28

sampel, dapat menyebabkan emisi dari sinar-X yang merupakan karakteristik dari
atom-atom sampel. Energi dari sinar-X digolongkan dalam suatu tebaran energi
spektrometer dan dapat digunakan untuk identifikasi unsur - unsur dalam sampel. (
Martinez, 2010 )

2.9.3 Sifat Magnet


2.9.3.1 Vibrating Sample Magnetometer (VSM)
Semua bahan mempunyai momen magnetik jika ditempatkan dalam medan
magnetik. Momen magnetik per satuan volume dikenal sebagai magnetisasi. Secara
prinsip ada dua metoda untuk mengukur besar magnetisasi ini, yaitu metoda induksi
(induction method) dan metoda gaya (force method). Pada metoda induksi,
magnetisasi diukur dari sinyal yang ditimbulkan/ diinduksikan oleh cuplikan yang
bergetar dalam lingkungan medan magnet pada sepasang kumparan. Sedangkan pada
metoda gaya pengukuran dilakukan pada besamya gaya yang ditimbulkan pada
cuplikan yang berada dalam gradien medan magnet. VSM (Vibrating Sample
Magnetometer) merupakan salah satu alat ukur magnetisasi yang bekerja
berdasarkan metoda induksi.
Pada metoda ini, cuplikan yang akan diukur magnetisasinya dipasang pada
ujung bawah batang kaku yang bergetar secara vertikal dalam lingkungan medan
magnet luar H. Jika cuplikan termagnetisasi, secara permanen ataupun sebagai
respon dari adanya medan magnet luar, getaran ini akan mengakibatkan perubahan
garis gaya magnetik. Perubahan ini akan menginduksikan/ menimbulkan suatu sinyal
tegangan AC pada kumparan pengambil (pick-up coil atau sense coil) yang
ditempatkan secara tepat dalam sistem medan magnet ini. Selanjutnya sinyal AC ini
akan dibaca oleh rangkaian pre-amp dan Lock-in amplifier. Frekuensi dari Lock-in
amplifier diset sarna dengan frekuensi getaran sinyal referensi dari pengontrol
getaran cuplikan. Lock in amplifier ini akan membaca sinyal tegangan dari kumparan
yang sefasa dengan sinyal referensi. Kumparan pengambil biasanya dirangkai
berpasangan dengan kondisi arah lilitan yang berlawanan.
Hal ini untuk menghindari terbacanya sinyal yang berasal dari selain
cuplikan, misalnya dari akibat adanya perubahan medan magnet luar itu sendiri.
Selanjutnya dalam proses pengukuran, medan magnet luar yang diberikan, suhu

Universitas Sumatera Utara


29

cuplikan, sudut dan interval waktu pengukuran dapat divariasikan melalui kendali
komputer. Komputer akan merekam data tegangan kumparan sebagai fungsi medan
magnet luar, suhu, sudut ataupun waktu (Mujamilah dkk, 2000).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai