Anda di halaman 1dari 35

BAGIAN IKM – IKK TUGAS K2

FAKULTAS KEDOKTERAN APRIL 2020

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

HIPERTENSI DENGAN PENDEKATAN KEDOKTERAN KELUARGA DAN


DIAGNOSIS HOLISTIK

DISUSUN OLEH:

11120182105 Ayu Pratiwi Hasari


111 20172131 Fadhillah Islamyah P.R.

PEMBIMBING :Dr. Hj Hermiaty, M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN IKM-IKK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian

secara global. Salah satu penyakit tidak menular yang cukup

memengaruhi angka kesakitan dan angka kematian adalah penyakit

kardiovaskular (PKV) Riskesdas pada tahun 2007 menyatakan bahwa

salah satu PTM yang memiliki prevalensi cukup tinggi di Indonesia adalah

hipertensi, yakni 31,7%. Hipertensi merupakan salah satu masalah

kesehatan masyarakat yang terjadi di negara maju maupun negara

berkembang.(1)

Hipertensi merupakan suatu keadaan meningkatnya tekanan darah

sistolik lebih dari sama dengan 140 mmHg dan diastolik lebih dari sama

dengan 90 mmHg setelah dua kali pengukuran terpisah Pada keadaan

hipertensi, tekanan darah meningkat yang ditimbulkan karena darah

dipompakan melalui pembuluh darah dengan kekuatan berlebih.(2,3)

Menurut penelitian 95% orang dewasa dengan tekanan darah yang

tinggi merupakan hipertensi primer atau essensial dan sisanya adalah

hipertensi sekunder. Sedangkan berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013

terjadi peningkatan prevalensi hipertensi berdasarkan wawancara

(apakah pernah didiagnosis nakes dan minum obat hipertensi) dari 7,6

persen tahun 2007 menjadi 9,5 persen tahun 2013. (4,5)

3
Berdasarkan data Survailans Penyakit tidak menular Bidang P2PL

Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2014 terdapat

penderita baru hipertensi esensial (primer) sebanyak 5.902 kasus,

penderita lama sebanyak 7.575 kasus, dengan kematian 65 orang,

jantung hypertensi penderita lama 1.687 kasus, penderita baru 1.670

kasus dengan kematian 24 orang, ginjal hypertensi penderita baru

sebanyak 58 kasus, penderita lama sebanyak 34 kasus dengan kematian

5 orang, jantung dan dan hypertensi sekunder penderita lama sebanyak

2.082 kasus dan penderita baru sebanyak 2.081 kasus dengan kematian

18 orang.(6)

1.2 Aspek Disiplin Ilmu yang Terkait dengan Pendekatan Diagnostik Holistik
Penderita Hipertensi
Untuk pengendalian permasalahan Hipertensi baik pada tingkat
individu maupun masyarakat dilakukan secara komprehentif dan holistik
yang disesuaikan dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI),
maka mahasiswa program profesi dokter Universitas Muslim Indonesia
melakukan kegiatan kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat dan Kedokteran Komunitas dilayanan primer (Puskesmas)
dengan tujuan untuk meningkatkan kompetensi yang dilandasi oleh
profesionalitas yang luhur, mawas diri dan pengembangan diri, serta
komunikasi efektif. Selain itu kompetensi mempunyai landasan berupa
pengelolaan informasi, landasan ilmiah ilmu kedokteran, keterampilan
klinis, dan pengelolaan masalah kesehatan.
Kompetensi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

4
1.2.1. Profesionalitas yang luhur (Kompetensi 1) : untuk mengidentifikasi dan
menyelesaikan permasalahan dalam pengendalian hipertensi secara
individual, masyarakat maupun pihak terkait ditinjau dari nilai agama,
etik moral dan peraturan perundangan.
1.2.2. Mawas diri dan pengembangan diri (Kompetensi 2) : Mahasiswa
mampu mengenali dan mengatasi masalah keterbatasan fisis, psikis,
sosial dan budaya sendiri dalam penanganan hipertensi, melakukan
rujukan sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia yang
berlaku serta mengembangkan pengetahuan.
1.2.3. Komunikasi efektif (Kompetensi 3) : Mahasiswa mampu melakukan
komunikasi, pemberian informasi dan edukasi pada individu, keluarga,
masyarakat dan mitra kerja dalam pengendalian Hipertensi.
1.2.4. Pengelolaan Informasi (Kompetensi 4) : Mahasiswa mampu
memanfaatkan teknologi informasi komunikasi dan informasi
kesehatan dalam praktik kedokteran.
1.2.5. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran (Kompetensi 5) : Mahasiswa mampu
menyelesaikan masalah pengendalian hipertensi secara holistik dan
komprehensif baik secara individu, keluarga maupun komunitas
berdasarkan landasan ilmiah yang mutakhir untuk mendapatkan hasil
yang optimum.
1.2.6. Keterampilan Klinis (Kompetensi 6) : Mahasiswa mampu melakukan
prosedur klinis yang berkaitan dengan masalah hipertensi dengan
menerapkan prinsip keselamatan pasien, keselamatan diri sendiri, dan
keselamatan orang lain.
1.2.7. Pengelolaan Masalah Kesehatan (Kompetensi 7) : Mahasiswa mampu
mengelola masalah kesehatan individu, keluarga maupun masyarakat
secara komprehensif, holistik, koordinatif, kolaboratif dan
berkesinambungan dalam konteks pelayanan kesehatan primer

5
1.2 Tujuan Dan Manfaat Studi Kasus
Prinsip pelayanan dokter keluarga pada pasien ini adalah
menatalaksana masalah kesehatan dengan memandang pasien sebagai
individu yang utuh terdiri dari unsur biopsikososial, serta penerapan
prinsip pencegahan penyakit promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Proses pelayanan dokter keluarga dapat lebih berkualitas bila didasarkan
pada hasil penelitian ilmu kedokteran terkini (evidence based medicine).
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk dapat menerapkan
pelayanan dokter keluarga secara paripurna dan holistik pada pasien
hipertensi dengan mengidentifikasi faktor risiko dan masalah klinis serta
prinsip penatalaksanaan pasien hipertensi berdasarkan kerangka
penyelesaian masalah pasien.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui cara penegakan diagnosis klinis hipertensi di fasilitasi
pelayanan primer.
b. Mengidentifikasi diagnosi psikososial pada pasien Hipertensi
c. Mengidentifikasi faktor resiko yang berhubungan dengan hipertensi.
d. Mengetahui terapi hipertensi dengan pendekatan holistic pada fasilitas
pelayanan dokter primer.
e. Mengetahui dan melakukan pengendalian hipertensi dalam hal ini
pengobatan maupun pencegahan komplikasi hipertensi.
1.2.3. Manfaat
1. Bagi Institusi pendidikan.
Dapat dijadikan acuan (referensi) bagi studi kasus lebih lanjut
sekaligus sebagai bahan atau sumber bacaan di perpustakaan.
2. Bagi Penderita (Pasien).

6
Menambah wawasan akan hipertensi yang meliputi proses penyakit
dan penanganan hipertensi sehingga dapat memberikan keyakinan
untuk tetap berobat secara teratur.
3. Bagi tenaga kesehatan.
Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi
pemerintah daerah dan instansi kesehatan beserta paramedis yang
terlibat di dalamnya mengenai pendekatan diagnosis holistik penderita
hipertensi.
4. Bagi Pembelajar Studi Kasus (Mahasiswa)
Sebagai pengalaman berharga bagi penulis sendiri dalam rangka
memperluas wawasan dan pengetahuan mengenai evidenve based
dan pendekatan diagnosis holistik hipertensi serta dalam hal penulisan
studi kasus.

1.3 Indikator Keberhasilan Tindakan


Indikator keberhasilan tindakan setelah dilakukan penatalaksanaan
pasien dengan prinsip pelayanan dokter keluarga yang holistik dan paripurna,
berbasis evidence based medicine adalah:
1. Kepatuhan penderita datang berobat di layanan primer (Puskesmas)
sudah teratur.
2. Perbaikan dapat dievaluasi setelah pengobatan fase intensif selesai
dengan didapatkan.
3. Pemeriksaan fisik berupa tekanan darah pasien secara signifikan.
4. Gejala lain seperti sakit kepala, dan tegang pada tengkuk sudah tidak
lagi dirasakan oleh pasien.
5. Keluarga memahami dengan baik akan penyakit penderita dalam hal
ini mengenai penyebab, faktor yang menjadi penyebabnya,
pengobatannya dan bersedia melakukan pencegahan kenaikan
tekanan darah.

7
6. Keterlibatan petugas Puskesmas yang intensif dalam penanggulangan
DBD.
Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa penilaian
keberhasilan tindakan pengobatan didasarkan pada penderita yaitu hasil
pemeriksaan darah rutin, fisik, dan klinis, keluarga yaitu memahami dan
melakukan penanggualangan dan pemberantasan vektor
nyamuk.Kesembuhan DBD yang baik akan memperlihatkan meningkatnya
jumlah trombosit ,adanya perbaikan klinis, dan menghilangnya gejala, serta
tidak terjadinya penyakit yang sama didalam keluarganya lagi.

8
BAB II
ANALISIS KEPUSTAKAAN BERDASARKAN KASUS

2.1. Kerangka Teoritis


Gambaran Penyebab Hipertensi

Faktor pengetahuan

Merokok
Gizi
PEJAMU ↑ RESISTENSI
HIPERTENSI
VASKULAR

Riw. Hipertensi Faktor sosial ekonomi

Faktor resiko Hipertensi Mekanisme Hipertensi

Konsep Mandala Of Health:

9
2.2. Hipertensi

2.1.1 Definisi

Hipertensi merupakan suatukeadaan meningkatnya tekanan darah

sistolik lebih dari sama dengan 140 mmHg dan diastolik lebih dari sama

dengan 90 mmHg setelah dua kali pengukuran terpisah. 7

Hipertensi adalah salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas

di Indonesia, sehingga tatalaksana penyakit ini merupakan intervensi yang

sangat umum dilakukan diberbagai tingkat fasilitas kesehatan. Pedoman

praktis klinis ini disusun untuk memudahkan para tenaga kesehatan di

Indonesia dalam menangani hipertensi terutama yang berkaitan dengan

kelainan jantung dan pembuluh darah.8

Dalam penanganan hipertensi para ahli umumnya mengacu kepada

guideline- guideline yang ada. Salah satu guideline terbaru yang dapat

dijadikan acuan dalam penanganan hipertensi di Indonesia adalah guideline

Joint National Committee (JNC) 8 yang dipublikasikan pada tahun 2014. 9

Guideline hipertensi evidence-based ini berfokus pada 3 pertanyaan

ranking paling tinggi dari panel yang diidentifikasi melalui teknik modifikasi

Delphi, yaitu:9

1. Pada pasien hipertensi dewasa, apakah memulai terapi farmakologis

antihipertensi pada batas tekanan darah spesifik memperbaiki outcome

kesehatan?

10
2. Pada pasien hipertensi dewasa, apakah terapi farmakologis

antihipertensi dengan target tekanan darah spesifik memperbaiki

outcome?

3. Pada pasien hipertensi dewasa, apakah pemberian obat hipertensi dari

kelas dan jenis berbeda mempunyai outcome manfaat dan risiko yang

berbeda?

Penting untuk dicatat bahwa JNC 8 "tidak mendefinisikan ulang tekanan

darah tinggi." Mengutip laporan JNC 8, "panel tersebut meyakini bahwa

definisi 140/90 mmHg dari JNC 7 tetap masuk akal." Laporan tersebut juga

mencatat bahwa meskipun ada hubungan linier antara tekanan darah dan

tekanan darah yang terjadi secara alami yang dipelihara pada tingkat tekanan

darah yang sangat rendah, manfaat penggunaan obat antihipertensi untuk

mengobati tekanan darah ke tingkat yang lebih rendah belum ditetapkan. 10

Dalam penanganan hipertensi pada populasi pasien berumur 60 tahun

ke atas, sulit untuk mencapai target tekanan darah sistolik <140 mmHg

(seperti di- rekomendasikan dalam guideline JNC sebelumnya, yang banyak

diikuti di Indonesia). Kesulitan ini tampaknya bukan hanya banyak dialami

dokter-dokter di Indonesia, tetapi juga di negara-negara lain. 9

Salah satu poin baru yang sangat penting dalam guideline JNC 8 ini

adalah adanya perubahan target tekanan darah sistolik pada pasien berusia

60 tahun ke atas (target sistolik <150 mmHg dan target diastolik <90 mmHg)

11
dibandingkan dengan target sistolik <140 mmHg dan target diastolik ?90

mmHg pada guideline sebelumnya.9

Selain itu, target tekanan darah pada pasien dewasa dengan diabetes

atau penyakit ginjal kronik juga berubah dari guideline sebelumnya <130/90

mmHg menjadi <140/90 mmHg pada guideline JNC 8. Ttarget tekanan darah

sistolik <50 mmHg pada pasien berusia 60 tahun ke atas dan target tekanan

darah <140/90 mmHg pada pasien dewasa dengan penyakit penyerta

diabetes atau penyakit ginjal kronik (yang direkomendasikan guideline JNC 8)

ini merupakan target yang lebih achievable dibandingkan guideline

sebelumnya, dengan demikian penilaian keberhasilan terapi anti-hipertensi

akan menjadi lebih baik, sehingga meningkatkan moral dokter ataupun

pasien hipertensi.9

2.1.2 Etiologi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan,

yaitu:

1) Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui

penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95 %

kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik,

lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sistem renin-

angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca

12
intraselular, dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko, seperti

obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia.11

2) Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat sekitar 5% kasus.

Penyebab spesifiknya diketahui, seperti penggunaan estrogen,

penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer,

dan sindrom Cushing, feokromositoma, koartasio aorta, hipertensi

yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain-lain. 11

2.1.3 Klasifikasi

Guideline JNC 8 mencantumkan rekomendasi penanganan hipertensi

(berdasarkan refleksi tiga pertanyaan di atas) :

1. Pada populasi umum berusia ≥60 tahun terapi

farmakologis untuk menurunkan tekanan darah dimulai jika tekanan

darah sistolik ≥150 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg

dengan target sistolik <150 mmHg dan target diastolik <90 mmHg.

(Strong Recommendation-Grade A).9

Pada populasi umum berusia ≥60 tahun, jika terapi farmakologis

hipertensi menghasilkan tekanan darah sistolik lebih rendah (misalnya

<140 mmHg) dan ditoleransi baik tanpa efek samping kesehatan dan

kualitas hidup, dosis tidak perlu disesuaikan. (Expert Opinion-Grade E). 9

13
2. Pada populasi umum <60 tahun, terapi

farmakologis untuk menurunkan tekanan darah dimulai jika tekanan

darah diastolik ≥90 mmHg dengan target tekanan darah diastolik <90

mmHg (untuk usia 30-59 tahun Strong Recommendation - Grade A;

untuk usia 18-29 tahun Expert Opinion - Grade E).9

3. Pada populasi umum <60 tahun, terapi

farmakologis untuk menurunkan tekanan darah dimulai jika tekanan

darah sistolik ≥140 mmHg dengan target tekanan darah sistolik <140

mmHg (Expert Opinion - Grade E).9

4.Pada populasi berusia ≥18 tahun dengan penyakit ginjal kronik, terapi

farmakologis untuk menurunkan tekanan darah dimulai jika tekanan

darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg

dengan target tekanan darah sistolik <140 mmHg dan target tekanan

darah diastolik <90 mmHg (Expert Opinion - Grade E).

5. Pada populasi berusia ≥18 tahun dengan diabetes,

terapi farmakologis untuk menurunkan tekanan darah dimulai jika

tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90

mmHg dengan target tekanan darah sistolik <140 mmHg dan target

tekanan darah diastolik <90 mmHg (Expert Opinion - Grade E). 9

Umur (tahun) Tekanan Darah

Populasi Umum >60 <150/90

18-59 <140/90

14
Diabetes Melitus
≥18
Ginjal

Tabel 2.1 Ringkasan rekomendasi JNC 812

2.1.4. Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah

terletak di pusat vasomotor, pada medulla di otak. Bermula dari jaras saraf

simpatis di pusat vasomotor ini, kemudian berlanjut ke bawah melalui sistem

saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion

melepaskan asetilkolin yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion

ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin

mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti

kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah

terhadap rangsang vasokonstriksi.13

Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang

pembuluh darah sebagai rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,

mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Korteks adrenal

mensekresi adrenal dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon

vasokonstriksi pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan

penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin

merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi

angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat yang pada akhirnya akan

15
merangsang sekresi aldosterone oleh korteks adrena. Hormon ini

menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan

peningkatan volume intravaskuler.13

2.1.5. Faktor-faktor Risiko Hipertensi

Faktor resiko terjadinya hipertensi antara lain:

1) Genetik

Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan

keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan

dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara

potasium terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan hipertensi

mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada

orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain

itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi

dalam keluarga.7

2) Usia

Tekanan darah cenderung meningkat dengan bertambahnya usia. Pada

laki-laki meningkat pada usia lebih dari 45 tahun sedangkan pada wanita

meningkat pada usia lebih dari 55 tahun.11

3) Ras/etnik

16
Hipertensi bisa mengenai siapa saja. Bagaimanapun, biasa sering

muncul pada etnik Afrika Amerika dewasa daripada Kaukasia atau

Amerika Hispanik.11

4) Jenis Kelamin

Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria hampir sama dengan wanita.

Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum

menopause. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh

hormon esterogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density

Lipoprotein (HDL).14

Menurut penelitian dari Sapitri tahun 2016, menunjukkan bahwa ada

hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian hipertensi. Jenis kelamin

terbanyak pada laki-laki yaitu 56,4%.14

5) Kebiasaan Gaya Hidup tidak Sehat

Gaya hidup tidak sehat yang dapat meningkatkan hipertensi, antara lain

merokok, minum minuman beralkohol, dan kurang aktifitas fisik. 11

a. Merokok

Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang

dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak

lapisan endotel pembuluh darah arteri, dan mengakibatkan proses

aterosklerosis, dan tekanan darah tinggi. Merokok juga dapat

meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke

17
otot-otot jantung. Pada penderita tekanan darah tinggi, merokok dapat

semakin meningkatkan risiko kerusakan pada pembuluh darah arteri.

Merokok meningkatkan kecenderungan sel-sel darah untuk

menggumpal dalam pembuluhnya dan melekat pada lapisan dalam

pembuluh darah. Merokok dapat menurunkan jumlah HDL (High

Density Lipoprotein) atau “kolesterol baik”. Nikotin dalam rokok dapat

meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah dengan variasi

mekanisme sebagai berikut :15

1. Merangsang pelepasan norepinefrin melalui saraf adrenergic dan

meningkatkan kadar katekolamin yang dikeluarkan dari medula

adrenal.

2. Merangsang kemoreseptor di carotid dan aortic bodies, yang

menyebabkan peningkatan denyut jantung dan tekanan darah.

3. Bereaksi langsung pada miokardium untuk mengeluarkan efek positif

inotropik dan kronotropik.

b. Minum-minuman beralkohol

Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah

dibuktikan. Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih

belum jelas. Namun, diduga peningkatan kadar kortisol, dan

peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah berperan

18
dalam menaikkan tekanan darah. Beberapa studi menunjukkan

hubungan langsung antara tekanan darah dan asupan alkohol, dan

diantaranya melaporkan bahwa efek terhadap tekanan darah baru

nampak apabila mengkonsumsi alkohol sekitar 2 − 3 gelas ukuran

standar setiap harinya. Konsumsi alkohol yang berlebihan, 2 ons atau

lebih sehari, telah ditemukan berhubungan dengan prevalens hipertensi

yang tinggi. Pembatasan konsumsi alkohol tidak lebih dari 2 gelas per

hari untuk pria dan tidak lebih dari 1 gelas per hari untuk wanita dan

orang-orang dengan berat badan lebih ringan, dapat menurunkan

tekanan darah sebesar 2 − 4 mmHg.15

c. Kurang aktifitas fisik

Aktivitas fisik sangat mempengaruhi stabilitas tekanan darah. Pada

orang yang tidak aktif melakukan kegiatan fisik cenderung mempunyai

frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi. Hal tersebut mengakibatkan

otot jantung bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras

usaha otot jantung dalam memompa darah, makin besar pula tekanan

yang dibebankan pada dinding arteri sehingga meningkatkan tahanan

perifer yang menyebabkan kenaikkan tekanan darah. Kurangnya

aktifitas fisik juga dapat meningkatkan risiko kelebihan berat badan yang

akan menyebabkan risiko hipertensi meningkat. Studi epidemiologi

membuktikan bahwa olahraga secara teratur memiliki efek antihipertensi

19
dengan menurunkan tekanan darah sekitar 6-15 mmHg pada penderita

hipertensi. Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan

hipertensi, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan

tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah. Olahraga juga

dikaitkan dengan peran obesitas pada hipertensi. 16

6) Konsumsi Garam Berlebihan

Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena

menarik cairan diluar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga meningkatkan

volume dan tekanan darah. Pada sekitar 60% kasus hipertensi primer

(esensial) terjadi respons penurunan tekanan darah dengan mengurangi

asupan garam. Pada masyarakat yang mengkonsumsi garam 3 gram atau

kurang, ditemukan tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan pada

masyarakat asupan garam sekitar 7 − 8 gram tekanan darah rata-rata

lebih tinggi.7 Setiap penurunan masukan Na 100 mmol per hari

berpengaruh terhadap penurunan TDS 10 mmHg dan setiap peningkatan

sekresi Na urin 100 mmol per hari berpengaruh terhadap penurunan TDS

3,7 mmHg dan TDD 2 mmHg. Pengaturan masukan garam merupakan

metode pengendalian hipertensi yang penting di samping obat

antihipertensi.15

20
2.1.6 Tanda dan Gejala

Secara umum, tekanan darah tinggi ringan tidak terasa dan tidak

mempunyai tanda-tanda. Boleh jadi berlangsung selama beberapa tahun

tanpa disadari oleh orang tersebut. Sering hal itu ketahuan tiba-tiba, misalnya

pada waktu mengadakan pemeriksaan kesehatan, atau pada saat

mengadakan pemeriksaan untuk asuransi jiwa. Kadang-kadang tanda-tanda

tekanan darah tinggi yang digambarkan itu adalah sakit kepala, pusing,

gugup, dan palpitasi.17

Pada sebagian orang, tanda pertama naiknya tekanan darahnya ialah

apabila terjadi komplikasi. Tanda yang umum ialah sesak nafas pada waktu

kerja keras. Ini menunjukkan bahwa otot jantung itu sudah turut terpengaruh

sehingga tenaganya sudah berkurang yang ditandai dengan sesak nafas.

Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah

yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti

perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan

pada kasus berat, edema pupil (edema pada diskus optikus) dan penglihatan

kabur.17

Hipertensi tidak memberikan tanda-tanda pada tingkat awal.

Kebanyakan orang mengira bahwa sakit kepala terutama pada pagi hari,

pusing, berdebar-debar, dan berdengung ditelinga merupakan tanda-tanda

hipertensi. Tanda-tanda tersebut sesungguhnya dapat terjadi pada tekanan

21
darah normal, bahkan seringkali tekanan darah yang relatif tinggi tidak

memiliki tanda-tanda tersebut. Cara yang tepat untuk meyakinkan seseorang

memiliki tekanan darah tinggi adalah dengan mengukur tekanannya.

Hipertensi sudah mencapai taraf lanjut, yang berarti telah berlangsung

beberapa tahun, akan menyebabkan sakit kepala, pusing, napas pendek,

pandangan mata kabur, dan mengganggu tidur. 17

2.1.7 Diagnosis

Dalam menegakan diagnosis hipertensi, diperlukan beberapa tahapan

pemeriksaan yang harus dijalani sebelum menentukan terapi atau

tatalaksana yang akan diambil. Algoritme diagnosis ini diadaptasi dari the

Diagnosis of Hypertension in Canada. 2015.18

22
ABPM : Ambulatory Blood Pressure Measurement

AOBP : Automated Office Blood Pressure

HBPM : Home Blood Pressure Measurement

OBPM: Office Blood Pressure Measurement

Gambar 2.1. Algoritma diagnosis hipertensi18

2.1.8 Komplikasi

Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit

jantung, gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit

ginjal. Tekanan darah yang tinggi umumnya meningkatkan resiko terjadinya

komplikasi tersebut. Hipertensi yang tidak diobati akan mempengaruhi semua

sistem organ dan akhirnya memperpendek harapan hidup sebesar 10-20

tahun. Mortalitas pada pasien hipertensi lebih cepat apabila penyakitnya tidak

terkontrol dan telah menimbulkan komplikasi ke beberapa organ vital. Sebab

23
kematian yang sering terjadi adalah penyakit jantung dengan atau tanpa

disertai stroke dan gagal ginjal.7

Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai

mata, ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina,

gangguan penglihatan sampai dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan

kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi berat selain kelainan koroner

dan miokard. Pada otak sering terjadi stroke dimana terjadi perdarahan yang

disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma yang dapat mengakibakan

kematian. Kelainan lain yang dapat terjadi adalah proses tromboemboli dan

serangan iskemia otak sementara (Transient Ischemic Attack/TIA). Gagal

ginjal sering dijumpai sebagai komplikasi hipertensi yang lama dan pada

proses akut seperti pada hipertensi maligna.7

Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara

langsung maupun tidak langsung. Beberapa penelitian menemukan bahwa

penyebab kerusakan organ-organ tersebut dapat melalui akibat langsung dari

kenaikan tekanan darah pada organ, atau karena efek tidak langsung, antara

lain adanya autoantibodi terhadap reseptor angiotensin II, stress oksidatif.

Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan sensitivitas

terhadap garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ target,

misalnya kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi

transforming growth factor-β (TGF-β).7

24
2.1.9. Penatalaksanaan

1. Non farmakologis

Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan

tekanan darah, dan secara umum sangat menguntungkan dalam

menurunkan risiko permasalahan kardiovaskular. Pada pasien yang

menderita hipertensi derajat 1, tanpa faktor risiko kardiovaskular lain,

maka strategi pola hidup sehat merupakan tatalaksana tahap awal, yang

harus dijalani setidaknya selama 4 – 6 bulan. Bila setelah jangka waktu

tersebut, tidak didapatkan penurunan tekanan darah yang diharapkan

atau didapatkan faktor risiko kardiovaskular yang lain, maka sangat

dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi. 8

Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak guidelines

adalah :

a) Penurunan berat badan. Mengganti makanan tidak sehat dengan

memperbanyak asupan sayuran dan buah-buahan dapat memberikan

manfaat yang lebih selain penurunan tekanan darah, seperti

menghindari diabetes dan dislipidemia. 8

b) Mengurangi asupan garam. Di negara kita, makanan tinggi garam dan

lemak merupakan makanan tradisional pada kebanyakan daerah.

Tidak jarang pula pasien tidak menyadari kandungan garam pada

makanan cepat saji, makanan kaleng, daging olahan dan sebagainya.

25
Tidak jarang, diet rendah garam ini juga bermanfaat untuk mengurangi

dosis obat antihipertensi pada pasien hipertensi derajat ≥ 2. Dianjurkan

untuk asupan garam tidak melebihi 2 gr/ hari.8

c) Olah raga. Olah raga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 – 60

menit/ hari, minimal 3 hari/ minggu, dapat menolong penurunan

tekanan darah. Terhadap pasien yang tidak memiliki waktu untuk

berolahraga secara khusus, sebaiknya harus tetap dianjurkan untuk

berjalan kaki, mengendarai sepeda atau menaiki tangga dalam

aktifitas rutin mereka di tempat kerjanya.8

d) Mengurangi konsumsi alcohol. Walaupun konsumsi alcohol belum

menjadi pola hidup yang umum di negara kita, namun konsumsi

alcohol semakin hari semakin meningkat seiring dengan

perkembangan pergaulan dan gaya hidup, terutama di kota besar.

Konsumsi alcohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau 1 gelas per

hari pada wanita, dapat meningkatkan tekanan darah. Dengan

demikian membatasi atau menghentikan konsumsi alcohol sangat

membantu dalam penurunan tekanan darah.

e) Berhenti merokok. Walaupun hal ini sampai saat ini belum terbukti

berefek langsung dapat menurunkan tekanan darah, tetapi merokok

merupakan salah satu faktor risiko utama penyakit kardiovaskular, dan

pasien sebaiknya dianjurkan untuk berhenti merokok. 8

26
2. Terapi farmakologi

Menurut Joint National Commission (JNC) 8, rekomendasi target

tekanan darah yang harus dicapai adalah < 140/90 mmHg dan target

tekanan darah untuk pasien penyakit ginjal kronik dan diabetes adalah ≤

130/80 mmHg.8

2.2.12. Peranan Keluarga Dalam Penanggulangan DBD


Duvall ( 1985) menyatakan bahwa keluarga adalah sekumpulan
orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang
bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya, meningkatkan
perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari tiap anggota. Undang-
Undang No.10 tahun 1992 menyatakan bahwa keluarga adalah unit terkecil
dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri dan anak atau ayah, ibu dan
anak. Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1998) menyebutkan
bahwa keluarga adalah unit terkecil dari suatu masyarakat yang tediri dari
kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu
tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
Tugas kesehatan keluarga dalam upaya pencegahan dan penanggulangan
DBD :
1. Harus mampu mengenal masalah yang berkaitan dengan
penyakit hipertensi, keluarga dapat mengenal masalah hipertensi
dengan beberapa cara seperti penyuluhan dari petugas
kesehatan, informasi dari majalah ataupun peran aktif keluarga
untuk mencari tahu informasi mengenai hipertensi. Keluarga
harus mengetahui pentingnya minum obat secara teratur dan

27
pentingnya melakukan pemeriksaan tekanan darah secara teratur
supaya mengerti perkembangan kesehatannya dan mengerti
kondisi pasien saat ini.
2. Harus mampu memutuskan tindakan yang tepat jika salah satu
anggota keluarga yang terkena penyakit hipertensi, keluarga
harus dengan cepat memutuskan tindakan yang tepat pada
anggota keluarganya yang terkena hipertensi dengan
membawanya ke fasilitas kesehatan. Keputusan harus diambil
keluarga karena keluarga yang dapat memantau anggota
keluarganya yang terkena hipertensi.
3. Harus dapat memantau kesehatan pasien misalnya dengan
mengatur pola makan pasien. Misalnya makanan yang tinggi
lemak, dan tinggi garam/natrium dapat dihindari
Perilaku keluarga yang dimaksud dalam pencegahan Hipertensi
adalah keterlibatan semua anggota keluarga baik tanggung jawab secara
mental dan emosional. Pengelolaan sarana yang diadakan agar tetap
terjamin dan terpelihara sehingga tidak menjadi tempat perkembangbiakan
vektor penyakit DBD. Rony(2017) mengatakan bahwa beberapa dukungan
keluarga yang dapat membantu tiga bentuk dukungan keluarga sebagai
pencegahan hipertensi yang dirasakan responden dengan nilai tertinggi
adalah keluarga mengingatkan responden untuk menjaga tekanan darahnya,
keluarga menganjurkan untuk makan sayur dan buah setiap hari, dan
keluarga menjaga kedekatan dan kehangatan untuk memotivasi responden
menjaga tekanan darahnya. Sedangkan tiga bentuk dukungan keluarga yang
dirasakan responden ada beberapa masih harus ditingkatkan karena memiliki
nilai terendah yaitu bantuan keluarga dalam memecahkan setiap masalah
dan kendala dalam hal menjaga tekanan darah responden, upaya keluarga
dalam mengingatkan responden meluangkan waktu untuk rekreasi saat hari

28
libur, dan upaya keluarga dalam menyediakan buah dan sayur yang
dibutuhkan oleh responden.
Menurut Friedman (1998), dukungan keluarga merupakan suatu
bentuk hubungan interpersonal dimana lingkungan keluarga memberikan
bantuan berupa perhatian emosional, bantuan instrumental, pemberian
informasi dan penghargaan atau penilaian terhadap anggota keluarga yang
sedang sakit termasuk dalam perawatan hipertensi. Jenis bantuan dari
dukungan emosional merupakan bentuk dukungan atau bantuan yang
diberikan keluarga dalam bentuk perhatian, simpati dan kasih sayang.
Dengan adanya dukungan emosional di dalam keluarga, secara positif akan
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kesehatan anggota
keluarganya. keluarga memberikan perhatian dengan cara menyuruh untuk
segera berobat ke Puskesmas, memberikan kasih sayang yang penuh
dengan cara memenuhi semua kebutuhan yang informan inginkan , lebih
rileks, memberikan suasana yang aman, nyaman dan tenang.
Dalam penelitian Gascón, et. all (2004) mengenai faktor-faktor
penyebab pasien hipertensi kurang patuh dalam melakukan pengobatan
adalah kurangnya pengetahuan tentang manfaat pengobatan yang sedang
dilakukan. Kurangnya informasi yang diberikan kepada pasien dari keluarga
ataupun tenaga medis, adanya faktor rasa takut dan gambaran yang negatif
dari mengkonsumsi obat-obatan antihipertensi, dan rasa ketidak puasan
pasien akibat lamanya program pengobatan yang harus dilakukan.

2.3. Pendekatan Diagnostik Holistik Pada Pelayanan Kedokteran


Keluarga di Layanan Primer
Pengertian holistik adalah memandang manusia sebagai mahluk
biopsikososio-kultural pada ekosistemnya. Sebagai makhluk biologis manusia

29
adalah merupakan sistem organ, terbentuk dari jaringan serta sel-sel yang
kompleks fungsionalnya.
Diagnostik holistik adalah kegiatan untuk mengidentifikasi dan
menentukan dasar dan penyebab penyakit (disease), luka (injury) serta
kegawatan yang diperoleh dari alasan kedatangan, keluhan personal, riwayat
penyakit pasien, pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan penunjang, penilaian
risiko internal/individual dan eksternal dalam kehidupan pasien serta
keluarganya. Sesuai dengan arah yang digariskan dalam Sistem Kesehatan
Nasional 2004, maka dokter keluarga secara bertahap akan diperankan
sebagai pelaku pelayanan pertama (layanan primer).
Tujuan Diagnostik Holistik:
1. Penyembuhan penyakit dengan pengobatan yang tepat
2. Hilangnya keluhan yang dirasakan pasien
3. Pembatasan kecacatan lanjut
4. Penyelesaian pemicu dalam keluarga (masalah sosial dalam
kehidupannya)
5. Jangka waktu pengobatan pendek
6. Tercapainya percepatan perbaikan fungsi sosial
7. Terproteksi dari risiko yang ditemukan
8. Terwujudnya partisipasi keluarga dalam penyelesaian masalah
Diagnosa secara holistik sangat penting dilakukan sebelum melakukan
terapi, tujuannya yakni:
1. Menentukan kedalaman letak penyakit
2. Menentukan kekuatan serangan pathogen penyakit
3. Menentukan kekuatan daya tahan tubuh yang meliputi kekuatan fungsi
organ
4. Menentukan urutan tatacara terapi dan teknik terapi  yang akan
dipilihnya.

30
5. Menentukan interfal kunjungan terapi. (Modul Pelatihan dan Sertifikasi
ASPETRI Jateng 2011).
Diagnostik Holistik memiliki standar dasar pelaksanaan yaitu :
1. Membentuk hubungan interpersonal antar petugas administrasi
(penerimaan, pencatatan biodata) dengan pasien
2. Membentuk hubungan interpersonal antara paramedis dengan pasien.
Melakukan pemeriksaan sarinagn (Triage), data diisikan dengan
lembaran penyaring
3. Membentuk hubungan interpersonal anatara dokter dengan pasien
4. Melakukan anamnesis
5. Melakukan pemeriksaan fisik
6. Penentuan derajat keparahan penyakit berdasarkan gejala, komplikasi,
prognosis, dan kemungkinan untuk dilakukan intervensi
7. Menentukan resiko individual diagnosis klinis sangat dipengaruhi
faktor individual termasuk perilaku pasien
8. Menentukan pemicu psikososial dari pekerjaan maupun komunitas
kehidupan pasien
9. Menilai aspek fungsi sosial.
Dasar-dasar dalam pengembangan pelayanan/pendekatan kedokteran
keluarga di layanan primer antara lain :
1. Pelayanan kesehatan menyeluruh (holistik) yang mengutamakan upaya
promosi kesehatan dan pencegahan penyakit
2. Pelayanan kesehatan perorangan yang memandang seseorang sebagai
bagian dari keluarga dan lingkungan komunitasnya
3. Pelayanan yang mempertimbangkan keadaan dan upaya kesehatan
secara terpadu dan paripurna (komprehensif).
4. Pelayanan medis yang bersinambung
5. Pelayanan medis yang terpadu

31
Pelayanan komprehensif yaitu pelayanan yang memasukkan
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan penyakit
dan proteksi khusus (preventive & spesific protection), pemulihan kesehatan
(curative), pencegahan kecacatan (disability limitation) dan rehabilitasi
setelah sakit (rehabilitation) dengan memperhatikan kemampuan sosial serta
sesuai dengan mediko legal etika kedokteran.
Pelayanan medis yang bersinambung merupakan pelayanan yang
disediakan dokter keluarga merupakan pelayanan bersinambung, yang
melaksanakan pelayanan kedokteran secara efisien, proaktif dan terus
menerus demi kesehatan pasien.
Pelayanan medis yang terpadu artinya pelayanan yang disediakan
dokter keluarga bersifat terpadu, selain merupakan kemitraan antara dokter
dengan pasien pada saat proses penatalaksanaan medis, juga merupakan
kemitraan lintas program dengan berbagai institusi yang menunjang
pelayanan kedokteran, baik dari formal maupun informal.
Prinsip pelayanan Kedokteran Keluarga di Layanan Primer adalah:
1. Comprehensive care and holistic approach
2. Continuous care
3. Prevention first
4. Coordinative and collaborative care
5. Personal care as the integral part of his/her family
6. Family, community, and environment consideration
7. Ethics and law awareness
8. Cost effective care and quality assurance
9. Can be audited and accountable care
Pendekatan menyeluruh (holistic approach), yaitu peduli bahwa pasien
adalah seorang manusia seutuhnya yang terdiri dari fisik, mental, sosial dan
spiritual, serta berkehidupan di tengah lingkungan fisik dan sosialnya.

32
Untuk melakukan pendekatan diagnostik holistik, maka perlu kita
melihat dari beberapa aspek yaitu:
I. Aspek Personal: Keluhan utama, harapan dan kekhawatiran.
II. Aspek Klinis: Bila diagnosis klinis belum dapat ditegakkan cukup
dengan diagnosis kerja dan diagnosis banding.
III. Aspek Internal: Kepribadian seseorang akan mempengaruhi perilaku.
Karakteristik pribadi amat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, sosial ekonomi, kultur, etnis, dan lingkungan.
IV. Aspek Eksternal: Psikososial dan ekonomi keluarga.
V. Derajat Fungsi Sosial:
o Derajat 1: Tidak ada kesulitan, dimana pasien dapat hidup mandiri
o Derajat 2: Pasien mengalami sedikit kesulitan.
o Derajat 3: Ada beberapa kesulitan, perawatan diri masih bisa
dilakukan, hanya dapat melakukan kerja ringan.
o Derajat 4: Banyak kesulitan. Tak melakukan aktifitas kerja,
tergantung pada keluarga.
o Derajat 5: Tak dapat melakukan kegiatan

DAFTAR PUSTAKA

1. Soraya, Fira.dkk. Profil EKG pasien Hipertensi di Poliklinik Jantung.

Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga, Surabaya.

33
2. Sugiarto, Aris. Faktor-faktor Risiko Hipertensi Grade II pada

Masyarakat (Studi Kasus di Kabupaten Karanganyar) [internet]. c2007

[cited 2011 Oct 7]. p:29-50, 90-126. Available from:

http://eprints.undip.ac.id/.

3. Sidabutar, R. P., Wiguno P. Hipertensi Essensial. Ilmu Penyakit Dalam

Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI; 1999. p: 210.

4. Weber, Michael A. dkk. Clinical Practice Guidelines for the

Management of Hypertension in the Community. A Statement by the

American Society of Hypertension and the International Society of

Hypertension. New York University. United States.

5. Badan penelitian dan pengembangan kesehatan. 2013. Riset

Kesehatan Dasar.. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

6. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan. 2015. Dinas Kesehatan

Provinsi Sulawesi Selatan.

7. Pedoman Tata Laksana Hipertensi pada penyakit kardiovaskular Edisi

pertama tahun 2015. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular

Indonesia halaman 1-3.

8. 1. Kemenkes.RI. InfoDATIN: HIPERTENSI. Infodatin. 2014;

(Hipertensi):1-7.

9. 2. Tarigan NS. Pola Peresepan dan Kerasionalan Penggunaan

Antihipertensi Pada Pasien dengan Hipertensi di Rawat Jalan

Puskesmas Simpur Periode Januari-Juni 2013 Bandar LAmpung. Fak

34
Kedokt Univ Lampung. 2014;3(4).

10. Nuraini B. Risk factors of hypertension. 2015;4:10-19.

11. Muhadi. ANALISIS JNC 8 : Evidence-based Guideline Penanganan

Pasien Hipertensi Dewasa. 2016;43(1):54-59.

12. Bope ET, Kellerman RD. CONN’S CURRENT THERAPY. 2017;3.

doi:10.1016/B978-0-323-44320-3.09952-4

13. Andrea GY. Korelasi Derajat Hipertensi dengan Stadium Penyakit

Ginjal Kronik di RSUP dr. Kariadi Semarang Periode 2008-2012. 2013.

14. Shrout T, Rudy DW, Piascik MT. Science Direct: Hypertension update ,

JNC8 and beyond. In: Current Opinion in Pharmacology. Vol 33.

Elsevier Ltd; 2017:41-46. doi:10.1016/j.coph.2017.03.004

15. Cahyani HF. Hubungan shalat terhadap tekanan darah pada pasien

hipertensi di posbindu anggrek kelurahan cempaka putih kecamatan

ciputat timur. 2014.

16. Dwi L, Pramana Y, Masyarakat FK, Semarang UM. Skripsi faktor-

faktor yang berhubungan dengan tingkat hipertensi di wilayah kerja

puskesmas demak ii. 2016:1-67.

17. Lilyana. Faktor-faktor Risiko Hipertensi pada Jamaah Pengajian

Majelis Dzikir SBY Nurussalam 2008. 2008.

18. Mamat. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kadar kolesterol HDL

di Indonesia. 2010.

19. Hamid S. Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Keluarga tentang

35
Pencegahan Hipertensi dan Kejadian Hipertensi. 2014.

20. Cloutier L, Daskalopoulou SS, Padwal RS, et al. Review A New

Algorithm for the Diagnosis of Hypertension in Canada.

2017;31(2015):620-630. doi:10.1016/j.cjca.2015.02.014

21. Natalia D, Margaretta SL, Putra WD, et al. Tata Laksana Terkini pada

Hipertensi. 2014;20(52):36-41.

22. Rachmawati, yunita Ayu. 2013. Dukungan Keluarga Dalam

Penatalaksanaan Hipertensi Di Puskesmas Candirejo Magetan.

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

23. Firmansyah, Ronny Suhada dkk. 2017. Faktor-Faktor yang

Berhubungan dengan Dukungan Keluarga dalam Pencegahan Primer

Hipertensi. Universitas Padjadjaran

36

Anda mungkin juga menyukai