Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Hati adalah organ tubuh yang paling besar dan paling kompleks. Hati yang
terletak di persimpangan antara saluran cerna dan bagian tubuh lainnya, mengemban
tugas yang sangat berat untuk mempertahankan homeostatis metabolik tubuh. Hati
rentan terhadap berbagai gangguan metabolik, toksik, mikroba dan sirkulasi. Pada
sebagian kasus, proses penyakit terutama berlangsung di hati.
Hepatitis adalah suatu proses peradangan pada jaringan hati yang memberikan
lemah badan, mual, kencing, seperti mata dan badan menjadi kuning. Hepatitis dapat
disebabkan oleh virus namun penyebab hepatitis ternyata tak semata-mata karena
virus. Keracunan obat, dan paparan berbagai macam zat kimia seperti karbon
tetraklorida, chlorpromazine, chloroform, arsen, fosfor, dan zat-zat lain yang
digunakan sebagai obat dalam industri modern, bisa juga menyebabkan Hepatitis.
Kini telah dikenal beberapa virus penyebab peradangan hati yaitu : virus
hepatitis A (VHA), virus hepatitis B (VHB), virus hepatitis C (VHC, non A non
B),virus hepatitis D (VHD),Virus hepatitis E (VHE) dan virus hepatitis G (VHG).
Hepatitis virus yang banyak dikenal oleh para klinisi adalah hepatitis A, B dan C.
Virus hepatitis B juga disebut hepatitis serum. Terdapat berbagai uji serologic untuk
mendiagnosis HBV dan untuk mengetahui daya tular serta prognosis penderita. Uji-
uji yang tersedia secara komersial meliputi pemeriksaan antigen permukaan hepatitis
B (hepatitis B surface antigen, HBsAg), antibodi HBsAg (anti-HBs), antibodi inti
hepatitis B (anti HBc), antibodi IgM spesifik inti hepatitis B (IgM anti HBc), antigen
e hepatitis B (HBeAg), antibodi e hepatitis B (anti-HBe).
Pemeriksaan laboratorium adalah suatu tindakan dan prosedur pemeriksaan
khusus dengan mengambil bahan atau sampel dari penderita, dapat berupa urine (air
kencing), darah, sputum (dahak), dan sebagainya untuk menentukan diagnosis atau
membantu menentukan diagnosis penyakit bersama dengan tes penunjang lainya,
anamnesis, dan pemeriksaan lainya. Sekumpulan pemeriksaan laboratorium yang
dirancang, untuk tujuan tetrtentu misalnya untuk mendeteksi penyakit, menentukan

1
resiko, memantau perkembangan penyakit, memantau perkembangan pengobatan,
dan lalin-lain. Mengetahui ada tidaknya kelainan atau penyakit yang banyak di
jumpai dan potensial membahayakan.
Pemeriksaan laboratorium imunoserologi penyakit hati terutama adalah
pemeriksaan HBsAg, HBeAg, anti HBe, HBcAg, anti HBcAg, HCV & HAV.
Pemeriksaan laboratorium rutin dilakukan untuk mendapatkan informasi yang
berguna bagi dokter dan apoteker dalam pengambilan keputusan klinik. Untuk
mengambil keputusan klinik pada proses terapi mulai dari pemilihan obat,
penggunaan obat hingga pemantauan efektivitas dan keamanan, apoteker memerlukan
hasil pemeriksaan laboratorium. Hasil pemeriksaan tersebut dibutuhkan sebagai
pertimbangan penggunaan obat, penentuan dosis, hingga pemantauan keamanan obat.
Berdasarkan latar belakang diatas pemeriksaan laboratorium imunoserologi
penyakit hati termasuk dalam uji penentu kesehatan seseorang dan juga penting
dalam membantu menegakan diagnosis, memantau pengobatan dan perjalanan
penyakit.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini ialah :
1. Apa yang dimaksud dengan HBsAg, HBeAg, anti HBe, HBcAg, anti HBcAg,
HCV & HAV?
2. Bagaimana cara untuk mengetahui seseorang terkena penyakit Hepatitis ?
1.3 Tujuan
Tujuan yang dapat diambil dari pembuatan makalah ini yakni :
1. Mengetahui pengertian HBsAg, HBeAg, anti HBe, HBcAg, anti HBcAg, HCV &
HAV.
2. Mengetahui pemeriksaan seseorang yang dinyatakan terkena hepatitis.
1.4 Manfaat
Hasil penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
teman-teman sekalian tentang HBsAg, HBeAg, anti HBe, HBcAg, anti HBcAg, HCV
& HAV.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hepatitis
Hepatitis adalah proses terjadinya inflamasi dan nekrosis jaringan hati yang
dapat disebabkan oleh infeksi, obat-obatan, toksin, gangguan metabolit, infeksi yang
disebabkan virus, bakteri, maupun parasit merupakan penyebab terbanyak hepatitis
akut. Virus hepatits merupakan penyebab terbanyak dari infeksi tersebut.
Hepatitis virus masih merupakan masalah kesehatan utama, baik dinegara
yang sedang berkembang, maupun Negara maju. Infeksi virus hepatitis merupakan
infeksi sistemik dimana hati merupakan organ target utama yang kerusakan berupa
inflamasi atau nekrosis hepatosit serta infiltrasi panlobular oleh sel mononuclear.
Terdapat sedikitnya 6 jenis virus hepatotropik penyebab utama infeksi akut, yaitu
hepatitis virus A, B, C, D, E & G.
Semuanya memberi gejala klinis yang hampir sama, bervariasi mulai dari
asimtomatis, bentuk klasik, sampai sampai hepatitis fulminan yang dapt
menyebabkan kematian. Kecuali hepatitis virus G, yang memberikan gejala sangat
ringan, semua infeksi virus hepatitis dapat berlanjut dalam bentuk subklinis atau
penyakit hati yang progresif dengan komplikasi sirosis atau timbulnya karsinoma
hepatoseluler. Virus hepatitis A,C,D,E dan G adalah virus RNA sedangkan virus
hepatitis B adalah virus DNA. Virus hepatitis A dan E tidak menyebabkan penyakit
kronis sedangkan virus hepatitis B,D dan C dapat menyebabkan infeksi kronis.
2.1.1 Hepatitis A
Penyebabnya adalah virus Hepatitis A, dan merupakan penyakit endeimis
dibeberapa Negara berkembang. Selain itu merupakan hepatitis yang ringan, bersifat
akut, sembuh spontan/sempurna tanpa gejala sisa dan tidak menyebabkan infeksi
kronik. Penularannya melalui fecal oral. Sumber penularan umumnya terjadi katena
pencemaran air minum, makanan yang tidak dimasak, makanan yang tercemar,
sanitasi yang buruk, dan personal hygiene rendah. Diagnosis ditegakkan dengan
ditemukannya IgM antibody dalam serum penderita. Tidak ada pengobatan khusus
hanya pengobatan pendukung dan menjaga keseimbangan nutrisis. Pencegahannya

3
melalui kebersihan lingkungan, terutama terhadap makanan dan minuman dan
melakukan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
Gejala-gejala termasuk terasa kurang sehat, rasa sakit, demam, mual, kurang
nafsu makan, perut terasa kurang enak, diikuti dengan air seni berwarna pekat, tinja
pucat dan penyakit kuning (mata dan kulit menjadi kuning). Penyakit biasanya
berlanjut selama satu sampai tiga minggu (walaupun gejala tertentu dapat berlanjut
lebih lama) dan hampir selalu diikuti dengan penyembuhan sepenuhnya. Anak-anak
kecil yang terinfeksi biasanya tidak menderita gejala. Hepatitis A TIDAK
mengakibatkan penyakit hati jangka panjang dan kematian akibat hepatitis A jarang
terjadi. Jangka waktu antara kontak dengan virus dan timbulnya gejala biasanya
empat minggu, tetapi dapat berkisar antara dua sampai tujuh minggu.
2.1.2 Hepatitis B
Virus hepatitis B (VHB) adalah virus DNA suatu prototif virus yang termasuk
keluarga Hepadnaviridae. Virus ini memiliki DNA yang sebagian berupa untaian
tungaal (single stranded DNA) dan DNA polymerase endogen yang berfungsi
menghasilkan DNA untaian ganda (double stranded DNA, dsDNA). Virion lengkap
VHB terdiri atas suatu struktur berlapis ganda dengan diameter keseluruhan 42 nm.
Bagian inti sebelah dalam (inner core) yang berdiameter 28 nm dan dilapisis selaput
(envelop) yang tebalnya 7 nm mengandung dsDNA dengan berat molekul 1.6 x 106.
Bagian envelop yang mengelilingi core terdiri ataskompleks dengan sifat biokimia
heterigen ; bagian ini mempunyai sifat antigen berbeda dengan antigen core (HBcAg)
dan disebut antigen permukaan hepatitis B surface antigen (HbsAg). HbsAg
diproduksi lebih banyak oleh hepatosit yang terinfeksi dan dilepaskan ke dalam darah
sebagai partikel bulat berukuran 17-25 nm (diametrer rata-rata 20 nm) dan sebagian
partikel tubuler berdiameter sama yang panjangnya berkisraan natara 100-200 nm.
Antibodi terhadap HBcAg dan HBsAg masing-masing disebut anti HBc dan
anti-HBs. Keberadaan anti-HBs dalam sirkulasi melindungi seseorang terhadap
infeksi dengan VHB. Selain kedua jenis antigen di atas antigen lain yang diketahui
adalah HBeAg yang merupakan bagian integral dari kapsid virion VHB. HBeAg
dapat beredar bebas dalam darah atau membentuk kompleks dengan IgG. Karena

4
kaitannya sangat erat dengan nukleokapsid VHB, maka HBeAg merupakan petanda
yang dapat dipercaya yang menunjukkan banyaknya virion dalam serum. Sebaliknya
ant HBe digabungkan dengan kadar virion yang lebih rendah.

Gambar 1. Perjalanan akut hepatitis tipe B


Sumber : Harrison. Textbook of Internal Medicine

Gambar 2. Perjalanan kronik hepatitis B


Sumber : Harrison. Textbook of Internal Medicine
2.1.3 Hepatitis C
Hepatitis C mempunyai tingkat keparahan yang paling tinggi dibanding
Hepatitis A dan B. Sama dengan Hepatitis B, Virus hepatitis C ditularkan lewat darah
yang jalan utama infeksinya berasal dari transfusi darah atau produk darah yang
belum diskrining (pemeriksaan), saling tukar jarum suntik oleh pengguna narkoba
suntik (injecting drug user/IDU) serta jarum atau alat tato dan tindik yang tidak steril.

5
Infeksi virus Hepatitis C juga disebut sebagai infeksi terselubung (silent
infection) karena pada infeksi dini seringkali tidak bergejala atau tidak ada gejala
yang khas sehingga seringkali terlewatkan. Kebanyakan orang tidak tahu mereka
terinfeksi Hepatitis C sampai kerusakan hati muncul atau melalui tes medis rutin.
Jika pun ada gejala, Hepatitis C biasanya hanya menunjukkan gejala seperti flu, yaitu:
1. Kelelahan
2. Demam
3. Mual atau nafsu makan yang buruk
4. Otot dan nyeri sendi
5. Nyeri di daerah hati.
Virus hepatitis C adalah virus yang secara genetik amat variatif dan memiliki
angka mutasi tinggi, sehingga memungkinkan generasi virus yang beraneka ragam.
Akibatnya belum ada vaksin yang berhasil dibuat untuk mencegah infeksi virus
hepatitis C.
Sirosis terjadi pada 10-20 persen penderita hepatitis C kronik, dan kanker hati
terjadi pada 1-5 persen penderita hepatitis C kronik dalam waktu 20-30 tahun. Serta
sekitar 90 persen orang yang baru terinfeksi penyakitnya akan terus berkembang
menjadi infeksi kronik. Untuk Hepatitis C hingga kini belum ada vaksin
pencegahnya.
2.1.4 Patofisiologi
Virus atau bakteri yang menginfeksi manusia masuk ke aliran darah dan
terbawa sampai ke hati. di sini agen infeksi menetap dan mengakibatkan peradangan
dan terjadi kerusakan sel-sel hati (hal ini dapat dilihat pada pemeriksaan SGOT dan
SGPT). akibat kerusakan ini maka terjadi penurunan penyerapan dan konjugasii
bilirubin sehingga terjadi disfungsi hepatosit dan mengakibatkan ikterik. peradangan
ini akan mengakibatkan peningkatan suhu tubuh sehinga timbul gejala tidak nafsu
makan (anoreksia). salah satu fungsi hati adalah sebagai penetralisir toksin, jika
toksin yang masuk berlebihan atau tubuh mempunyai respon hipersensitivitas, maka
hal ini merusak hati sendiri dengan berkurangnya fungsinya sebagai kelenjar terbesar
sebagai penetral racun. Aktivitas yang berlebihan yang memerlukan energi secara

6
cepat dapat menghasilkan H2O2 yang berdampak pada keracunan secara lambat dan
juga merupakan hepatitis non-virus. H2O2 juga dihasilkan melalui pemasukan alkohol
yang banyak dalam waktu yang relatif lama. Peradangan yang terjadi mengakibatkan
hiperpermea-bilitas sehingga terjadi pembesaran hati, dan hal ini dapat diketahui
dengan meraba / palpasi hati. Nyeri tekan dapat terjadi pada saat gejala ikterik mulai
nampak.
Hepatitis akibat obat dan toksin dapat digolongkan ke dalam empat bagian
yaitu: hepatotoksin-hepatotoksin direk, hepatotoksin-hepatotoksin indirec, reaksi
hipersensitivitas terhadap obat, dan idiosinkrasi metabolik.
Obat-obat yang dapat menyebabkan gangguan/kerusakan hepar adalah: Obat
anastesi, antibiotik, antiinflamasi, antimetabolik dan imunosupresif, antituberkulosa,
hormon-hormon, psikotropik, dan lain-lain.
2.2 HBsAg
Antigen permukaan virus hepatitis B (hepatitis B surface antigen, HBsAg)
merupakan material permukaan dari virus hepatitis B. Pada awalnya antigen ini
dinamakan antigen Australia karena pertama kalinya diisolasi oleh seorang dokter
peneliti Amerika, Baruch S. Blumberg dari serum orang Australia.
HBsAg merupakan petanda serologik infeksi virus hepatitis B pertama yang
muncul di dalam serum dan mulai terdeteksi antara 1 sampai 12 minggu pasca
infeksi, mendahului munculnya gejala klinik serta meningkatnya SGPT. Selanjutnya
HBsAg merupakan satu-satunya petanda serologik selama 3 – 5 minggu. Pada kasus
yang sembuh, HBsAg akan hilang antara 3 sampai 6 bulan pasca infeksi sedangkan
pada kasus kronis, HBsAg akan tetap terdeteksi sampai lebih dari 6 bulandan tidak
adanya anti-HBc IgM. Beberapa kasus menunjukkan peningkatan menjadi hepatitis
kronis berhubungan dengan adanya penyakit kronis yang diderita, misalnya
kegagalan ginjal, infeksi HIV, dan diabetes..HBsAg positif yang persisten lebih dari 6
bulan didefinisikan sebagai pembawa (carrier). Sekitar 10% penderita yang memiliki
HBsAg positif adalah carrier, dan hasil uji dapat tetap positif selam bertahun-tahun.
HbcAg tidak dapat dideteksi dalam sirkulasi darah, tetapi antibodinya (anti
HBc) bisa. IgM antiHBc menunjukkan hepatitis virus akut. Antibodi ini dideteksi

7
setelah HBsAg menghilang dari serum pada 5-6% kasus hepatitis B akut. IgM anti-
HBc yang persisten menunjukkan penyakit kronik virus B, biasanya kronik aktif
hepatitis. Titer rendah IgG anti-HBc dengan anti-HBs menunjukkan infeksi hepatitis
B di masa lampau. Titer tinggi IgG anti-HBc tanpa anti-HBs menunjukkan infeksi
virus persisten.
2.2.1 Pemeriksaan Darah Imunoserologi HbsAg
Pemeriksaan HBsAg berguna untuk diagnosa infeksi virus hepatitis B, baik
untuk keperluan klinis maupun epidemiologik, skrining darah di unit-unit transfusi
darah, serta digunakan pada evaluasi terapi hepatitis B kronis. Pemeriksaan ini juga
bermanfaat untuk menetapkan bahwa hepatitis akut yang diderita disebabkan oleh
virus B atau superinfeksi dengan virus lain.
HBsAg positif dengan IgM anti HBc dan HBeAg positif menunjukkan infeksi
virus hepatitis B akut. HBsAg positif dengan IgG anti HBc dan HBeAg positif
menunjukkan infeksi virus hepatitis B kronis dengan replikasi aktif. HBsAg positif
dengan IgG anti HBc dan anti-HBe positif menunjukkan infeksi virus hepatitis B
kronis dengan replikasi rendah.
Pemeriksaan HbsAg secara rutin dilakukan pada pendonor darah untuk
mengidentifikasi antigen hepatitis B. Transmisi hepatitis B melalui transfusi sudah
hampir tidak terdapat lagi berkat screening HbsAg pada darah pendonor. Namun,
meskipun insiden hepatitis B terkait transfusi sudah menurun, angka kejadian
hepatitis B tetap tinggi. Hal ini terkait dengan transmisi virus hepatitis B melalui
beberapa jalur, yaitu parenteral, perinatal, atau kontak seksual. Orang yang berisiko
tinggi terkena infeksi hepatitis B adalah orang yang bekerja di sarana kesehatan,
ketergatungan obat, suka berganti-ganti pasangan seksual, sering mendapat transfusi,
hemodialisa, bayi baru lahir yang tertular dari ibunya yang menderita hepatitis B.
Ada tiga pemeriksaan standar yang biasa digunakan untuk menegakkan
diagnosa infeksi hepatitis B yaitu:
1. HBsAg (hepatitis B surface antigen): adalah satu dari penanda yang
munculdalam serum selama infeksi dan dapat dideteksi 2 -8 minggu sebelum
munculnya kelainan kimiawi dalam hati atau terjadinya jaundice (penyakit

8
kuning). Jika HBsAg berada dalam darah lebih dari 6 bulan berarti terjadi infeksi
kronis. Pemeriksaan HBsAg bisamendeteksi 90% infeksi akut.
2. Fungsi dari pemeriksaan HBsAg diantaranya :
a. Indikator paling penting adanya infeksi virus hepatitis B
b. Mendiagnosa infeksi hepatitis akut dan kronik
c. Tes penapisan (skrining) darah dan produk darah (serum, platelet dll)
d. Skrining kehamilan
3. Anti HBs (antobodi terhadap hepatitis B surface antigen): jika hasilnya
“reaktif/positif” menunjukkan adanya kekebalan terhadap infeksi virus hepatitis B
yang berasal dari vaksinasi ataupun proses penyembuhan masa lampau.
4. Anti HBc (antibodi terhadap antigen inti hepatitis B): terdiri dari 2 tipe yaitu
Anti HBc IgM dan Anti HBc IgG.
a. Anti HBc IgM:
- Muncul 2 minggu setelah HBsAg terdeteksi dan bertahan hingga 6 bulan.
- Berperan pada core window(fase jendela) yaitu saat dimana HBsAg sudah
hilang tetapianti-HBs belum muncul
b. Anti HBc IgG:
- Muncul sebelum anti HBcIgM hilang
- Terdeteksi pada hepatitis akut dan kronik
- Tidak mempunyai efek protektif
- Interpretasi hasil positif anti-HBc tergantung hasil pemeriksaan HBsAg
dan Anti-HBs.
2.2.2 Metode : HBsAg Test
1. Alat dan bahan :
a. Serum atau plasma
b. New Spot HBsAg Test Device
2. Prinsip :
Ketika serum/plasma ditambahkan dalam sampel pad, serum akan bergerak
menuju pada konjugat yang dilapisi dengan gold-monoclonal antibody sebagai
anti HBs konjugat. Campuran tersebut bergerak di sepanjang membran oleh aksi

9
kapiler dan bereaksi dengan cocktail monoclonal dan polyclonal antibody anti
HBs yang melapisi area test.  Apabila terdapat HBsAg pada tingkat minimal
0,5ng/ml, hasilnya terbentuk warna pada tes tersebut. Jika tidak ada HBsAg
dalam sampel, warna pada area tidak akan nampak. Selanjutnya sampel akan
menuju ke kontrol area dan membentuk warna merah / ungu mengindikasikan
bahwa tes bekerja dan hasilnya valid.
3. Cara kerja :
a. Semua spesimen dan test device harus dipersiapkan dalam kondisi yang sesuai
dengan suhu ruang sebelum digunakan kira-kira 20-30 menit.
b. Masukkan serum kedalam lubang sampel sebanyak 100 
c. Tunggu hingga muncul garis warna merah atau ungu pada test.
d. Baca Interpretasi dalam 20-30 menit.
4. Interpretasi hasil :
a. Positif (+) : Adanya dua garis warna pada tanda T dan C
b. Negatif (- ) : Hanya ada satu garis warna pada kontrol (C)
c. Invalid : Tidak ada garis warna pada kontrol (C)
2.2.3 Metode : pasif aglutinasi latex
1. Prinsip :
HbsAg dalam serum akan berekasi dengan antibodi HbsAg yang reaktif yang
dilekatkan pada latex yang ditandai dengan aglutinasi yang jelas.
2. Alat dan bahan:
a. Paper slide
b. Reagen latex HbsAg
c. Stick
d. Rotator
3. Cara kerja:
a. Disiapkan paper slide yang bersih dan baru
b. Dipipet masing-masing
Kontrol (+) Kontrol (-) Sampel
Kontrol (+) 1 tetes - -

10
Kontrol (-) - 1 tetes -
Serum - - 50 mikro
Reagen latex 1 tetes 1 tetes 1 tetes
c. Diaduk menggunakan stik membentuk lingkaran
d. Diletakkan dan digoyang diatas rotator 200 rpm selama 5 menit dan dibaca
hasilnya
e. Hasil postif terdapat aglutinasi
2.2.4 Pemeriksaan HBsAg metode EIA (Enzime-linked Immunoassay)
Langkah Kerja :
1. Antibodi yang spesifik terhadap antigen dilekatkan pada suatu permukaan fase
padat (a solid-phase surface) atau suatu manik-manik plastik.
2. Ditambahkan serum pasien yang mungkin mengandung atau tidak mengandung
antigen.
3. Ditambahkan suatu antibodi yang spesifik terhadap antigen tertentu yang berlabel
enzim (conjugate).
4. Ditambahkan substrat kromogenik, dan terjadi perubahan warna jika terdapat
enzim. Warna yang terbentuk sesuai dengan jumlah antigen yang terdapat pada
sampel pasien
2.2.5 Cara penularan virus dari hepatitis B yang banyak terjadi dan dialami
khususnya jika terjadi pada anak.
1. Penularan hepatitis B pada bayi dan anak-anak
a. Jika seorang ibu yang memiliki riwayat penyakit hepatitis ketika sedang
mengandung sangat memungkinkan janin atau bayi yang dikandung juga
terjangkit jenis hepatitis yang sama, bahkan resiko lebih besar terjadi pada
bayi dibanding ibunya.
b. Juga dapat terjadi melalui kontak langsung dengan salah satu anggota
keluarga yang menderita hepatitis B.
2. Pengaruh Infeksi Virus Hepatitis B
a. Virus hepatitis B (VHB) dapat menyebabkan peradangan yang bersifat akut
atau kronis merupakan salah satu penyebab awal kanker hati.

11
b. Jika infeksi yang terjadi pada bayi sebelum bayi berusia kurangd ari 1 tahun
memiliki resiko lebih tinggi sekitar 90 % mengidap hepatitis akut atau kronis,
namun sebaliknya jika infeksi hepatitis B terjadi pada bayi setelah berusia 2-5
tahun maka resiko dari penyakit hepatitis B akan berkurang sekitar 50 %
bahkan apabila infeksi terjadi diatas usia 5 tahun resiko penyakit hepatitis ini
hanya 5-10 %.
c. Diperkirakan sekitar 25 % dari anak yang teridentifikasi penyakit hepatitis
kronis dapat berlanjut mejadi dan berkembang menjadi sirosis (kerusakan
pada organ hati dan pengerutan hati) dan atau kanker hati dan pada orang
dewasa hanya 15 % yang berkembang menjadi sirosis atau kanker hati.
2.3 HBeAg
HbeAg singkatan dari Hepatitis B surface Antigendan antibodi antibodinya,
anti-Hbe adalah penanda-penanda (markers) yang bermanfaat untuk menentukan
kemungkinan penularan virus oleh seseorang yang menderita infeksi virus hepatitis B
kronis. Mendeteksi keduanya HBeAg dan anti-HBe dalam darah biasanya adalah
eksklusif satu sama lain. Sesuai dengan itu, kehadiran HBeAg berarti aktivitasvirus
yang sedang berlangsung dan kemampuan menularkan pada yang lainnya, sedangkan
kehadiran anti-HBe menandakan suatu keadaan yang lebih tidak aktif dari virus dan
risiko penularan yang lebih kecil. Pada beberapa individu-individu yang terinfeksi
dengan virus hepatitis B, material genetik untuk virus telah menjalankan suatu
perubahan struktur yang tertentu, disebut suatu mutasi pre-core. Mutasi ini berakibat
pada suatu ketidakmampuan virus hepatitis B untuk menghasilkan HBeAg, meskipun
virusnya reproduksi/replikasi secara aktif. Ini berarti bahwa meskipun tidak ada
HBeAg yang terdeteksi dalam darah dari orang-orang dengan mutasi, virus hepatitis
B masih tetap aktif pada orang-orang ini dan mereka dapat menularkan pada yang
lain-lainnya.HbeAgsingkatan dari Hepatitis B surface Antigen adalah antigen yang
beredar didalam darah dan lebih terkaitdengan core virus. apabila ia positif (+),
berarti terjadi sintesis virus dan adanya infeksi yang terus berlanjut. Apabila kadar (+)
nya lebih dari 10 minggu maka ia akan berlanjut ke hepatitis B kronik. apabila
kondisi tubuh baik dan timbul antibodimaka HBeAg biasanya menjadi negatif (-).

12
Dalam epidemiologi pemeriksaan HBeAg sangat diperlukan untuk melihat tingkat
penyebaran /penularan, karena HBeAg (+) diperkirakan mempunyai potensi untuk
menularkan secara vertikal maupun horizontal.
HbeAg berkorelasi dengan sintesis virus yang tengah berjalan dan infeksius.
Pada masa akut HBeAg dapat muncul transient, lebih pendek daripada HBsAg. Bila
persisten lebih dari sepuluh minggu pasien masuk dalam keadaan kronik. Anti-Hbe
adalah suatu pertanda infektivitas relatif yang rendah. Munculnya anti-HBe
merupakan bukti kuat bahwa pasien akan sembuh dengan baik.
Virus hepatitis B menyebar lewat darah, cairan vagina dan sperma. Orang-
orang yang rawan terhadap infeksi virus ini adalah yang:
1. Mengadakan hubungan seksual dengan orang yang terinfeksi HBV
2. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang terinfeksi HBV
3. Bergantian menggunakan alat cukur, sikat gigi atau handuk dengan orang
yang terinfeksi HBV
4. Bergantian menggunakan jarum suntik
5. Kontak dengan darah atau luka terbuka dari orang yang terkena HBV
6. Terkena gigitan atau menggigit orang yang terinfeksi
7. Melakukan seks bebas
8. Yang pekerjaannya berhubungan dengan darah
9. Bepergian atau tinggal di daerah endemis HBV
Virus hepatitis B tidak menyebar lewat:
1. casual contact seperti bersalaman
2. makan makanan yang disiapkan oleh orang yang terinfeksi
3. berciuman atau berpelukan
4. penggunaan peralatan makan bersama-sama
5. bersin atau batuk
6. menyusui
Gejala orang yang terkena Hepatitis B:
1. berkurangnya nafsu makan
2. mual, muntah

13
3. demam
4. lemas, kelelahan
5. sakit di bagian perut
6. mata dan kulit kekuning-kuningan
7. urine berwarna gelap seperti coca cola
8. feses yang berwarna tanah
2.3.1 Pemeriksaan Darah Imunoserologi HbeAg
Kita dapat mengetahui kalau kita terkena hepatitis B atau tidak yakni dari
pemeriksaan tes darah.Yang perlu diperiksa pada saat kita melakukan tes darah
adalah:
1. HBsAg (Hepatitis B surface antigen). Jika hasilnya positif atau reaktif artinya
orang tsb sedang terinfeksi HBV dan dapat menulari orang lain.
2. Anti-HBs (antibodi terhadap HBsAg). Jika positif atau reaktif artinya orang
tersebut kebal terhadap infeksi HBV. Antibodi ini bisa didapat dari imunisasi
maupun setelah sembuh dari infeksi HBV.
3. Anti HBc Total (antibodi Hepatitis B core). Nilai yang positif atau reaktif
menunjukkan bahwa orang tersebut pernah terinfeksi HBV dan atau sedang
terinfeksi.
4. IgM Anti HBc (IgM antibodi Hepatitis B core). Jika nilainya positif atau
reaktif artinya orang tersebut terinfeksi HBV dalam jangka waktu 6 bulan terakhir
dan indikasi adanya Hepatitis B akut.
5. HBeAg (Hepatitis B "e" antigen). Jika positif atau reaktif artinya orang
tersebut memiliki level virus yang tinggi dalam darahnya dan mudah
menularkannya pada orang lain.
6. Anti HBe (Antibodi Hepatitis B "e"). Jika negatif artinya orang tersebut
mengidap Hepatitis B kronis namun jika positif menandakan suatu keadaan yang
lebih tidak aktif dari virus dan risiko penularan yang lebih kecil tapi tidak berlaku
pada virus hepatitis B mutan.
7. HBV DNA. Hasil tes yang positif menunjukkan bahwa virus HBV
bermultiplikasi dalam tubuh orang tersebut dan tingkat penularannya sangat

14
tinggi. Jika orang tersebut mengidap Hepatitis B kronis maka keberadaan HBV
DNA menunjukkan adanya kemungkinan kerusakan hati.
Interpretasi atas hasil tes darah Hepatitis B:
1. Belum pernah terinfeksi jika HBsAg (-), Anti HBs (-),Total anti HBc (-), IgM
anti HBc (-)
2. Infeksi akut awal jika HBsAg (+), Anti HBs (-), Total anti HBc (-), IgM anti
HBc (-)
3. Infeksi akut jika HBsAg (+), anti HBs (-), Total anti HBc (+), IgM anti HBc
(+)
4. Infeksi akut yang membaik jika HBsAg (-), anti HBs (-), Total anti HBc (+),
IgM anti HBc (+)
5. Telah sembuh dan kebal jika HBsAg (-),anti HBs (+),Total anti HBc (+),IgM
anti HBc (-)
6. Infeksi kronis jika HBsAg (+), anti HBs (-), Total anti HBc (+), IgM anti HBc
(-)
7. Multiple interpretasi jika HbsAg (-), anti HBs (-), Total anti HBc (+), IgM anti
HBc (-)
2.4 Anti Hbe
Umumnya Anti HBe positif dengan HBeAg negatif menunjukkan tingkat
replikasi virus yang rendah. Namun hal ini tidak berlaku pada virus hepatitis B
mutan.
2.4.1 Pemeriksaan Darah Imunoserologi Anti Hbe
Pemeriksaan Anti-Hbe dapat menggambarkan integrasi DNA virus Hepatitis
B (HBV) ke DNA host dan hilangnya kemampuan membentuk virus yang
bereplikasi. Anti-Hbe adalah suatu pertanda infektivitas relatif yang rendah.
kehadiran anti-HBe menandakan suatu keadaan yang lebih tidak aktif dari virus dan
risiko penularan yang lebih kecil. Munculnya anti-HBe merupakan bukti kuat bahwa
pasien akan sembuh dengan baik.Bila terdapat anti-HBe, hal ini mengindikasikan
bahwa telah terjadi pemulihan dan imunitas terhadap infeksi HBV.

15
2.5 HBcAg
Protein core, dikenal sebagai HBcAg (21 kd) dan protein precore atau HBeAg
(18 kd) keduanya merupakan protein yang dikode gen core tetapi  ditranslasi melalui
2 macam RNA yang berbeda. HBcAg di translasi melalui pregenom RNA, sedangkan
HBeAg melalui precore mRNA. HBcAg  berperan penting pada proses replikasi virus
dan pembentukan partikel Dane, serta  merupakan bagian utama nukleokapsid  yang
membungkus DNA VHB. Karena letaknya di dalam (tertutup HBsAg) maka antigen
ini tidak terdeteksi di dalam serum, meskipun demikian tubuh akan membentuk
antiHBc, antibody spesifik untuk HBcAg, karena adanya peptida HBcAg (partikel
HBcAg yang kecil) yang dipresentasikan pada permukaan Antigen Presenting Cell
dan permukaan sel-sel hepar bersama MHC kelas I atau 2.
2.6 Anti HBcAg
Anti HBc  merupakan antibodi pertama yang muncul di dalam darah pasca
infeksi, biasanya mulai terdeteksi pada minggu ke  6 – 8. Mula-mula IgM anti HBc 
bentuk IgM mendominasi selama 6 bulan pertama dan  setelah 6 bulan  bentuk IgG
yang dominan. IgM anti HBc merupakan petanda serologik hepatitis B akut atau
hepatitis B kronik fase reaktivasi (8, 12). Pada window period juga didapat IgM
antiHBc positif (12). Pada 1 – 5% penderita dengan hepatitis B akut, HBsAg tidak
terdeteksi karena titer yang rendah. Pada kasus tersebut adanya IgM anti HBc dapat
digunakan untuk memastikan diagnosa hepatitis B akut (12). Kadang-kadang
ditemukan IgG anti HBc dengan HBsAg dan anti HBs yang negatif, bila hal ini
ditemukan pada individu dengan faktor resiko tertular infeksi VHB yang tinggi atau
pada individu yang tinggal di daerah dengan prevalensi HBsAg yang tinggi, besar
kemungkinan hasil tersebut positif palsu, akan tetapi sebaliknya bila individu tersebut
bukan seseorang dengan factor resiko tertular infeksi VHB atau tinggal di daerah
dengan prevalensi HBsAg rendah, maka kemungkinan individu tersebut baru saja
terinfeksi VHB, dengan antiHBs yang belum muncul (window period). Kemungkinan

16
lain, IgG anti HBc positif dengan HBsAg dan anti HBs negatif bisa ditemukan pada 
“occult hepatitis” yaitu bila ditemukan HBV DNA positif.

2.6.1 Pemeriksaan Darah Imunoserologi Anti HBcAg


HbcAg tidak dapat dideteksi dalam sirkulasi darah, tetapi antibodinya (anti
HBc) bisa. IgM antiHBc menunjukkan hepatitis virus akut. Antibodi ini dideteksi
setelah HBsAg menghilang dari serum pada 5-6% kasus hepatitis B akut. IgM anti-
HBc yang persisten menunjukkan penyakit kronik virus B, biasanya kronik aktif
hepatitis. Titer rendah IgG anti-HBc dengan anti-HBs menunjukkan infeksi hepatitis
B di masa lampau. Titer tinggi IgG anti-HBc tanpa anti-HBs menunjukkan infeksi
virus persisten.
2.7 HCV
HCV merupakan virus RNA dengan genon positif, termasuk family
flaviviridae dan pestivirus karena organisasi genetikanya yang saling menyerupai.
HCV berdiameter 30 sampai 60 nm, dengan panjang 9,4 kb atau 9413 nukleutida,
mempunyai suatu open reading frame (ORF) dapat mengkode suatu protein yang
tersusun atas 3010 asam amino.
Pemberian tatanama HCV adalah dengan cara membandingkan presentase
kesamaan nukleutida. Dikatakan adanya grup atau tipe baru apabila terdapat
kesamaan susunan nukleutida kurang dari 72% daripada tipe atau grup yang telah
diketahui. Apabila kesamaan susunan nukleutida terjadi antara 75% sampai 86%
maka yang ditemukan adalah subtipe baru. Tetapi apabila persamaan urutan
nukleutida lebih dari 88%, maka yang ditemukan adalah isolate baru. Heterogenitas
tersebut merupakan akibat dari mutasi selama proses replikasi, yang merupakan
mekanisme untuk menghindarkan diri dari sistem kekebalan tubuh sehingga infeksi
dapat terus terjadi. Ini berarti bahwa dalam tubuh seseorang penderita HCV dapat
ditemukan virus – virus yang berbeda susunan nukleutidanya.
Akibat dari heterogenitas tersebut adalah :
1. HCV mempunyai kemampuan untuk menghindarkan diri dari respon imunologis
menyebabkan kurangnya daya proteksi dan terjadinya resistensi virus.

17
2. Mempengaruhi patogenesis perjalanan penyakit, seperti genotipe 1 dan infeksi
dengan beberapa menyebabkan penyakit hati yang berat.
3. Kemampuan host dalam hal respon terhadap pengobatan antivirus adalah rendah
4. Kesulitan menentukan region yang dipakai sebagai target dalam tes diagnosis.
5. Kesulitan dalam pembuatan vaksin karena respon imun diduga sangat spesifik
terhadap tipe.
HCV mempunyai kemampuan menimbulkan infeksi kronis yang tergantung
pada infeksi nonsitopatik terhadap sel hati dan respon imunologis dari host. Seperti
pada infeksi virus lainnya, radikasi HCV melibatkan antibody penetral (neutralizing
antibodies) terhadap virus yang beredar dalam sirkulasi dan aktivasi sel T sitotoksik
untuk merusak sel yang terinfeksi dan menghambat replikasi intraselular melalui
pelepasan sitokin. HCV dapat menghindar dari aktivitasi antibody enetral dengan cara
mutasi komposisi antigeniknya.
Mekanisme ini dapat menyebabkan timbulnya kuasi spesies yakni dalam
sirkulasi seorang penderita terdapat virus yang homogen tetapi mempunyai variasi
imunologis yang menyebabkan efikasi dari antibody penetral turun. HCV mungkin
juga menurunkan respon imun antivirus dengan cara infeksi langsung pada sel
limfosit dan menggangu produksi interferon. Kerusakan hepatoselular masih menjadi
pertanyaan. Diduga terjadi melalui efek sitopatik dengan ditemukannya perubahan
degenaratif yang disertai infiltrasi sel radang. Genotip HCV 1b mungkin lebih
bersifat sitopatik daripada genotip yang lain. Mekanisme sitotoksisitas yang
diperantarai sel diduga juga berperan dalam kerusakan sel hati, yang ditunjukan
dengan ditemukannya sel T sitotoksik yang bereaksi dengan HLA kelas 1 dan core
beserta antigen envelope HCV pada serum penderita HCV kronis.
Diagnosis secara garis besar diagnosis terhadap infeksi HCV dibagi dalam 2
golongan besar yaitu :
1. Uji Saring, merupakan uji terhadap antibody. Uji ini mempunyai keuntungan
yaitu mudah tersedia, mudah dilakukan dan murah. Negatif palsu didapatkan pada
penderita dengan gangguan imunologi yang tidak mampu membentuk antibody,
misalnya pada penderita transpalantasi organ, hemodialisis, penderita HIV, dan

18
juga awal perjalanan penyakit dengan adanya window period yakni belum
terbentuknya antibody.
2. Uji konfirmasi, oleh karena uji saring kurang sensitive dan spesifik, diperlukan uji
konfirmasi walaupun perbaikan pemeriksaan serelogis EIA ( enzyme immune
assays) generasi ketiga dapat menyamai atau tidak memerlukan uji konfirmasi.
Tes konfir masi digunakan juga pada mereka dengan hasil pemeriksaan yang
rendah tetapi dicurigai tertular HCV seperti pada donor darah. Uji konfirmasi ini
meliputi :
- Recombinan immunoblot assay (RIBA-1, RIBA-2, RIBA-3)
- Deteksi virologis
- Biopsy hati
Tes konfirmasi dan genotip rutin dilakukan sebelum memulai pengobatan dengan
obat-obat antivirus.
2.7.1 Pemeriksaan Darah Imunoserologi HCV
Pemeriksaan Antibodi spesifik yaitu Anti HCV bisa dilakukan dengan cara
RIA (Radio Immuno Assay) atau EIA (= ELISA/Enzyme Linked Immuno Assay). Cara
tersebut dengan antigen utama C 100-3 yang disin-tesis melalui rekayasa DNA ter-
hadap kultur ragi. Antigen yang telah dilapiskan pada fase padat, kemudian
direaksikan dengan antibodi yang terdapat dalam serum. Pengukuran dilakukan
dengan antigen kedua yang telah dilabel. Antibodi terhadap HCV yang dinilai adalah
Im-munoglobulin anti HCV.
1. Tes anti HCV ELISA generasi pertama hanya memakai satu antigen saja yaitu C
100-3. Tes ini kurang sensitif (sensitivitasnya adalah 80%-90% dibandingkan
dengan generasi kedua). Hasil positif palsu untuk tes generasi pertama dapat
terjadi pada penderita dengan hipergam-maglobulinemia dan adanya faktor
rheumatoid. ELISA generasi kedua selain antigen C 100-3, digunakan pula dua
antigen tambahan yaitu protein C-22 dan C-33 dari inti (core) dan NS-3 protein.
Tes anti HCV generasi kedua ini lebih sensitif dan lebih spesifik dalam mende-
teksi antibodi infeksi hepati-tis virus C (sensitivitas mendekati 99%). ELISA
generasi ketiga telah dilakukan pada tahun 1994 dengan penambahan NS-5,

19
terbukti anti HCV generasi ketiga lebih sensitif diban-dingkan dengan generasi
sebelumnya. Tes ini memakai serum atau plasma yang telah diencerkan,
kemudian diinkubasi dengan bead yang telah dilapisi dengan antigen HCV. Bila
terdapat antibodi didalam serum, maka immu-noglobulin penderita akan terikat
dengan bead tadi dan dapat dideteksi.
2. Recombinant Immunoblot Assay (RIBA). Suatu tes terhadap protein virus C
hepatitis yaitu de-ngan cara Recombinant Immunoblot Assay (RIBA) yang
prinsipnya adalah suatu immunoelektroforesis untuk mendeteksi antibodi virus C
hepatitis. RIBA berupa strip Nitrocellulose yang mengandung pita-pita (bands)
yang dila-pisi antigen-antigen spesifik dan kemudian direaksikan dengan serum
pasien.
1. RIBA 1.
RIBA 1 menggunakan antigen rekombinan C 100-3, 5-1-1 dan superoxide
dismutase (SOD), suatu enzim untuk mempertinggi efisiensi cloning. RIBA 1
dilaporkan lebih sensitif dan lebih spesifik dari ELISA 1.
2. RIBA 2.
RIBA 2 menggunakan antigen rekombinan C 100-3, 5-1-1, SOD, C-33c dan
C-22. RIBA 2 lebih sensitif (sensitifitas 98%) dan lebih spesifik dari RIBA 1.
Penambahan antigen rekombinan C-33c dan C-22 pada RIBA 2 ternyata
mempertinggi sensitifitas.
3. RIBA 3.
RIBA 3 menggunakan 2 macam antigen yaitu antigen Sinthetic peptides C
100-3 dan C-22 dan antigen rekombinan C-33c dan NS-5. RIBA 3
dilaporkan lebih sensitif dari RIBA 2 karena penambahan sinthetic peptides.
Walaupun RIBA lebih spesifik dari ELISA, RIBA bukan merupakan “True
Confirmation Test” karena menggunakan antigen yang sama seperti yang
digunakan pada tes ELISA, terutama C 100-3. Lebih tepat bila tes RIBA
disebut sebagai “Supplemental Test”. Sebenarnya Anti HCV baru positif
sekitar 15 minggu setelah infeksi terjadi, sehingga mengakibatkan Hepatitis
C akut jarang terdiagnosis dan diagnosis hanya dapat ditegakkan dengan

20
pemeriksaan HCV RNA dengan metode PCR pada per-mulaan penyakit.
Anti HCV pada umumnya akan menghilang dengan sembuhnya penyakit.
Kurang lebih 70-85% hepatitis C akut akan berkembang menjadi hepatitis C
kronik, dan pada keadaan ini Anti HCV tidak akan menghilang. Sebelum
dilakukan uji saring, Anti HCV terdapat pada 80 –90% penderita hepatitis
pasca transfusi. Perjalanan penyakit Hepatitis C yang cenderung menjadi
sirosis hati dan Karsino-ma hepatoseluler membuat uji saring darah donor
sangat berguna karena dapat menurunkan kejadian hepatitis C sebanyak 50 –
80%.
4. Tes penyaring untuk hepatitis C perlu dilakukan pada:
a. Penderita yang pernah mendapat transfusi darah atau produk darah sebelum
adanya ELISA generasi kedua.
b. Penderita haemofilia.
c. Pasien yang telah di hemodialisis.
d. Anak dari ibu penderita hepatitis C.
e. Pernah atau masih menggu-nakan obat-obat intravena.
f. Donor transplantasi organ maupun jaringan. Menurut Consensus Statement
EASL, 1999.
g. Tes ELISA merupakan tes yang terbaik untuk penyaring karena mudah
dilakukan dan tidak terlalu mahal. Hasil tes dapat dipercaya pada kebanyakan
pasien immunokompeten yang mereplikasi hepatitis C virus. Tes ini kurang
sensitif pada pasien hemodialisis dan immunokompromais. Pada uji saring
bank darah positif palsu bisa terjadi pada 25% donor dan perlu dilakukan
supplemental test seperti RIBA. Apabila perlu maka dilanjutkan dengan
HCV RNA kualitatif untuk konfirmasi Anti HCV yang positif tersebut.
2.7.2 Pengobatannya
Tujuan pengobatan adalah mengeliminasi virus dan mencegah progresifitas
penyakit menjadi sirosis maupun karsinoma hepatoselular. Saat ini rekomendasi FDA
adalah pengobatan dengan kombinasi Interveron (3 MU/m2 3 kali dalam seminggu)
dan Ribafirin (8,12, atau 15 Mg/Kg BB/Hari).

21
2.8 HAV
HAV adalah virus yang mengandung RNA berdiameter 27 nm yang termasuk
dalam genus hepatovirus family pikornavirus. HAV bersifat termostabil, tahan asam
dan tahan terhadap empedu sehingga efisien dalam transmisi fekal oral terdapat 4
genotipe tetapi hanya 1 skrotipe. Virus ini diisolasi pada mulanya dari tinja penderita
yang terinfeksi. Strain HAV laboratorium telah diperbanyak pada biakan jaringan.
Infeksi akut didiagnosis dengan mendeteksi immunoglobulin (Ig) M, antibodi (IgM)
(antiHAV) dengan radio imunoassay atau jarang, dengan mengidentifikasi partikel
virus dalam tinja.
HAV masuk ke sel hati dari saluran pencernaan melalui aliran darah, menuju
hepatosit dan melakukan replikasi di hepatosit yang melibatkan RNA – dependent
polymerase. Proses replikasi ini terjadi diorgan lain. Pada beberapa penelitian
didapatkan bahwa HAV diikat oleh immunoglobulin A (IgA) spesifik pada mukosa
saluran pencernaan yang bertindak sebagai mediator antara HAV dengan hepatosit
melalui reseptor asialoglikoprotein pada hepatosit. Selain IgA, fibronectin dan alfa 2-
makroglobulin juga dapat mengikat HAV. Dari hepar HAV dieliminasi melalui
sinusoid, kanalikuli, masuk kedalam usus sebelumnya timbulnya gejala klinis
maupun laboratoris. Kerusakan sel hati disebabkan oleh aktivasi sel T limosit sitolitik
terhadap targetnya, yaitu antigen virus hepatitis A. gambaran histology dari sel
parenkim hati yaitu terdapatnya nekrosis sel hati berkelompok, dimulai dari senter
lobulus yang diikuti dengan infiltrasi sel limfosit, makrofag, sel plasma, eosinofil dan
netrofil. Ikterus terjadi sebagai akibat hambatan aliran empedu karena kerusakan
parenkim hati, terdapat peningkatan bilirubin direct dan indirect dalam serum.
Kadang-kadang hambatan aliran empedu ini mengakibatkan tinja berwarna pucat
seperti dempul dan juga terjadi peningkatan alkali fosfatase, 5 nikleutid dan gamma
glutamil transferase (GGT). Kerusakan sel hati akan menyebabkan pelepasan enzim
transminase kedalam darah. Peningkatan SGPT memberi petunjuk adanya kerusakan
sel parenkim hati lebih spesifik dari peningkatan SGOT, karena SGOT juga akan

22
meningkat bila terjadi pada kerusakan miokardium, dan sel otot rangka. Juga akan
terjadi peningkatan enzim laktat dehidrogenase (LDH) pada kerusakan sel hati.
Kadang-kadang hambatan aliran empedu (kolestasis) yang lama menetap setelah
gejala klinis sembuh.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dengan sarana penunjang
laboratorium :
1. Anamnesa: gejala prodromal, riwayat kontak.
2. Pemeriksaan jasmani:
a. Warna kuning terlihat paling mudah pada sclera, kulit, selaput lender langit-
langit mulut
b. Pada kasus berat (fulminant) didapatkan mulut yang berbau spesifik (foetor
hepticum)
c. Pada perabaan hati membengkak, 2-3 jari dibawah arkus aorta dengan
konsistensi lunak, tepi tajam dengan sedikit nyeri tekan.
d. Limpa kadang-kadang teraba lunak
3. Pemeriksaan laboratorium :
a. Tes fungsi hati (bilirubin, SGOT, SGPT, GGT, fosfatase alkali)
b. Tes serologi anti-HAV
Diagnosis hepatitis A dibuat berdasarkan hasil pemeriksaan IgM anti HAV.
Antibodi ini ditemukan 1-2 minggu setelah terinfeksi HAV dan bertahan dalam wakt
3-6 bulan. Sedangkan IgG anti HAV dapat dideteksi 5-6 minggu setelah dideteksi,
bertahan sampai beberapa decade memberi proteksi terhadap HAV seumur hidup.
RNA HAV dapat dideteksi dalam cairan tubuh dan serum menggunakan polymerase
chain reaction (PCR) tetapi biasanya mahal dan hanya dilakukan untuk penelitian.
Pemeriksaan ALT dan AST tidak spesifik untuk hepatitis A. kadar ALT dapat
mencapai 5000 U/L, tetapi kenaikan ini tidak berhubungan dengan derajat beratnya
penyakit maupun prognosisnya. Pemanjangan waktu (masa) protombin
mencerminkan nekrosis sel yang luas seperti pada bentuk fulminan. Biopsy hati tidak
diperlukan untuk menegakkan diagnosis hepatitis A.
2.8.8 Pemeriksaan Darah Imunoserologi HAV

23
Metode antibody terhadap hepatitis A dapat ditemukan dngan teknik
immunoassay, seperti enzyme immunoassay (EIA), enzyme linked immunoassay
(ELISA), enzyme linked fluorescent assay (ELFA), atau radio immunoassay (RIA).
Untuk mendeteksi virus dalam tinja diperlukan pemeriksaan mikroskop electron.
Specimen-spesimen yang digunakan untuk mendeteksi anti HAV adalah serum atau
plasma (litium heparin, EDTA, dan sitrat). Kumpulkan 3-5 mL darah vena dalam
tabung bertutup merah (tanpa anti koagulan), tutup hijau (heparin), tutup ungu
(EDTA) atau tutup biru (sitrat). Putar sampel darah, dan pisahkan serum atau plasma
dari darah untuk diperiksa laboratorium. Tidak ada pembatasan asupan makanan atau
cairan, tetapi specimen hemolisis, lipemia, atau ikterik (hiperbilirubinemia) dapat
mempengaruhi pengujian. Specimen dapat disimpan pada suhu 2-8oC sampai dengan
7 hari, dan untuk waktu yang ama dapat disimpan pada suhu beku -25±6 oC. hindari
pembekuan dan pencairan specimen berkali-kali.
Nilai Rujukan : Tidak terdeteksi (negatif)
Hasil Positif : Infeksi virus hepatitis A (HAV)
Faktor yang dapat menpengaruhi hasil laboratorium : Pigmentasi specimen
(hemolisis, lipemia, dan ikterik) dapat mempengaruhi hasil pembacaan.
2.8.2 Pencegahan
Upaya pencegahan dilakuakan dengan pola hidup bersih dan sehat serta
imunisasi pasif maupun aktif.
1. Imunisasi pasif, normal human immune globulin (NIHG) setiap milimeternya
mengandung 100 IU anti HAV diberikan sebagai upaya pencegahan setelah
kontak atau upaya profilaksis pasca paparan. Diberikan pula sebagai upaya
profilaksis prapaparan atau sebelum kontak. Imnoglobulin diberikan secara
intramuscular dalam dengan dosis 0,002 mL/kg BB, pada anak besar dan dewasa
≤ 5 mL sedangkan pada anak kecil atau bayi tidak melebihi 3 mL
2. Imunisasi aktif
Jadwal imunisasi :
a. Vaksin hepatitis A diberikan pada umur lebih dari 2 tahun

24
b. Vaksin kombinasi hepatitis B/A tidak diberikan pada bayi kurang dari 12
bulan. Maka kombinasi diindikasikan pada anak umur lebih dari 12 bulan,
terutama untuk catch up immunization yaitu mengejar imunisasi pada anak
yang belum pernah mendapat imunisasi hepatitis B sebelumnya (tidak
lengkap).

25
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan :
1. HBsAg merupakan petanda serologik infeksi virus hepatitis B pertama, HBeAg
adalah penanda-penanda (markers) yang bermanfaat untuk menentukan
kemungkinan penularan virus, Anti Hbe adalam petanda yang menunjukkan
tingkat replikasi virus, HBcAg  berperan penting pada proses replikasi virus dan
pembentukan partikel Dane, serta  merupakan bagian utama nukleokapsid  yang
membungkus DNA VHB, Anti HBc  merupakan antibodi pertama yang muncul di
dalam darah pasca infeksi, HCV merupakan virus RNA dengan genon positif dan
yang terakhir adalah HAV yang merupakan virus yang mengandung RNA
berdiameter 27 nm yang termasuk dalam genus hepatovirus family pikornavirus.
2. Seseorang dapat diketahui mengidap Hepatitis dengan melakukan pemeriksaan
terhadap HBsAg, HBeAg, Anti Hbe, HBcAg, Anti HBc, HCV dan HAV.
3.2 Saran
Untuk meningkatkan kualitas pengetahuan tentang materi ini, maka
diharapkan bagi para pembaca untuk dapat mengkaji lebih dalam materi ini agar
dapat bermanfaat pada saat diperlukan

26
DAFTAR PUSTAKA

Arief, S. Buku Ajar Gadtroenterologi_Hepatologi Jilid 1. Hepatitis Virus. Jakarta:


Badan Penerbit IDAI. 2010. H,285-328.

Chau-Ting Yeh. 2002. Molecular Monitoring of Hepatitis B and C. Liver Research


Unit, Chang Gung Medical Center Taoyuan, Taiwan. 7th ACCP, Kaohsiung.

Chris, W Gint. 2005. Hepatitis Virus dan HIV.Jakarta : Spiritia.

Departement Health. 2013. Hepatitis A. Communicable Disease Control Directorate.


Western Australia : Department of Health.

Do Sim Park, Young Jin Lee, Ji Hyun Cho et al. 2002. Monitoring of
Semiquantitation of Hepatitis B Virus E Antigen on Elecsys 2010
Immunoanalyzer in Lamivudine Treated Patients. Department of Laboratory
Medicine, Department of Internal Medicine School of Medicine, Wonkwang
University, Iksan, Korea. 7th ACCP, Kaohsiung.

Kepmenkes RI. 2014. Situasi dan Analisis Hepatitis. Jakarta : Pusat Data dan
Informasi Kementrian Kesehatan RI.

Sherlock Sheila. Disease of the Liver and Biliary System. Ed 9. London:Oxford


Backwell Scientific Publications. 1993:269-77.

Sulaiman A.H, Julitasari. 1995. Virus Hepatitis A Sampai E di Indonesia. Jakarta:


Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia. H.1-113.

Synder, J.D, Pickering L.K. 2000. Tim Kesehatan Anak Nelson Edisi 15. Vol. 2.
Hepatitis A Sampai E. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. h.1118-1124.

27

Anda mungkin juga menyukai