Anda di halaman 1dari 3

PERBANDINGAN EBD INDONESIA DAN AUSTRIA

1. Data Umum
 Data Demografi dan Ekonomi

Austria merupakan sebuah negara maju di kawasan Eropa Tengah. Memiliki populasi
sebesar 8,2 juta penduduk dengan pendapatan perkapita sebesar 38.140 US$. Memiliki
luas wilayah sebesar 83.871 km2 (CIA World Factbook,2013) dengan area berkepadatan
sebesar 37%. Hal ini mungkin terjadi dikarenakan luas wilayah Austria yang tidak terlalu
besar dan angka persentasi urbanisasi yang tinggi sebesar 66%. Status ekonomi penduduk
tidak tercantum pada data EBD WHO, tetapi dengan melihat pendapatan per kapita yang
tinggi diperkirakan setiap penduduk memiliki status ekonomi yang tinggi.

Indonesia merupakan sebuah negara berkembang di kawasan Asia Tenggara. Memiliki


populasi sebesar 222,8 juta penduduk dengan pendapatan perkapita sebesar 3.580 US$.
Memiliki luas wilayah sebesar 1.910.931 km2 (UN Statistics,2007) dengan area
berkepadatan sebesar 22% yang lebih kecil jika dibandingkan dengan Austria. Hal
tersebut dapat terjadi karena luas wilayah Indonesia yang sangat besar (22 kali lebih
besar dibandingkan luas Austria) sehingga penduduk dapat menempati beberapa wilayah,
walaupun distribusi penduduk belum merata. Status ekonomi penduduk menyatakan
bahwa masih terdapat 27% yang berada di bawah garis kemiskinan nasional (1999).

2. Data EBD
 Faktor Resiko Terpilih

Faktor pertama merupakan sanitasi dan higienitas air dalam konteks penyebab penyakit
diare. Di negara Austria didapat bahwa kualitas air dan sanitasi nya mencapai 100%,
yang artinya dalam hal ini Austria telah berhasil mengelola sumber daya air nya hingga
maksimal. Hal ini berdampak terhadap angka kematian serta DALYs/1000 kapital per
tahun yang sangat kecil. DALYs diartikan sebagai jumlah tahun produktif yang hilang
akibat penyakit/disabilitas seseorang. Berbeda dengan Indonesia yang memiliki
persentase 77% untuk kualitas air dan 55% untuk kualitas sanitasinya. Angka tersebut
menghasilkan tingkat kematian dan DALYs yang cukup tinggi. Hal ini membuktikan

Deni Cahyadi 15318030


bahwa kualitas pengelolaan air akan sejalan dengan tinggi atau rendahnya angka
kematian akibat diare.

Kedua, kualitas udara baik di dalam ruangan ataupun di luar ruangan. Parameter yang
dipakai adalah SFU (Solid Fuel Unit) Household untuk dalam ruangan dan % PM 10
untuk luar ruangan. SFU sendiri merupakan nilai yang menunjukan besarnya pembakaran
bahan bakar (gas, kayu, sampah) di rumah yang dikaitkan dengan sirkulasi udara serta
penempatan ventilasi didalam rumah. Kualitas udara ini memiliki hubungan langsung
terhadap kesehatan manusia pada bagian sistem pernafasan. Terhirupnya zat/partikulat
yang tersebar pada udara kedalam manusia dapat menyebabkan permasalahan sistem
pernafasan hingga sampai kegagalan kerja sistem yang menyebabkan kematian. Sama
halnya dengan kualitas air, faktor kualitas udara berbanding lurus dengan jumlah
kematian dan DALYs. Di Indonesia, nilai SFU dapat dinilai cukup tinggi dengan angka
72% dengan tingkat kematian 45.300/ tahun dan DALYs sebesar 4. Untuk kualitas di luar
ruangan, Indonesia memiliki rata-rata PM10 sebesar 114 ug/m3 , yang termasuk dalam
kualitas udara sedang, dengan kematian sebanyak 32.300/tahun dan DALYs sebesar 1,3.
Melihat kasus di negara Austria, nilai SFU yang dimiliki <5% dengan tidak adanya kasus
kematian serta memiliki rata-rata PM10 sebesar 32 ug/m3, yang tergolong dalam kualias
udara baik, dengan kematian sebanyak 1200/tahun dan angka DALYs adalah 0,6. Austria
dapat menekan pencemaran udara di negaranya diperkirakan karena memiliki teknologi
untuk memprediksikan titik-titik api sebagai pemicu kebakaran pada lahan hutan dan
teknologi muktahir dalam penanganan emisi industri. Angka kematian yang besar dengan
DALYs yang tinggi di Indonesia cukup memprihatinkan dan seharusnya menjadi salah
satu fokus utama negara. Hal itu pun telah dilakukan dengan mencoba membangun kerja
sama dengan Austria sebagai salah satu negara dengan tingkat kualitas udara yang sangat
baik.

Faktor terakhir merupakan keberadaan vektor penyakit yang sering menjadi transmisi
dari agen dan menyebabkan cukup banyak kasus di negara tersebut. Terlihat bahwa di
Indonesia terdapat beberapa variasi vektor malaria dan beberapa vektor penyakit lain,
sedangkan di Austria tidak ditemukan vektor apapun baik untuk malaria ataupun penyakit

Deni Cahyadi 15318030


menular lain. Hal ini menyebabkan kasus DALYs akibat malaria di Austria menjadi nol,
yaitu terendah di dunia, dan Indonesia sebesar 0,2.

 Penyakit Spesifik

Beberapa penyakit spesifik lain yang dipilih pada data EBD WHO untuk setiap negara
juga dapat dianalisis dengan kondisi faktor resiko terpilihnya. Austria dengan kualitas air
dan udara yang baik mencapai DALYs untuk penyakit bawaan air (diare) serta udara
(infeksi saluran pernafasan) yang sangat kecil jika dibandingkan dengan Indonesia
dengan kondisi yang telah dipaparkan diatas. Beberapa penyakit lainnya tidak dapat
dijadikan bahan analisa dikarenakan faktor yang masih kurang jelas. Penyakit kanker
yang sampai saat ini belum diketahui penyebab pastinya apa, serta beberapa kecelakaan
dan penyakit turunan (COPD, Asma, dan gangguan jantung)

Data-data tersebut merupakan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perhitungan


secara menyeluruh untuk setiap EBD di negara tersebut. Kesuksesan Austria dalam menjaga
kualitas dan kesehatan lingkungannya membuahkan hasil nilai DALYs , angka kematian , serta
persentase beban lingkungan yang rendah. Indonesia yang masih berjuang dalam mengusahakan
kondisi lingkungannya harus menerima hasil nilai DALYs dan angka kematian serta persentase
beban lingkungan yang cukup tinggi. Hal ini juga akhirnya akan berpengaruh ke usia harapan
hidup seseorang yang tinggal di negara tersebut serta laju kematian bayi yang didukung juga
dengan persentase malnutrisi/ gizi buruk.

Deni Cahyadi 15318030

Anda mungkin juga menyukai