Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asma adalah penyakit kronik yang ditandai dengan gejala mengi, sesak
napas, batuk, dan kesulitan saat ekspirasi karena menyempitnya saluran
pernapasan akibat bronkokonstriksi, penebalan dinding saluran napas dan
penumpukan mukous pada saluran napas. Asma dapat bersifat ringan dan
tidak mengganggu aktifitas sehari-hari, dapat pula bersifat menetap dan
mengganggu aktivitas sehari-hari (Arifatuzzahro & Ms Anam, 2019).
Menurut CDC (Center for Disease Control and Prevention) dalam
Arifatuzzahro (2019) asma sering muncul pada masa anak-anak dan usia
muda, paling banyak usia 12-17 tahun yaitu sekitar 10%. Prevalensi asma
meningkat di beberapa negara, baik negara maju ataupun negara berkembang.
Prevalensi asma di Indonesia menurut RISKESDAS (Riset Kesehatan Dasar)
tahun 2013 adalah 4,5% sedangkan di Jawa Tengah prevalensi asma sebesar
4,3%.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep medis asma?
2. Bagaimana konsep keperawatan asma?

1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum :
Agar mahasiswa keperawatan mampu memahami asuhan keperawatan
pada pasien dengan penyakit Asma.
2. Tujuan khusus :
a. Mahasiswa mampu mengetahui pengertian Asma
b. Mahasiswa mampu menyebutkan dan menjelaskan penyebab,
manifestasi klinis, patofisiologi, etiologi, dan komplikasi pada
penyakit Asma
c. Mahasiswa mampu mengetahui diagnose-diagnosa yang mungkin
muncul pada pasien Asma
d. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan pada pasien Asma

1.4 Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Untuk mengembangkan wawasan dari ilmu keperawatan
khususnya penyakit asma dalam pembuatan asuhan keperawatan pada
pasien.
2. Bagi institusi pendidikan
Sebagai bahan atau sumber data bagi peneliti berikutnya dan bahan
pertimbangan bagi yang berkepentingan untuk melanjutkan pembuatan
asuhan keperawatan sejenis
3. Bagi pengembangan riset keperawatan
Memberikan informasi dalam pengembangan ilmu keperawatan
terutama dalam keperawatan komunitas yang menjadi masalah kesehatan
pada masyarakat.
4. Bagi masyarakat
Menambah informasi mengenai penyakit asma dan pengobatannya
sehingga dapat digunakan oleh masyarakat untuk membantu progam
pemerintah dalam pemberantasan asma.
5. Bagi pembaca/mahasiswa keperawatan lainnya
Menambah referensi, pengetahuan, informasi dan penyempurnaan
asuhan keperawatan untuk selanjutnya mengenai penyakit asma.
BAB II
KONSEP MEDIS

2.1 Definisi
Asma adalah suatu keadaan diaman saluran napas mengalami
penyempitan karena hiperaktivitas terhadap reaksi ransangan tertentu yag
menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat berulang tapi reversible.
Dan diantar episode penyempitan bronchus tersebut terhadap keadaan
ventilasi yang lebih normal (Sylvia A.Price dalan Nurarif 2015).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel
dimana trakhea dan bronki berespon secara hiperaktif terhadap stimuli
tertentu. Asma ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk,
sesak napas dan rasa berat (Smeltzer & Bare, 2008 dalam Arifatuzzahro,
2019). Hal ini karena adanya penyempitan pada saluran pernafasan yang
mengalirkan oksigen ke paru-paru dan rongga dada. Saturasi oksigen pada
pasien asma dapat mengalami penurunan (NCEC, 2015 dalam Arifatuzzahro,
2019).

2.2 Etiologi
1. Faktor Ekstrinsik (asma imunologik / asma alergi)
a. Reaksi antigen-antibodi
b. Inhalasi alergen (debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang)
2. Faktor Intrinsik (asma non imunologi / asma non alergi)
a. Infeksi : parainfluenza virus, pneumonia, mycoplasmal
b. Fisik : cuaca dingin, perubahan temperature
c. Iritan : kimia
d. Polusi udara : CO, asap rokok, parfum
e. Emosional : takut, cemas dan tegang
f. Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus.
2.3 Patofisiologi
Penyakit asma merupakan proses inflamasi dan hipereaktivitas saluran
napas yang akan mempermudah terjadinya obstruksi jalan napas. Kerusakan
epitel saluran napas, gangguan saraf otonom, dan adanya perubahan pada otot
polos bronkus juga diduga berperan pada proses hipereaktivitas saluran
napas. Peningkatan reaktivitas saluran nafas terjadi karena adanya inflamasi
kronik yang khas dan melibatkan dinding saluran nafas, sehingga aliran udara
menjadi sangat terbatas tetapi dapat kembali secara spontan atau setelah
pengobatan. Hipereaktivitas tersebut terjadi sebagai respon terhadap berbagai
macam rangsang.
Dikenal dua jalur untuk bisa mencapai keadaan tersebut. Jalur
imunologis yang terutama didominasi oleh IgE dan jalur saraf otonom. Pada
jalur yang didominasi oleh IgE, masuknya alergen ke dalam tubuh akan
diolah oleh APC (Antigen Presenting Cells), kemudian hasil olahan alergen
akan dikomunikasikan kepada sel Th ( T penolong ) terutama Th2 . Sel T
penolong inilah yang akan memberikan intruksi melalui interleukin atau
sitokin agar sel-sel plasma membentuk IgE, sel-sel radang lain seperti
mastosit, makrofag, sel epitel, eosinofil, neutrofil, trombosit serta limfosit
untuk mengeluarkan mediator inflamasi seperti histamin, prostaglandin (PG),
leukotrien (LT), platelet activating factor (PAF), bradikinin, tromboksin
(TX), dan lain-lain. Sel-sel ini bekerja dengan mempengaruhi organ sasaran
yang dapat menginduksi kontraksi otot polos saluran pernapasan sehingga
menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding vaskular, edema saluran
napas, infiltrasi sel-sel radang, hipersekresi mukus, keluarnya plasma protein
melalui mikrovaskuler bronkus dan fibrosis sub epitel sehingga menimbulkan
hipereaktivitas saluran napas. Faktor lainnya yang dapat menginduksi
pelepasan mediator adalah obat-obatan, latihan, udara dingin, dan stress.
Selain merangsang sel inflamasi, terdapat keterlibatan sistem saraf
otonom pada jalur non-alergik dengan hasil akhir berupa inflamasi dan
hipereaktivitas saluran napas. Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast
intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran
napas. Refleks bronkus terjadi karena adanya peregangan nervus vagus,
sedangkan pelepasan mediator inflamasi oleh sel mast dan makrofag akan
membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk
ke dalam submukosa, sehingga meningkatkan reaksi yang terjadi.
Keterlibatan sel mast tidak ditemukan pada beberapa keadaan seperti pada
hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap, kabut dan SO2. Reflek saraf
memegang peranan pada reaksi asma yang tidak melibatkan sel mast. Ujung
saraf eferen vagal mukosa yang terangsang menyebabkan dilepasnya
neuropeptid sensorik senyawa P, neurokinin A dan calcitonin Gene-Related
Peptide (CGRP). Neuropeptida itulah yang menyebabkan terjadinya
bronkokontriksi, edema bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi lendir, dan
aktivasi sel-sel inflamasi.

2.4 Manifestasi Klinis


Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan
gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan
dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot
bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gejala klasik dari asma bronkial ini
adalah sesak nafas, mengi (whezing), batuk, dan pada sebagian penderita ada
yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai
bersamaan.
Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul
makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran,
hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan cepat dangkal . Serangan asma
seringkali terjadi pada malam hari.

2.5 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada
waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru
yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis,
serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi,
maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
1) Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan
bertambah.
2) Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran
radiolusen akan semakin bertambah.
3) Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada
paru
4) Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
5) Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan
pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran
radiolusen pada paru-paru.

b. Pemeriksaan fungsi paru


Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa
redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-
paru.
c. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible,
cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat
respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer
dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol
(inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau
FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak
adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan
spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga
penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak
penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya
menunjukkan obstruksi.

2.6 Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah mencapai asma terkontrol
sehingga penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari. Pada prinsipnya asma dibagi menjadi 2,
yaitu:
a. Penatalaksanaan asma jangka panjang
Prinsip utama tata laksana jangka panjang adalah edukasi, obat
asma (pengontrol dan pelega), dan menjaga kebugaran (senam asma).
Obat pelega diberikan pada saat serangan, obat pengontrol
ditunjukkan untuk pencegahan serangan dan diberikan dalam jangka
panjang dan terus menerus.
b. Penatalaksanaan asma akut atau saat serangan
Tujuan tata laksana serangan asma akut :
1) Mengatasi gejala serangan asma
2) Mengembalikan fungsi paru ke keadaan sebelum serangan
3) Mencegah serangan kekambuhan
4) Mencegah kematian karena serangan asma
Kriteria asma terkontrol pada anak dan dewasa, yaitu :
1) Tidak ada gejala atau minimal
2) Tidak ada serangan asma pada malam hari
3) Tidak ada keterbatasan aktivias termasuk exsercise
4) Tidak ada pemakaian obat-obat pelega atau minimal
5) Variasi harian APE (Arus Puncak Ekspirasi) kurang dari 20%
6) Nilai APE normal atau mendekati normal
7) Efek samping obat minimal (tidak ada)
8) Tidak ada kunjungan keunit gawa daruratan

Penyakit asma merupakan penyakit keturunan. Bila salah satu atau


kedua orang tua, kakek atau nenek menderita asma maka bisa diurunkan ke
anak. Penyakit asma juga tidak dapat disembuhkan dan obat-obatan yang ada
saat ini hanya berfungsi menghilangkan gejala. Namun, dengan mengontrol
penyakit asma, penderita bisa bebas dari gejala penyakit asma yang
menggangu sehingga dapat menjalani aktivitas hidup sehari-hari. Mengingat
banyaknya faktor resiko yang berperan, maka prioritas pengobatan penyakit
asma sejauh ini ditujukan untuk mengontrol gejala. Kontrol yang baik ini
diharapkan dapat mencegah terjadinya eksarserbasi (kumatnya gejala
penyakit asma), menormalkan fungsi paru, memperoleh aktivitas sosial yang
baik dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :
a. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.
b. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan
serangan asma
c. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya
mengenai penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang
perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan
penngobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau
perawat yang merawatnnya.

Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:


a. Pengobatan non farmakologik:
1) Memberikan penyuluhan
2) Menghindari faktor pencetus
3) Pemberian cairan
4) Fisiotherapy
5) Beri O2 bila perlu
b. Pengobatan farmakologik :
Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam
2 golongan :
- Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)
Nama obat : Orsiprenalin (Alupent) ,Fenoterol (berotec) ,terbutalin
(bricasma) Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam
bentuk tablet, sirup, suntikan dan semprotan. Yang berupa
semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk
bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma
Turbuhaler).
- Teofilin
- Ketolifen
- Kromalin

2.7 Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
a. Status asmatikus
b. Atelektasis
c. Hipoksemia
d. Pneumothoraks
e. Emfisema
f. Deformitas thoraks
g. Gagal nafas
SKENARIO 2
SESAK
Soal Kasus 2

Seorang perempuan berusia 21 tahun masuk UGD dengan keluhan sesak nafas. Hasil
pengkajian : ada bunyi nafas tambahan wheezing, nyeri dada (skala 4), pucat, Gelisah, TD :
130/90 mmHg, frekuensi napas 32 x / menit, frekuensi nadi 80 x / menit, suhu 37.5 oC.
Keluhan sesak dialami ketika terpapar debu atau asap rokok

1. Klasifikasi istilah penting


- Sesak nafas
- Wheezing
- Nyeri dada skala 4
- Pucat
- Gelisah
- TD : 130 / 90 mmHg
- RR : 32 x / menit
- Nadi : 80 x / menit
- Suhu : 37,5oC
- Sesak ketika terpapar debu dan asap rokok
2. Kata kunci
- Sesak ketika terpapar debu dan asap rokok
3. Mind map

TB PARU

PNEUMONIA SESAK ASMA

PPOK CA PARU
Tanda dan PNEUMONIA TB PARU ASMA CA PARU PPOK
gejala
Sesak nafas     
Wheezing    
Nyeri dada  
skala 4
Pucat     
Gelisah     
TD : 130/90  
mmHg
RR : 32 x /     
menit
Nadi : 80 x 
menit
Suhu :  
37,5oC
Sesak 
ketika
terpapar
debu dan
asap rokok

4. Pertanyaan penting
1) Apa diagnosa medis pada kasus di atas?
2) Mengapa pasien merasa sesak?
3) Mengapa asma dapat menyebabkan nyeri dada?
4) Faktor apa saja yang dapat memperberat sesak pada pasien asma?
5) Mengapa debu dan asap rokok dapat menimbulkan sesak pada
pasien?
6) Apa hubungan peningkatan frekuensi napas dan sesak yang
dirasakan pasien?
7) Mengapa temperatur/suhu lingkungan dapat mempengaruhi
kambuhnya sesak pada penderita asma?
8) Mengapa terdapat bunyi napas tambahan wheezing pada penderita
asma?
9) Mengapa tekanan darah pada pasien asma meningkat?
10) Mengapa pasien asma terlihat pucat?
5. Jawaban Pertanyaan Penting
1) Diagnosa medis yang kami ambil adalah Asma karena dari tabel
check list lebih menjurus ke penyakit Asma. Kemudian dalam kata
kunci juga pasien merasa sesak ketika terpapar debu dan asap
rokok. Kata kunci tersebut hanya ada pada penyakit Asma.
2) Seseorang yang mengalami sesak napas sering mengeluh napasnya
menjadi pendek atau merasa tercekik. Jalur non alergik selain
merangsang sel inflamasi, juga merangsang sistem saraf autonom
dengan hasil akhir berupa inflamasi dan hiperaktivitas saluran
napas. Penyempitan saluran napas dapat terjadi baik pada saluran
napas besar, sedang, kecil. Gejala mengi menandakan adanya
penyempitan di saluran napas besar, sedangkan pada saluran napas
yang kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan. Pada serangan
asma yang lebih berat lagi banyak saluran napas dan alveolus
tertutup oleh mukus sehingga tidak memungkinkan lagi terjadinya
pertukaran gas. Hal ini menyebabkan hipoksemia dan kerja otot-
otot pernapasan bertambah berat serta terjadinya peningkatan
produksi CO2 yang disertai dengan penurunan ventilasi alveolus
menyebabkan retensi CO2 (hiperkapnia) dan terjadinya asidosis
repiratorik atau gagal napas.
3) Kondisi nyeri dada ketika mengalami serangan asma sering
berhubungan dengan tegangnya otot pernapasan di area dada ketika
mengalami sesak nafas. Kondisi nyeri dada ketika mengalami
serangan asma sering berhubungan dengan tegangnya otot
pernapasan di area dada ketika mengalami sesak nafas. Hal ini
karena paru-paru berusaha dikembangkan secara maksimal untuk
memenuhi kebutuhan udara yang terhambat masuk.
4) Faktor risiko asma dibagi menjadi dua, faktor risiko yang
berhubungan dengan terjadinya asma dan faktor risiko yang
berhubungan dengan terjadinya eksaserbasi atau serangan asma
yang disebut faktor pencetus. Faktor risiko yang mencetuskan
terjadinya Asma Bronkial diantaranya asap rokok, tungau debu
rumah, polusi udara, perubahan cuaca, dan jenis makanan. Asap
rokok dapat menyebabkan asma, baik pada perokok itu sendiri
maupun orang-orang yang terkena asap rokok. Akibatnya, jumlah
asap rokok yang masuk ke dalam saluran pernapasan menjadi lebih
banyak dibanding berat badannya. Selain itu, karena sistem
pertahanan tubuh yang belum berkembang.
5) Asap rokok merangsang silia yaitu bulu-bulu halus yang terdapat
pada permukaan saluran napas, sehingga sekret mukus meningkat
menjadi 30-50%. Hal ini mengakibatkan silia tersebut akan
mengalami kerusakan dan mengakibatkan menurunnya fungsi
ventilasi paru. Kerusakan dari saluran napas dan disertai dengan
menurunnya imunitas tubuh terhadap inhales agent menyebabkan
mudahnya terjadi infeksi pada saluran napas seperti bronkitis
kronis, episema paru dan lainnya sampai terjadi kanker terutama
kanker paru (Pradono et al, 2003). Fungsi paru-paru pasien asma
lebih buruk bila terkena paparan asap rokok, dan di dalam laporan
terbaru hiperresponsivenes bronkial merupakan faktor resiko untuk
pengembangan gejala pernapasan dan penururnan fungsi paru-paru
pada orang yang sehat yang terpapar asap rokok (Brideuvax et al
2007). Asap rokok akan mempengaruhi inflamasi dan peningkatan
permeabilitas epitel saluran pernapasan (Jaakkola et al, 2003).
6) Ketika pasien merasa sesak, maka frekuensi pernapasan pasien
juga akan meningkat. Hal ini karena terjadi vasokontriksi jalur
napas sehingga udara tidak dapat masuk ke saluran napas bawah
sehingga otot bantu pernapasan bekerja berusaha untuk
mengembangkan paru-paru secara maksimal agar kebutuhan
oksigen dapat terpenuhi.
7) Suhu udara yang dapat menyebabkan asma adalah ketika suhu
udara dingin. Udara dingin dapat mencetuskan serangan asma
dengan cara meningkatkan hiperesponsivitas saluran napas yang
menyebabkan penyempitan di saluran pernapasan
(bronkokonstriksi) dan menimbulkan gejala sesak dan mengi.
8) Wheezing adalah bunyi nafas tambahan yang dihasilkan oleh
pergerakan udara turbulen melalui lumen jalan nafas yang sempit.
Pada penyakit asma akan terjadi penyempitan saluran nafas akibat
suatu proses peradangan (inflamasi) serta pengeluaran cairan
mucus/lendir pekat secara berlebihan (Wijaya, 2017).
9) Pasien dengan penyakit asma memiliki pernafasan yang cepat
sehingganya nadi dari pasien yang cepat dipengaruhi oleh kerja
jantung memompa darah yang cepat juga. Sehingga tekanan darah
pasien meningkat.
10) Karena pada pasien asma terjadi penyempitan saluran napas salah
satunya adalah saluran bronkus. Penyempitan bronkus akan
menurunkan jumlah oksigen luar yang masuk saat inspirasi
sehingga menurunkan oksigen yang dari darah. Kondisi ini akan
berakibat pada penurunan oksigen jaringan sehingga penderita
pucat dan lemah.
6. Tujuan Pembelajaran Selanjutnya
1) Mengidentifikasi perbedaan yang spesifik terhadap sesak napas
pada Asma dan pada penyakit yang lain .
2) Dalam kasus harusnya dicantumkan riwayat penggunaan
bronchodilator agar memperkuat diagnosa medis asma.
7. Informasi Tambahan
1) Pengaruh Senam Asma terhadap Peningkatan Otot Pernapasan dan
Fungsi Paru Pasien Asma di Perkumpulan Senam Asma Rumah
Sakit Umum Tangerang
2) Hubungan Tingkat Kecemasan dengan Serangan Asma pada
Penderita Asma di Kelurahan Mahakeret Timur Kota Manado
3) Pengaruh Teknik Pernapasan Buteyko terhadap ACT (Asthma
Control Test)
4) Prevalensi Faktor-faktor Pencetus Serangan Asma pada Pasien
Asma di Salah Satu Rumah Sakit di Jakarta
8. Klarifikasi Informasi
1) Abstrack: Pasien asma akan terjadi bronchospasme dan
bronchokontriksi ini dapat menyebabkan otot pernapasan
mengalami kelemahan dan penurunan fungsi paru. Penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh senam asma terhadap
peningkatan kekuatan otot pernapasan dan fungsi paru pasien asma
di perkumpulan senam asma RSU Tangerang. Desain penelitian ini
kontrol group pretest-postes desain. Sampel berjumlah 50 pasien
(25 pasien kelompok intervensi dan 25 pasien kelompok kontrol).
Teknik pengambilan sampel secara purposive sampling. Kelompok
intervensi melakukan tindakan senam asma selama 8 minggu,
frekuensi 3 kali seminggu pada hari rabu, jumat, dan minggu. Hasil
penelitian, rata-rata nilai kekuatan otot pernapasan (P=0.0005) dan
fungsi paru (P=0.0005) berbeda bermakna antara sebelum dan
sesudah intervensi senam asma. Rata-rata nilai kekuatan otot
pernapasan (P=0.0005) dan fungsi paru (P=0.0005) setelah
intervensi antara kelompok intervensi dan kontrol berbeda
bermakna secara signifikan. Terdapat hubungan berat badan
terhadap kekuatan otot pernapasan (P=0.05) dan fungsi paru
(P=0.03). Terdapat hubungan senam asma terhadap peningkatan
kekuatan otot pernapasan (P=0.0005) dan fungsi pernapasan
(P=0.0005) pasien asma di perkumpulan senam asma RSU
Tangerang, setelah dikontrol berat badan dan tinggi badan..
Rekomendasi penelitian ini adalah senam asma sebaiknya me njadi
program intervensi keperawatan pada manajemen asma untuk
meningkatkan peningkatan kekuatan otot pernapasan dan fungsi
paru pasien asma (Sahat, 2008).
2) Abstrack: Kecemasan adalah situasi yang dirasa tidak
menyenangkan dan ditakuti oleh fisik yang memperingatkan
seseorang akan bahaya yang mengancam. Serangan asma
merupakan gangguan pada sistem pernapasan yang menyebabkan
kesulitan bernapas. Kecemasan dapat menjadi pencetus serangan
asma pada beberapa individu. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui apakah ada hubungan antara tingkat kecemasan dengan
serangan asma di Kelurahan Mahakeret Barat dan Mahakeret
Timur Kota Manado dengan jumlah Sampel 35 responden. Metode
penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional dengan
pemilihan sampel dilakukan dengan metode sampling jenuh.
Penelitian ini menggunakan analisis statistik uji chi square dengan
α = 0,05. Hasil penelitian ini didapatkan nilai p value 0,04 dimana
p< α 0,05 maka Ho ditolak. Simpulan penelitian ini yaitu adanya
hubungan antara tingkat kecemasan dengan serangan asma pada
penderita asma di Kelurahan Mahakeret Barat dan Mahakeret
Timur Kota Manado (Tumigolung, dkk. 2016).
3) Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
teknik pernapasan buteyko terhadap ACT (Asthma Control Test).
Jenis penelitian quasi eksperimental dengan pendekatan pretest
and post test one group design ini melibatkan 14 pasien asma yang
dipilih dari poli paru RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung dengan
consecutive sampling. Kontrol asma dikumpulkan dengan
menggunakan ACT secara time series. Data yang terkumpul di
analisis secara deskriptif dan inferensial dengan skala signifikan
P<0,05. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan rerata
yang signifikan lebih tinggi antara skor ACT setelah diberikan
teknik pernapasan buteyko (19,79±1,47) dengan skor ACT pada
minggu III (17,50±1,78), minggu II (12,64±1,82), minggu I
(9,57±1,95), dan pretest (7,64±1,82). Post hoc analisis menemukan
skor post test minggu ke empat (19,79±1,47) signifikan lebih baik
dari pada post test minggu III (17,50±1,78), minggu II
(12,64±1,82), minggu I (9,57±1,95), dan pre-test (7,64±1,82)
dalam meningkatkan kontrol asma. Simpulan, ada pengaruh teknik
pernapasan buteyko terhadap ACT (asthma control test) (Sutrisna,
dkk, 2018).
4) Asma adalah gangguan inflamasi kronik pada saluran napas.
Penderita yang rentan inflamasi akan mengalami wheezing
berulang, sesak napas, rasa dada tertekan dan batuk, khusunya pada
malam atau dini hari. Gejala ini berhubungan dengan penyempitan
jalan napas yang bersifat reversible. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui prevalensi faktor-faktor pencetus serangan asma pada
pasien asma di salah satu Rumah Sakit di Jakarta. Penelitian ini
merupakan dskriptif kuantitatif dengan desain cross sectional yang
menggunakan teknik purposive sampling. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa distribusi faktor pencetus asma karena
allergen adalah 94,1 %, faktor pencetus asma karena infeksi
pernapasan adalah 26,7 %, faktor pencetus asma karena latihan
fisik adalah 94,1 %, faktor pencetus asma karena sensitif terhadap
obat dan makanan adalah 28,7 %, faktor pencetus asma karena
polusi udara adalah 89,1 %, faktor pencetus asma karena penyakit
refluks gastroesophageal adalah 68,3 %, faktor pencetus asma
karena perubahan psikologis atau emosi adalah 88,1 %, faktor
pencetus asma karena perubahan cuaca adalah 79,2 %. Pada
penelitian ini didapatkan bahwa pasien asma tidak hanya memiliki
satu faktor pencetus serangan asma namun didapatkan juga
banyaknya responden yang memiliki dua atau bahkan tiga faktor
pencetus serangan asma. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
menambah informasi tentang faktor-faktor pencetus asma sebagai
landasan bagi perawat untuk memberikan pendidikan kesehatan
kepada pasien asma beserta keluarga (Wahyuni, Anyta Hera &
Yulia, 2014)
9. Analisis dan Sintesa
Berdasarkan hasil analisa kelompok kami terkait kasus di atas, kami
mengambil diagnose medis ASMA karena gejala penyakit pada kasus
diatas sebagian besar mengarah pada diagnosa Asma diantaranya sesak
nafas, sesak nafas ketika terpapar debu dan asap rokok, wheezing, nyeri
dada skala 4, pucat, gelisah, TD 130/90 mmHg, Nadi 80 x/menit, RR 32
x/menit, dan suhu 37 o C. Alasan utama kami mengangkat diagnosa Asma
juga dikarenakan pada gejala yang ada di kasus tersebut menyebutkan
Sesak ketika terpapar debu dan asap rokok. Satu diantara gelaja dari kasus
di atas inilah yang menjadi ciri khas utama atau inti dasar dari penyakit
Asma.
10. Laporan Diskusi
Pathway Asma

Faktor pencetus

Factor Instrinsik : Factor Ekstrinsik :

( Infeksi kuman, Virus) ( Inhalasi allergen, debu, asap rokok)

Atopy

Hipersensitivitas

Pembentukan IGE

Sel mast tersensitisasi

Terjadi Degranulasi

Pelepasan mediator Histamin dan Bradikinin

Bronchospasme Merangsang Nosiseptor

Gangguan Ventilasi Dihantarkan serabut A delta


dan serabut C
Eksprasi memanjang
Medula Spinalis
Dispnea, terdengaran bunyi
napas tambahan wheezing Persepsi Nyeri
Nyeri dada
Pola napas tidak efektif
Nyeri Akut
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : Nn.
Umur : 21 tahun
Agama : tidak terkaji
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : tidak terkaji
Pendidikan : tidak terkaji
Pekerjaan : tidak terkaji
Suku Bangsa : tidak terkaji
Alamat : tidak terkaji
Tanggal Masuk : tidak terkaji
Tanggal Pengkajian : 23 Oktober 2019
No. Register :
Diagnosa Medis : Asma
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : tidak terkaji
Umur : tidak terkaji
Hub. Dengan Pasien : tidak terkaji
Pekerjaan : tidak terkaji
Alamat : tidak terkaji
2.   Status Kesehatan
a.   Status Kesehatan Saat Ini
1)   Keluhan Utama (Saat MRS dan saat ini)
Sesak nafas
2)   Riwayat kesehatan sekarang
Nyeri dada
P (Provokating) : tidak terkaji
Q (Quality) : tidak terkaji
R (Region) : Thorax
S (Severity/Skala) :4
T (Time) : tidak terkaji
3) Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya : tidak terkaji
b.      Satus Kesehatan Masa Lalu
1)      Penyakit yang pernah dialami : Tidak terkaji
2)      Pernah dirawat : Tidak terkaji
3)      Alergi : Tidak terkaji
4)      Kebiasaan (merokok/kopi/alkohol dll): Tidak terkaji
c.       Riwayat Penyakit Keluarga : tidak terkaji
d.      Diagnosa Medis dan therapy : Asma
3.      Pola Kebutuhan Dasar ( Data Bio-psiko-sosio-kultural-spiritual)
a.       Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan : Tidak terkaji
b.      Pola Nutrisi-Metabolik
   Sebelum sakit : tidak terkaji
   Saat sakit : tidak terkaji
c.       Pola Eliminasi
1)   BAB
- Sebelum sakit : tidak terkaji
- Saat sakit : tidak terkaji
2)   BAK
- Sebelum sakit : tidak terkaji
- Saat sakit : tidak terkaji
d.      Pola aktivitas dan latihan
1)   Aktivitas : tidak terkaji
Kemampuan 0 1 2 3 4
Perawatan Diri
Makan dan
minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Berpindah
0: mandiri, 1: Alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4:
tergantung total
2)  Latihan
- Sebelum sakit : Tidak terkaji
- Saat sakit : Tidak terkaji
e.       Pola kognitif dan Persepsi : tidak terkaji
f.       Pola Persepsi-Konsep diri : tidak terkaji
g.       Pola Tidur dan Istirahat
- Sebelum sakit : tidak terkaji
- Saat sakit : tidak terkaji
h.      Pola Peran-Hubungan : tidak terkaji
i.        Pola Seksual-Reproduksi
- Sebelum sakit : tidak terkaji
- Saat sakit : tidak terkaji
j.        Pola Toleransi Stress-Koping: tidak terkaji
k.      Pola Nilai-Kepercayaan : Taat beribadah
4.      Pengkajian Fisik
a.       Keadaan umum :
b.      Tanda-tanda Vital :
TB/BB : tidak terkaji
RR : 32 x/menit
Suhu : 37,5 oC
N : 80 x/menit
TD : 130/90 mmHg
c.       Keadaan fisik
a. Kepala
1. Lingkar kepala : tidak terkaji
2. Rambut : tidak terkaji
3. Warna : tidak terkaji
4. Tekstur : tidak terkaji
5. Distribusi Rambut : tidak terkaji
6. Kuat/mudah rontok : tidak terkaji
b. Mata :
1. Sklera : tidak terkaji
2. Konjungtiva : tidak terkaji
3. Pupil : tidak terkaji
c. Telinga : tidak terkaji
d. Hidung : tidak terkaji
e. Mulut : tidak terkaji
1. Kebersihan : tidak terkaji
2. Warna : tidak terkaji
3. Kelembapan : tidak terkaji
4. Lidah : tidak terkaji
5. Gigi : tidak terkaji
f. Leher : tidak terkaji
g. Dada/pernapasan : tidak terkaji
1. Inspeksi : tidak terkaji
2. Palpasi : tidak terkaji
3. Perkusi : tidak terkaji
4. Auskultasi : tidak terkaji
h. Jantung :
1. Inspeksi : tidak terkaji
2. Auskultasi : tidak terkaji
3. Palpasi : tidak terkaji
4. Perkusi : tidak terkaji
i. Paru-paru
1. Inspeksi : tidak terkaji
2. Palpasi : tidak terkaji
3. Perkusi : tidak terkaji
4. Auskultasi : Terdapat bunyi tambahan wheezing
j. Abdomen : tidak terkaji
k. Punggung : tidak terkaji
l. Ekstermitas : tidak terkaji
m. Genitalia : tidak terkaji
n. Integumen : tidak terkaji
1. Warna : tidak terkaji
2. Turgor : tidak terkaji
3. Integrasi : tidak terkaji
4. Elastisitas : tidak terkaji
o. Neuro
1. Nervus 1 (oltautorius)
tidak terkaji
2. Nervus 2 (optikus)
tidak terkaji
3. Nervus 3 (coculomotorus)
tidak terkaji.
4. Nervus 4 (troclearis)
tidak terkaji
5. Nervus 5 (trigewitis)
tidak terkaji
6. Nervus 6 (obdusens)
tidak terkaji
7. Nervus 7 (tacialis)
tidak terkaji
8. Nervus 8 (vortibular)
tidak terkaji
9. Nervus 9 (glesso paringeus)
tidak terkaji
10. Nervus 10 (vasus)
tidak terkaji
11. Nervus 11 (asesorius)
tidak terkaji
12. Nervus 12 (agpug lasus)
tidak terkaji
p. Pemeriksaan Penunjang
1. Data laboratorium : Tidak terkaji
2. Pemeriksaan radiologi : Tidak terkaji
3. Hasil konsultasi : Tidak terkaji
4. Pemeriksaan penunjang diagnostik lain : Tidak terkaji

Analisa Data
Tabel PES

PROBLEM ETIOLOGI SYMPTOM

DS : Faktor pencetus Pola napas tidak efektif


- Klien mengeluh sesak Faktor instrinsik ( infeksi
nafas kuman, virus )
- Klien mengatakan
sesak sering terjadi Faktor ekstrinsik ( inhalasi
ketika terpapar alergen, debu, asap rokok )
debu/asap rokok
Atopy
DO :
- Terdengar bunyi nafas
Hipersensitivitas
tambahan wheezing
- Frekuensi napas
Pembentukan IGE
32x/m
Sel mast tersensitisasi
- Pucat
Pelepasan mediator Histamin
- TD 130/90 mmHg
dan Bradikinin
- Frekuensi nadi 80x/m
Bronchospasme
Gangguan Ventilasi
Ekspirasi memanjang
Dispnea, terdengar suara
napas tambahan wheezing
Pola napas tidak efektif

DS : - Faktor pencetus Nyeri Akut

DO : Faktor instrinsik ( infeksi


- Nyeri dada skala 4 kuman, virus )

Faktor ekstrinsik ( inhalasi


alergen, debu, asap rokok )

Atopy
Hipersensitivitas

Pembentukan IGE
Sel mast tersensitisasi

Pelepasan mediator Histamin


dan Bradikinin
Merangsang Nosiseptor

Dihantarkan serabut A delta


dan serabut C

Medula spinalis

Persepsi Nyeri

Nyeri dada

Nyeri Akut
3.2 Diagnosa
1. Pola Napas Tidak Efektif (D.0005)
2. Nyeri Akut (D.0077)

3.3 Intervensi
NO SDKI SLKI SIKI RASIONAL
1. Pola Napas Tidak Efektif (D.0005) 1. Pola napas (L.01004) 1. Manajemen Jalan 1. Manajemen Jalan
Kategori : fisiologis Kriteria Hasil Napas (I.01011) Napas
Subkategori : respirasi Setelah dilakukan tindakan Definisi : Observasi
Definisi keperawatan selama 1x24 Mengidentifikasi dan 1. Dengan
Inpirasi dan/atau ekspirasi yang tidak jam masalah Pola napas mengelola kepatenan jalan memantau pola
memberikan ventilasi adekuat tidak efektif diharapkan napas. napas klien,
Penyebab menurun dan teratasi Tindakan perawat dapat
1. Depresi pusat pernapasan dengan indikator: Observasi mengetahui
2. Hambatan upaya napas 1. Dipsnea membaik 1. Monitor pola napas keefektifan
(mis.nyeri saat bernapas, dari skala 1 (frekuensi, tindakan yang
kelemahan otot pernapasan) (meningkat) menjadi kedalaman, usaha diberikan
3. Deformitas dinding dada skala 4 (cukup napas) sehingga perawat
4. Deformitas tulang dada menurun) 2. Monitor bunyi dapat
5. Gangguan neuromuskular 2. Ortopnea membaik napas tambahan mengetahui
6. Gangguan neorologis dari skala 1 (mis. gurgling, perkembangan
(mis.elektroensefalogram (meningkat) menjadi mengi, wheezing, status kesehatan
[EEG] positif, cedera kepala, 4 (cukup menurun) ronkhi kering) klien.
gangguan kejang) 3. Pernapasan cuping Terapeutik 2. Pernafasan
7. Imaturitas neurologis hidung membaik 1. Posisikan semi- bising, ronki,
8. Penurunan energi dari skala 1 fowler atau fowler mengi
9. Obesitas (meningkat) menjadi 2. Berikan minum menunjukan
10. Posisi tubuh yang skala 4 (cukup hangat tertahannya
menghambat ekspansi paru menurun) 3. Lakukan fisioterapi sekret/obstruksi
11. Sindrom hipoventilasi dada, jika perlu jalan nafas
12. Kerusakan inervasi Diafragma Edukasi sehingga perawat
(kerusakan saraf C5 keatas) 1. Ajarkan teknik perlu memantau
13. Cedera pada medula spinalis batuk efektif adanya bunyi
14. Efek agen farmakologis Kolaborasi napas tambahan
15. Kecemasan 1. Kolaborasi pada klien.
Gejala dan Tanda Mayor pemberian Terapeutik
Subjektif bronkodilator, 1. Pemberian posisi
1. Dipsnea ekspektoran, semi-fowler atau
Objekif mukolitik, jika fowler pada
1. Penggunaan otot bantu perlu pasien gangguan
pernapasan pola napas dapat
2. Fase ekspirasi memanjang membantu
3. Pola napas abnormal (mis. memfasilitasi
Takipnea, bradipnea, pernapasan
hiperventilasi, kussmaul, pasien. Posisi
chyne-stokes) tersebut juga
Gejala dan Tanda Minor dapat membantu
Subjektif pengembangan
1. Ortopnea paru dan
Objektif mengurangi
1. Pernapasan purshed-lip tekanan dari
2. Pernapasan cuping hidung abdomen pada
3. Diameter thoraks anterior- diafragma.
posterior meningkat 2. Pemberian
4. Ventilasi semenit menurun minum hangat
5. Kapasitas vital menurun pada pasien
6. Tekanan ekspirasi menurun dapat membantu
7. Ekskursi dada berubah untuk
Kondisi Klinis Terkait mengencerkan
1. Depresi sistem saraf pusat dahak
2. Cedera kepala 3. Fisioterapi dada
3. Trauma thoraks adalah sejumlah
4. Gullian barre syndrome terapi yang
5. Sklerosis multipel digunakan dalam
6. Myasthenia Gravis kombinasi untuk
7. Stroke mobilisasi
8. Kuadrifplegia sekresi
9. Intoksikasi alkohol pulmonaria.
Fisioterapi dada
adalah harus
diikuti dengan
batuk efektif dan
mencustion
klien/pasien
yang mengalami
penurunan
kemapuan untuk
batuk.
Edukasi
1. Batuk efektif
merupakan suatu
metode batuk
dengan benar
dimana energi
dapat dihemat
sehingga tidak
mudah lelah dan
mudah
mengeluarkan
dahak secara
maksimal.
Kolaborasi
1. Dengan
mengkolaborasik
an pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
dan/atau
mukolitik dapat
membantu untuk
mengencerkan
dahak dan
melegakan
pernapasan
pasien.
2. Nyeri Akut (D.0077) 2. Tingkat Nyeri (L.08066) 2. Manajemen Nyeri 2. Manajemen Nyeri
Kategori : Psikologis Kriteria Hasil (I.08238) (I.08238)
Subkategori : Nyeri dan Setelah dilakukan tindakan Definisi - Mengetahui
Kenyamanan keperawatan selama 3x24 Mengidentifikasi dan lokasi nyeri,
Definisi jam masalah Nyeri akut mengelola pemgalaman karakteristik
Pengalaman sensorik atau emosional diharapakan menurun dan sensorik atau emosional nyeri, berapa
yang berkaitan dengan kerusakan teratasi dengan indikator: yang berkaitan dengan lama nyeri
jaringan aktual atau funsional, dengan 1. Keluhan nyeri kerusakan jaringan atau dirasakan serta
onset mendadak atau lambat dan menurun dari skala 1 fungsional dengan onset kualitas dan
berintensitas ringan hingga berat yang (meningkat) menjadi mendadak atau lambat dan intensitas nyeri
berlangsung kurang dari 3 bulan. skala 5 (menurun). berintensitas ringan hingga yang dirasakan
Penyebab 2. Meringis menurun berat dan konstan. pasien untuk
1. Agen pencedera fisologis (mis. dari skala 1 Tindakan mengetahui
inflamasi, iskemia, (meningkat) menjadi Observasi penanganan apa
neoplasma). skala 5 (menurun). - Identifikasi lokasi, yang akan
2. Agen pencedera kimiawi (Mis. 3. Frekuensi nadi karakteristik, durasi, diberikan.
terbakar, bahan kimia iritan). menurun dari skala 1 frekuensi, kualitas, - Memastikan
3. Agen pencedera fisik (mis. (memburuk) intensitas nyeri. tingkat nyeri
abses, amputasi, terbakar, menjadi skala 5 - Identifikasi skala yang dirasakan
terpotong, mengangkat berat, (membaik) nyeri pasien dan
prosedur operasi, trauma, 4. Pola napas menurun - Identifikasi faktor apakah
latihan fisik berlebihan). dari skala 1 yang memperberat memerlukan
Gejala dan tanda mayor (memburuk) dan memperingan penangan yang
Subjektif menjadi skala 5 nyeri cepat.
1. Mengeluh nyeri (membaik) - Identifikasi - Mengetahui dan
Objektif 5. Tekanan darah pengaruh budaya menghindari
1. Tampak meringis menurun dari skala 1 terhadap respon faktor yang
2. Bersikap protektif (mis. (memburuk) nyeri memperberat
waspada, posisi menghindari menjadi skala 5 - Monitor nyeri.
nyeri). (membaik) keberhasilan terapi - Dapat
3. Gelisah komplementer yang menyesuaikan
4. Frekuensi nadi meningkat sudah diberikan pemberian
5. Sulit tidur - Monitor efek manajemen nyeri
Gejala dan tanda minor samping sesuai dengan
Subjektif penggunaan keyakinan pasien
(Tidak tersedia) analgetik sehinnga
Objektif Terapeutik manajemen nyeri
1. Tekanan darah meningkat - Berikan teknik non akan berjalan
2. Pola napas berubah farmakologi untuk efektif.
3. Nafsu makan berubah mengurangi rasa - Memastikan
4. Proses berpikir terganggu nyeri (mis. TENS, terapi untuk
5. Menarik diri hipnosis, mengatasi nyeri
6. Berfokus pada diri sendiri akupresure, terapi yang diberika
7. Diaforesis musik, biofeedback, efektif atau perlu
Kondisi klinis terkait terapi pijat, ditambahkan.
1. Kondisi pembedahan aromaterapi, teknik - Mencegah agar
2. Cedera traumatis imajinasi tidak akan
3. Infeksi terbimbing, timbul masalah
4. Sindrom koroner akut kompres hangat atau lain yang akan di
5. Glaukoma dingin, terapi rasakan oleh
bermain). pasien sehinnga
- Kontrol lingkungan tindakan
yang memperberat berfokus pada
rasa nyeri (mis. manajemen
suhu ruangan, nyeri.
pencahayaan, - Agar pasien
kebisingan). tidak akan
- Fasilitasi istrahat ketergantungan
dan tidur. pada obat.
- Pertimbangkan jenis - Memastikan
dan sumber nyeri pasien
dalam pemilihan merasakan
strategi meredakan nyaman sehingga
nyeri. nyeri yang
Edukasi pasien rasakan
- Jelaskan penyebab, tidak semakin
periode, dan pemicu parah.
nyeri. - Memastikan
- Jelaskan strategi kebutuhan
meredakan nyeri. istrahat dan tidur
- Jelaskan pasien terpenuhi.
farmakologi untuk - Agar tindakan
mengurangi rasa manajemen nyeri
nyeri. yang diberikan
Kolaborasi tepat dan sesuai
- Kolaborasi saran sehingga
pemberian analgetik nyeri yang di
jika perlu. rasakan akan
teratasi.
- Dengan
mengetahui
penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
maka pasien
dapat mengatasi
nyerinya sendiri.
- Agar pasein
dapat memilih
strategi untuk
meredeakan
nyeri yang ia
rasakan sendiri
sesuai keinginan
dan
kenyamanannya.
- Agar pasein
dapat
mengetahui
terapi
farmakologi
(obat-obatan)
yang dapat
digunakan selain
non farmakologi
jika terapi non
farmakologi
tidak berhasil.
- Memastikan
Terapi analgetik
yang diberikan
efektif dengan
melakukan
kolaborasi.
3.4 Implementasi dan Evaluasi
Hari/tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi
Pola Napas tidak Efektif 1. Manajemen Jalan Napas Subjektif : Klien
(D.0005) (I.01011) mengatakan sudah tidak sesak
Definisi : Objektif : Pola napas
Mengidentifikasi dan klien mulai membaik
mengelola kepatenan jalan Assessment : Masalah mulai
napas. teratasi
Tindakan Planning : Pertahankan
Observasi intervensi
1. Memonitor pola napas
(frekuensi, kedalaman,
usaha napas)
2. Memonitor bunyi napas
tambahan (mis.
gurgling, mengi,
wheezing, ronkhi
kering)
Terapeutik
1. Memposisikan semi-
fowler atau fowler
2. Memberikan minum
hangat
3. Melakukan fisioterapi
dada
Edukasi
1. Mengajarkan teknik
batuk efektif
Kolaborasi
1. Mengkolaborasikan
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik.
Nyeri Akut (D.0077) 2. Manajemen Nyeri(I.01011) Subjektif : klien
Definisi mengatakan keluhan nyeri
Mengidentifikasi dan berkurang
mengelola pemgalaman Objektif : Frekuensi nadi
sensorik atau emosional yang normal
berkaitan dengan kerusakan Assessment : masalah
jaringan atau fungsional teratasi
dengan onset mendadak atau Planning : Hentikan
lambat dan berintensitas ringan intervensi
hingga berat dan konstan.
Tindakan
Observasi
- Mengidentifikasi lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri.
- Mengidentifikasi skala
nyeri
- Mengidentifikasi faktor
yang memperberat dan
memperingan nyeri
- Mengidentifikasi
pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
- Memonitor
keberhasilan terapi
komplementer yang
sudah diberikan
- Memonitor efek
samping penggunaan
analgetik
Terapeutik
- Memberikan teknik non
farmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hipnosis,
akupresure, terapi
musik, biofeedback,
terapi pijat,
aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat atau
dingin, terapi bermain).
- Mengontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri (mis. suhu
ruangan, pencahayaan,
kebisingan).
- Memfasilitasi istrahat
dan tidur.
- Mempertimbangkan
jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri.
Edukasi
- Menjelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri.
- Menjelaskan strategi
meredakan nyeri.
- Menjelaskan
farmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri.
Kolaborasi
1. Mengkolaborasikan
pemberian analgetik.
DAFTAR PUSTAKA

Arifatuzzahro, Ms Anam. 2019. Perbedaan Nilai Fungsi Paru pada Anak Asma
Saat Tidak Terjadi Serangan dan Tidak Asma. Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc, Jilid 1. Jogjakarta: Mediaction
Sahat, Camalia. 2008. Pengaruh Senam Asma terhadap Peningkatan Otot
Pernapasan dan Fungsi Paru Pasien Asma di Perkumpulan Senam Asma
Rumah Sakit Umum Tangerang.Jakarta:Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia
Sutrisna,dkk.2018. Pengaruh Teknik Pernapasan Buteyko terhadap ACT (Asthma
Control Test). Jurnal Keperawatan Silampari, 1, 2. Padjadjaran: UNPAD
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnositk. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tumigolu, dkk. 2016. Hubungan Tingkat Kecemasan dengan Serangan Asma
pada Penderita Asma di Kelurahan Mahakeret Timur Kota Manado. e-
Journal Keperawatan, 4, 2. Manado: Universitas Samratulangi
Widiyaningsi, dkk. 2018. Pengaruh Respiratory Muscles Stretching terhadap
Saturasi Oksigen Pasien Asma. STIKES Karya Huda Semarang

Anda mungkin juga menyukai