Anda di halaman 1dari 34

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Akuntansi dan Laporan Keuangan


Pada dasarnya yang menjadi alasan utama mengapa akuntansi diterapkan
adalah, karena semakin rumitnya variabel-variabel yang dihadapi para manajer
dalam memanaje perusahaan walau di dalam perusahaan kecil sekalipun.
Akuntansi sering disebut dengan “bahasa dunia usaha” atau “the language of
business”, dan laporan keuangan merupakan hasil dari proses akuntansi yang
disusun menurut prinsip akuntansi yang berlaku umum. Laporan keuangan
disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dengan tujuan, agar
dapat digunakan untuk mengkomunikasikan informasi keuangan kepada pihak
yang berkepentingan guna pengambilan keputusan.
Definisi akuntansi yang dinyatakan dalam Statement of the Accounting
Principle Board (APB) Statement No. 4 dalam buku Stice dkk. (2004;8) edisi
terjemahan Indonesia, mendefinisikan akuntansi sebagai berikut:
“Akuntansi adalah suatu kegiatan jasa. Fungsinya adalah memberikan
informasi kuantitatif, umumnya dalam ukuran uang, mengenai suatu badan
ekonomi yang dimaksudkan untuk digunakan dalam pengambilan
keputusan ekonomi yang digunakan dalam memilih keputusan terbaik
diantara beberapa alternatif keputusan.”
Ada beberapa hal penting dari definisi di atas yang perlu diperhatikan :
 Akuntansi menyediakan jasa yang sangat penting bagi lingkungan usaha.
 Akuntansi menekankan ada informasi keuangan kuantitatif yang digunakan
bersama dengan evaluasi kualitatif dalam pengambilan keputusan.
 Informasi akuntansi digunakan dalam mengambil keputusan tentang
bagaimana mengalokasikan sumber daya yang terbatas. Semakin baik sistem
akuntansi yang mengukur dan melaporkan biaya penggunaan sumber daya
tersebut, maka semakin baik pula keputusan yang diambil untuk
mengalokasikan sumber daya tersebut.

11
12

 Meskipun para akuntan lebih menekankan pada pelaporan kejadian yang telah
terjadi, informasi masa lalu ini dimaksudkan untuk digunakan dalam
pengambilan keputusan ekonomi di masa depan.
Proses akuntansi meliputi pengumpulan data dan pengolahan data
perusahaan. Dalam proses akuntansi diidentifikasi berbagai transaksi atau
peristiwa yang merupakan kegiatan ekonomi perusahaan yang dilakukan melalui
pengukuran, pencatatan, penggolongan dan pengikhtisaran transaksi yang saling
berhubungan satu dengan yang lainnya dan memberikan gambaran secara layak
tentang keadaaan keuangan serta hasil usaha perusahaan dalam suatu periode yang
akan digabungkan dan disajikan dalam bentuk laporan yaitu Laporan Keuangan.

2.1.1. Pengertian Laporan Keuangan


Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai laporan
keuangan, berikut dikemukakan pengertian laporan keuangan menurut Standar
Akuntansi Keuangan (2002;2) yaitu:
“Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan
yang lengkap, biasanya meliputi Neraca, laporan laba-rugi, laporan posisi
keuangan (yang dapat disajikan dalam beberapa cara seperti misalnya:
laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan, dan laporan lain serta
materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan.
Di samping itu juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang
berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya informasi keuangan segmen
industri dan geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan harga”.
Menurut Kieso dan Weygandt (2001;3), pengertian laporan keuangan
adalah :
“Financial statements are the principal means through which financial
information is communicated to those outside an enterprises. These
statements provide the firm’s history quantified in money terms. The
financial statements most frequently provided are (1) the balance sheet,
(2) the income statement, (3) the statement of cash flow and (4) the
statement of owners or stock holder’s equity. In addition, note disclosure
are an integral part of each financial statement.”
Jadi berdasarkan definisi di atas, laporan keuangan merupakan hasil akhir
dari suatu proses pelaporan keuangan yang berisi mengenai informasi keuangan
yang dikuantifikasi dalam satuan moneter, yang menjelaskan tentang posisi
keuangan (balance sheet), kinerja (income statement), laporan arus kas (cash flow
statement), laporan perubahan ekuitas (statement of equity), dan catatan atas
laporan keuangan (notes to financial statement) pada periode tertentu.

2.1.2. Tujuan Laporan Keuangan


Manfaat laporan keuangan bagi pemakainya terdapat pada
penginterpretasian angka-angka yang sudah dianalisis, sehingga dapat diketahui
bagaimana posisi keuangan, kinerja yang dicapai, dan perubahan posisi keuangan
perusahaan.
Tujuan laporan keuangan menurut SFAC No.1 (Kieso and Weygandt,
2001;5) adalah:
“Financial reporting should provide information: a) that is useful to
present and potential investors and creditors and other users in making
rational investment, credit and similar decision; b) to help present a
potential investors and creditors and other users in assessing the amounts,
timing, and uncertainty of prospective cash receipts from dividends or
interest and the proceed from sale redemption, or maturity of securities or
loans ; c) about the economic resources of enterprise, the claim to those
resources (obligation of the enterprise to transfer resources to others
entities and owner’s equity and the effect transactions, events, and
circumstances that changes its resources and claim to those resources”
Adapun tujuan dari penyusunan laporan keuangan yang termaktub dalam
Standar Akuntansi Keuangan (2004;3), adalah:
“Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang
menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan
suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai
pengambilan keputusan ekonomi”.

Posisi keuangan perusahaan dipengaruhi oleh sumber daya yang dimiliki


dan digunakan perusahaan, struktur keuangan, liquiditas, dan solvabilitas serta
kemampuan beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Informasi kinerja
perusahaan terutama profitabilitas, diperlukan untuk menilai perubahan potensial
sumber daya ekonomi yang mungkin dikendalikan di masa depan.
Informasi perubahan posisi keuangan bermanfaat untuk menilai aktivitas
investasi, pendanaan dan operasi selama periode pelaporan. Informasi ini berguna
bagi pemakai sebagai dasar dalam menilai kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan kas (dan setara kas) serta kebutuhan perusahaan untuk
memanfaatkan arus kas tersebut. Laporan keuangan juga menunjukkan kepada
pemakai akan apa yang telah dilakukan manajemen atau pertanggungjawaban
manajemen, agar mereka dapat membuat keputusan ekonomi.

2.1.3. Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan


Menurut Standar Akuntansi Keuangan, selain tujuan tersebut, akan lebih
bermanfaat jika laporan keuangan memiliki karakteristik kualitatif yang dapat
berguna bagi pemakai. Terdapat empat karakteristik kualitatif utama yaitu dapat
dipahami, relevan, keandalan dan dapat diperbandingkan.
Agar dapat memahami lebih jelas mengenai karakteristik kualitatif laporan
keuangan maka penulis akan menjelaskan secara ringkas empat karakteristik
kualitatif pokok yang membuat laporan keuangan berguna bagi pemakai
berdasarkan Kerangka Dasar Penyusunan Penyajian Laporan Keuangan:
1. Dapat Dipahami
Kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan keuangan adalah
kemudahannya untuk segera dapat dengan mudah dipahami oleh pemakai.

2. Relevan
Informasi memiliki kualitas yang relevan kalau dapat mempengaruhi
keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi
peristiwa masa lalu, masa kini atau masa depan, menegaskan atau
mengkoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu.

3. Keandalan
Informasi memiliki kualitas andal (reliable) jika bebas dari pengertian
menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagai
penyajian yang tulus dan jujur (representation faithfulness) atau disajikan
secara wajar.

4. Dapat Dibandingkan
Pemakai harus dapat memperbandingkan laporan keuangan perusahaan antar
periode untuk mengidentifikasi kecenderungan (trend) posisi dan kinerja
perusahaan.

2.1.4. Fungsi Laporan Keuangan


Laporan keuangan yang disusun dan disajikan kepada semua pihak yang
berkepentingan dengan eksistensi suatu perusahaan, pada hakekatnya merupakan
alat komunikasi. Artinya laporan keuangan itu adalah suatu alat yang digunakan
untuk mengkomunikasikan informasi keuangan dari suatu perusahaan dan
kegiatan-kegiatannya kepada mereka yang berkepentingan dengan perusahaan
tersebut.
Menurut Hernanto (1991:11), dari laporan keuangan, maka manajemen
dapat memperoleh informasi yang berfungsi untuk:
1. Merumuskan, melaksanakan dan mengadakan penilaian terhadap
kebijakan-kebijakan yang dianggap perlu.
2. Mengorganisasi dan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan atau
aktivitas dalam perusahaan.
3. Merencanakan dan mengendalikan kegiatan atau aktivitas sehari-hari
(dalam) perusahaan.
4. Mempelajari aspek, tahap-tahap kegiatan tertentu dalam perusahaan.
5. Menilai keadaan atau posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan.

Selain fungsi di atas, laporan keuangan juga berfungsi sebagai alat


pertanggungjawaban manajemen kepada semua pihak yang menanamkan dan
mempercayakan pengelolaan dananya kepada perusahaan. Melalui laporan
keuangan yang dipublikasikan oleh perusahaan, maka ada dua pihak yang
berkepentingan terhadap laporan keuangan tersebut, yaitu:
1. Pihak intern perusahaan, meliputi:
a. Pemilik perusahaan
b. Manajemen perusahaan
2. Pihak ekstern, meliputi:
a. Investor atau calon investor
b. Karyawan
c. Instansi pemerintah
d. Pemberi pinjaman
e. Pemasok dan kreditor usaha lainnya
f. Pelanggan
g. Masyarakat

2.1.5. Isi Laporan Keuangan


Laporan keuangan yang disusun oleh manajemen perusahaan menurut
Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan terdiri dari:
a. Neraca (Balance Sheet)
b. Laporan Laba-Rugi (Income Statement)
c. Laporan Arus Kas (Statement Of Cash Flow)
d. Laporan Perubahan Ekuitas (Statement of change in Equity)
e. Catatan atas Laporan keuangan (Notes to Financial Statement)
Berikut gambaran umum mengenai kelima laporan keuangan seperti yang
telah disebutkan di atas:
 Neraca (Balance Sheet)
Laporan yang menyediakan informasi mengenai aktiva, nilai dan jenis
investasi perusahaan, kewajiban perusahaan kepada kreditor, dan ekuitas
perusahaan. Neraca dapat dipergunakan sebagai dasar untuk menghitung
tingkat hasil pengembalian (return), mengevaluasi struktur modal perusahaan,
serta memperhitungkan likuiditas dan fleksibilitas keuangan perusahaan.

 Laporan Laba Rugi (Income Statement)


Laporan yang menyediakan informasi bagi pemakai (users) untuk meramalkan
profitabilitas dan arus kas perusahaan dimasa yang akan datang, mengevaluasi
kinerja perusahaan, serta mempelajari risiko yang dihadapi perusahaan.

 Laporan Perubahan Ekuitas (The Statements of Owner’s or Stockholder’s


Equity)
Laporan yang menyajikan informasi yang dapat membantu dalam
memperhitungkan prestasi perusahaan secara keseluruhan dengan
menyediakan informasi tambahan mengenai naik turunnya aktiva bersih
perusahaan dalam periode yang bersangkutan. Pada hakekatnya laporan ini
merupakan titik temu antara perincian neraca dan perhitungan laba-rugi.

 Laporan Arus Kas (The Statement Of Cash Flow)


Laporan yang menyajikan informasi mengenai sumber dan penggunaan kas
dalam periode yang bersangkutan, baik yang berkaitan dengan aktivitas
operasi, aktivitas investasi maupun aktivitas pendanaan.

 Catatan Atas Laporan Keuangan (Notes to Financial Statement)


Bagian integral dari laporan keuangan secara keseluruhan yang memberikan
penjelasan terhadap akun-akun dan komponen-komponen tertentu dalam
laporan keuangan, sehingga diharapkan para pengguna bisa mendapatkan
informasi yang cukup komprehensif mengenai laporan keuangan perusahaan
dalam rangka pengambilan keputusan ekonomi dan keuangan.

Berdasarkan latar belakang penelitian yang diambil oleh penulis, maka


titik berat permasalahan dalam penelitian ini yaitu laporan laba-rugi. Berikut ini
penulis akan memberikan uraian sekilas tentang laporan laba-rugi

2.1.6. Laporan Laba-Rugi


Laporan laba-rugi (Income Statement) merupakan suatu laporan yang
menyajikan kinerja suatu kesatuan usaha dalam suatu periode akuntansi. Menurut
Dwi Prastowo (2002:16) laporan laba-rugi adalah:
“Laporan keuangan yang memberikan informasi mengenai kemampuan
(potensi) perusahaan dalam menghasilkan laba (kinerja) selama periode
tertentu”.

Laporan laba-rugi menurut Standar Akuntansi Keuangan PSAK No.25


(2004;1) adalah sebagai berikut :
“Laba rugi merupakan laporan utama untuk melaporkan kinerja dari suatu
perusahaan selama satu periode tertentu. Informasi tentang kinerja suatu
perusahaan terutama tentang profitabilitas dibutuhkan untuk mengambil
keputusan tentang sumber ekonomi yang akan dikelola oleh suatu
perusahaan dimasa yang akan datang. Informasi tersebut juga seringkali
digunakan untuk memperkirakan kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan kas dan aktiva yang disamakan dengan kas dimasa yang
akan datang. Informasi tentang kemungkinan perubahan kinerja juga
penting dalam hal ini.”
Laporan laba-rugi mengandung informasi mengenai hasil usaha
perusahaan yaitu laba bersih, yang merupakan hasil dari pendapatan dikurangi
beban. Jika beban melebihi pendapatan maka hasilnya bagi perusahaan adalah
kerugian bersih untuk periode tersebut.
Walaupun belum ada keseragaman tentang susunan laporan laba rugi bagi
tiap-tiap perusahaan, namun prinsip-prinsip yang umumnya diterapkan adalah
sebagai berikut:
a. Bagian pertama menunjukkan penghasilan yang diperoleh dari usaha pokok,
diikuti dengan harga pokok dari barang/jasa yang dijual, sehingga diperoleh
laba kotor.
b. Bagian kedua menunjukkan biaya-biaya operasional yang terdiri dari biaya
penjualan, biaya administrasi dan umum.
c. Bagian ketiga menunjukkan hasil-hasil yang diperoleh di luar operasi pokok
perusahaan serta biaya-biayanya.
d. Bagian keempat menunjukan laba atau rugi, sehingga akhirnya diperoleh laba
bersih sebelum pajak pendapatan.
Bentuk dari laporan laba-rugi yang biasa digunakan sebagai berikut :
a. Bentuk single step, yaitu dengan menggabungkan semua penghasilan menjadi
satu kelompok dan semua biaya dalam satu kelompok, sehingga untuk
menghitung laba/rugi bersih hanya memerlukan satu langkah yaitu
mengurangkan total biaya terhadap total penghasilan.
b. Bentuk multiple step, dalam bentuk ini dilakukan pengelompokan yang lebih
teliti sesuai dengan prinsip yang diterima secara umum.
2.2. Laba
2.2.1 Pengertian Laba
Laba sebagai indikator kinerja perusahaan merupakan fokus utama dari
pelaporan keuangan modern. Karena tujuan utama perusahaan umumnya adalah
untuk memperoleh keuntungan atau laba. SFAC No.1 (Hendriksen 2000:330)
menyatakan bahwa:
“Fokus utama dari pelaporan keuangan adalah informasi tentang kinerja
perusahaan yang diberikan dalam ukuran penghasilan dan komponen-
komponennya.

Dari berbagai cara mengukur laba menunjukkan suatu konsep dasar yaitu:
laba adalah hasil dari investasi. Salah satu definisi laba yang diterima secara luas
adalah jumlah yang dapat diberikan kepada investor (sebagai hasil dari investasi)
dan kondisi perusahaan di akhir periode masih sama baiknya atau kayanya (well-
off) dengan di awal periode.
Hendriksen membagi konsep laba menjadi tiga tingkatan yaitu:
1. Tingkatan Stuktural / Sintaksis
2. Tingkatan Semantris / Interpretatif
3. Tingkatan Pragmatis / Behavioral
Pada tingkatan sistaksis laba didekati melalui aturan-aturan yang
mendefinisikannya. Laba akuntansi adalah penjumlahan dari banyak pos positif
dan negatif. SFAC 1 mengasumsikan bahwa laba dalam laporan keuangan
merupakan ukuran yang baik dari kinerja suatu perusahaan dan bahwa laba dalam
laporan keuangan dapat digunakan untuk meramalkan arus kas masa depan.
Ada dua pendekatan dalam pengukuran laba dalam tingkatan sistaksis
yaitu:
1. Pendekatan transaksi (transaction approach) terhadap pengukuran laba, yakni
merupakan pendekatan yang lebih konvensional yang digunakan oleh para
akuntan. Pendekatan ini melibatkan pencatatan perubahan dalam penilaian
aktiva dan kewajiban bahwa perubahan ini hanya merupakan akibat dari
transaksi (eksternal dan internal). Transakasi eksternal timbul dari hubungan
dengan pihak luar. Transaksi internal timbul dari perubahan penilaian pasar
atau perubahan harapan belaka.
2. Pendekatan aktivitas terhadap pengukuran laba, yaitu memusatkan pada
deskripsi aktivitas sebuah perusahaan dan bukan pada pelaporan transaksi.
Laba diasumsikan timbul bila aktivitas-aktivitas atau kejadian-kejadian
tertentu terjadi, tidak hanya sebagai hasil dari transaksi spesifik.
Pada tingkatan semantis laba didekati melalui hubungan pada realitas
ekonomi yang mendasarinya, konsep laba pada tingkat ini menunjukan dua hal
yaitu:
1. Konsep pemeliharaan modal (capital maintanance). Laba komprehensif
merupakan perubahan dalam modal sendiri (aktiva bersih) suatu kesatuan
usaha selama satu periode.
2. Konsep maksimasi laba. Pengujian keberhasilan atau kegagalan operasi suatu
perusahaan merupakan upaya untuk melihat sejauh mana kas yang diterima
kembali melebihi (atau kurang daripada) kas yang dikeluarkan
(diinvestasikan) dalam jangka panjang.
Pada tingkatan pragmatis laba didekati melalui pengurangan oleh investor
tanpa memperhatikan bagaimana hal itu diukur ataupun pengertiannya. Konsep
pragmatis dari laba berkaitan dengan proses keputusan dari investor dan kreditor,
reaksi harga sekuritas dalam pasar yang teratur terhadap pelaporan laba,
keputusan pengeluaran modal dari manajemen dan reaksi umpan balik dari
manajemen dan akuntan.
Ada dua konsep pengukuran laba yang banyak digunakan yaitu:
1. The Current Operating Concept of Income
Konsep laba operasi kini memusatkan perhatian pada pengukuran efisien
perusahaan. Istilah efisien berkaitan dengan pemanfaatan secara efektif sumber
daya perusahaan dalam mengoperasikan perusahaan dan menghasilkan laba.
Dalam menentukan laba, penekanan tertentu diletakkan pada istilah kini (masa
berjalan) dan operasi. Hanya perubahan nilai dan kejadian yang dapat
dikendalikan oleh manajemen dan yang dihasilkan dari periode berjalan yang
harus dimasukkan. Pendukung konsep ini menyatakan bahwa laba bersih yang
dilaporkan lebih berarti untuk perbandingan antar periode dan antar perusahaan
dan untuk membuat prediksi.

2. The all inclusive concept of income


Disebut juga laba komprehensif, didefinisikan sebagai total perubahan
dalam modal yang diakui dengan mencatat transaksi atau revaluasi perusahaan
selama satu periode tertentu, dengan tidak memasukkan pembagian deviden dan
transaksi modal.
Laba komprehensif menurut FASB mencakup (Hendriksen 2000:348):
“Perubahan tertentu yang lain dalam aktiva bersih (terutama keuntungan
dan kerugian tertentu yang ditahan) yang diakui dalam periode itu, seperti
beberapa perubahan dalam nilai pasar investasi dalam suatu sekuritas
ekuitas yang mudah dipasarkan yang diklasifikasikan sebagai aktiva
lancar, beberapa perubahan dalam nilai pasar investasi yang mempunyai
praktik akuntansi khusus untuk sekuritas yang mudah dipasarkan dan
penyesuaian transaksi valuta asing.”
FASB memilih menggunakan konsep pemeliharaan modal keuangan
(financial capital maintenance) dalam pengukuran laba.
Penghasilan = laba operasi kini + pos tidak berulang

Laba bersih = penghasilan + efek kumulatif perubahan prisip

akuntansi pada tahun-tahun sebelumnya.

Laba komprehensif = laba bersih + penyesuaian pada tahun-tahun

sebelumnya + perubahan bukan pemilik dalam


ekuitas yang tersisa.

Istilah perubahan bukan pemilik dimaksudkan untuk mengeluarkan transaksi


modal seperti deviden dan penerimaan modal baru.

FASB membagi 4 elemen komponen dalam pengukuran laba melalui


SFAC No.6 dalam buku Stice dkk. (2004:230), empat elemen komponen laba,
yaitu :
 Pendapatan (revenue) adalah arus masuk atau peningkatan lain dari aktiva
suatu entitas atau pelunasan kewajibannya (atau kombinasi keduanya) dari
penyerahan atau produksi suatu barang, pemberian jasa, atau aktivitas lain
yang merupakan usaha terbesar atau usaha utama yang sedang dilakukan
entitas tersebut
 Beban (expense) adalah arus keluar atau penggunaan lain dari aktiva atau
timbulnya kewajiban (atau kombinasi keduanya) dari penyerahan atau
produksi suatu barang, pemberian jasa, atau pelaksanaan aktivitas lain
yang merupakan usaha terbesar atas usaha utama yang sedang dilakukan
entitas tersebut.
 Keuntungan (gain) adalah peningkatan dalam ekuitas (aktiva bersih) dari
transaksi sampingan atau terjadi sesekali dari suatu entitas dan dari semua
transaksi, kejadian dan kondisi lainnya yang mempengaruhi entitas
tersebut, kecuali yang berasal dari pendapatan atau investasi pemilik.
 Kerugian (loss) adalah penurunan dalam ekuitas (aktiva bersih) dari
transaksi sampingan atau transakasi yang terjadi sesekali dari suatu entitas
dan dari semua transaksi, kejadian, dan kondisi lainnya yang
mempengaruhi entitas tersebut , kecuali yang berasal dari pendapatan atau
investasi pemilik.

Jadi unsur-unsur yang langsung berkaitan dengan pengukuran laba adalah


penghasilan dan beban. Penghasilan (income) dapat diartikan sebagai kenaikan
manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau
penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan
ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal. Penghasilan terdiri
dari pendapatan (revenue) dan keuntungan (gain). Penghasilan timbul dari
aktivitas normal perusahaan sedangkan keuntungan mencerminkan pos lainnya
yang memenuhi definisi penghasilan dan mungkin timbul dan atau mungkin tidak
timbul.
Beban (expense) adalah penurunan manfaat ekonomi selama satu periode
akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya
kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut
pembagian kepada penanam modal. Beban mencakup baik kerugian ataupun
beban yang timbul dalam pelaksanaan aktivitas normal perusahaan sedangkan
kerugian mencerminkan pos lain yang memenuhi definisi beban yang mungkin
timbul dan tidak timbul dari aktivitas normal perusahaan.
Jadi singkatnya laba merupakan hasil dari usaha (revenue) dikurangi
dengan beban (expenses) yang terkait dengan proses untuk menghasilkan revenue
tersebut (matching concept), laba merupakan selisih positif dari revenue setelah
dikurangi dengan expenses, sehingga mengakibatkan peningkatan dalam ekuitas
pemilik perusahaan.

2.2.2 Tujuan dan Manfaat Informasi Laba


Laba (earnings) merupakan salah satu informasi potensial yang
terkandung di dalam laporan keuangan dan merupakan informasi yang sangat
penting bagi pihak internal maupun eksternal perusahaan. Informasi laba
merupakan komponen dari laporan keuangan perusahaan yang bertujuan untuk
mengestimasi laba yang representative dalam jangka panjang, menaksir risiko
investasi dan pinjaman, sebagai dasar menilai kinerja keuangan perusahaan dan
kinerja manajemen.
Seperti yang dinyatakan FASB Kieso (1995:34):
“the primary focus of financial reporting, reporting is information about
an enterprices provided by measures of earnings and its components”.

Tujuan pelaporan laba menurut Hendriksen (2000:130) adalah:


“untuk memberikan informasi yang berguna bagi mereka yang paling
berkepentingan dengan laporan keuangan. Tetapi, tujuan yang lebih khusus
harus dirinci untuk lebih memahami pelaporan laba. Salah satu tujuan
dasar pelaporan laba yang paling penting bagi semua pemakai laporan
keuangan adalah untuk membedakan antara modal yang di investasikan
dengan laba, antara stok dan arus keuangan – sebagai bagian dari proses
akuntansi deskriptif. Tujuan yang lebih khusus meliputi penggunaan laba
sebagai pengukuran efisiensi manajemen, penggunaan angka laba historis
untuk membantu meramalkan keadaan usaha dan distribusi dividen di
masa yang akan datang”
Menurut study group on business income kegunaan laba adalah sebagai
berikut Schroeder & Mc Cullers (1987:70):
1. Income is used as the basic of one of the principal form of taxation.
2. Income is used in public reports as a measure of the success of a
corporation’s operations.
3. Income is used as a criterion for the determination of the availability
of dividends.
4. Income is used as a guide to trustees charged with distributing income
to a life tenent while pre serving the principal for remainderman.
5. Income is used as a guide to management of an enterprise in the
conduct of its affairs.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perhitungan laba umumnya


mempunyai dua tujuan yaitu:
1. Tujuan intern. Tujuan ini berhubungan dengan usaha pimpinan untuk
mengarahkan aktivitas perusahaan pada kegiatan yang menguntungkan.
Informasi mengenai laba dapat digunakan oleh pimpinan untuk mengevaluasi
aktivitas operasi perusahaan dalam periode yang lalu dan melakukan analisa
untuk memperbaikinya demi meningkatkan kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba.
2. Tujuan ekstern. Perhitungan laba juga ditujukan untuk memberikan
pertanggungjawaban kepada pemegang saham, kreditur, untuk keperluan
pajak dan lain-lain.
Jenis-jenis laba dalam kaitannya dengan perhitungan laba rugi terdiri dari
beberapa jenis diantaranya adalah:
1. Laba kotor, merupakan selisih antara hasil penjualan dan harga pokok
penjualan.
2. Laba operasi, merupakan hasil dari aktivitas-aktivitas yang termasuk ke dalam
rencana penjualan kecuali jika ada perubahan-perubahan besar dalam ekonomi
yang diharapkan dapat tercapai dalam tahun tersebut. Angka ini
menggambarkan kemampuan perusahaan untuk hidup dan mencapai laba yang
pantas sebagai balas jasa terhadap pemilik modal.
3. Laba sebelum pajak, merupakan laba operasi ditambah hasil-hasil dan
dikurangi biaya-biaya diluar operasi normal perusahaan. bagi pihak-pihak
tertentu terutama dalam hal pajak, angka ini merupakan bagian terpenting
karena menyatakan laba yang pada akhirnya dicapai perusahaan.
4. Laba sesudah pajak atau laba bersih, merupakan laba sebelum pajak dikurangi
dengan pajak.
Hasil operasi suatu perusahaan umumnya dirangkum dalam satu bagian
utama yaitu laba bersih atau laba sesudah pajak. Tetapi walaupun demikian laba
bersih ini belum dianggap ringkas, untuk itu digunakan indikator lainnya yang
lebih ringkas yaitu earning per share.

2.3. Creative Accounting


Mengacu pada prinsip agency theory, laporan keuangan yang disiapkan
oleh manajemen merupakan alat pertanggungjawaban mereka kepada pihak
prinsipal. Karena manajemen terlibat secara langsung dalam kegiatan usaha
perusahaan maka manajemen memiliki asimetri informasi dengan prinsipal,
sehingga manajemen memiliki kecenderungan untuk melaporkan segala sesuatu
yang memaksimumkan utilitasnya. Creative accounting sangat mungkin
dilakukan karena manajemen dengan asimetri informasi yang dimilikinya akan
lebih leluasa untuk memilih metode alternatif akuntansi tertentu jika terdapat
insentif dan motivasi untuk melakukannya. Cara yang paling sering mereka
gunakan adalah dengan merekayasa laba (earnings management), karena laba
sering kali menjadi fokus perhatian bagi pihak yang berkepentingan.

2.4. Earnings Management


Istilah earnings management atau manajemen laba mungkin tidak terlalu
asing bagi para pemerhati manajemen dan akuntansi, baik praktisi maupun
akademisi. Istilah tersebut mulai menarik perhatian para peneliti, khususnya
peneliti akuntansi, karena sering dihubungkan dengan perilaku manajer atau para
pembuat laporan keuangan. Earnings management diduga muncul atau dilakukan
oleh manajer atau para pembuat laporan keuangan dalam proses pelaporan
keuangan suatu organisasi karena mereka mengharapkan suatu manfaat dari
tindakan yang dilakukan.
Earnings management dapat diartikan bermacam-macam, tergantung dari
sisi mana kita melihatnya. Berikut beberapa definisi dan pendapat dari para ahli
mengenai earnings management.
Merchant dan Rokness (1994:79) dari sudut etika mendefinisikan
earnings management sebagai berikut:
“… any action on the part of mangement which effect reported income and
which provides no true economic advantage to the organization and may
infact in the long term be detrimental.”

Schipper (1989:92) mendefinisikan earnings management sebagai


berikut:
“disclosure mangement in the sense of purposeful interventation in the
external reporting process, with intent of obtaining some private gain.”

Mulford dan Comiskey (2002:3) mendefinisikan earnings management


sebagai berikut:
“The active manipulation of earnings toward a predetermined target, wich
a may be set by management, a forecast by analyst, or an amount that is
consistent with a smoother, more sustaineable earnings stream.

Rosenzweig dan Fischer (1994:31-32) mendefinisikan


earnings management sebagai berikut:
“the action of manager that are intended to increase (decrease) current
reported earnings of the units for which mananger is responsible without
geberating a corresponding increase (decrease) in the long term economic
profitability of the unit.”
Ayres (1994:28) mendefinisikan earnings management sebagai berikut:
“an intentional structuring of reporting or production/investment
decisions around the bottom line impact. It encompasses income
smoothing behavior but also includes any attempt to alter reported income
that would not occur unless management were concerned with the
financial reporting implications”.
Menurut Schoroeder dan Clark (1995) dalam penelitian Nurim dan
Kusuma mengenai earnings management menyatakan sebagai berikut:
“earnings management adalah suatu usaha untuk mempengaruhi laba yang
dilaporkan dalam jangka pendek, dengan harapan manajer dapat
mempengaruhi investor dan sebagai alat untuk mencapai beberapa
keuntungan pribadi management.”
Sedangkan menurut Widyaningdyah (2001:891):
“earnings management merupakan tindakan manajemen berupa campur
tangan dalam proses penyusunan dalam laporan keuangan dengan maksud
untuk meningkatkan kesejahteraannya secara personel maupun untuk
meningkatkan nilai perusahaan.”
Dari uraian definisi di atas, penulis mengambil kesimpulan bahwa
earnings management adalah suatu tindakan intervensi atas pelaporan pendapatan
perusahaan yang dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan untuk kepentingan
perusahaan dan individu yang dilandasi dengan alasan atau tujuan dan motivasi
ekonomi tertentu yang mana sebenarnya tidak memberikan keuntungan ekonomis
bagi perusahaan, bahkan dalam jangka panjang bisa merugikan perusahaan. Jadi
menurut penulis esesensi dari earnings management adalah: suatu kemampuan
untuk memilih pilihan-pilihan yang tersedia dan mengambil pilihan yang tepat
untuk dapat mencapai tingkat laba (earnings) yang diharapkan.
Seperti yang telah penulis sampaikan di atas, bahwa management
melakukan earnings management dilandasi dengan alasan dan motivasi atau
tujuan tertentu. Watt dan Zimmerman (1987) membagi motivasi earnings
management menjadi tiga yaitu:
1. Political cost hypothesis.
2. Debt equity hypothesis.
3. Bonus plan hyphothesis.
Political cost hypothesis adalah di mana perusahaan cenderung memilih
metode akuntansi yang menurunkan keuntungan untuk mengurangi political cost.
Debt equity hypothesis di mana perusahaan yang sedang menghadapi kesulitan
hutang cenderung untuk memilih metode akuntansi yang meningkatkan
keuntungan untuk menarik simpati dari para investor, dan bonus plan hyphothesis
di mana manajer yang bekerja di perusahaan yang menerapkan aturan bonus plan
akan memilih metode akuntansi yang bisa meningkatkan keuntungan individu
manajer.
Penulis menyimpulkan bahwa earnings dimanaje oleh manajemen
perusahaan adalah karena:
1. Baik teori maupun bukti empiris menunjukkan bahwa earnings atau laba telah
dijadikan sebagai suatu target dalam proses penilaian prestasi usaha suatu
departemen (manajer) atau perusahaan (organisasi) secara umum.
2. Laba atau tingkat keuntungan juga merupakan alat untuk mengurangi biaya
keagenan (agency costs), dari sisi teori keagenan (agency theory), dan juga
biaya kontrak, dari sisi teori kontrak (contracting theory). Misalnya, pada saat
keuntungan dijadikan sebagai patokan dalam pemberian bonus, hal ini akan
menciptakan dorongan kepada manajer untuk memanaje data keuangan agar
dapat menerima bonus seperti yang diinginkannya.
3. Alasan lain adalah mengingat akan pentingnya keuntungan atau perolehan
secara akuntansi (accounting income) untuk pembuatan keputusan oleh
banyak pihak, misalnya investor, kreditor, manajer, pemilik atau pemegang
saham, dan pemerintah.
Melihat kenyataan tersebut, tidak mengherankan bila banyak manajer
memanaje data keuangan atau keuntungan untuk kepentingan tertentu. Bukti
empiris juga menunjukkan bahwa keuntungan secara akuntansi adalah informasi
yang relevan atas aliran kas perusahaan saat ini dan masa datang yang pada
akhirnya dikaitkan dengan nilai perusahaan.
Akan tetapi tindakan earnings management ini tidaklah harus selalu
dikaitkan dengan tindakan kecurangan pihak manajemen ataupun usaha
memanipulasi data atau informasi akuntansi, tetapi lebih condong dikaitkan
dengan pemilihan metode akuntansi untuk mengatur keuntungan yang bisa
dilakukan karena memang diperkenankan menurut accounting regulations.
Selama earnings management tidak hanya berkaitan dengan motivasi individu
manajer untuk kepentingan pribadi tetapi untuk kepentingan perusahaan maka
tindakan manajer tersebut belum dapat dikatakan sebagai tindakan manipulasi.
Salah satu pola dari earnings management adalah income smoothing.

2.5. Perataan Laba (Income Smoothing)


2.5.1. Pengertian Perataan Laba
Perataan laba (income smoothing) merupakan salah satu sarana yang
digunakan oleh manajemen perusahaan dalam usahanya untuk melakukan
manjemen atas laba (earnings management).
Disfunctional behavior yang dilakukan dengan tindakan income
smoothing ini dilakukan dengan mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan
perusahaan, sehingga perusahaan tampak memperoleh tingkat laba yang stabil
melalui tehnik penyajian laporan keuangan.
Income smoothing pertama kali diperkenalkan oleh Hepworth (1953) dan
kemudian dikembangkan oleh Gordon (1964), yang menghasilkan empat proposi,
yaitu:
1. Proposition 1: the criterion of corporate management uses in selecting
among accounting principle is the maximization of its utility or
welfare.
2. Proposition 2: the utility of a manager increases with (1) its job
security, (2) the rate of growth in his income, and (3) the rate of
growth in the firm’s size.
3. Proposition 3: the achievement of the management goals stated in
proposition 2 is dependent in part on the satisfaction of stockholders
with the firm’s performance.
4. Proposition 4: stockholders satisfaction with a firm increasing the rate
of growth of income (or the average rate of return on equity) and the
stability of the income, is essential before manangers to be free to
pursue their own objectives.

Berdasarkan proposi di atas, kemudian dibuat rancangan teoremanya


sebagai berikut:
“given that the above proposition are accepted or found to be true, it
follows that a management should within the limit of its power ; i.e., the
latitude allowed by accounting rules, (1) smooth reported income, and (2)
smooth the rate of growth in income”.
Menurut Gordon manajemen terbatas kekuasaannya, sehingga ia mencari
jalan untuk mencapai tujuannnya, dengan cara mensiasati tehnik-tehnik penyajian
laporan keuangan yang dibenarkan / diijinkan oleh standar akuntansi yang
berlaku, misalnya (1) dengan meratakan laba yang dilaporkan, dan (2) meratakan
tingkat pertumbuhan laba.
Income smoothing telah menjadi topik yang menarik bagi para peneliti.
Walaupun cukup banyak peneliti dari berbagai negara yang telah meneliti tentang
perataan laba ini, tetapi hasilnya belum dapat dibakukan, karena begitu banyaknya
temuan-temuan yang saling bertolak belakang. Selain temuan tersebut, para
peneliti juga mencoba memberikan batasan atau definisi mengenai perataan laba
ini.
Berikut ini adalah beberapa definisi income smoothing yang dikemukakan
mereka :
Beidlemen (1973:653) “smoothing of reported earnings may be defined
as the intentional dampening of fluctuations about some level of earnings
that currently considered to be normal for a firm”.

Barnea, Ronen, Sanan (1976:111) “deliberate dampening of fluctuation


about some level of earning which is considered to be normal for a firm”.

Mulford dan Comiskey (2002:3) “A form of earnings management


designed to remove peaks and valleys from a normal earning series,
including steps to reduce and “store” profits during good years for use
during slower years”.
Imhoff (1981:24) “income smoothing is a special case of inadequate
financial statement disclosure. The smoothing of income implies some
deliberate effort to disclosure the financial information in such a way to
convey an artificially reduced variability of the income stream.”
Koch (1981:574) “income smoothing van bedefined as a means used by
management to diminish the variability of stream of reported income
numbers relative to some perceived target stream by the manipulation of
artificial (accounting) or real (transaction) variables”.
Moses (1987:360) “smoothing behavior is defined as an effort to reduse
fluctuations is reported earnings”.

Beatlle et al. (1994:793) “smoothing can be viewed in terms of the


reduction in earning variability over anumber of periode, or within a
single period, as the movement toward an expected level of reported
earning”.

Ashari, Koh, Tan, and Wong (1994)“deliberate voluntary acts by


manangement to reduce income variation by using certain accounting
deviced”.

Jadi income smoothing, merupakan suatu usaha yang sengaja dilakukan


oleh manajemen untuk menekan variasi dalam laba dengan tujuan agar laba yang
dilaporkan tidak fluktuatif. Jumlah laba satu periode tidak terlalu besar
dibandingkan dengan jumlah laba periode sebelumnya, sehingga laba yang
dilaporkan tersebut terlihat stabil pertumbuhannya sesuai dengan tingkat
pertumbuhan normal yang diharapkan pada periode itu, dan hal ini dilakukan
dengan menggunakan tehnik-tehnik dan kebijakan akuntansi (the creative
accounting practices) yang diperbolehkan oleh standar maupun prinsip yang
berlaku.

2.5.2. Faktor-faktor Pendorong Perataan Laba


Seperti telah disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa salah satu pola
dari earnings management adalah income smoothing. Sejalan dengan konsep
earnings management, pembahasan konsep income smoothing ini juga
menggunakan kerangka pemikiran teori keagenan (agency theory), bahwa income
smoothing timbul ketika terjadi konflik kepentingan (conflict of interest) antara
manajemen (agent) dan pemilik (principal). Kesenjangan informasi (information
gap) antara kedua pihak akhirnya memicu munculnya tindakan income smoothing.
Smith (1976) menjelaskan bahwa manajer perusahaan sangat cenderung
untuk melakukan income smoothing. Banyak penelitian empiris terdahulu telah
menguji faktor-faktor pendorong tersebut, namun temuan empiris yang didapatkan
menunjukkan kesimpulan yang belum sepakat.
Berikut ini disajikan faktor-faktor pendorong atau alasan tindakan perataan
laba berdasarkan hasil-hasil empiris terdahulu:
Tabel 2.1
Faktor-faktor Pendorong Tindakan Perataan Laba
No Nama Peneliti (Tahun) Faktor-Faktor Pendorong
1 Hepwort (1953) 1. to gain tax advantage
2. to improve relations with creditors, employee,
and investor.
3. Stable earnings give owners and creditors a
more confident feeling toward management.
2. Beidlemen (1973) 1. To reduce the uncertainly resulting from the
fluctuations ofn income numbers in general.
2. To reduce systematic risk in particular by
reducing the covariance of the firm’s
returns
with the market return
3. Barnea dkk. (1976) To convey their expectation of future cash flow
4. Ilmainir (1993) 1. Perubahan harga saham
2. Perbedaan laba aktual dan laba normal
3. Kebijakan akuntansi mengenai laba
5 Ashari dkk. (1994) 1. Profitabilitas
2. Sektor industri
3. Kebangsaan
6 Fern, Brown, dan 1. To affect a firm’s stock prices and risk
Dickey (1994) 2. To manipulate management compensation
3. To avoid political cost
7. Bhat (1996) 1. To improve investors perception of the risk of
the firm
2. To improve price stability af astock by
reducing its perceived earnings volatility
8 Jatingrum (2000) Profitabilitas

2.5.3. Target Perataan Laba


Yang menjadi sasaran / target dari suatu tindakan perataan laba adalah
informasi laba itu sendiri atau laba yang dilaporkan, yang dalam hal ini,
umumnya, berupa angka laba akuntansi yang tertera dalam laporan laba rugi suatu
perusahaan, karena pada saat melakukan analisisnya, para investor maupun
kreditor, dan pemakai laporan keuangan lainnya cenderung terfokus pada angka-
angka laba akuntansi yang dilaporkan. Income smoothing tersebut dianggap
berhasil jika, angka laba yang dilaporkan atau tertera dalam suatu laporan laba
rugi perusahaan menunjukan variabilitas yang rendah atau tidak terlalu fluktuatif
dibandingkan dengan angka laba periode-periode sebelumnya.
Dalam penelitian ini angka laba yang digunakan adalah angka laba operasi
(operating income) dan laba bersih (net income). Kedua angka tersebut digunakan
karena, laba operasi merupakan laba yang dihasilkan dari aktivitas utama
perusahaan, sedangkan laba bersih merupakan angka laba setelah pajak dan pos-
pos luar biasa yang mencakup seluruh akibat tindakan perataan laba, dimana
elemen-elemen atau pos-pos luar biasa tersebut juga dapat digunakan sebagai
sarana income smoothing.

2.5.4. Tehnik Perataan Laba


Berbagai instrumen laporan keuangan seperti, metode depresiasi,
perubahan kebijakan akuntansi, dan pos-pos luar biasa (extraordinary items)
sering digunakan oleh manajemen untuk meratakan laba, karena hal tersebut
diperbolehkan sepanjang masih dalam koridor yang dibenarkan oleh ketentuan,
standar, atau prinsip akuntansi yang berterima umum.
Merurut Wolk, dkk (1992:286), manajemen melakukan manipulasi
terhadap akun-akun tersebut dalam rangka perataan laba dengan cara:
1. The timing of transaction.
2. The choise of allocation methods / procedures.
3. Classification smoothing between operating and non- operating
income.

Senada dengan Wolk, Barnea (1976) mengemukakan bahwa manipulasi


terhadap instrumen-instrumen laporan keuangan, seperti yang telah disebutkan di
atas, dilakukan manajemen dengan cara:
1. Merencanakan waktu keterjadian dan atau pengakuan suatu peristiwa atau
transaksi dengan memanfaatkan aturan akuntansi yang mengatur pengakuan
kejadian secara akuntansi.
2. Kebijakan yang mengendalikan penentuan periode yang dapat dipengaruhi
oleh peristiwa tertentu berkaitan dengan kejadian dan pengakuan suatu
peristiwa.
3. Klasifikasi antara item-item dalam laporan laba untuk menurunkan variabilitas
pada periode tertentu.

Menurut Foster, unsur-unsur laporan keuangan yang sering kali dijadikan


objek untuk melakukan perataan laba adalah:
1. Unsur penjualan, antara lain dengan cara sebagai berikut:
a. Saat pembuatan faktur misalnya, penjualan yang sebenarnya untuk periode
yang akan datang pembuatan fakturnya dilakukan pada periode ini dan
dilaporkan sebagai penjualan pada periode ini.
b. Pembuatan pesanan atau penjualan fiktif.
c. Down grading (penurunan) produk, misalnya dengan cara
mengklasifikasikan produk yang belum rusak kedalam kelompok produk
rusak dan selanjutnya dilaporkan telah terjual dengan harga yang lebih
rendah dari harga yang sebenarnya.
2. Unsur biaya, antara lain dengan cara sebagai berikut:
a. Memecah-mecah faktur pembelian, misalnya, faktur untuk sebuah
pembelian / pesanan dan selanjutnya dibuatkan beberapa faktur dengan
tanggal yang berbeda, kemudian dilaporkan dalam beberapa periode
akuntansi.
b. Mencatat biaya dibayar dimuka (pre-payment) sebagai biaya. Misalnya,
melaporkan biaya advertensi dibayar dimuka untuk tahun depan sebagai
biaya advertensi tahun ini.

2.5.5. Metode Pendeteksian Perataan laba


Ada beberapa cara yang digunakan oleh peneliti-peneliti terdahulu dalam
melakukan pendeteksian income smoothing, untuk melakukan klasifikasi terhadap
perusahaan-perusahaan yang diteliti kedalam kelompok income smoothers dan
kelompok non-income smoothers.
Cara-cara tersebut akan dideskripsikan melalui tabel berikut:
Tabel 2.2 Metode Pendeteksian Perataan Laba

No Nama Peneliti (Tahun) Metode Pendeteksian Perataan Laba

1. Copeland (1968) Dengan 3(tiga) cara, antara lain:


1. Mendapatkan informasi langsung dari
manajemen melalui interview, kuesioner,
atau pengamatan
2. Menanyakan kepada pihak lain yang
mempunyai hubungan dengan perusahaan
(misalnya: Akuntan publik perusahaan yang
bersangkutan)
3. Melakukan analisis terhadap laporan
keuangan dan/atau laporan kepada lembaga
pemerintah (ex-post data)
2 Imhoff (1977) Imhoff menetapkan sales sebagai variabel
independen dengan asumsi bahwa sales bukan
merupakan obyek perataan. Imhoff
meregresikan income dan sales berdasarkan
waktu (time), dimana:
Income =  +  (time)

Sales =  +  (time)

Imhoff kemudian menetapkan variabilitas


sebagai ukuran dari R2 untuk setiap regresi
tersebut diatas. Imhoff menentukan keberadaan
perilaku income smoothing berdasarkan kriteria-
kriteria sebagai berikut:

1. Aliran laba yang stabil dan asosiasi yang


lemah antara sales dan income.
2. Terdapat suatu aliran income yang stabil dan
aliran sales yang berubah-ubah
3 Eckel (1981) Membandingkan variabilitas laba dengan
variabilitas penjualan, dimana jika kovarian
(CV) laba lebih kecil atau kurang dari kovarian
penjualan, maka perusahaan yang bersangkutan
dikategorikan sebagai income smoothers
(melakukan income smoothing). Jika sebaliknya
maka perusahaan dikategorikan sebagai non-
income smoothers (tidak melakukan income
smoothing). Model Eckel ini diformulasikan
sebagai berikut:
CVI < CVS : Income Smoothers
CVI > CVS : Non-Income Smoothers

Dari ketiga model tersebut di atas, yang paling umum dan banyak
digunakan oleh para peneliti dari berbagai negara, untuk mengklasifikasikan
perusahaan kedalam kelompok income smoothers (melakukan income smoothing)
atau non-income smoothers (tidak melakukan income smoothing), dalam
penelitian mengenai income smoothing adalah model Eckel. Model Eckel ini
membandingkan kovarian laba (CV∆I) dengan kovarian penjualan (CVS ), mana
yang lebih besar. Suatu perusahaan dikategorikan sebagai income smoothers jika
kovarian labanya lebih kecil dari kovarian penjualan CVI < CVS. ∆I merupakan
perubahan laba dalam satu periode, S merupakan perubahan
penjualan/pendapatan dalam satu periode. CV merupakan koefisien variasi dari
variabel, yaitu standar deviasi I atau S dibagi dengan rata-rata I atau S
Koefisien variasi (coefficient of variation / CV) dimaksud di atas, untuk
penjualan/pendapatan (sales/revenue) dan laba (income), dapat dirumuskan
sebagai berikut:
o∆I
CV∆I =
∆I
o∆S
CV∆S =
∆S

Keterangan:
 I = Standar deviasi perubahan laba dalam satu periode
S = Standar deviasi perubahan penjualan/pendapatan dalam satu periode
I = Rata – rata perubahan laba dalam satu periode
S = Rata – rata perubahan penjualan/pendapatan dalam satu periode

Penggunaaan model Eckel dalam rangka menentukan apakah suatu


perusahaan melakukan praktik income smoothing atau tidak melakukan praktik
income smoothing dalam berbagai penelitian empiris terdahulu adalah berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
1. Model Eckel ini telah digunakan oleh peneliti-peneliti terdahulu, baik di luar
negeri maupun di Indonesia.
2. Laba yang digunakan dalam model Eckel ini adalah laba yang sesungguhnya
terjadi, atau tidak menggunakan proyeksi laba, sehingga laba yang digunakan
dalam perhitungan akan bersifat obyektif.
3. Penjualan/pendapatan yang digunakan adalah penjualan/pendapatan bersih
yang sesungguhnya terjadi.
Selain hal-hal tersebut di atas, Ashari dkk. (1984) juga mengungkapkan
kelebihan-kelebihan model Eckel dimaksud, yaitu antara lain:
a. Objektif dan didasarkan pada perhitungan statistik yang dapat menghasilkan
pemisah yang jelas antara perusahaan perata laba (income smoothers) dan
bukan perata laba (non-income smoothers).
b. Tidak tergantung pada prediksi laba, dan pembuatan model yang diperlukan
untuk penetapan laba yang diharapkan, pengujian biaya, atau pertimbangan
subjektif lainnya. Biasanya, pembuatan model pengharapan (expectation
models) sulit dilakukan dan dapat menghasilkan kesimpulan yang
mengandung kesalahan.
c. Model Eckel tersebut mengukur perataan dengan cara merata-ratakan
pengaruh beberapa variabel perataan dan untuk mengidentifikasikan perataan
diperlukan waktu lebih dari satu periode.
2.6. Return
2.6.1. Pengertian Return
Tujuan utama seorang investor dalam berinvestasi adalah untuk
mendapatkan keuntungan dari investasinya tersebut, dan keuntungan itu lazim
disebut return. Jadi, return merupakan hasil yang diperoleh atau diharapkan
diperoleh dari suatu investasi.
Van Horne dan Wachowicz. Jr (1992;100) mendefinisikan return
sebagai berikut:
“return is income received on an investment plus any change in market
price, usually expressed a percent of the beginning market price of the
investment”.

Definisi di atas menyatakan bahwa return merupakan hasil yang diterima


dari suatu investasi ditambah dengan perolehan dari perubahan harga pasar
investasi tersebut, yang biasanya dinyatakan dalam suatu persentase dari harga
pasar awal investasi. Sedangkan menurut Fischer dan Jordan (1995;66),
pengertian return adalah sebagai berikut :
“Return is motivating force and the principal reward in the investment
process, and it is the key method available to investors in comparing
alternative investment. Measuring historical retruns allows investors to
assess how well they have done, and it plays a part in the estimation of
future unknown returns”.
Dari pengertian di atas, return adalah motivasi terbesar dan penghargaan
utama dalam suatu proses investasi, dan merupakan hal yang penting bagi para
investor dalam memperbandingkan investasinya dengan alternatif lainnya.
Menurut Jogiyanto (2003;109), return saham dapat berupa realisasi atau
juga return ekspektasi. Return realisasi merupakan return yang sudah terjadi dan
dihitung berdasarkan data historis. Return realisasi ini penting karena digunakan
sebagai salah satu pengukur kinerja dari perusahaan, yang berguna juga sebagai
dasar penentuan return ekspektasi dan risiko di masa yang akan datang.
Sedangkan, return ekspektasi merupakan return yang belum terjadi, tetapi
diharapkan akan terjadi di masa mendatang. Jadi return ekspektasi masih
merupakan pengharapan di masa yang akan datang.
2.6.2. Jenis dan Cara Pengukuran Return
Dalam konteks pembahasan mengenai investasi saham, secara garis besar
ada dua jenis return, yaitu return aktual adalah return yang telah terjadi (realized
return), sedangkan return ekspektasi adalah return yang diharapkan terjadi di
masa yang akan datang. Masing-masing dari kedua jenis return tersebut di atas
dapat diukur dengan berbagai macam cara atau metode. Berikut adalah cara-cara
pengukuran kedua jenis return tersebut.
1. Return Realisasi (Realized Return)
Beberapa pengukuran return realisasi yang banyak digunakan adalah
return total (total return), relatif return (return relative), kumulatif return (return
cumulative), return disesuaikan (adjusted return), dan rata-rata return yang terdiri
dari rata-rata aritmatika (arithmetic mean) dan rata-rata geometri (geometric
mean).
a. Return Total
Return total merupakan return keseluruhan dari suatu investasi dalam
suatu periode tertentu. Return total terdiri dari capital gain dan yield. Capital gain
merupakan selisih dari harga investasi sekarang relatif dengan harga periode yang
lalu. Sedangkan yield adalah persentase penerimaan kas periodik terhadap harga
investasi tertentu dari suatu investasi. Secara matematis, return total dirumuskan
sebagai berikut :
Return total
= Capital Gain (Loss) + Yield
Pt — Pt–1 Dt
Return Total = +
Pt– Pt–1
1
Keterangan:
Pt = Harga saham periode ke – t
Pt-1 = Harga saham periode ke – t-1
Dt = Dividen periodik yang dibagikan untuk periode ke – t

b. Relatif Return
Return total di atas dapat bernilai negatif atau positif. Kadangkala, untuk
perhitungan tertentu, misalnya rata-rata geometrik yang menggunakan
perhitungan pengakaran dibutuhkan suatu return yang harus bernilai positif.
Untuk itu, relatif return dapat digunakan, yaitu dengan menambah nilai 1 (satu)
terhadap nilai return total sebagai berikut :
Relatif Return = (return total +1)

c. Rata-rata Aritmatik
Seperti telah disebutkan di atas, bahwa rata-rata aritmatika tidak
memperhatikan tingkat pertumbuhan kumulatif return dari waktu ke waktu,
sehingga jarang digunakan untuk mengukur return. Rata-rata aritmatika
dirumuskan sebagai berikut:

R1 + R 2 + R n
RA = n
Keterangan :
RA = Rata-rata aritmatika
R1,2,…..n = return untuk periode ke 1,2,…,n
n = jumlah periode return

d. Rata-rata Geometrik
Rata-rata geometrik (geometric mean) banyak digunakan untuk
menghitung rata-rata return beberapa periode, misalnya untuk menghitung rata-
rata return beberapa periode, misalnya untuk menghitung return mingguan, atau
return bulanan, yang mana dihitung berdasarkan rata-rata geometirk dari return-
return harian. Untuk perhitungan return seperti ini, rata-rata geometrik lebih tepat
digunakan dibandingkan jika menggunakan metode rata-rata aritmatik biasa,
karena rata-rata geometrik memperhatikan pertumbuhan return suatu surat
berharga (saham, obligasi, dll) dari waktu ke waktu, sedangkan rata-rata aritmatik
tidak. Rata-rata geometrik ini secara metematis dirumuskan sebagai berikut :
RG = [(1+R1)] (1+R2)…..(1+Rn)]1/n = 1

Keterangan :
RG = Rata-rata geometrik
R1,2,…..n = Return untuk periode ke 1,2,…n
n = jumlah periode return.

e. Indeks Kemakmuran Kumulatif (Cumulative Wealth Index)


Indeks Kemakmuran Kumulatif (IKK) (cumulative wealth index)
digunakan untuk mengukur akumulasi semua return mulai dari kemakmuran awal
yang dimiliki (KKo) yang dimiliki sampai akhir periode yang akan dihitung.
Secara matematis IKK dinotasikan sebagai berikut:
IKK = KK0 (1+R1) (1+R2)…..(1+Rn)

Keterangan :
IKK = Indeks kemakmuran kumulatif dari periode pertama s.d periode ke – n
KK0 = kekayaan awal, biasanya digunakan nilai Rp. 1
Rt = Return periode ke-t, mulai dari awal periode (t=1) s.d akhir periode (t=n)

Dari rata-rata geometrik kita dapat menghitung indeks kemakmuran kumulatif


dengan rumus:
IKKt = (1 + RG)n bv
Keterangan:
IKK = Indeks Kemakmuran Kumulatif
t = periode ke t
n = lama periode dari periode dasar ke periode ke-t
bv = nilai dasar

f. Return yang Disesuaikan


Return yang dibahas sebelumnya adalah return nominal (nominal return)
yang hanya mengukur perubahan nilai uang tetapi tidak mempertimbangkan
tingkat daya beli dari nilai uang tersebut. Untuk mempertimbangkan hal ini, maka
menurut beberapa peneliti, return nominal tersebut perlu disesuaikan dengan
tingkat inflasi yang ada. Return ini disebut dengan return riil (real return) atau
return yang disesuaikan dengan inflasi (inflation adjusted return), yang mana
secara sistematis dinotasikan sebagai berikut :

(1 + R)
Rµ= (1 + IF)— 1

Keterangan :
Rµ = Return disesuaikan dengan tingkat inflasi
R = Return nominal
IF = Tingkat inflasi
2. Return Ekspektasi
Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa return ekspektasi (expected
return) adalah return yang diharapkan terjadi di masa yang akan datang. Jadi
return ini belum terjadi melainkan yang diharapkan terjadi. Expected return akan
dijelaskan secara singkat oleh penulis karena return ini tidak digunakan dalam
penelitian.
Expected return dapat dihitung berdasarkan beberapa cara, antara lain:
a. Berdasarkan nilai ekspektasi masa depan
Return ekspektasi cara ini dihitung dengan metode nilai ekspektasi
(expected value), yaitu mengalikan masing-masing hasil masa depan
(outcome) dengan probabilitas kejadiannya dan menjumlah semua produk
perkalian tersebut.

b. Berdasarkan nilai-nilai return historis


Ada tiga metode yang dapat diterapkan untuk menghitung return
ekspektasi ini, yaitu metode rata-rata (mean method), metode tren (trend
method), dan metode jalan acak (random walk method). Metode mana
yang terbaik, tergantung dari distribusi data return-nya.

c. Berdasarkan model untuk menghitung return ekspektasi yang ada


Model yang tersedia dan popular serta banyak digunakan adalah Single
Index Model dan Capital Asset Pricing Model (CAPM).

2.6.3. Return Yang Digunakan Dalam Penelitian ini


Return yang digunakan dalam penelitian ini adalah return saham dari
kedua jenis perusahaan, yang dikelompokkan ke dalam kelompok income
smoothers dan non-income smoothers, yang akan dihitung dengan
mengakumulasikan semua return mulai dari awal sampai akhir periode
pengamatan. Maka metode yang cocok dan sesuai dengan tujuan penelitian ini
adalah metode indeks kemakmuran kumulatif / IKK (cumulative wealth index).
Metode ini dinilai cocok dan dipilih untuk menilai return perusahaan karena
metode ini mengakumulasikan semua return dari awal sampai akhir periode
pengamatan, sehingga hasilnya mencerminkan peningkatan nilai saham di akhir
periode pengamatan.

2.7. Hubungan Return dengan Praktik Perataan Laba


Faktor yang menjadi pertimbangan utama para investor dalam melakukan
analisis investasi untuk menentukan pada saham mana ia akan menginvestasikan
uangnya, adalah return dan risk yang melekat pada surat berharga (saham)
tersebut. Dalam melakukan analisis tersebut, investor cenderung memusatkan
perhatiannya pada laba (sesuai dengan FASB SFAC No.1), karena informasi laba
perusahaan dapat membantu dalam mengestimasi kemampuan laba yang
representatif dalam jangka panjang, memprediksi laba, serta menaksir risiko
dalam investasi yang dilakukan atau akan dilakukan.
Umumnya preferensi investor adalah melakukan investasi dalam saham
perusahaan-perusahaan yang memiliki pertumbuhan laba tidak fluktuatif atau
tidak terlalu bervariasi, karena menurut para investor tersebut, laba yang tingkat
pertumbuhannya stabil (smooth income) merefleksikan bahwa perusahaan tersebut
beroperasi dan menghasikan return yang stabil dan memiliki risiko yang rendah
atau paling tidak, risiko yang wajar. Kebanyakan investor kurang menyukai
perusahaan yang memiliki pertumbuhan laba yang fluktuatif atau variasi labanya
tinggi, karena selain menyulitkan investor tersebut dalam melakukan prediksi atas
laba (earnings power), fluktuasi laba juga mencerminkan ketidakpastian, sehingga
meningkatkan risiko.
Perilaku investor ini cukup rasional mengingat pada umumnya investor
menghindari risiko (risk averse), terlebih dengan adanya pengalaman krisis
ekonomi yang pernah melanda Indonesia secara berkepanjangan, yang mana telah
menimbulkan trauma bagi para investor.
Berdasarkan hal tersebut di atas, manajemen terdorong untuk melakukan
earnings management melalui income smoothing, yaitu dengan mengurangi
fluktuasi laba yang dilaporkan perusahaan, sehingga perusahaan tampak
memperoleh tingkat laba yang stabil. Hal ini dilakukan karena informasi laba
dengan tingkat pertumbuhan yang stabil tersebut mencerminkan bahwa
perusahaan yang bersangkutan memiliki return yang stabil pula dengan risiko
yang wajar, dibandingkan dengan perusahaan yang tidak melakukan income
smoothing.

Anda mungkin juga menyukai