Anda di halaman 1dari 8

RINGKASAN MATA KULIAH (RMK)

“STRUKTUR KEPEMILIKAN PERUSAHAAN”

Mata Kuliah: Corporate Governance (EMA 469A C4)

Dosen Pengampu: Dr. I Gusti Ayu Made Asri Dwija Putri, S.E., M.Si. CMA

Oleh :

I Dewa Ayu Adnyaswari

(1707531115)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

2020
1. Organisasi dan Lingkungan
Good governance dalam organisasi merupakan kebutuhan mendesak bagi pucuk
pimpinan organisasi. Kebijakan good governance sebagai instrumen dasar dalam
merancang pedoman good governance dalam organisasi harus memiliki perspektif yang
luas, sehingga bisa menjadi pedoman yang dapat diandalkan. Sebagaimana kita ketahui,
dewan komisaris dan dewan direksi yang bertanggungjawab atas pengelolaan sumber
daya organisasi dalam rangka tercapainya tujuan organisasi sesuai dengan prinsip
corporate governance. Berdasarkan literatur manajemen, pemimpin yang menentukan
berhasil atau tidaknya suatu organisasi. Hal ini konsisten dengan konsep good
governance dimana pemain kunci penegakkan “good governance” dalam suatu
organisasi. Dalam konteks manajemen modern sistem governance memerlukan
perhatian yang besar selaras dengan semakin komplek sitasnya organisasi dan tuntutan
dari para stakeholders.

2. Control Versus Ownership Right


Pada tipe perusahaan yang seperti ini, terdapat dua kelompok pemegang saham,
yaitu pemegang saham mayoritas yang bertindak sebagai pengendali dan pemegang
saham minoritas. Menurut Bae et al. (2003) kepemilikan yang terkonsentrasi ini
merupakan salah satu ciri dari control based model, selain menekankan pada insider
board, pengungkapan yang terbatas, dan ketergantungan pada keuangan atau sistem
perbankan keluarga. Karakteristik perusahaan ini banyak dijumpai di negara-negara
yang sedang berkembang (seperti Indonesia, Korea) dan Continental European.
Masalah keagenan yang timbul terutama adalah antara pengendali dan pemegang saham
minoritas.
Masalah keagenan menjadi semakin makin serius karena seringkali perusahaan yang
terdaftar di bursa merupakan salah satu unit usaha dari grup sehingga masalah self-
dealing yang dapat merugikan pemegang saham minoritas sering terjadi. Karena itu
bukan hanya diperlukan adanya peraturan yang mencegah hal ini tetapi juga harus ada
mekanisme untuk menegakkan peraturan tersebut. Roche (2005) berpendapat bahwa
perusahaan yang kepemilikannya terkonsentrasi, mempunyai beberapa keuntungan
seperti pemegang saham mayoritas (insider) memiliki kekuatan dan insentif untuk
mengawasi manajemen dengan lebih dekat, sehingga dapat meminimalkan timbulnya

2
mismanajemen dan kecurangan. Selain itu, karena kepemilikan mereka yang signifikan
dan adanya hak pengendalian, insider cenderung untuk menjaga investasinya dalam
perusahaan untuk jangka waktu yang lama. Kelemahan dari sistem ini antara lain,
pemegang saham mayoritas dapat berkolusi dengan manajemen untuk mengambil alih
asset perusahaan dengan biaya dari pemegang saham minoritas. Ini merupakan risiko
yang signifikan bagi pemegang saham minoritas yang tidak dilindungi dengan hukum.
Hal yang sama, ketika manajer mengendalikan sejumlah besar saham atau hak suara
yang digunakan untuk mempengaruhi keputusan dewan yang menguntungkan mereka
dengan biaya perusahaan.
Jadi terdapat masalah keagenan antara pemegang saham minoritas dengan
pengendali (pemegang saham mayoritas). Selain itu kemungkinan terjadi masalah
keagenan antara pemilik dan kreditur lebih besar daripada tipe perusahaan yang
kepemilikannya menyebar. Samad (2004) dalam penelitiannya pada perusahaan-
perusahaan di Malaysia menemukan bahwa kepemilikan yang terkonsentrasi dapat
membuat kinerja perusahaan menjadi lebih baik, dan komposisi kepemilikan tersebut
merupakan elemen penting untuk memacu kinerja perusahaan yang lebih baik.

3. Pemisahan Kepemilikan Dan Pengendalian


Pada mulanya pada saat perusahaan masih belum berkembang (tertutup), pemilik
(owner) masih merangkap juga sebagai manajer perusahaan yang menjalankan usaha
sehari-hari. Namun seiring dengan berkembangnya kepemilikan pada banyak pihak
(diverse ownership), maka para pemilik perusahaan (shareholders) harus menyerahkan
pengendalian perusahaan (control) kepada pihak lain, dalam hal ini management yang
akan menjalankan kegiatan sehari-hari.
Inilah awal konsep “separation of ownership and control”- pemisahan antara
kepemilikan (ownership) dan pengendalian (control). Pemisahan ini kemudian dikenal
dengan teori “agency theory / agency relationship”, dimana terdapat pihak principal
(shareholders) yang mendelegasikan kewenangan mengelola perusahaan kepada agent
(manajemen) dan untuk bertindak mewakili kepentingan principal. Adanya pemisahan
antara kepemilikan dan pengendalian ini juga menimbulkan permasalahan yang dikenal
sebagai “agency problem”, yaitu adanya perbedaan kepentingan antara pemilik dan
manajemen. Pemilik mengharapkan perusahaannya bisa tumbuh dalam jangka panjang,

3
sedangkan manajemen dalam menjalankan tugasnya lebih berorientasi kepada jangka
pendek, sesuai dengan kontrak masa kerjanya, dan penyalahgunaan wewenang untuk
kepentingan pribadi yang dibebankan kepada perusahaan.

4. Struktur Kepemilikan Dan Mekanisme Pengendalian


Struktur kepemilikan adalah elemen dasar dalam corporate governance suatu
perusahaan. Keberhasilan penerapan corporate governance tidak lepas dari struktur
kepemilikan perusahaan. Struktur kepemilikan tercermin baik dalam instrumen saham
maupun instrumen hutang, sehingga melalui struktur tersebut dapat ditelaah
kemungkinan bentuk masalah keagenan yang terjadi. Secara umum struktur
kepemilikan suatu perusahaan menunjuk kepada konfigurasi saham yang dimiliki oleh
investor, baik individual di luar perusahaan. Struktur kepemilikan sangat tergantung
bagaimana perusahaan memenuhi kebutuhan pendanaannya.
Struktur kepemilikan dipercaya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi
jalannya perusahaan yang nantinya dapat mempengaruhi kinerja perusahaan. Agency
problem dapat dikurangi dengan adanya struktur kepemilikan. Struktur kepemilikan
merupakan suatu mekanisme untuk mengurangi konflik antara manajemen dan
pemegang saham. Agrawal and Knoeber, (1996) menjelaskan bahwa pembagian
mekanisme pengendali corporate governance menjadi 2, eksternal dan internal
Mekanisme eksternal dijelaskan melalui outsiders.Hal ini termasuk pemegang saham
institusional, outside block holdings, dan kegiatan takeover. Mekanisme pengendalian
eksternal tidak hanya pasar modal saja, tetapi juga perbankan sebagai penyuntik dana,
masyarakat sebagai konsumen, supplier, tenaga kerja, pemerintah sebagai regulator,
serta stakeholder lainnya.
Mekanisme pengendalian internal yang berhubungan langsung dengan proses
pengambilan keputusan perusahaan tidak hanya dewan komisaris saja, tetapi ada juga
komite-komite dibawahnya seperti dewan direksi, sekretaris perusahaan, dan
manajemen. Hal ini juga dipengaruhi oleh pemegang saham internal, anggota dari
dewan komisaris dan karakteristiknya seperti ukuran dewan komisaris, jumlah dari
dewan komisaris yang independen (dari luar perusahaan), komite remunerasi,
pembiayaan utang.

4
Menurut Jensen (2000), tujuan utama dari sistem pengendalian internal adalah
untuk memberikan peringatan awal, mengembalikan organisasi sebelum mencapai
tingkat kritis. Menurut Lukviarman (2002), dewan komisaris dalam hal ini
merupakan pihak sebagai penanggungjawab final dalam fungsi perusahaan .
Sistem corporate governance sangat kompleks dan terintegrasi sehingga diperlukan
suatu mekanisme kontrol. Mekanisme kontrol pada corporate governance dirancang
untuk mengurangi ketidakefisienan kinerja manajemen perusahaan yang timbul
karena moral hazard, kesalahan dalam pengambilan keputusan dalam mencapai
tujuan perusahaan

5. Struktur Kepemilikan Di Negara Maju


Menurut Sycip di kebanyakan negara industri maju seperti Inggris, Amerika,
Australia, Jerman, dan Perancis mayoritas perusahaan besar dan menengah berstatus
perusahaan publik. Sebagian besar pemegang saham perusahaan-publik adalah
masyarakat. Separuh dari penduduk usia dewasa di Australia misalnya, memiliki
saham-saham perusahaan publik.
Di Negara industri maju pasar modal menjadi sumber utama pendanaan operasi
jangka menengah perusahaan. Sebagai contoh sekitar 70-80% saham perusahaan-
perusahaan besar di Amerika dimiliki pemegang saham institusional. Investor orang
perorangan menanamkan dananya melalui investor institusional seperti dana pensiun,
mutual funds atau perusahaam reksa dana. Oleh karena itu di negara-negara tersebut
para pemegang saham mengumandangkan suara yang lantang agar perusahaan-
perusahaan publik menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance secara
konsekuen, termasuk melakukan evaluasi kinerja Board of Directors secara periodik.
Tujuan menyarankan perusahaan menerapkan prinsip-prinsip good corporate
governance tersebut adalah untuk melindungi hak dan kepentingan para pemegang
saham.

6. Struktur Kepemilikan Di Asia


Di kawasan Asia, pada umumnya pemisahan antara kepemilikan dan
kepengelolaan perusahaan tidak terlalu berkembang. Bisnis lebih bersifat
kekeluargaan sehingga kelompok-kelompok usaha besar yang berkembang selalu

5
dikendalikan oleh anggota keluarga dari hubungan darah atau hubungan perkawinan.
Hal tersebut sangat terasa dalam sistem Keiretsu di Jepang, Chebol di Korea, dan
Konglomerasi di Indonesia.
Dalam sistem Anglo-Saxon, pemisahan antara pemilik dan pengelola perusahaan
umumnya cukup tegas. Pemilik modal menyerahkan sepenuhnya pengelolaan
perusahaan kepada para professional. Hal tersebut bisa terjadi karena adanya
dukungan sistem pasar modal yang kuat sehingga kepemilikan perusahaan bisa
dijualbelikan dengan baik.
Dalam hal ini, kepemilikan perusahaan bisa saja terjadi secara anonym lewat
pembelian kepemilikan perusahaan lewat mekanisme pasa modal. Umumnya, para
pemilik modal ini memiliki suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham. Para
pemilik modal dikelompokkan dalam pemilik modal besar (blockholder) atau
pemilik modal kecil (ritel). Pemilik modal besar memiliki hak suara cukup besar
serta posisi lemah dalam menyuarakan kepentingan. Bahkan, banyak diantara mereka
yang merasa tidak memiliki insentif untuk menyuarakan kepentingan. Namun, dalam
perusahaan dikenal sistem “komisaris independen” yang bertugas melindungi
kepentingan pemegang saham minoritas.
Di Korea, Singapura, Taiwan, dan Hongkong, kontrol keluarga terhadap
perusahaan begitu tinggi. Kontrol para pemilik perusahaan dilakukan melalui
struktur piramida dan kepemilikan silang diantara beberapa perusahaan. Model ini
nampaknya sangat umum terjadi di semua negara di kawasan Asia Tenggara. Jadi
pada dasarnya, pemisahan antara pemilik dan pengelola sangat jarang terjadi di
kawasan tersebut. Ditambah lagi, pemisahan antara kontrol dan manajerial juga
jarang terjadi karena para pemilik menguasai hak suara dengan model kepemilikan
silang yang dipertahankan untuk mempertahankan posisi suara.

7. Struktur Kepemilikan Di Indonesia


Kepemilikan saham di negara berkembang sebagian besar dikontrol oleh
kepemilikan keluarga, termasuk perusahaan di Indonesia (Arifin, 2003). Perusahaan
seperti ini lebih efisien daripada perusahaan yang dimiliki publik karena biaya
pengawasannya (monitoring cost) lebih kecil. Perusahaan publik di Indonesia,
perusahaan yang dikendalikan keluarga, perusahaan negara, atau perusahaan yang

6
dikendalikan institusional, memiliki masalah agensi yang lebih kecil daripada
perusahaan yang dikendalikan public atau perusahaan tanpa pemegang saham
pengendali. Perusahaan yang dikendalikan keluarga memiliki masalah agensi yang
lebih sedikit karena terdapat konflik yang lebih sedikit antara prinsipal dan agen,
tetapi terdapat masalah agensi lain yaitu antara pemegang saham mayoritas dengan
pemegang saham minoritas.
Perusahaan dikatakan dimiliki oleh keluarga apabila pimpinan atau keluarga
memiliki lebih dari 20% hak suara. Menurut Harijono (2013), penelusuran
kepemilikan keluarga dilakukan dengan melihat nama dewan direksi dan dewan
komi saris Jika nama dewan direksi dan dewan komisaris cenderung sama
dalam beberapa tahun dan mempunyai saham dalam kepemilikan perusahaan
maka bisa saja perusahaan tersebut termasuk dalam kepemilikan oleh keluarga. Jika
perusahaan dimiliki institusi lain, maka penelusuran kepemilikan dilakukan dengan
analisis kepemilikan piramida dan struktur lintas kepemilikan. Setelah ditelusuri
maka dapat diketahui jika saham pengendali perusahaan tersebut adalah individu,
maka bisa dikategorikan sebagai kepemilikan keluarga.
Kepemilikan saham keluarga yang besar mempunyai pengaruh negatif bagi
kinerja perusahaan. Hal ini terjadi karena keluarga cenderung mengambil manfaat
pribadi dari perusahaan dengan semakin banyak nilai saham yang di investasikan
maka semakin mudah untuk mengendalikan perusahaan. Ketika timbul suatu resiko
yang sangat tinggi yang dialami oleh perusahaan, maka pemilik akan cenderung
lebih menyelamatkan uang yang mereka investasikan daripada memperbaiki
kinerja perusahaan.
Anderson dan Reeb (2004) yang melakukan penelitian di Indonesia menemukan
bahwa kepemilikan keluarga berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan
perusahaan hal ini disebabkan karena perlindungan hukum terhadap investor
dalam struktur kepemilikan sangatlah lemah sehingga timbul masalah agensi
yang dapat mengganggu kinerja perusahaan.

7
DAFTAR PUSTAKA

Aprianingsih, Asri (2016). Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance,


Struktur Kepemilikan, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kinerja
Keuangan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Inonesia Periode
2011-2014. Skripsi Universitas Negeri Yogyakarta: Tidak Diterbitkan.
Goergen, Marc. 2012. International Corporate Governance. England: Pearson
Education Limited.
Hernawan, Bobi. 2015. Corporate Governance: Dua Makna Konesep Separation
of Ownership and Control. Tersedia di: (https://www.
kompasiana.com/boby-hernawan/552fef086ea834b36b8b45cd/corporate-
governance-dua-makna-konsep-separation-of-ownership-and-control),
Diakses pada 01 Maret 2020.
Sutojo, Siswanto. Aldridge, E John. Good Corporate Governance-Tata Kelola
Perusahaan Yang Sehat. Jakarta: PT Damar Mulia Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai