Dosen Pengampu: Dr. I Gusti Ayu Made Asri Dwija Putri, S.E., M.Si. CMA
Oleh :
(1707531115)
UNIVERSITAS UDAYANA
2020
1. Organisasi dan Lingkungan
Good governance dalam organisasi merupakan kebutuhan mendesak bagi pucuk
pimpinan organisasi. Kebijakan good governance sebagai instrumen dasar dalam
merancang pedoman good governance dalam organisasi harus memiliki perspektif yang
luas, sehingga bisa menjadi pedoman yang dapat diandalkan. Sebagaimana kita ketahui,
dewan komisaris dan dewan direksi yang bertanggungjawab atas pengelolaan sumber
daya organisasi dalam rangka tercapainya tujuan organisasi sesuai dengan prinsip
corporate governance. Berdasarkan literatur manajemen, pemimpin yang menentukan
berhasil atau tidaknya suatu organisasi. Hal ini konsisten dengan konsep good
governance dimana pemain kunci penegakkan “good governance” dalam suatu
organisasi. Dalam konteks manajemen modern sistem governance memerlukan
perhatian yang besar selaras dengan semakin komplek sitasnya organisasi dan tuntutan
dari para stakeholders.
2
mismanajemen dan kecurangan. Selain itu, karena kepemilikan mereka yang signifikan
dan adanya hak pengendalian, insider cenderung untuk menjaga investasinya dalam
perusahaan untuk jangka waktu yang lama. Kelemahan dari sistem ini antara lain,
pemegang saham mayoritas dapat berkolusi dengan manajemen untuk mengambil alih
asset perusahaan dengan biaya dari pemegang saham minoritas. Ini merupakan risiko
yang signifikan bagi pemegang saham minoritas yang tidak dilindungi dengan hukum.
Hal yang sama, ketika manajer mengendalikan sejumlah besar saham atau hak suara
yang digunakan untuk mempengaruhi keputusan dewan yang menguntungkan mereka
dengan biaya perusahaan.
Jadi terdapat masalah keagenan antara pemegang saham minoritas dengan
pengendali (pemegang saham mayoritas). Selain itu kemungkinan terjadi masalah
keagenan antara pemilik dan kreditur lebih besar daripada tipe perusahaan yang
kepemilikannya menyebar. Samad (2004) dalam penelitiannya pada perusahaan-
perusahaan di Malaysia menemukan bahwa kepemilikan yang terkonsentrasi dapat
membuat kinerja perusahaan menjadi lebih baik, dan komposisi kepemilikan tersebut
merupakan elemen penting untuk memacu kinerja perusahaan yang lebih baik.
3
sedangkan manajemen dalam menjalankan tugasnya lebih berorientasi kepada jangka
pendek, sesuai dengan kontrak masa kerjanya, dan penyalahgunaan wewenang untuk
kepentingan pribadi yang dibebankan kepada perusahaan.
4
Menurut Jensen (2000), tujuan utama dari sistem pengendalian internal adalah
untuk memberikan peringatan awal, mengembalikan organisasi sebelum mencapai
tingkat kritis. Menurut Lukviarman (2002), dewan komisaris dalam hal ini
merupakan pihak sebagai penanggungjawab final dalam fungsi perusahaan .
Sistem corporate governance sangat kompleks dan terintegrasi sehingga diperlukan
suatu mekanisme kontrol. Mekanisme kontrol pada corporate governance dirancang
untuk mengurangi ketidakefisienan kinerja manajemen perusahaan yang timbul
karena moral hazard, kesalahan dalam pengambilan keputusan dalam mencapai
tujuan perusahaan
5
dikendalikan oleh anggota keluarga dari hubungan darah atau hubungan perkawinan.
Hal tersebut sangat terasa dalam sistem Keiretsu di Jepang, Chebol di Korea, dan
Konglomerasi di Indonesia.
Dalam sistem Anglo-Saxon, pemisahan antara pemilik dan pengelola perusahaan
umumnya cukup tegas. Pemilik modal menyerahkan sepenuhnya pengelolaan
perusahaan kepada para professional. Hal tersebut bisa terjadi karena adanya
dukungan sistem pasar modal yang kuat sehingga kepemilikan perusahaan bisa
dijualbelikan dengan baik.
Dalam hal ini, kepemilikan perusahaan bisa saja terjadi secara anonym lewat
pembelian kepemilikan perusahaan lewat mekanisme pasa modal. Umumnya, para
pemilik modal ini memiliki suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham. Para
pemilik modal dikelompokkan dalam pemilik modal besar (blockholder) atau
pemilik modal kecil (ritel). Pemilik modal besar memiliki hak suara cukup besar
serta posisi lemah dalam menyuarakan kepentingan. Bahkan, banyak diantara mereka
yang merasa tidak memiliki insentif untuk menyuarakan kepentingan. Namun, dalam
perusahaan dikenal sistem “komisaris independen” yang bertugas melindungi
kepentingan pemegang saham minoritas.
Di Korea, Singapura, Taiwan, dan Hongkong, kontrol keluarga terhadap
perusahaan begitu tinggi. Kontrol para pemilik perusahaan dilakukan melalui
struktur piramida dan kepemilikan silang diantara beberapa perusahaan. Model ini
nampaknya sangat umum terjadi di semua negara di kawasan Asia Tenggara. Jadi
pada dasarnya, pemisahan antara pemilik dan pengelola sangat jarang terjadi di
kawasan tersebut. Ditambah lagi, pemisahan antara kontrol dan manajerial juga
jarang terjadi karena para pemilik menguasai hak suara dengan model kepemilikan
silang yang dipertahankan untuk mempertahankan posisi suara.
6
dikendalikan institusional, memiliki masalah agensi yang lebih kecil daripada
perusahaan yang dikendalikan public atau perusahaan tanpa pemegang saham
pengendali. Perusahaan yang dikendalikan keluarga memiliki masalah agensi yang
lebih sedikit karena terdapat konflik yang lebih sedikit antara prinsipal dan agen,
tetapi terdapat masalah agensi lain yaitu antara pemegang saham mayoritas dengan
pemegang saham minoritas.
Perusahaan dikatakan dimiliki oleh keluarga apabila pimpinan atau keluarga
memiliki lebih dari 20% hak suara. Menurut Harijono (2013), penelusuran
kepemilikan keluarga dilakukan dengan melihat nama dewan direksi dan dewan
komi saris Jika nama dewan direksi dan dewan komisaris cenderung sama
dalam beberapa tahun dan mempunyai saham dalam kepemilikan perusahaan
maka bisa saja perusahaan tersebut termasuk dalam kepemilikan oleh keluarga. Jika
perusahaan dimiliki institusi lain, maka penelusuran kepemilikan dilakukan dengan
analisis kepemilikan piramida dan struktur lintas kepemilikan. Setelah ditelusuri
maka dapat diketahui jika saham pengendali perusahaan tersebut adalah individu,
maka bisa dikategorikan sebagai kepemilikan keluarga.
Kepemilikan saham keluarga yang besar mempunyai pengaruh negatif bagi
kinerja perusahaan. Hal ini terjadi karena keluarga cenderung mengambil manfaat
pribadi dari perusahaan dengan semakin banyak nilai saham yang di investasikan
maka semakin mudah untuk mengendalikan perusahaan. Ketika timbul suatu resiko
yang sangat tinggi yang dialami oleh perusahaan, maka pemilik akan cenderung
lebih menyelamatkan uang yang mereka investasikan daripada memperbaiki
kinerja perusahaan.
Anderson dan Reeb (2004) yang melakukan penelitian di Indonesia menemukan
bahwa kepemilikan keluarga berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan
perusahaan hal ini disebabkan karena perlindungan hukum terhadap investor
dalam struktur kepemilikan sangatlah lemah sehingga timbul masalah agensi
yang dapat mengganggu kinerja perusahaan.
7
DAFTAR PUSTAKA