Anda di halaman 1dari 1

Secara semantik, tafsir maudhu’i berarti menafsirkan al-Qur‟an menurut tema atau topik tertentu.

Dalam Bahasa
Indonesia biasa disebut dengan tafsir tematik. Tafsir maudhu‟i menurut pendapat mayoritas ulama‟ adalah
“Menghimpun seluruh ayat al-Qur’an yang memiliki tujuan dan tema yang sama.”
Dalam ayat al-Qur‟an juga dijelaskan, surat al-Furqon ayat 33:
Waa laa ya’tuunaka bimasalin illa ji’naaka bil-haqqi wa ahsana tafsiiroo
“Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan
kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya”
Jika kita lihat dari semua pengertian di tadi, maka tafsir secara bahasa memiliki arti menyingkap sebuah makna ayat al-
Qur‟an.
Metode ini diperkenalkan pertama kalinya oleh Syekh Mahmud Syaltut (1960 M) ketika menyusun tafsirnya,
Tafsir Al-Quranul Karim. Sebagai penerapan ide yang dikemukakan oleh asy-Syatibi, ia berpendapat bahwa setiap dalam
surat walaupun masalah yang dikemukakan berbeda-beda namun ada satu tema yang sentral yang mengikat dan
menghubungkan masalah-masalah yang berbeda tersebut. Ide ini kemudian dikembangkan oleh Prof. Dr. Ahmad Sayyid
Al-Kumi. Ketua Jurusan Tafsir pada fakultas Usuluddin Universitas AL-Azhar sampai tahun 1981. Berikutnya Prof.Dr. Al-
Farmawi menyusun sebuah buku yang memuat langkah-langkah tafsir maudhu’I yang diberi judul al-bidayah wan
nihayah fi tasir al-maudhu’i.
Kelebihan : a. Metode ini menghimpun semua ayat yang memiliki kesamaan tema. Ayat yang satu menafsirkan ayat
yang lainnya. Karena itu, metode ini juga dalam beberapa hal sama dengan tafsir bi alma’tsur.
b. Metode ini dapat membantu para pelajar secara umum untuk sampai kepada petunjuk al-Qur‟an tanpa harus merasa
lelah dan bertele-tele menyimak uraian kitab-kitab tafsir yang beragam itu
c. Tafsir dengan metode ini disusun secara praktis dan sistematis dalam memecahkan permasalahan yang timbul. Kondisi
semacam ini sangat cocok dengan kehidupan umat yang semakin modern dengan mobilitas yang tinggi sehingga mereka
seakan-akan tak punya waktu untuk membaca kitab-kitab tafsir yang besar, padahal untuk mendapatkan petunjuk al-
Qur‟an mereka harus membacanya. Dengan adanya tafsir tematik, mereka akan mendapatkan petunjuk al-Qur‟an
secara praktis dan sistematis serta dapat lebih menghemat waktu, efektif, dan efisien.
Kekurangan : a. Membatasi pemahaman ayat Dengan ditetapkannya judul penafsiran, maka pemahaman suatu ayat
menjadi terbatas pada permasalahan yang dibahas tersebut. Jadi, dengan ditetapkannya judul pembahasan, berarti yang
akan dikaji hanya dari satu sudut pandang tersebut. Dengan demikian dapat menimbulkan kesan kurang luas
pemahamannya.
b. Memenggal ayat al-Qur’an Memenggal yang dimaksud disini adalah mengambil satu kasus yang terdapat di dalam
satu ayat atau lebih yang mengandung banyak permasalahan berbeda. Misalnya petunjuk tentang shalat dan zakat.
Biasanya bentuk kedua ibadah ini di ungkapkan bersamaan dalam satu ayat. Apabila membahas tentang kajian zakat,
misalnya, maka mau tak mau ayat tentang shalat harus ditinggalkan ketika menukilkannya dari mushaf agar tidak
mengganggu pada waktu melakukan analisis.

Anda mungkin juga menyukai