Anda di halaman 1dari 8

Kolaborasi dalam Pengelolaan Tiroid di Indonesia eJKI Vol. 7, No.

3, Desember 2019

EDITORIAL

Kolaborasi dalam Pengelolaan Tiroid di Indonesia:


Fokus pada Pencegahan Oftalmopati pada Penyakit Grave

Imam Subekti

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia-RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia
Penulis Korespondensi: isubekti@yahoo.com
Diterima: 9 Oktober 2019; Disetujui: 26 Desember 2019
DOI: 10.23886/ejki.7.11288.

Pendahuluan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan RI


Penyakit tiroid merupakan masalah besar tahun 2013, melaporkan angka hipertiroidisme
kedua di bidang endokrinologi dan metabolisme, yang diperoleh dengan wawancara sebesar 0,4%
selain diabetes melitus. Hormon tiroid berperan dengan perbandingan 0,6% perempuan dan 0,2%
penting dalam berbagai proses metabolisme, mulai laki-laki.2
dari metabolisme karbohidrat, protein dan lemak, Oftalmopati adalah kelainan ekstratiroid pada
hingga regulasi suhu tubuh serta aktivitas fisiologis penyakit graves yang paling sering, mulai dari
pada hampir semua sistem organ tubuh manusia. yang ringan (40-50%) hingga sedang-berat (3-5%).
Oleh karena itu, apabila terdapat gangguan fungsi Pasien penyakit graves mengalami oftalmopati
tiroid, baik berupa kelebihan (hipertiroidisme) atau dalam berbagai bentuk seperti mata pedih, terasa
kekurangan hormon tiroid (hipotiroidisme), akan ada pasir, nyeri retrobulbar, diplopia sampai
mengganggu proses metabolisme dan aktivitas kehilangan penglihatan, dan penurunan kualitas
fisiologis yang akan memengaruhi pertumbuhan hidup.3 OG berdampak negatif terhadap pekerjaan,
dan perkembangan berbagai jaringan termasuk hobi dan fungsi psikososial pasien,4 sehingga tata
sistem saraf dan otak. laksana OG memerlukan pendekatan holistik
Di antara penyakit tiroid, penyakit graves yang mempertimbangkan manusia secara utuh
menempati posisi penting mengingat jumlahnya baik fisik, psikologis, sosial, maupun spiritual.5
sekitar seperempat dari seluruh kasus tiroid, bahkan Mengingat modalitas terapi pada OG terbatas
merupakan penyebab sebagian besar kasus dan hasil terapinya belum memuaskan, perlu
hipertiroidisme. Apabila penyakit graves disertai ditekankan pentingnya upaya pencegahan OG
tanda dan gejala mata disebut oftalmopati graves dan pencegahan progresifitas penyakit untuk
(OG) yang berdampak buruk dan menurunkan mengurangi morbiditas.3
kualitas hidup. OG adalah penyakit tiroid dengan
modalitas terapi yang relatif terbatas dan hasil Epidemiologi
pengobatannya belum memuaskan. Di Amerika Serikat, penyakit graves merupakan
kelainan autoimun tersering dengan angka kejadian
Besaran Masalah Penyakit Graves dengan tahunan pada perempuan berusia 20 tahun 0,5 per
Oftalmopati 1000 dan risiko tertinggi pada usia 40-60 tahun.1
Penyakit Graves pertama kali diperkenalkan Data RSCM tahun 2004, menunjukkan dari 26%
oleh Robert Graves pada tahun 1835 yang pasien hipertiroidisme, 22% memperlihatkan
mengidentifikasi hubungan pembesaran kelenjar kelainan mata dalam berbagai bentuk.6 Bila
tiroid (struma) difus dengan palpitasi dan menggunakan computerized tomographic/CT
eksoftalmus.1 Dari seluruh pasien hipertiroidisme, scan atau magnetic resonance imaging (MRI)
sekitar 60-80% merupakan pasien dengan penyakit orbita, tanda OG dapat dideteksi pada 80% pasien
graves. Data prevalensi penyakit graves secara graves.7 Pada pemeriksaan klinis 75 pasien graves
spesifik di Indonesia belum ada. Riset Kesehatan didapatkan 28 (37,3%) OG. Bila pemeriksaan

161
Imam Subekti eJKI Vol. 7, No. 3, Desember 2019

klinis dikombinasikan dengan CT scan, ditemukan antigen-4 (CTLA-4), intracellular adhesion


OG pada 61 (83,6%) pasien.8 OG lebih sering molecule-1 (ICAM-1), TSH receptor gene,
pada kelompok usia antara 40 hingga 60 tahun interleukin (IL)-23 receptor, IL-3 dan IL-5, namun
meskipun OG dapat muncul pada setiap umur.7 hasil studi tersebut belum konsisten.
Rasio perempuan dibandingkan laki-laki berkisar
antara 5:1 hingga 10:1.7 Faktor yang Dapat Dimodifikasi
Tidak semua individu dengan penyakit graves Terdapat dua f Terdapat dua faktor yang dapat
akan mengalami OG, namun sampai saat ini dimodifikasi, yaitu faktor lingkungan dan faktor
penyebab sebagian berkembang dan sebagian biokimia. Faktor lingkungan penting yang berperan
lainnya tidak berkembang menjadi OG belum pada perkembangan dan progresifitas OG, yaitu
diketahui. Sebagian dianggap sebagai perjalanan merokok dan terapi yodium radioaktif (RAI) pada
alamiah penyakit.9 Anggapan tersebut dilihat penyakit graves.3,9
paling tidak pada dua studi, pertama terhadap 59 Merokok. Studi Pfeilschifter et al12
pasien dengan OG derajat ringan-sedang yang menunjukkan bahwa pasien penyakit graves yang
diberikan obat antitiroid hingga mencapai kondisi tidak merokok 51,7% mengalami OG, sedangkan
eutiroid sesegera mungkin kemudian dipertahankan pada pasien perokok aktif 68,2% mengalami OG,
sepanjang periode studi. Pada akhir studi, 22% dan pasien mantan perokok 64% mengalami OG.
yang mengalami perbaikan OG; 42% perbaikan Perokok aktif lebih sering mengalami proptosis
minimal, 22% tidak mengalami perubahan dan (49%) atau diplopia (27,9%) dibandingkan bukan
14% pasien mengalami perburukan mata.10 Oleh perokok masing-masing 18,6% dan 8,9%; mantan
karena itu, terapi adekuat tetap diperlukan untuk perokok masing-masing 16% dan 16%. Risiko OG
memperbaiki kelainan dan mencegah perburukan. terkait merokok aktif sebanding dengan jumlah
Studi kedua terhadap 348 pasien penyakit graves rokok per hari dan mantan perokok memiliki risiko
tanpa oftalmopati yang belum diobati, diberikan lebih rendah daripada perokok aktif.
terapi antitiroid dan diobservasi selama 18 bulan. Merokok menyebabkan pemanjangan waktu
Pada akhir observasi, terdapat 15% berkembang normalisasi kadar TRAb yang berakibat meningkat-
menjadi OG yaitu 13% OG ringan dan 2% OG nya risiko rekurensi penyakit graves maupun OG.14
sedang-berat.11 Studi tersebut mendapatkan empat Mekanisme yang mendasari hubungan merokok
parameter untuk memprediksi penyakit graves dan OG diduga melalui terbentuknya reactive oxy-
tanpa oftalmopati yang akan berkembang atau gen species (ROS) dan hipoksia yang dapat men-
tidak berkembang menjadi OG yaitu aktivitas klinis, stimulasi fibroblas orbita untuk berproliferasi dan
TRAb, durasi gejala penyakit graves dan merokok.11 mensintesis glikosaminoglikan.15 Hipoksia memberi
dampak buruk terhadap remodeling jaringan pasien
Faktor Risiko Oftalmopati pada Penyakit Graves OG yang distimulasi oleh angiogenesis dan adipo-
Oftalmopati pada penyakit graves adalah genesis melalui aktivasi HIF-1-dependent pathways
bagian dari proses autoimun yang kompleks dan pada pasien OG.16 Merokok berhubungan dengan
melibatkan jaringan orbita serta periorbital. Faktor OG melalui peningkatan kongesti vena orbita.17
risiko oftalmopati sekaligus berperan sebagai faktor Masalah yang dihadapi di Indonesia ialah jumlah
risiko yang berpengaruh pada progresifitas OG. perokok aktif tergolong tinggi. Berdasarkan data
Faktor tersebut dibagi dua, yaitu kelompok yang Bank Dunia,19 jumlah perokok di Indonesia 39,4%,
tidak dapat dimodifikasi (usia, jenis kelamin, genetik) lebih tinggi dari Laos 28,9%, Mongolia 25,6%, China
dan yang dapat dimodifikasi (faktor lingkungan, 25,6%, Filipina 24,3% dan Korea Selatan 23,3%.
disfungsi tiroid yaitu hipertiroid dan hipotiroid serta Menurut data Riskesdas Kementerian Kesehatan
kadar TSH receptor antibody/TRAb).9 RI 2018, penduduk Indonesia berusia lebih dari 15
tahun yang merokok, berkurang sedikit, dari 36,3%
Faktor yang Tidak Dapat Dimodifikasi tahun 2013, menjadi 33,8% tahun 2018.2 Dengan
Usia, jenis kelamin, dan genetik merupakan jumlah perokok aktif yang masih tinggi maka akan
faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi.9 OG berdampak pada timbulnya OG baik sebagai
lebih sering terjadi pada perempuan, tetapi pasien perokok aktif maupun pasif.
laki-laki mengalami OG lebih berat dan pada usia Terapi Yodium Radioaktif untuk Penyakit
lebih tua. Faktor yang menyebabkan kerentanan Graves. Penelitian kohort retrospektif dan uji klinis
mengalami OG adalah major histocompatibility acak telah mengidentifikasi risiko OG setelah
complex (MHC), cytotoxic lymphocyte-associated terapi yodium radioaktif untuk hipertiroidisme 15-

162
Kolaborasi dalam Pengelolaan Tiroid di Indonesia eJKI Vol. 7, No. 3, Desember 2019

39%. Pada kelompok yang diberi yodium radioaktif hipotiroid (hipotiroid permisif).23 Risiko relatif
risiko tersebut 23/150 (15%) dibandingkan dengan untuk terbentuknya atau memburuknya OG
4/148 (3%) untuk kelompok obat antitiroid.13 adalah 1,64 (95% IK: 1,1-2,6) pada grup hipotiroid
Keterlambatan koreksi hipotiroidisme pascaterapi permisif dibandingkan grup yang diterapi lebih
yodium radioaktif berperan penting pada progresi awal. Terdapat peningkatan keparahan OG pada
OG pasca-RAI. Tallstedt et al21 melakukan studi grup hipotiroid permisif yang diukur berdasarkan
pada 168 pasien hipertiroidisme graves yang dibagi banyaknya pasien yang memerlukan terapi spesifik
menjadi dua kelompok usia yaitu grup I (usia 20-34 untuk kelainan mata (RR 2,3 dengan 95% IK: 1,2-
tahun, 54 pasien) dan grup II (usia 35-55 tahun, 114 4,6. Hipotiroid pascaterapi yodium radioaktif untuk
pasien). Grup I diberikan terapi metimazol selama hipertiroid graves merupakan faktor risiko OG.
18 bulan atau tiroidektomi subtotal secara acak Mekanisme hipertiroidisme dan hipotiroidisme
sedangkan grup II mendapat opsi tambahan I131 memengaruhi timbulnya dan progresi OG ialah
selain kedua terapi sebelumnya. Pada saat follow melalui aktivasi reseptor TSH oleh TRAb dan TSH,
up, frekuensi kejadian atau perburukan oftalmopati yang meningkatkan ekspresi antigen tiroid dan
mirip antara kelompok obat antitiroid dan bedah eksaserbasi reaksi autoimun melawan antigen
pada grup I sedangkan pada grup II, oftalmopati bersama yang diekspresikan di tiroid dan mata.
memburuk pada 4 dari 38 pasien (10%) yang Oleh karena itu, pada setiap kasus penyakit graves
diberi obat antitiroid, 6 dari 37 pasien (16%) yang dan OG, upaya mencapai dan mempertahankan
dilakukan pembedahan, dan 13 dari 39 pasien status eutiroidisme merupakan hal mendasar.24
(33%) pada pasien yang diberikan I131 (p = 0,02). TSH-Receptor Antibody. Patofisiologi PG
Faktor risiko perburukan OG terkait terapi diawali dengan stimulasi reseptor TSH (TSH
yodium radioaktif adalah OG yang sudah ada dan receptor = TSHR) oleh autoantibodi TRAb di sel
aktif, merokok, hipertiroidisme berat, titer TRAb folikular tiroid yang menyebabkan hiperplasia
yang tinggi, dan hiportiroidisme akibat terapi tiroid dan produksi serta sekresi hormon tiroid.
yodium radioaktif yang tidak dikoreksi dengan baik. Khoo et al25 melaporkan, pada 100 pasien graves
Hasil studi cukup konsisten dalam mendukung bukan perokok, secara konsekutif memperlihatkan
hipotesis bahwa terapi yodium radioaktif untuk OR kejadian OG meningkat secara nyata ketika
hipertiroidisme graves dapat berdampak negatif kadar TRAb serum di atas median kadar rata-
pada mata. Apakah hanya sebagian dari pasien rata. Imunoglobulin G pasien graves menstimulasi
graves yang rentan belum dapat ditentukan, sintesis hialuronan oleh fibroblas orbita yang tidak
meskipun studi terbaru menyatakan merokok terdiferensiasi dan fibroblas orbita pasien OG
adalah faktor risiko tambahan kejadian OG.13 melalui cyclic adenosin monophosphat (cAMP) dan
non-cAMP-mediated signaling pathways.
Faktor Biokimia Sampai saat ini belum ditemukan petunjuk
Disfungsi Tiroid. Hipertiroidisme dan bagaimana memblok sintesis TRAb, namun terapi
hipotiroidisme berhubungan dengan risiko obat antitiroid jangka panjang berasosiasi dengan
timbulnya atau memburuknya OG.9 Studi kohort penurunan kadar TRAb yang secara tidak langsung
yang dilakukan terhadap 264 pasien, diperoleh bermanfaat untuk OG.26 Baru ada satu studi
OR 2,8 untuk timbulnya atau perburukan OG pada prospektif oleh Wiersinga et al11 yang mendapatkan
pasien yang memerlukan lebih dari 1 dosis RAI empat parameter independen (aktivitas klinis, TRAb,
untuk mengontrol hipertiroid dibandingkan dengan lama gejala penyakit Graves dan merokok) untuk
pasien yang hanya memerlukan 1 dosis. Prummel memprediksi seseorang dengan penyakit graves akan
et al22 mengklasifikasikan 90 pasien OG dalam berkembang atau tidak berkembang menjadi OG.
populasi rujukan menggunakan indeks keparahan
dan menemukan baik hipotiroid maupun hipertiroid Manifestasi Klinis
berhubungan dengan meningkatnya risiko Manifestasi mata biasanya bersamaan dengan
keparahan OG, dengan OR 2,8 (95% IK:1,2-6,8) keluhan tirotoksikosisnya, meskipun OG dapat
untuk pasien OG berat yang mengalami disfungsi mendahului atau setelah tirotoksikosis muncul
tiroid dibandingkan pasien OG yang lebih ringan. beberapa bulan bahkan tahun.27 Penetapan
Sebuah studi membandingkan inisiasi tingkat aktivitas penting untuk menentukan jenis
awal levotiroksin (2 minggu setelah terapi) terapi. Pasien OG yang berada pada fase aktif
untuk menghindari hipotiroid dengan grup yang akan memberikan respons positif terhadap terapi
tidak mendapat levotiroksin sampai dinyatakan imunosupresi atau antiinflamasi sehingga dapat

163
Imam Subekti eJKI Vol. 7, No. 3, Desember 2019

mencegah perburukan dan memperbaiki kelainan mengalami penyakit mata ringan dan sisanya
yang sudah terjadi. Bila telah berada pada fase tidak memiliki keterlibatan mata. Hal tersebut
inaktif, maka terapi imunosupresi tidak memberikan mencerminkan bahwa faktor lingkungan lebih penting
respons lagi dan mungkin memerlukan operasi daripada faktor endogen sehingga strategi umum
dekompresi atau rehabilitasi.28 Aktivitas penyakit dapat dirancang berdasarkan keterlibatan faktor
didefinisikan sebagai inflamasi akut yang lingkungan. Intervensi medis efektif memengaruhi
berpotensi membaik secara spontan atau sebagai jalannya OG, dengan meminta pasien untuk tidak
respons terhadap pengobatan. merokok, memperbaiki disfungsi tiroid, penggunaan
yodium radioaktif secara hati-hati, dan mengobati
Pencegahan Oftalmopati Graves OG sedang-berat sedini mungkin (Tabel 1).31
Pencegahan penyakit selalu lebih baik
daripada pengobatannya terutama untuk OG Pencegahan Primer, Sekunder, dan Tersier
karena sepertiga dari pasien pada akhir perawatan Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah
tidak puas dengan abnormalitas penampilan fisik penyakit dengan mengendalikan faktor risiko;
dan fungsi residual mereka.29 pencegahan sekunder mengacu pada upaya
OG adalah kelainan multifaktorial yang diagnosis dini dan pengobatan penyakit subklinis,
dihasilkan dari interaksi faktor endogen yang tanpa gejala, untuk mencegah perkembangannya
kompleks dan faktor lingkungan.30 Faktor menuju penyakit yang jelas secara klinis; pencegahan
endogen (genetik, usia, jenis kelamin), tidak tersier meliputi semua tindakan yang diambil setelah
dapat dimodifikasi sedangkan faktor lingkungan terjadinya penyakit klinis untuk mencegah atau
(merokok, disfungsi tiroid, terapi yodium radioaktif meminimalkan komplikasi dan kecacatan. Klasifikasi
untuk hipertiroidisme) dapat dimodifikasi/dicegah.9 pencegahan ke berbagai tingkatan berguna untuk:
Belum diketahui secara pasti mengapa modifikasi/ pengurangan/ penghapusan faktor risiko,
hanya 3-5% pasien penyakit graves berkembang menyadari keberadaan penyakit subklinis, dan
menjadi oftalmopati berat sedangkan setengahnya pengobatan dini pada manifestasi klinis awal.32

Tabel 1. Pencegahan Oftalmopati Graves31


Stadium Pencegahan Tujuan akhir Intervensi
Manifestasi belum Primer Mencegah kejadian OG • Menghentikan merokok
muncul • Mempertahankan eutiroidisme
Subklinis/ringan Sekunder Mencegah progresi dan • Menghentikan merokok
mencegah penyakit menjadi • Mempertahankan eutiroidisme
klinis • Pemberian selenium
• Terapi yodium radio-aktif dengan hati-hati
Klinis/sedang- berat Tersier Mencegah komplikasi dan • Menghentikan merokok
meminimalikan kecacatan • Mempertahanakan eutiroidisme
• Intervensi lokal
• Terapi pembedahan
• Pembedahan rehabilitatif

Pencegahan Primer pada Oftalmopati Graves relatif kejadian diplopia adalah 1,8 pada perokok
Merokok berhubungan dengan hipertiroidisme yang merokok 1-10 rokok/hari. Risiko meningkat
graves dan OG. Satu-satunya langkah pencegahan progresif menjadi 7,0 pada yang merokok >20
primer OG ialah menghentikan merokok. Insiden batang rokok/hari, namun menurun hingga 1,9
OG menurun 43% untuk responden yang berasal pada mantan perokok >20 batang rokok/hari.12
dari negara Eropa yang konsumsi tembakaunya Berhentian merokok dapat mencegah OG meski
menurun, sedangkan pada responden yang belum konklusif. Pasien penyakit graves yang
berasal dari negara dengan peningkatan konsumsi diresepkan statin selama 60 hari dalam setahun
tembakau insidennya meningkat 12%.18 memiliki 40% penurunan risiko kejadian OG
Apakah berhenti merokok memiliki dampak dibandingkan kelompok kontrol, termasuk yang
pada risiko OG? Pada studi prospektif, risiko pajanan statin <60 hari (p<0,001).33

164
Kolaborasi dalam Pengelolaan Tiroid di Indonesia eJKI Vol. 7, No. 3, Desember 2019

Statin memiliki efek anti-inflamasi independen sering transien dan lebih sering pada pasien yang
dari efek penurun kolesterolnya, namun pasien merokok, hipertiroidisme berat, titer TRAb tinggi dan
dengan kolesterol merupakan faktor risiko baru hipotiroidisme pascaterapi yodium radioaktif yang
kejadian OG. Bagaimana mekanisme statin dalam tidak dikoreksi dengan baik. Jika faktor-faktor risiko
menurunkan risiko OG masih belum jelas.34 Para terkendali, perburukan OG lebih jarang pada pasien
peneliti tetap menyarankan agar pasien graves tanpa tanda-tanda okular sebelum pemberian terapi
dan OG berhenti merokok dengan pertimbangan yodium radioaktif, atau penyakit mata tidak aktif
hubungan klinis yang konsisten dan dengan setelah perawatan glukokortikoid. Terapi yodium
manfaat tambahan penghentian merokok. radioaktif merupakan pengobatan yang efektif untuk
hipertiroidisme dan dapat digunakan dengan aman
Pencegahan Sekunder pada Oftalmopati Graves pada pasien OG atau berisiko terjadi OG. Risiko
Pasien OG subklinis dapat berkembang menjadi tersebut dapat dicegah dengan glukokortikoid oral
lebih berat karena perjalanan klinis alami OG yang dapat jangka pendek dosis sedang.24
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dapat dikoreksi.9 Disfungsi tiroid berkontribusi terhadap
Merokok dihubungkan dengan angka relaps perkembangan dan perburukan OG. Oleh
yang tinggi setelah terapi obat antitiroid sehingga karena itu diperlukan fungsi tiroid normal sedini
penghentian merokok dapat meningkatkan remisi mungkin untuk menghambat perburukan OG.
pada hipertiroidisme graves. Karena hiperfungsi Diagnosis dan tata laksana hipertiroidisme secara
tiroid dan reaksi autoimun memiliki dampak negatif dini efektif sebagai pencegahan sekunder.35
pada OG, maka penghentian merokok pada pasien Selenium membantu memperbaiki gejala mata,
yang diterapi obat antitiroid untuk hipertirodisme memperlambat perburukan OG dan menurunkan
juga merupakan pencegahan sekunder OG.18 kualitas hidup dibandingkan pentoksifilin atau
Terapi yodium radioaktif dapat menyebabkan plasebo setelah 6 bulan terapi. Oleh karena itu,
progresi oftalmopati. Perburukan penyakit mata selenium dapat dipertimbangkan sebagai salah
satu pencegahan sekunder OG.36

Tabel 2. Penggunaan Glukokortikoid sebagai Pencegahan Progresivitas OG pada Terapi131


untuk Hipertiroidisme24
OG dan Rokok RAI tanpa Glukokortikoid RAI dengan Glukokortikoid
Tanpa OG, bukan perokok Direkomendasikan Tidak direkomendasikan
Tanpa OG, perokok Belum terdapat data yang cukup

OG aktif derajat ringan (tanpa


Dapat dilaksanakan** Dapat dilaksanakan**
faktor risiko)
OG aktif derajat ringan (dengan
Tidak direkomendasikan Direkomendasikan
faktor risiko)
OG aktif derajat sedang-berat
Tidak direkomendasikan Tidak direkomendasikan
atau sangat berat
OG inaktif Direkomendasikan Tidak direkomendasikan
RAI: radioactive iodine
*obat antitiroid atau tiroidektomi dapat menjadi pilihan terapi yang direkomendasikan. Obat antitiroid atau tiroidektomi lebih dipilih pada OG aktif
dengan derajat sedang-berat atau sangat berat.
**faktor risiko perburukan OG: (1) kadar trab tinggi; (2) perokok.
Kondisi yang meningkatkan risiko komplikasi glukokortikoid: (1) diabetes melitus tidak terkontrol; (2) osteoporosis; (3) gangguan psikiatri; (4) risiko
tinggi terhadap infeksi

Pencegahan tersier Oftalmopati Graves penggunaan bantalan mata pada malam hari untuk
Pencegahan tersier dilakukan pada OG yang mencegah risiko pajanan keratitis dan prisma untuk
sudah tampak secara klinis. Pencegahan tersier mengendalikan diplopia ringan (belum valid). Pada OG
terdiri atas langkah-langkah mencegah komplikasi sedang-berat, dapat diberikan terapi glukokortikoid
dan meminimalkan cacat. Pada OG ringan, dapat sistemik dosis tinggi dan atau radioterapi orbita atau
diberikan air mata buatan untuk melumasi mata, operasi (dekompresi orbita) sesuai indikasi.

165
Imam Subekti eJKI Vol. 7, No. 3, Desember 2019

Pilihan perawatan bergantung pada keparahan mata dan tindakan lain sesuai tingkat aktivitas dan
dan aktivitas OG.24,35 Merokok dapat menurunkan keparahannya. Jika terapi yodium radioaktif akan
efektivitas glukokortikoid dan iradiasi24 oleh digunakan, profilaksis dengan steroid (prednison)
karena itu, berhenti merokok merupakan dosis rendah selama 6 minggu diperlukan pada
bentuk pencegahan tersier. Pada OG yang beberapa keadaan terutama pasien graves yang
mengancam penglihatan (neuropati optik distiroid), merokok. Steroid profilaksis tidak diperlukan untuk
glukokortikoid dosis tinggi atau pada kasus pasien yang diobati dengan obat antitiroid atau
kegagalan, dekompresi orbital sangat diperlukan operasi. Pemberian selenium 200 ug/hari selama
untuk menghindari kehilangan penglihatan. Pada 6 bulan perlu dipertimbangkan bagi pasien graves
OG inaktif, bedah rehabilitatif (operasi orbita dengan OG ringan karena dapat menghambat
untuk proptosis residual, operasi otot mata untuk progresi kelainan mata.
strabismus, dan operasi kelopak mata untuk
retraksi kelopak mata), memiliki indikasi kosmetik Kolaborasi dalam Pencegahan Oftalmopati pada
dan fungsional untuk memperbaiki cacat residual.24 Penyakit Graves
Selain pendekatan holistik, pendekatan tim
Rekomendasi dalam Pencegahan Oftalmopati terhadap pasien juga sangat penting. Terdapat
pada Penyakit Graves tiga jenis tim: tim multidisiplin, interdisiplin, dan
Bagi Pasien transdisiplin. Pada pendekatan tim pasien adalah
Untuk mencegah sekaligus untuk mengurangi fokus utama dan menjadi tanggung jawab setiap
progresifitas OG, perlu ditekankan bahwa anggota tim yang harus mengetahui kemampuan
merokok adalah faktor risiko terpenting. Bukti kuat dan keterbatasannya sendiri.5 Dengan pemahaman
menunjukkan bahwa berhenti merokok adalah itu, para dokter lintas departemen di RSCM yang
intervensi yang fundamental dalam pencegahan berminat pada penyakit graves dan OG membangun
penyakit primer, sekunder, dan tersier. Oleh kebersamaan dalam mengelola pasien OG.
karena itu, pasien graves, terlepas dari ada atau Sejak bulan November 2016 para dokter
tidaknya OG dan keparahannya, harus dimotivasi berkumpul dan berdiskusi untuk meningkatkan
untuk berhenti merokok. Informasi yang jelas luaran tata laksana pencegahan dan pengobatan
tentang bahaya merokok, yaitu risiko penyakit OG. Setelah hampir setiap minggu berdiskusi
mata yang parah, efek buruk OG pada aktivitas selama lebih dari 12 bulan, berhasil disusun
sehari-hari dan kualitas hidup, serta merokok akan “Petunjuk Praktis Pencegahan dan Pengelolaan
mengurangi efektivitas pengobatan. Menampilkan Oftalmopati Graves”. Tim terpadu merupakan
gambar pasien dengan manifestasi okular yang kolaborasi antar-divisi/departemen di RSCM
parah dapat membantu. Dokter harus menekankan yaitu Divisi Metabolik Endokrin Departemen
bahwa jika pasien berhenti merokok, penyakit mata Ilmu Penyakit Dalam, Divisi Neuro-Oftalmologi
akan membaik dan lebih responsif terhadap terapi. Departemen Ilmu Kesehatan Mata, Divisi
Menakut-nakuti pasien atau meningkatkan motivasi Okuloplastik dan Rekonstruksi Departemen Ilmu
tidak cukup meyakinkan mereka karena untuk Kesehatan Mata, Divisi Strabismus Departemen
tidak merokok bukan hal mudah. Oleh karena itu, Ilmu Kesehatan Mata, Divisi Kepala dan Leher
pasien yang tidak dapat berhenti merokok sendiri Radiologi Departemen Radiologi, Divisi Kedokteran
perlu dirujuk ke klinik atau grup berhenti merokok Nuklir Departemen Radiologi, dan Departemen
profesional untuk konseling dan terapi perilaku. Radioterapi. Petunjuk praktis itu dapat digunakan
sebagai salah satu rujukan penyusunan Pedoman
Bagi Dokter Praktik Klinik di RSCM. Diharapkan upaya
Selain memotivasi pasien graves untuk pencegahan oftalmopati pada penyakit graves dapat
berhenti merokok, hal penting yang perlu dilakukan berhasil dan progresifitas OG dapat dikendalikan
dokter ketika mengobati pasien graves atau OG dengan tata laksana yang tepat. Dengan demikian
adalah hipertiroidisme atau hipotiroidisme harus kolaborasi lintas departemen akan memberikan
segera ditangani dengan tepat. Selain itu keadaan hasil pengobatan yang lebih baik (mutu) dengan
eutiroidisme yang telah tercapai dipertahankan biaya lebih efsien, sehingga program kendali mutu
selama mungkin untuk mencegah atau menghambat dan kendali biaya berjalan lancar.
atau mengurangi progresi OG akibat disfungsi tiroid. Di Eropa, situasi di atas juga pernah dialami.
Bila sudah terdapat gejala dan tanda kelainan mata Para pakar dari berbagai disiplin ilmu yang tergabung
pada semua tingkatan, diberikan terapi suportif dalam European Group of Graves’ Orbitopathy

166
Kolaborasi dalam Pengelolaan Tiroid di Indonesia eJKI Vol. 7, No. 3, Desember 2019

(EUGOGO) pada tahun 2003 melakukan penelitian klinis dan keparahan.4 Dengan demikian, kolaborasi
dengan rancangan yang dibuat bersama. Terkumpul dalam bentuk pelayanan bersama telah menambah
152 pasien OG dengan berbagai tingkatan, termasuk kualitas pelayanan kepada pasien dan merupakan
aktivitas klinis dan keparahan yang dikelola sesuai nilai tambah pada proses belajar mengajar peserta
konsensus. Studi kolaborasi tersebut memberikan didik dan staf pengajar. Pengelolaan penyakit tiroid-
luaran lebih baik.37 Pada tahun 2007, Wiersinga et mata tidak pernah mudah sehingga perencanaan
al38 yang tergabung dalam EUGOGO menerbitkan terapi harus disesuaikan dengan keadaan setiap
buku Graves Orbitopathy: a Multidiciplinary pasien. Pendekatan tim multidisiplin adalah solusi
Approach, yang intinya memberikan pemahaman terbaik untuk memperoleh hasil lebih baik dengan
dan panduan untuk dokter pentingnya kolaborasi komplikasi yang lebih kecil.40
dalam mengelola pasien OG. Karena presentasi
klinis OG bervariasi baik tingkat aktivitas klinis Daftar Pustaka
maupun keparahannya, maka kolaborasi lintas 1. Weetman A. Graves’ disease. N Eng J Med.
departemen merupakan solusi untuk memperoleh 2000;343:1236–48.
hasil lebih baik. 39 2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Sampai saat ini hanya satu studi prospektif Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan
(Wiersinga et al11) yang memperoleh empat
RI; 2013.
parameter independen untuk memprediksi
3. Stan MN, Bahn RS. Risk factors for development or
penyakit graves akan berkembang atau tidak deterioration of Graves’ ophthalmopathy. Thyroid.
berkembang menjadi OG. Hal tersebut menjadi 2010;20:777–83.
peluang tim kolaborasi untuk melakukan penelitian 4. Wiersinga W. Combined thyroid-eye clinics in the
dengan tema serupa yang disesuaikan dengan management of Graves’ ophthalmopathy. Dalam:
kemampuan masing-masing. Sejalan dengan Bahn R, editor. Graves’ disease. Edisi ke-1. New York:
pemikiran tersebut, pada tahun 2018 Pengurus Springer Science+Business Media; 2015.h.187–94.
Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia 5. Huljev D, Pandak T. Holistic and team approach in
membentuk tim pengembangan manajemen health care. Signa Vitae. 2016;11(Suppl 2):66–9.
holistik tiroid. Salah satu topik yang dibahas 6. Subekti I. Diagnosis dan pengelolaan oftalmopati
ialah “Pencegahan dan Pengelolaan Oftalmopati Graves. Dalam: Jakarta Endocrinology Meeting.
Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/
Graves”. Karena besarnya masalah tiroid, pada
RSCM; 2008.h.30–5.
awal Agustus 2019 dibentuk organisasi tiroid
7. Brent GA. Graves’ disease. N Engl J Med.
tingkat nasional dengan nama Indonesian Thyroid 2008;358:2594–605.
Association (InaTA). Dengan organisasi tingkat 8. Subekti I. Hubungan TSH receptor antibody, thyroid
nasional, ide pengembangan kolaborasi masalah stimulating antibody, dan thyroid blocking antibody
tiroid khususnya OG memperoleh momentumnya. dengan aktivitas klinis dan derajat keparahan
oftalmopati graves. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Penutup Universitas Indonesia; 2011.
Kolaborasi lintas departemen dan kolaborasi 9. Bartalena L. Prevention of Graves’ ophthalmopathy. Best
lain di RSCM menjadi model untuk penyakit Pract Res Clin Endocrinol Metab. 2012;26:371–9.
yang sulit dan berkomplikasi serta membutuhkan 10. Perros P, Cromble AL, Kendall-Taylor P. Natural history
pendapat ahli langsung secara bersama-sama. of thyroid associated ophthalmopathy. Clin Endocrinol
(Oxf). 1995;42:45–50.
Kolaborasi mampu menyelesaikan berbagai
11. Wiersinga W, Žarković M, Bartalena L, Donati S,
masalah penyakit yang menuntut keterlibatan
Perros P, Okosieme O, et al. Predictive score for the
berbagai departemen dengan pendekatan patient development or progression of Graves’ orbitopathy in
centered. Konsep kolaborasi ialah terbentuknya patients with newly diagnosed Graves’ hyperthyroidism.
klinik terpadu tiroid-mata. Eur J Endocrinol. 2018;178:635–43.
Klinik kolaborasi tiroid-mata telah memberi nilai 12. Pfeilschifter J, Ziegler R. Smoking and endocrine
tambah pada pelayanan pasien dan menyediakan ophthalmopathy: impact of smoking severity and
bedside teaching sebagai tempat pembelajaran current vs lifetime cigarette consumption. Clin
bagi mahasiswa, residen, spesialis dan konsultan. Endocrinol. 1996;45:477–81.
Kesempatan belajar-mengajar di klinik kolaborasi 13. Bartalena L, Marcocci C, Bogazzi F, Manetti L, Tanda
tiroid-mata bermanfaat karena penyakit dapat ML, Dell’Unto E, et al. Relation between therapy
muncul dalam berbagai bentuk, tingkat aktivitas for hyperthyroidism and the course of Graves’
ophthalmopathy. N Engl J Med. 1998;338:73–8.

167
Imam Subekti eJKI Vol. 7, No. 3, Desember 2019

14. Roos JCP, Paulpandian V, Murthy R. Serial TSH- 27. Prabhakar BS, Bahn RS, Smith TJ. Current
receptor antibody levels to guide the management perspective on the pathogenesis of Graves’ disease
of thyroid eye disease: the impact of smoking, and ophthalmopathy. Endocr Rev. 2003;24:802–35.
immunosuppression, radio-iodine, and thyroidectomy. 28. Martins JRM, Furlanetto RP, Oliveira LM, Mendes A,
Eye. 2019;33:212–7. Passerotti CC, Chiamolera MI, et al. Comparison of
15. Burch H, Lahiri S, Bahn R, Barnes S. Superoxide practical methods for urinary glycosaminoglycans and
radical production stimulates retroocular fibroblast serum hyaluronan with clinical activity scores in patients
proliferation in Graves’ ophthalmopathy. Exp Eye Res. with Graves’ ophthalmopathy. Clin Endocrinol (Oxf).
1997;65:311–6. 2004;60:726–33.
16. Görtz G-E, Horstmann M, Aniol B, Reyes BD, 29. Bartalena L, Baldeschi L, Boboridis K, Eckstein A,
Fandrey J, Eckstein A, et al. Hypoxia-dependent HIF- Kahaly GJ, Marcocci C, et al. The 2016 European
1 activation impacts on tissue remodeling in Graves’ Thyroid Association/European Group on Graves’
ophthalmopathy—Implications for smoking. J Clin Orbitopathy Guidelines for the Management of Graves’
Endocrinol Metab. 2016;101:4834–42. Orbitopathy. Eur Thyroid J. 2016;5:9–26.
17. Sadeghi-Tari A, Jamshidian-Tehrani M, Nabavi A, 30. Bahn R. Current insights into the pathogenesis
Sharif-Kashani S, Elhami E, Hassanpour N, et al. of Graves’ ophthalmopathy. Horm Metab Res.
Effect of smoking on retrobulbar blood flow in thyroid 2015;47:773–8.
eye disease. Eye. 1016;30:1573–8. 31. Bartalena L, Marcocci C, Pinchera A. Graves’
18. Weetman AP, Wiersinga WM. Current management of ophthalmopathy: a preventable disease? Eur J
thyroid-associated ophthalmopathy in Europe. Results of an Endocrinol. 2002;146:457–61.
international survey. Clin Endocrinol (Oxf). 1998;49:21–8. 32. Oberman A. Principle of preventive health care.
19. DataBank. Smoking prevalence. The World Bank. 2016. Dalam: Glodman L, Ausiello D, editor. Cecil Textbook
Diunduh dari https://data.worldbank.org/indicator/SH.PRV. of Medicine. Edisi ke-22. Philadelphia: Saunders;
SMOK.MA?contextual=region&end=2016&locations=ID& 2004.h.44–6.
name_desc=false&start=2016&type=points&view=bar 33. Stein JD, Childers D, Gupta S, Talwar N, Nan B, Lee
20. Träisk F, Tallstedt L, Abraham-Nordling M, Andersson BJ, et al. Risk factors for developing thyroid-associated
T, Berg G, Calissendorff J, et al. Thyroid-associated ophthalmopathy among individuals with Graves
ophthalmopathy after treatment for Graves’ disease. JAMA Ophthalmol. 2015;133:290–6.
hyperthyroidism with antithyroid drugs or iodine-131. J 34. Sabini E, Mazzi B, Profilo MA, Mautone T, Casini G,
Clin Endocrinol Metab. 2009;94:3700–7. Rocchi R, et al. High serum cholesterol is a novel
21. Tallstedt L, Lundell G, Tørring O, Wallin G, Ljunggren risk factor for Graves’ orbitopathy: Results of a cross-
JG, Blomgren H, et al. Occurrence of ophthalmopathy sectional study. Thyroid. 2018;28:386–94.
after treatment for graves’ hyperthyroidism. N Engl J 35. Bartalena L, Tanda ML. Graves’ ophthalmopathy. N
Med. 1992;326:1733–8. Engl J Med. 2009;360:994–1001.
22. Prummel MF, Wiersinga WM, Mourits MP, Koornneef L, 36. Marcocci C, Kahaly GJ, Krassas GE, Bartalena
Berghout A, van der Gaag R. Effect of abnormal thyroid L, Prummel M, Stahl M, et al. Selenium and the
function on the severity of Graves’ ophthalmopathy. Arch course of mild Graves’ orbitopathy. N Engl J Med.
Intern Med. 1990;150:1098–101. 2011;364:1920–31.
23. Tallstedt L, Lundell G, Blomgren H, Bring J. Does early 37. Prummel M, Bakker A, Wiersinga W, Baldeschi L,
administration of thyroxine reduce the development of Mourits M, Kendall-Taylor P, et al. Multi-center study on
Graves’ ophthalmopathy after radioiodine treatment? the characteristics and treatment strategies of patients
Eur J Endocrinol. 1994;130:494–7. with Graves’ orbitopathy: the first European Group on
24. Bartalena L, Baldeschi L, Dickinson A, Eckstein Graves’ Orbitopathy experience. Eur J Endocrinol.
A, Kendall-taylor P, Marcocci C, et al. Consensus 2003;148:491–5.
statement of the European Group on Graves ’ 38. Wiersinga WM. Combined thyroid-eye clinics. Dalam:
orbitopathy (EUGOGO) on management of Graves Wiersinga W, Kahaly G, editor. Graves’ orbitopathy: a
Orbitopathy*. Thyroid. 2008;18:333–46. multidisciplinary approach. Edisi ke-1. Basel: karger;
25. Khoo D, H0 S, Seah L, Fong K, Tai E, Chee S, et al. The 2007.h. 96–9.
combination of absent thyroid peroxidase antibodies 39. Soeters MR, van Zeijl CJJ, Boelen A, Kloos R, Saeed
and high thyroid-stimulating immunoglobulin levels in P, Vriesendorp TM, et al. Optimal management of
Graves’ disease identifies a group at markedly increased Graves orbitopathy: a multidisciplinary approach. Neth
risk of ophthalmopathy. Thyroid. 1999;9:1175–80. J Med. 2011;69:302–8.
26. Laurberg P, Wallin G, Tallstedt L, Abraham-Nordling M, 40. Lin C-F, Lin Y-T, Hsu Y-C, Yeh T-H. Decompression
Lundell G, Tørring O. TSH-receptor autoimmunity in for thyroid eye disease: An evolving trend of
Graves’ disease after therapy with anti-thyroid drugs, multidisciplinary approach. J Formos Med Assoc. April
surgery, or radioiodine: a 5-year prospective randomized 2016;115(4):292.
study. Eur J Endocrinol. 2008;158:69–75.

168

Anda mungkin juga menyukai