Anda di halaman 1dari 11

BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

HIV adalah sebuah retrovirus, yang artinya HIV dapat menuliskan


kode genetiknya pada genom sel yang terinfeksi, menguasai sel-sel
tersebut untuk membuat salinan dari sel terinfeksi tersebut.
HIV menyebar melalui pertukaran cairan tubuh. Seks tanpa kodom
dan jarum suntik bekas menjadi penyebab utama penularan bakteri HIV.
Siapapun mereka, tidak peduli usia, orientasi seksual, jenis kelamin, dan
ras dapat terjangkit HIV.
Ketika virus HIV masuk kedalam tubuh seseoranh, HIV akan
menginfeksi sel yang menjadi bagian sistem imun, dan biasanya
mengincar sel T pembantu. Sel tersebutlah yang membantu tubuh bertahan
melawan infeksi bakeri dan jamur.
Tahap pertama ketika terinfeksi HIV adalah virus menggandakan
diri di dalam sel T pembantu, dan merusak sel tersebut. Pada tahap ini,
pasien yang terinfeksi akan sering menderita gejala-gejala yang mirip
dengan gajala flu. Namun, pada beberapa bulan atau tahun berikutnya,
dimana pasien tersebut bisa terlihat dan merasa sehat,virus tersebut terus
menggandakan diri dan merusak sel-sel T pembantu.
Ketika jumlah sel-sel T pembantu menurun, pasien sangat renatn
dengan penyakit dan infeksi mematikan yang biasanya data ditangani oleh
sistem imun yang sehat. Tahap infeksi ini dikenal dengan AIDS.
Sudah ada obat yang dapat menangani HIVdan mencegah
menurunnya sel T pembantu tersebut yang membantu memivu penyakit
menjadi AIDS. Dengan terapi antiretroviral, mayoritas penderita HIV bisa
berharap hidup sehat dan panjang, dan kemungkinan kecilnya
menularkannya ke orang lain.

1
Tetapi ada dua kekurangan dari hal ini. Yang pertama, para
penderita HIV harus terus mengonsumsi obat tersebut sepanjang hidup
mereka. Tanpa obat tersebut, virus HIV dapat membuat serangan balik
yang mematikan. Obat tersebut bekarja dengan cara mencegah genom
virus menggandakan diri dan bergabung kedalam DNA sel induk. Obat
lain mencegah virus menjadi bersatu, yang membuat HIV tidak mampu
menginfeksi sel-sel baru di dalam tubuh.
Tapi HIV dapat bersembunyi di tempat yang tidak terjangkau oleh
ibat-obatan tersebut, di dalam DNA sel T yang sehat, ketika sel T terkena
oleh virus HIV, sel tersebut langsung mati. Namun, sisa-sisa dari virus
tersebut masih dapat tertinggal di dalam sel yang lain dan bersikap tidak
aktif, terkadang selama beberapa tahun.
Jadi, meski kita bisa dapat menghapus semua virus HIV dari tubuh
penderita, salah satu sel tersebut bisa aktif kembali dan menyebarkan virus
tersebut lagi.
Meskipun ada obat yang dapat membatu mneyembuhkan HIV,
tidak banyak orang yang mempunyai akses obat tersebut. Dari banyaknya
yang terkena penyakit HIV, hanya ada sekitar 1:3 penderita HIV yang
hanya mempunyai akses kepada obat antiretroviral tersebut.
Gabungan dari kendala politik, ekonomi, dan budaya membuat
upaya pencegahan dan pengobatan kurang efektif. Bahkan di Amerika
Serikat, HIV masih merenggut lebih dari 15.548 jiwa pada tahun 2015
yang lalu.
kehidupan pedesaan berubah dengan cepat karena epidemi HIV /
AIDS. Banyak orang meninggal di fase awal kehidupan mereka. Hal ini
menjadi banyak perhatian banyak masyarakat karena dengan HIV/AIDS
yang mengambil korban jiwa, meningkatnya jumlah anak yatim,
kurangnya berbagi dari generasi ke generasi tentang pengetahuan,
ketidakmampuan untuk bekerja dan menghasilkan pendapatan yang
cukup, anak-anak yang ditarik dari sekolah untuk membantu menghasilkan

2
pendapatan, migrasi keluar ke daerah perkotaan merupakan beberapa efek
lain dari kematian yang dihailkan oleh HIV/AIDS. [1]
Permasalahan HIV/AID di Indonesia itu sendiri sudah menjadi
tantangan . HIV di Indonesia pada tahun 2018 telah dilaporkan
keberadaannya oleh 433 dari 514 kabupaten/kota di 34 provinsi di
Indonesia. Ada sekitar 301.959 jiwa yang sudah terkena infeksi HIV/AIDS
dan setiap tahunnya angka tersebut selalu meningkat.
Pengobatan HIV/AIDS di Indonesia pada saat ini sudah cukup
dibilang bagus, kerena obat antiretroviral sudah dapat ditemukan dan
diakses di rumah sakit dan puskesmas di 34 provinsi yang ketersediannya
sudah dijamin oleh pemerintah dan gratis pemanfaatannya.
Sama seperti penyakit kronis lainnya, seharusnya penyakit
HIV/AIDS harus mendapatkan perlakuan yang sama dari publik walaupun
bagaimana seseorang mendapatkan penyakit tersebut dikarenakan oleh hal
taboo di kalangan masyarakat Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


Pandangan publik terhadap penyakit HIV/AID di indoseia
sangatlah buruk. Hal ini mungkin dikarenakan bagaimana seseorang
mendapatkan penyakit tersebut. Seseorang terinfeksi penyakit tersebut
rata-rata dikarenakan oleh melkukan seks bebas tanpa menggunakan
kondom dan penggunaan jarum suntik yang sudah terpakai dan mungkin
mempunyai virus HIV untuk mengkonumsi narkotik. Lalu bagaimana cara
masyarakat Indonesia dapat memandang ODHA tanpa berpikir negative
dan mulai merasa empati dan simpati kepada mereka?

1. 3
Sarvaes, Jan. (2008). Communication for Development and Social Change.
California: SAGE Publications, Inc
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Teori yang Terkait


Teori yang akan digunakan untuk mnganalisis artikel yang nanti
akan digunakan adalah Attitude Theory.
Attitude theory adalah salah satu bagian dari persuasion theory,
dimana attitude theory menjelaskan bahwa seseorang dapat merubah
mental state seseorang bahkan hingga mengubah sikap seseorang tentang
sesuatu. [2]
Dalam teori ini, ada yang dinamakan belief-based attitude models.
Dimana hal ini menggambarkan bahwa sikap terhadap suatu objek
tergantung pada keyakinan menonjol seseorang tentang objek tersebut.
Dalam hal ini objek tersebut dalah HIV/AIDS. Jika seseorang percaya
bahwa HIV/AIDS adalah sebuah penyakit kronis seperti penyakit kronis
lainnya, maka sikap seseorang tersebut akan berubah tentang HIV/AIDS.
Yang sebelumnya memandang HIV/AIDS secara negative, maka hal itu
berubah setelah ia percaya bahwa itu hanya penyakit kronis lainnya.

2.2 Kliping media cetak/online

 Artikel 1
Meski Belum Bisa Disembuhkan, HIV Sudah Bisa Dikendalikan
BHAKTI SATRIO WICAKSONO
Kompas.com - 21/09/2018, 18:31 WIB

KOMPAS.com – Banyak masyarakat beranggapan bahwa HIV/AIDS


sangat dekat dengan kematian, bahwa virus ini sangat liar sehingga kata
yang terlintas di benak ketika mendengar HIV/AIDS adalah tutup usia.

4
2.
Nabi, Robin L. Oliver, Mary Bethh (2009). The SAGE Handbook of Media
Processes and Effects 1st Edition, California: SAGE Publications, Inc
Namun direktur P2PL, Kementerian Kesehatan, Dr Wiendra Waworuntu,
berkata lain dalam kampanye #SayaBerani #SayaSehat, Kamis
(20/09/2018), di Jakarta.

“HIV bukan lagi penyakit mematikan yang tidak ada obatnya. Jika orang
mengetahui status HIV-nya sejak dini, mereka dapat mengikuti
pengobatan antiretroviral (ARV) yang diberikan secara gratis oleh
pemerintah,” jelas Wiendra menepis pandangan masyarakat.

ARV adalah pengobatan untuk perawatan infeksi oleh retrovirus, terutama


HIV. ARV bekerja dengan cara menekan perkembangan virus tersebut di
dalam tubuh.

Sayangnya, banyak kalangan masyarakat belum mengetahui manfaat obat


ini bagi penderita HIV/AIDS. Dampaknya, stigma masyarakat tentang
HIV/AIDS belum dapat terkikis.

Tidak hanya masyarakat, para pengidap HIV pun banyak yang masih
belum tahu tentang ini. Akibatnya, mereka tidak berani untuk
mengungkapkan kondisi mereka dan berkonsultasi ke dokter.

“Tolong teman-teman HIV harus terus minum obat. HIV dan TBC mirip,
itu harus terus minumnya. Tidak boleh berhenti. Kalau dia minum obat
terus, tentu teman-teman akan menjadi terapi produktif. Ini yang perlu kita
pertahankan, ini adalah awal dari kampanye '#Saya Berani #Saya Sehat',”
tutur Wiendra.

Dengan mengonsumsi obat ini, para pengidap HIV akan dapat


mempertahankan hidup dan terus berkarya layaknya orang normal.

5
Hal ini dibuktikan oleh Tesa (34) yang mampu bertahan dari HIV/AIDS
selama 11 tahun dengan mengonsumsi ARV sesuai dosis yang diberikan
dokter.
Wiendra mengatakan, obat ini dapat diperoleh gratis dan ada di banyak
pusat layanan kesehatan masyarakat.

“Pemerintah sudah menyediakan obat ini secara gratis di layanan. Dan


layanan ini tidak hanya beberapa tapi sudah meluas, sekitar 5.124 fasilitas
pelayanan kesehatan di 34 provinsi yang bisa diakses penderita HIV.
Tentunya menyangkut harga, obat ARV ini (harganya) cukup tinggi.
Mumpung ini (diberikan) gratis, jangan ragu untuk dimanfaatkan,”

Saat ini diperkirakan terdapat 640.000 orang yang hidup dengan HIV di
Indonesia. Lalu, baru 47 persen yang mengetahui status HIV-nya dan
sekitar 15 persen yang berada dalam pengobatan ARV.

Kemenkes menargetkan, pada tahun 2030 Indonesia mampu mengakhiri


epidemik HIV/AIDS dengan target 90:90:90.

Artinya, 90 persen ODHA mengetahui status HIV-nya, 90 persen orang


dengan HIV/AIDS (ODHA) menjalani pengobatan ARV, dan 90 persen
ODHA yang menjalani pengobatan ARV menekan perkembangan virus
dalam tubuhnya sehingga mengurangi secara signifikan risiko penularan
HIV di masyarakat.

 Artikel 2

Hari AIDS Sedunia: 70 Persen Infeksi HIV Akibat Seks Berisiko

Elise Dwi Ratnasari, CNN Indonesia | Senin, 27/11/2017 23:23 WIB

6
Kemenkes mencatat hingga Juni 2017 terdapat 255 ribu kasus HIV di
Indonesia. Sebanyak 72,4 persennya disebabkan oleh hubungan seksual
yang tidak terproteksi.

Jakarta, CNN Indonesia -- Penyakit AIDS akibat infeksi virus HIV tak


dimungkiri jadi sorotan dunia, dan setiap 1 Desember diperingati
sebagai Hari AIDS Sedunia. 

Secara global, diperkirakan ada sekitar 36,7 juta orang yang hidup
dengan HIV hingga 2016. Jumlah ini ditengarai meningkat tiap
tahunnya. 

Menurut Wiendra Waworuntu, Direktur Pencegahan dan Pengendalian


Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan RI, hingga Juni
2017 dilaporkan ada lebih dari 255 ribu kasus kejadian HIV di
Indonesia. Sebanyak 72,4 persen kejadian HIV di Indonesia disebabkan
oleh hubungan seksual yang tidak terproteksi. 

"Di Indonesia, ada 255.527 kasus HIV. Kalau melihat laporan dari tiap
provinsi di Indonesia, ada sekitar 100 ribu kasus per hari. Ini
kebanyakan karena seks berisiko secara heterogen maupun homogen,"
ujar Wiendra dalam perayaan Hari AIDS Sedunia di Plaza Senayan,
Jakarta Pusat, Senin (27/11). 

Wiendra prihatin karena kasus kebanyakan terjadi pada mereka yang


berusia produktif antara 21-29 tahun. Upaya pemerintah, lanjutnya,
dirasa cukup optimal melalui promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitasi. Namun, semua tak akan berarti tanpa adanya keterlibatan
masyarakat. 

Harapannya, pada 2030 mendatang, Indonesia mencapai 3Zero yakni

7
tidak ada lagi kasus kejadian HIV, tidak ada yang meninggal akibat
AIDS, dan tidak ada stigma buruk maupun diskriminasi terhadap ODHA
atau orang dengan HIV/AIDS. Hal ini juga perlu didukung unit-unit
pelayanan kesehatan demi akses kesehatan yang lebih baik. 

Di sisi lain, kini stigma buruk terkait HIV/AIDS semakin luntur.


Wiendra berkata, orang kini lebih terbuka sehingga harapannya, tidak
akan ada lagi stigma buruk bagi ODHA. ODHA biasanya merasa
didiskriminasi masyarakat karena pandangan buruk masyarakat akan
HIV/AIDS. Padahal, lanjut Wiendra, HIV/AIDS merupakan penyakit
kronis dan selayaknya ODHA diperlakukan sama dengan mereka yang
memiliki penyakit kronis lain. 

"Penyakit kronis itu seperti hipertensi, diabetes, cuma bedanya penyakit-


penyakit tadi obatnya lebih mudah didapat di pasaran," tambah
Wiendra. 

Mengutip data dari Laporan Perkembangan HIV/AIDS Ditjen


Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kemenkes RI,
Triwulan 2 2017, jumlah orang yang terinfeksi HIV ada sebanyak
23.204. Jumlah ini mencakup 14.970 orang laki-laki dan 8.234 orang
perempuan. Apabila dibandingkan dengan total orang yang terinfeksi
pada 2016, jumlah ini lebih rendah. Tahun lalu, total 41.250 orang
dilaporkan terinfeksi HIV.

"Selain seks berisiko, perhatian lebih juga perlu ditujukan pada penyakit
menular seksual. Mereka yang terkena penyakit menular seksual, punya
risiko 3 - 5 kali lipat lebih besar terkena AIDS," ucapnya. (rah/rah)

2.3 Analisis

8
Dalam kedua artikel tersebut menyatakan bahwa banyaknya yang
terjangkit HIV/AIDS di Indonesia sangatlah banyak dan bahwa meskipun
HIV/AIDS tidak dapat disembuhkan tetapi sudah bisa dikendalikan dengan
obat antiretroviral (ARV). Walaupun ODHA harus mengkonsumsi obat
tersebut selama dia hidup, setidaknya sel-sel yang terinfeksi tidak kembali
menyerang ODHA

2.4 Pembahasan
Menurut kedua artikel yang saya ambil untuk makalah ini,
kebanyakan masyarakat di Indonesia sudah mulai mempunyai pandangan
yang berbeda tentang HIV/AIDS. Pandangan ini mulai berubah ketika
mereka ODHA dan masyarakat Indonesia lainnya mulai memandang dan
memprilakukan HIV/AIDS sebagai penyakit kronis sama seperti penyakit
kronis lainnya. Pandangan negative yang muncul karena bagaimana
mereka mendapatkan infeksi HIV/AIDS tersebut mulai berubah dan
berganti menjadi perasaan empati dan simpati terhadap ODHA.
Hal ini dapat dikaitkan dengan teori persuasi, yaitu belief-based
attitude models. Dimana dalam teori sikap ini, pada suatu waktu sikap
terhadap suatu objek dapat berubah tergantung pada keyakinan menonjol
seseorang tentang objek tersebut.
Sama seperti pandangan kepada HIV/AIDS, sikap masyarakat
berubah ketika kepercayaan tentang HIV/AIDS berubah dan masyarakat
menggnggap bahwa HIV/AIDS sebagai penyakit kronis, pandangan
negative berubah.

9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
HIV adalah sebuah retrovirus yang nantinya akan menyebabkan
AIDS. Hal ini terjadi ketika sel-sel yang terinveksi oleh HIV
menggandakan diri dan mengurangi sel T pembantu yang berfungsi
sebagai pelawan bakteri. HIV memang sampai sekarang belum bisa
disembuhkan. Namun sudah ada obat yang bisa mengawasi virus HIV
yang sudah ada di dalam tubuh agar tidak menyebar dan menyerang
kambali.
Karena kebanyakan orang terinfeksi penyakit tersebut
mendapatkan penyakit tersebut karena melakukan hal taboo di Indonesia,
banyak masyarat mempunyai pandangan negative tentang penyakit
tersebut yang dalam sisi ilmiah sama saja seprti penyakit kronis lainnya.
Beruntungnya sudah banyak masyarakat yang merubah
kepercayaan dan bagaimana mereka memandang penyakit tersebut.
3.2 Saran
Masyarakat Indonesia harus bisa membuka pikiran bahwa mereka
yang terinfeksi penyakit HIV/AIDS tersebut sudah tersiksa karena sistem
imun mereka yang mulai gagal untuk melindungi mereka dari bakteria dan
tidak membutuhkan pandangan dan komentar negative mereka kepada
ODHA. Selain itu masyarakat juga harus melakukan safe sex agar tidak
terkena dan menyebarkan virus HIV/AIDS tersebut.

10
Daftar Pustaka

Nabi, Robin L. Oliver, Mary Bethh (2009). The SAGE Handbook of Media
Processes and Effects 1st Edition, California: SAGE Publications, Inc
Sarvaes, Jan. (2008). Communication for Development and Social Change.
California: SAGE Publications, Inc

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Meski Belum Bisa
Disembuhkan, HIV Sudah Bisa Dikendalikan",
https://sains.kompas.com/read/2018/09/21/183100623/meski-belum-bisa-
disembuhkan-hiv-sudah-bisa-dikendalikan.

Artikel ini telah tayang di CNN Indonesia dengan judul " Hari AIDS Sedunia: 70
Persen Infeksi HIV Akibat Seks Berisiko",
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20171004090958-255-245980/hari-
aids-sedunia-70-persen-infeksi-hiv-akibat-seks-berisiko

11

Anda mungkin juga menyukai