Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KLIEN Ny. “J” DENGAN TBC DI PERAWATAN


KHUSUS KELAS III RUANGAN RINRA SAYANG II
RSUD HAJI MAKASSAR

OLEH :

FILA DALFIANTI SAHUPALA, S.Kep

NS0619075

CI LAHAN CI INSTITUSI

(………...…..) (……………..)

PROGRAM STUDI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)


NANI HASANUDDIN MAKASSAR
2020
1.1 Laporan Pendahuluan
1.1.1 konsep penyakit/ kasus
Tuberculosisis (TBC)
1.1.2 Defenisi kasus
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular yang diakibatkan oleh Mycobacterium
Tuberculosis. Gejala utama TBC adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih
yang tidak jelas penyebabnya (Efrison, 2019).
Penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh mycobacterium
tuberculosis yang telah menginfeksi hampir sepertiga penduduk dunia dan pada
sebagian besar negara di dunia tidak dapat mengendalikan penyakit tuberkulosis paru
ini disebabkan banyaknya penderita yang tidak berhasil disembuhkan (Heru Listiono,
2018).
Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi isu global, disebabkan
oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis, dengan perkiraan sepertiga populasi
terinfeksi dan 2,5 juta orang meninggal setiap tahunnya (Nisa S Malihatun, 2017)
1.1.3 Etilogi
Micebacterium tuberculosis merupakan jenis kuman berbentuk batang berukuran
panjang 1-4 mm dengan tebal 0,3-0,6 mm. Sebagian besar komponem M tuberculosis
adalah berupa lemak / lipid sehingga kuman mampu bertahan terhadap asam serta
sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat
aerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh karena itu M. Tuberculosis
senang tinggal di daerah apeks paru paru yang kandungan oksigenya tinggi. Daerah
tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit tuberculosis (Irman Somantri,
2017).
1.1.4 Manifestasi klinis
Pada banyak individu yang terinfeksi tuberkulosis adalah asimptomatis.pada individu
lainya , gejala berkembang secara bertahap sehingga gejala tersebut tidak di kenal
sampai penyakit telah masuk tahap lanjut. Bagaimana gejala dapat timbul pada
individu tang mengalami imunosupresif dalam beberapa minggu setelah terpajan oleh
basil. Manifestasi klinis yang umum termasuk keletihan, penurunan berat badan,
kehilangan nafsu makan, dan demam ringan yang biasanya terjadi pada siang hari,
berkeringat malam, dan ansietas umum sering nampak, dispnea, nyeri dada, hemoptitis
adalah juga temuan yang umum (Christantie efendy, 2017).
1.1.5 Patofisiologi
Infeksi diawali karena seseorang menghirup basil M tuberculosis. Bakteri menyebar
melalui jalan napas menuju alveoli lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk.
Perkembangan M. Tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru
paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian
tubuh lain( ginjal, tulang dan korteks serebral) dan area lain dari paru paru (lobus
atas). Selanjutnya sistem kekebalan tubuh memberikan respon dengan melakukan
reaksi inflamasi , neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis ( menelan
bakteri) sementara limfosit spesifik tuberculosis menghancurkan basil dan jatingan
normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan terakumulasi eksudat dalam alveoli yang
menyebabkan bronkopneumonia . Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10
minggu setelah terpapar bakteri.
Interaksi antara M tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa awal infeksi
membentuk sebuah masa jaringan baru yang disebut granuloma. Granuloma terdiri
atas gumpulan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh magrofak seperti dinding.
Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa.bagian tengah
dari masa tersebut di sebut ghon tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag dan
bakteri menjadi nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang penampakannya
seperti keju. Hal ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan
kolagen, kemudian bakteri menjadi nonaktif.
Setelah infeksi awal, jika rspon sistem imun tidak adekuat maka penyakit akan
menjadi lebih parah . Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat infeksi ulang atau
bakteri yang sebelumnya tidak aktif menjafi aktif. Pada kasus ini ghon tubercle
mengalami urselasi sehingga menghasilkan necrotizing caseosa dalam bronkus.
Tubercle yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan dan membentuk jaringan
parut. Paru paru yang terinfeksi kemudian meradang mengakibatkan timbulnya
bronkopneumonia, membentuk tuberkel dan seterusnya (Jan, 2016).
1.1.6 Pemeriksaan penunjang
Menurut mansjoer dkk 1999: hal 472 di kutif dalam (Nuratif A Huda, 2015)
pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien dengan tuberculosis paru yaitu:
1. Laboratorium darah rutin : LED normal/meningkat, limfositosis.
2. Pemeriksaan sputum BTA: untuk memastikan diagnostik TB paru, namun
pemeriksaan ini tidak spesifik kare a hanya 30-70% pasien yang dapat didiagnosis
berdasarkan pemeriksaan ini.
3. Tes PAP (peroksidase anti peroksidase)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining untuk
menentukan adanya IgG Spesifik terhadap basil TB.
4. Tes mantoux / tuberculin
Merupakan uji serulogi imunoperoksidase memakai alat histogen staining untuk
menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
5. Tehnik polymerase chain reaction
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam meskipun hanya
satu mikroorganisme dalam spesimen juga dapat mendetwksi adanya resistensi.
6. Becton dickinson diagnostik instrument sistem (BACTEC)
Deteksi growth indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam
lemak oleh mikobakterium tuberculosis.
7. MYCODOT
Deteksi anti body memakai antigen liporabinomannan yang direkatkan pada suatu
alat berbentuk seperti sisir plastic, kemudian dicelupkan dalam jimlah memadai
memakai warna sisir akan berubah.
8. Pemeriksaan radiology : rontgen thorax PA dan lateral
Gambaran foto thorax yang menunjang diagnosis TB yaitu :
 Bayangan lesi terletak dilapangan paru atas atau swgment apikal lobus
bawah
 Bayangan berwarna (patchy) atau bercak (nodular)
 Adanya kavitas, tunggal atau ganda
 Adanya klasifikasi
 Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
1.1.7 Penatalaksaan medis terbaru
1. Terapi Farmakologi
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia dikutif dalam (Irman Somantri, 2017) membagi
penatalaksanaan tuberkulosisi menjadi tiga bagian yaitu pencegahan, pengobatan,
dan penemuan penderita (active case finding).
a. Pencegahan Tuberkulosis
Beberapa pencegahan tuberkulosis pada Stranas TB (Strategi Nasional TB)
yang meliputi:
 Pemeriksaan kontak, pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat
dengan penderita tuberkulosis paru BTA positif. Pemeriksaan
meliputi tes tuberkulin, klinis, dan radiologis atau bila tes tuberkulin
positif, maka pemeriksaan radiologis foto thoraks diulang 6 dan 12
bulan mendatang. Bila hasil negatif, maka diberikan vaksin BCG. Bila
positif berarti terjadi konversi hasil tes tuberkulin dan diberikan
kemoprofilaksasi.
 Mass chest X-Ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-
kelompok populasi tertentu)
 Vaksinasi BCG
Vaksin BCG merupakan vaksin hidup yang memberi perlindungan
terhadap penyakit TBC. Vaksin Tb tidak mencegah infeksi TB, tetapi
mencegah infeksi berat (menginitis TB dan TB milier), yang sangat
mengancam nyawa. Vaksin BCG dapat memakan waktu 6-12 minggu
untuk menghasilkan efek (perlindungan) kekebalannya. Vaksinasi
BCG memeberikan proteksi yang bervariasi antara 50-80% terhadap
tuberculosis.
Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12
bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi
bakteri yang masih sedikit. Indikasi kemoprofilaksis primer atau
utama yaitu bayi yang menyusui dengan BTA positif, sedangkan
kemoprofilaksis sekunder diperlukan.
b. Pengobatan Tuberkulosis
Pengobatan yang dilakukan pada pasien tuberkulosis menurut Kementerian
Kesehatan 2014: Pengobatan TB harus selalu meliputi tahap awal dan tahan
lanjutan. Tahap awal, pengobatan diberikan setiap hari. Pengobatan pada
tahap ini dimaksudtkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang
ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil
kuman yang mungkin sudah resisten sejak sebelum pasien mendapatkan
pengobatan. Tahapan awal pada pasien yang baru harus diberikan selama 2
bulan. Pada umumnya dengan pengobatan yang teratur tanpa ada hambatan,
daya penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu.
Tahap lanjutan merupakan tahap yang penting untuk membunuh sisa-sisa
kuman yang masih ada dalam tubuh sehingga pasien dapat sembuh dan
mencegah terjadinya kekambuhan.
 Observed Treatment Short Course (DOTSC)
Strategi penanggulangan TB dikenal sebagai Observed Treatment
Short Course (DOTSC). DOTSC yang direkomdasikan oleh WHO
terdiri atas lima komponen yaitu:
 OAT (Obat Anti Tuberkulosis)
OAT (Obat Anti Tuberkulosis) adalah komponen terpenting dalam pengobatan TB. Pengobatan
TB merupak salah satu upaya paling efesien untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari kuman
TB.
2. Terapi Non Farmakologi
Tindakan yang dapat dilakukan pada pasien tuberkulosis dengan masalah
keperawatan bersihan jalan napas tidak efektif yaitu latihan batuk efektif, napas
dalam dan pengaturan posisi (semi atau high fowler).
a. Batuk Efektif
Batuk Efektif merupakan suatu upaya untuk mengeluarkan dahak dan
menjaga paru-paru agar tetap bersih, di samping dengan memberikan
tindakkan nebulizer dan postural drainage. Batuk efektif dapat dilakukan
pada pasien dengan cara diberikan posisi yang sesuai agar pengeluaran dahak
dapat lancar. Batuk efektif ini merupakan bagian tindakkan keperawatan
untuk pasien dengan gangguan pernapasan akut dan kronik (Irman Somantri,
2017).
b. Tujuan Batuk Efektif
Batuk efektif dan napas dalam merupakan teknik batuk efektif yang
menekankan inspirasi maksimal yang dimulai dari ekspirasi, yang bertujuan
untuk (Irman Somantri, 2017) :
 Merangsang terbukanya sistem kolateral
 Meningkatkan distribusi ventilasi
 Meningkatkan volume paru
 Memfasilitasi pembersihan saluran napas
c. Manfaat Batuk Efektif
Pemberian latihan batuk efektif beserta teknik melakukannya akan memberikan manfaat.
Manfaat dari batuk efektif yaitu untuk melonggarkan dan melegakan saluran pernapasan maupun
mengatasi sesak akibat adanya lendir yang memenuhi saluran pernapasan.Lendir, baik dalam
bentuk dahak (sputum) maupun sekret dalam hidung, timbul akibat adanya infeksi pada saluran
pernapasan maupun karena sejumlah penyakit yang di derita seseorang (Irman Somantri, 2017).
d. Prosedur Tindakkan Batuk Efektif
Prosedur tindakkan batuk efektif yaitu antara lain sebagai berikut (Irman
Somantri, 2017):
 Beri tahu pasien, minta persetujuan klien dan anjurkan untuk cuci
tangan
 Atur pasien dalam posisi duduk tegak atau duduk setengah
memebungkuk (Semi fowler atau high fowler)
 Letakkan handuk/alas pada leher klien, letakkan bengkok atau pot
sputum pada pangkuan dan anjurkan klien memegang tisu
 Ajarkan klien untuk menarik napas dalam secara perlahan, tahan 1-3
detik dan hembuskan perlahan melalui mulut. Lakukan prosedur ini
beberapa kali
 Anjurkan untuk menarik napas, 1-3 detik batukkan dengan kuat
 Tarik napas kembali selama 1-2 kali dan ulangi prosedur diatas 2
hingga 6 kali
 Jika diperlukan, ulangi lagi prosedur di atas
 Bersihkan mulut klien, instruksikan klien untuk membuang sputum
pada pot sputum atau bengkok
 Beri penguatan, berskan alat dan cuci tangan
 Menjaga kebersihan dan mencegah kontaminasi terhadap sputum
 Tindakan batuk efektif perlu diulang beberapa kali bila diperlukan

1.1.8 Konsep tindakan keperawatan yang diberikan

Rencana Tindakan Keperawatan


No Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1 Bersihan jalan napas tidak  Produksi sputum ekspektasi 3 1. Atur posisi semifowler
efektif b.d benda asing dalam (sedang) meningkat ke 5 atau fowler
jalan napas (menurun) 2. Jelakan dan tujuan
 Wheezing ekspektasi 3 batuk efektik
(sedang) meningkat ke 5 3. Monitor pola napas
(menurun) 4. Berikan oksigen jika
 Dispnea ekspektasi 3 (sedang) perlu
meningkat ke 5 (menurun) 5. Lakukan penghisapan
 Pola napas ekspektasi 3 lendir kurang dari 15
(sedang) meningkat ke 5 menit
(membaik)
2 Gangguan pertukaran gas b.d  Dispnea ekspektasi 3 (sedang) 1. Monitor pola napas
perubahan membrane meningkat ke 5 (menurun) 2. Siapkan dan atur
alveolus-kapiler  Bunyi napas tambahan peralatan pemberian
ekspektasi 3 (sedang) oksigen
meningkat ke 5 (menurun) 3. Pertahankan kepatenan
 Gelisah ekspektasi 3 (seang) jalan napas
meningkat ke 5 (menurun) 4. Ajarkan pasien dan
 Pola napas ekspektasi 3 keluarga cara
(sedang) meningkat ke 5 menggunakan oksigen
(membaik) di rumah
3 Hipertermia b.d proses  Menggigil ekspektasi 3 1. Monitor suhu tubuh
penyakit (misalnya infeksi (sedang) membaik ke 1 2. Longgarkan atau
dan kanker) (menurun) lepaskan pakaian
 Suhu tubuh ekspektasi 3 3. Lakukan pendinginan
(sedang) membaik ke 5 eksternal
(membaik) 4. Anjurkan tirah baring
4 Defisit nutrisi b.d  Porsi makan yang dihabiskan 1. Identifikasi status nutrisi
ketidakmampuan menelan ekspektasi 3 (sedang) membaik 2. Monitor berat badan
makanan ke 5 (meningkat) 3. Anjurkan posisi duduk

Berat badan ekspektasi 3 jika perlu
(sedang) membaiik ke 5 4. Ajarkan diet yang
(membaik) diprogramkan
 Frekuensi makan ekspektasi 3
(sedang) membaik ke 5
(membaik)
 Nafsu makan ekspektasi 3
(sedang) membaik ke 5
(membaik)
5 Resiko infeksi b.d organisme  Demam ekspektasi 3 (sedang) 1. Jelakan tanda dan
purulent menurun ke 5 (menurun) gejala infeksi
 Kemerahan ekspektasi 3 2. Ajarkan cara mencuci
(sedang) menurun ke 5 tangan dengan benar
(menurun) 3. Ajarkan etika batuk
 Nyeri ekspektasi 3 (sedang) 4. Monitor tanda dan
menurun ke 5 (menurun) gejala infeksi
 Bengkak ekspektasi 3 (sedang)
menurun ke 5 (menurun)
 Kadar sel darah putih
ekspektasi 3 (sedang) menurun
ke 5 (membaik)
Sumber : (Tim Pokja SDKI SLKI SIKI DPP PPNI, 2018)

1.2 pengkajian
a. Data umum pasien
Nama,Umur,Jenis Kelamin,Agama,Suku,Pendidikan,Pekerjaan,Status
Pernikahan,Alamat, No. Medical Record ,Diagnosa Medis,Tanggal Pengkajian ,Tanggal
Masuk RS.
b. Informan keluarga
Nama,Umur,Jenis Kelamin,Hubungan dengan Pasien .
c. Genogram
d. Riwayat kesehatan
Keluhan utama,Riwayat keluhat utama,riwayat penyakit, riwayat opname, riwayat
kesehatan sekarang, riwayat alrgi,riwayat medikasi,kesdaran
e. Pemeriksaan fisik (Head to toe)
f. Kebutuhan dasar
g. Pengkajian resiko jatuh
h. Data focus
i. Pemeriksaan diagnostic
j. Psikososial
k. Patofisiologi keperawatan
l. Analisa data

1.3 Diagnosa keperawatan


1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d benda asing dalam jalan napas
2. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane alveolus-kapiler
3. Hipertermia b.d proses penyakit (misalnya infeksi dan kanker)
4. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan
5. Resiko infeksi b.d organisme purulen

1.4 Rencana asuhan keperawatan

Rencana Tindakan Keperawatan


No Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1 Bersihan jalan napas tidak  Produksi sputum ekspektasi 3 1. Atur posisi semifowler
efektif b.d benda asing dalam (sedang) meningkat ke 5 atau fowler
jalan napas (menurun) 2. Jelakan dan tujuan batuk
 Wheezing ekspektasi 3 efektik
(sedang) meningkat ke 5 3. Monitor pola napas
(menurun) 4. Berikan oksigen jika
 Dispnea ekspektasi 3 (sedang) perlu
meningkat ke 5 (menurun) 5. Lakukan penghisapan
 Pola napas ekspektasi 3 lendir kurang dari 15
(sedang) meningkat ke 5 menit
(membaik)
2 Gangguan pertukaran gas b.d  Dispnea ekspektasi 3 (sedang) 1. Monitor pola napas
perubahan membrane meningkat ke 5 (menurun) 2. Siapkan dan atur
alveolus-kapiler  Bunyi napas tambahan peralatan pemberian
ekspektasi 3 (sedang) oksigen
meningkat ke 5 (menurun) 3. Pertahankan kepatenan
 Gelisah ekspektasi 3 (seang) jalan napas
meningkat ke 5 (menurun) 4. Ajarkan pasien dan
 Pola napas ekspektasi 3 keluarga cara
(sedang) meningkat ke 5 menggunakan oksigen di
(membaik) rumah
3 Hipertermia b.d proses  Menggigil ekspektasi 3 1. Monitor suhu tubuh
penyakit (misalnya infeksi (sedang) membaik ke 1 2. Longgarkan atau
dan kanker) (menurun) lepaskan pakaian
 Suhu tubuh ekspektasi 3 3. Lakukan pendinginan
(sedang) membaik ke 5 eksternal
(membaik) 4. Anjurkan tirah baring
4 Defisit nutrisi b.d  Porsi makan yang dihabiskan 1. Identifikasi status nutrisi
ketidakmampuan menelan ekspektasi 3 (sedang) membaik 2. Monitor berat badan
makanan ke 5 (meningkat) 3. Anjurkan posisi duduk
 Berat badan ekspektasi 3 jika perlu
(sedang) membaiik ke 5 4. Ajarkan diet yang
(membaik) diprogramkan
 Frekuensi makan ekspektasi 3
(sedang) membaik ke 5
(membaik)
 Nafsu makan ekspektasi 3
(sedang) membaik ke 5
(membaik)
5 Resiko infeksi b.d organisme  Demam ekspektasi 3 (sedang) 1. Jelakan tanda dan gejala
purulent menurun ke 5 (menurun) infeksi
 Kemerahan ekspektasi 3 2. Ajarkan cara mencuci
(sedang) menurun ke 5 tangan dengan benar
(menurun) 3. Ajarkan etika batuk
 Nyeri ekspektasi 3 (sedang) 4. Monitor tanda dan gejala
menurun ke 5 (menurun) infeksi
 Bengkak ekspektasi 3 (sedang)
menurun ke 5 (menurun)
 Kadar sel darah putih
ekspektasi 3 (sedang) menurun
ke 5 (membaik)
Sumber : (Tim Pokja SDKI SLKI SIKI DPP PPNI, 2018)

1.5 Implementasi keperawatan


Implementasi adalah tahap keempat dari proses keperawatan, tahap ini muncul jika
perencanaan yang dibuat di aplikasikan pada klien. Implementasi terdiri atas melakukan dan
mendokumentasikan yang merupakan tindakan keperawatan khusus yang digunakan untuk
melaksanakan intervensi (Debora, 2017).

1.6 Evaluasi
Evaluasi adalah tahap kelima dari proses keperawatan, pada tahap ini perawat
membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria hasil yang sudah
ditetapkan serta menilai apakah masalah yang terjadi sudah teratasi seluruhnya, hanya
sebagian, atau bahkan belum teratasi semuanya (Debora, 2017).

1.7 Program perencanaan pulang / Discaharge planning dan melaksanakan pendidikan


kesehatan yang terkait dengan perencanaan tersebut
a. Pelajari penyebab dan penularan dari TB serta pencegahan saat diluar rumah
b. Pahami tentang kegunaan batukyang efektof dan mengapa terdapat penumpukan secret
disaluran pernapasan
c. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin
d. Lakukan pernafasan diafragma: tahan napas selama 3-5 detik kemudian secara perlahan lahan
keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut
e. Selalu menjaga kebersihan mulut dan pelajari cara yang baik saat batuk dan setelah batuk juga
cara pengontrolan batuk
f. Jangan memberikan vaksin BCG pada bayi baru lahir dan konsultasikan kepada tenaga medis
terlebih dahulu sebelum vaksin
g. Ibu menderita TB aman untuk memberikan ASI pada bayi nya dengan catatan menghindar
cara penularan TB
h. Jalankan terapi obat dengan teratur dan jangan sampai putus tanpa instruksi
i. Brhenti merokok dan berhenti minum alcohol
j. Olaragah secara teratur, makan makanan yang bergizi serta istrhat cukup (Nuratif A Huda,
2015)

DAFTAR PUSTAKA

Christantie efendy. (2017). KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH KLIEN DENGAN


GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN. Jakarta: EGC.

Debora. (2017). Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Salemba Medika.

Efrison, H. (2019). Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup Penderita TBC di
Kecamatan Selebar Kota Bengkulu Tahun 2018. Journal of Nursing and Public Health,
7(1), 46–51.

Heru Listiono. (2018). ANALISA FAKTOR RISIKO KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU


Heru. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
1

Irman Somantri. (2017). KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH Asuhan Keperawatan Pada


Pasien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Jan, T. (2016). PATOFISIOLOGI Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.

Nisa S Malihatun. (2017). Hubungan Antara Karakteristik Kader Kesehatan Dengan Praktik
Penemuan Tersangka Kasus Tuberkulosis Paru. Journal of Health Education, 2(1), 93–100.
https://doi.org/10.15294/jhe.v2i1.19117

Nuratif A Huda. (2015). ASUHAN KEPERAWATAN BERDASARKAN DIAGNOSA MEDIS &


NANDA NIC NOC. Jogjakarta: Mediaction.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Defenisi dan
Indikator Diagnostik (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (1st ed.). Jakarta:
DPP PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Defenisi dan
Kriteria Hasil Keperwatan (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai