1
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
2
Staf Pengajar Bagian Biokimia, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat korespondensi : anna.dewajanthi@ukrida.ac.id
Abstrak
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien pada
sarana kesehatan. Insiden dan prevalensi ISPA di Indonesia tahun 2013 adalah 1,8 persen dan 4,5
persen. Infeksi Saluran Pernapasan akut masih menempati urutan sebelas penyebab morbiditas dan
mortalitas pada anak berusia di bawah lima tahun (balita) pada tahun 2013. Salah satu faktor yang
dapat membuat seseorang terkena ISPA adalah status gizi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
apakah terdapat hubungan antara status gizi dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas
Kecamatan Kebon Jeruk bulan Agustus 2016. Subjek penelitian adalah balita yang berobat di Poli
MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit) Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk. Sampel yang
digunakan sebanyak 84 balita, dengan teknik consecutive sampling. Status gizi dikategorikan
berdasarkan standar antropometri dengan mengukur Berat Badan/Umur (BB/U). Analisis statistik
menggunakan Uji Fisher dengan nilai derajat kepercayaan (α) sebesar 95%. Balita yang mengalami
gizi kurang/buruk dan ISPA sebanyak sembilan balita (64,3%) dan balita dengan gizi baik dan ISPA
sebanyak 49 balita (70,0%). Didapatkan nilai signifikansi p-value sebesar 0,754 (p > 0,05).
Kesimpulan pada penelitian ini adalah tidak terdapat hubungan antara status gizi dengan kejadian
ISPA pada balita di Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk bulan Agustus 2016.
Kata kunci : ISPA, status gizi, balita, Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk
Keywords: respiratory infections, nutritional status, toddler, Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk
Pendahuluan kekebalan tubuh dan resistensi terhadap
infeksi. Hal ini dibuktikan dengan adanya hasil
Infeksi saluran pernapasan adalah penyakit penelitian akhir-akhir ini yang
infeksi yang menyerang salah satu bagian dari memperlihatkan bahwa melalui pemberian
saluran nafas yang berlangsung selama 14 gizi, dan hormon anabolik dapat mengatur
hari. Berbagai macam faktor penyebab daya tahan (resistensi) hospes terhadap infeksi
terjadinya ISPA, salah satunya adalah status bakteri. Status gizi balita merupakan hal
gizi yang tidak baik. ISPA merupakan salah penting yang harus diketahui oleh setiap orang
satu penyebab utama kunjungan pasien pada tua. Perlunya perhatian lebih dalam tumbuh
sarana kesehatan. kembang di usia balita didasarkan fakta bahwa
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) kurang gizi yang terjadi pada masa emas ini
merupakan salah satu penyebab utama akan berpengaruh pada kualitas tumbuh
kunjungan pasien pada sarana kesehatan. kembang anak.6 Pada kasus gizi kurang,
Sebanyak 40% - 60% kunjungan berobat di individu akan lebih rentan terhadap infeksi
Puskesmas dan sebanyak 15% - 30 % akibat menurunnya kekebalan tubuh terhadap
kunjungan berobat di bagian rawat jalan dan invasi patogen.7 Pertumbuhan yang baik dan
rawat inap di rumah sakit disebabkan oleh status imunologi yang memadai akan
ISPA.1 Dibandingkan dengan orang dewasa, menghasilkan tingkat kesehatan yang baik
bayi dan balita lebih rentan terhadap penyakit. pula. Sebaliknya, pertumbuhan fisik yang
Infeksi saluran pernapasan akut menempati terhambat biasanya disertai dengan status
urutan sebelas penyakit penyebab morbiditas imunologi yang rendah, sehingga balita mudah
dan mortalitas pada anak balita pada tahun terkena penyakit. Status gizi merupakan salah
2013. Infeksi saluran pernapasan akut bagian satu faktor risiko terhadap kejadian ISPA pada
atas menempati urutan kedua dengan jumlah balita. Gizi yang kurang dapat menyebabkan
11.043 kasus dan pneumonia pada urutan ke daya tahan tubuh menurun.8 Sistem imunitas
lima dengan jumlah 9.180 kasus pada pasien dan antibodi juga berkurang sehingga mudah
rawat inap. Sedangkan pada pasien rawat terserang infeksi seperti pilek, batuk, dan
jalan, ISPA bagian atas menempati urutan diare. Pada saat sistem pertahanan tubuh
pertama dengan jumlah 86.150 kasus.2 Insiden terganggu, maka alergen atau mikroorganisme
dan prevalensi ISPA di Indonesia tahun 2013 yang masuk ke dalam sistem pernapasan akan
adalah 1,8 persen dan 4,5 persen. Lima mudah berkoloni dan berkembang biak yang
provinsi dengan ISPA tertinggi adalah akhirnya akan menimbulkan infeksi, salah
Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua satunya adalah infeksi saluran pernapasan akut
(31,1%), Aceh (30,0%), Nusa Tenggara Barat dan pneumonia.9
(28,3%), dan Jawa Timur (28,3%).3 Di Masih tingginya prevalensi ISPA di
provinsi DKI Jakarta prevalensi ISPA Indonesia (khususnya di provinsi DKI Jakarta)
mencapai 25,2 %.2 Karakteristik penduduk dan status gizi yang kurang, maka perlu
dengan ISPA yang tertinggi terjadi pada meneliti hubungan status gizi dengan kejadian
kelompok umur 1-4 tahun (25,8%). Persentase infeksi saluran pernafasan akut.
anak balita penderita ISPA menurut jenis
kelamin tidak jauh berbeda.2 Penyakit ini lebih Metode Penelitian
banyak dialami pada kelompok penduduk
dengan kuantil indeks kepemilikan terbawah Jenis penelitian yang digunakan dalam
dan menengah ke bawah.4 penelitian ini adalah metode analitik dengan
Prevalensi gizi kurang dan gizi buruk desain cross sectional. Teknik pengambilan
meningkat dari tahun 2007 ke tahun 2013.3 sampel dalam penelitian ini menggunakan
Gizi merupakan unsur yang penting dalam teknik non probability yaitu dengan
pemenuhan kebutuhan nutrisi, zat gizi consecutive sampling.10 Kriteria inklusi yang
berfungsi menghasilkan energi, membangun digunakan adalah anak balita berusia 12 – 59
dan memelihara jaringan, serta mengatur bulan yang datang berobat ke Poli MTBS
proses-proses kehidupan dalam tubuh. Selain (Manajemen Terpadu Balita Sakit) Puskesmas
itu, gizi berhubungan dengan perkembangan Kecamatan Kebon Jeruk, baik yang menderita
otak, kemampuan belajar, dan produktivitas ISPA maupun non-ISPA dan orang tua /
kerja.5 Zat gizi yang diperoleh dari asupan pengantarnya memperbolehkan sang balita
makanan memiliki efek kuat untuk reaksi untuk dilakukan pengukuran berat badan.
Kriteria eksklusi yang digunakan adalah balita berusia 12 – 59 bulan yang menderita
pasien balita yang datang berobat ke Poli ISPA dan non-ISPA. Perhitungan status gizi
MTBS Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk, dilakukan melalui indikator berat badan
tetapi orang tua/ pengantarnya tidak dibanding umur (BB/U), dengan menggunakan
memperbolehkan sang balita untuk dilakukan grafik BB/U WHO (World Health
pengukuran berat badan. Organization) akan didapatkan titik temu /
plotted point. Setelah itu dengan
Perhitungan sampel ditentukan melalui rumus menggunakan tabel Z-score akan
berikut : diinterpretasikan status gizi dari balita
penderita ISPA.
N1 = ( Zα)2 p. q Uji analisis statistik dilakukan dengan uji
L2 analisis univariat untuk melihat distribusi
frekuensi variabel bebas, dan variabel terikat
N2 = N1 + ( 10 % N1 ) dan analisis bivariat untuk melihat hubungan
antara variabel bebas dan variabel terikat
menggunakan uji statistik Fisher, dengan
Keterangan : tingkat kemaknaan α = 0.05.
N1 = jumlah sampel minimal
N2 = jumlah sampel yang ditambah substitusi Hasil dan Pembahasan
10% (substitusi adalah persentase subjek
penelitian yang mungkin keluar atau drop out Analisis Univariat
)
Zα = tingkat batas kepercayaan , dengan nilai Berdasarkan hasil uji analisis statistik
α = 5% dilihat pada Tabel 1, kelompok usia 13 – 36
p = proporsi yang diteliti dari kepustakaan, bulan sebanyak 57 orang (67,9%) dan
prevalensi ISPA 25,2% kelompok usia 35 – 59 bulan sebanyak 27
q =1-p orang (32,1%). Data tersebut memperlihatkan
L = derajat kesalahan yang masih dapat bahwa pada sampel usia paling banyak adalah
diterima adalah 10% = 0,1 kelompok usia 13 – 36 bulan yaitu 57 orang.
Pada sebaran data jenis kelamin, data tersebut
Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak memperlihatkan bahwa sampel pada laki – laki
84 sampel. Data yang diambil dari sampel sebanyak 35 orang (41,7% ) dan perempuan
penelitian ini adalah usia dan berat badan sebanyak 49 orang (58,3%).
Tabel 1. Distribusi Data Sampel Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin pada Balita di Poli
MTBS Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Bulan Agustus 2016
Dari hasil analisis univariat berdasarkan baik (83,3 %). Data tersebut memperlihatkan
status gizi didapatkan bahwa dari 84 anak, ada bahwa pada sampel lebih banyak balita yang
14 orang (16,7 %) memiliki status gizi kurang memiliki status gizi baik.(Tabel 2).
/ buruk dan 70 orang memiliki status gizi yang
Tabel 2. Prevalensi Status Gizi pada Balita di Poli MTBS Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk
Bulan Agustus 2016
Status gizi digolongkan tidak baik apabila prevalensi ini cukup besar. Sebagian besar
hasil perhitungan status gizi berlebih atau balita di Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk
kurang dari normal, berberdasarkan standar telah memiliki status gizi yang baik, tetapi
antropo-metri menurut WHO yang diukur masih terdapat balita dengan status gizi
berdasarkan pada berat badan (B) menurut kurang/ buruk. Pada penelitian ini diperoleh
umur (U) disajikan dalam bentuk antropometri data bahwa penderita ISPA memiliki status
(BB/U). gizi yang baik.
Sebanyak 40% - 60% kunjungan berobat di Hasil analisis univariat berdasarkan
Puskesmas dan sebanyak 15%-30% kunjungan prevalensi ISPA didapatkan yaitu bahwa dari
berobat di bagian rawat jalan dan rawat inap di 84 sampel, ada 58 orang yang menderita ISPA
rumah sakit disebabkan oleh ISPA. Pada (69 %). Prevalensi ISPA dan non-ISPA pada
penelitian ini prevalensi ISPA di Puskesmas balita di Poli MTBS Puskesmas Kecamatan
Kecamatan Kebon Jeruk adalah 69 %. Angka Kebon Jeruk dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Prevalensi ISPA dan Non-ISPA pada Balita di Poli MTBS Puskesmas Kecamatan
Kebon Jeruk Bulan Agustus 2016
ISPA 58 69
Non – ISPA 26 31
Total 84 100
Analisis Bivariat
Dari hasil analisis bivariat berdasarkan dari hanya sebanyak 9 orang. Dari data tersebut
hasil Uji Fisher (Tabel 4) didapatkan bahwa menunjukkan bahwa penderita ISPA telah
dari 84 sampel yang diteliti, jumlah sampel memiliki status gizi yang baik. Berdasarkan uji
dengan status gizi baik lebih banyak pada statistik Fisher, p value 0,754 (p > 0,05)
penderita ISPA sebanyak 49 orang (70,0%) menunjukkan H0 diterima, dapat diartikan
dibandingkan dengan yang menderita non- bahwa tidak terdapat hubungan antara status
ISPA sebanyak 21 orang (30%). Penderita gizi dengan kejadian ISPA.
ISPA yang memiliki status gizi kurang / buruk
Tabel 4. Hubungan antara Status Gizi dengan Kejadian ISPA pada Balita di Poli MTBS
Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Bulan Agustus 2016