Landasan teori
Senyawa kompleks telah banyak dipelajari dan diteliti melalui suatu tahapan-tahapan
reaksi (mekanisme reaksi) dengan menggunakan ion-ion logam serta ligan yang berbeda-
beda. Salah satu keistimewaan dari reaksi kompleks adalah reaksi pergantian ligan melalui
efek trans (Basset, 1994).
Senyawa ion logam yang berkoordinasi dengan ligan disebut dengan senyawa
kompleks. Sebagian besar ligam zat netral atau anionik tetapi kation, seperti kation tropilium
juga dikenal. Ligan netral, seperti amoniak, NH3, atau karbon monoksida, CO, dalam keadaan
bebas pun merupakan molekul yang stabil, sementara ligan anionik, seperti Cl - atau C5H5,
distabilkan hanya jika dikoordinasikan ke atom logam pusat. Ligan repsentatif di daftarkan di
tabel menurut unsur yang mengikatnya. Logam umum atau yang dengan rumus kimia rumit
diungkapkan dengan singkatannya. Logam dengan satu atom pengikat disebut ligan
monodentat, dan yang memiliki lebih dari satu atom pengikat disebut ligan polidentat, yang
juga disebut ligan khelat. Jumlah atom yang diikat pada atom pusat disebut dengan bilangan
koordinasi (Saito, 1996).
Salah satu keistimewaan dari reaksi kompleks adalah reaksi pergantian ligan melalui
efek trans. Reaksi pergantian ligan ini terjadi dalam kompleks octahedral dan segi empat.
Ligan-ligan yang menyebabkan gugus yang letaknya trans terhadapnya bersifat labil,
dikatakan mempunyai efek trans yang kuat. Beberapa ligan dapat dideretkan dalam suatu
deret spektrokimia berdasarkan kekuatan medannya, yang tersusun sebagai berikut : I- < Br-2 <
S2- < SCN- < Cl- < NO3- < H2O < NCS- < NH3 < en < bipi < fen < NO 2-< CN- < F- < OH- <
Ox < CO, dengan Ox = oksalat, en = etilendiamin, bipi = 2,2’-bipiridin dan fen = fenantrolin (
Rilyanti et al, 2008).
1|KIMIA KOORDINASI
Muatan senyawa ion akan mempengaruhi arah pergerakan senyawa ion itu. Semakin
tinggi valensi, pergerakan akan semakin cepat, begitu juga pengaruh konsentrasi larutan
elektrolit atau penyangga. Semakin lama waktu elektroforesis, kation dan anion akan semakin
mendekati elektroda atau lintasan yang ditempuh semakin jauh. Muatan senyawa ion akan
mempengaruhi arah pergerakan senyawa ion itu. Semakin inggi valensi, pergerakan akan
semakin cepat, begitu juga pengaruh konsentrasi larutan elektrolit atau penyangga. Semakin
lama waktu elektroforesis, kation dan anion akan semakin mendekati elektroda atau lintasan
yang ditempuh semakin jauh (Sulaiman et al, 2007).
Proses membuat perhitungan yang didasarkan pada rumus-rumus dan persamaan-
persamaan berimbang dirujuk sebagai stoikiometri (dari kata Yunani: stoicheion, unsur dan –
metria, ilmu pengukuran). Suatu rumus molekul menyatakan banyaknya atom yang
sebenarnya dalam suatu molekul atau satuan terkecil suatu senyawa (Basset, 1994).
Tembaga adalah logam merah muda, yang lunak, dapat ditempa, dan liat. Ia melebur pada
1038ºC. Karena potensial elektrode standarnya positif (+0,34 V untuk pasangan Cu/Cu 2+), ia
tak larut dalam asam klorida dan asam sulfat encer, meskipun dengan adanya oksigen ia bisa
larut sedikit. Ada dua deret senyawa tembaga. Senyawa-senyawa tembaga(I) diturunkan dari
tembaga(I) oksida Cu2O yang merah, dan mengandung ion tembaga(I), Cu+. Senyawa-
senyawa ini tak berwarna, kebanyakan garam tembaga(I) tak larut dalam air, perilakunya
mirip senyawa perak(I). Mereka mudah dioksidasi menjadi senyawa tembaga(II), yang dapat
diturunkan dari tembaga(II) oksida, CuO, hitam. Garam-garam tembaga(II) umumnya
berwarna biru, baik dalam bentuk hidrat, padat, maupun dalam larutan air. Garam-garam
tembaga(II) anhidrat, seperti tembaga(II) sulfat anhidrat CuSO 4, berwarna putih (atau sedikit
kuning). Dalam larutan air selalu terdapat ion kompleks tetraakuo (Beran, 1996).
Tembaga memiliki elektron s tunggal di luar kulit 3d yang terisi. Ini agak kurang
umum dengan golongan alkali kecuali stoikiometri formal dalam tingkat oksidasi +1. Kulit d
yang terisi jauh kurang efektif daripada kulit gas mulia dalam melindungi elektron s dalam
muatan inti, sehingga potensial pengionan pertama Cu lebih tinggi daripada golongan alkali.
Karena elektron-elektron pada kulit d juga dilibatkan dalam ikatan logam, panas penyubliman
dan titik leleh tembaga juga jauh lebih tinggi daripada alkali. Faktor-faktor ini bertanggung
jawab bagi sifat lebih mulia tembaga. Pengaruhnya adalah membuat lebih kovalen dan
memberi energi kisi yang lebih tinggi (Cotton, 1989).
2|KIMIA KOORDINASI
Kebanyakan senyawaan CuI cukup mudah teroksidasi menjadi CuII, namun oksidasi
selanjutnya menjadi CuIII adalah sulit. Terdapat kimiawi larutan Cu2+ yang dikenal baik, dan
sejumlah besar garam berbagai anion didapatkan, banyak diantaranya larut dalam air,
menambah perbendaharaan kompleks (Cotton, 1989).
Tujuan
1. Menentukan konsentrasi untuk standarisasi NaOH, HCl, NH3.
2. Menentukan koefisien distribusi ammonia antara air dan kloroform.
3. Menentukan rumus kompleks Cu2+ ammin dan nilai Kd-nya.
Alat dan bahan
a. Alat-alat yang diperlukan :
Buret 50 ml , mikroburet 5 ml
Corong pemisah 250 ml
Erlenmeyer
Pipet gondok 10 ml
Beker glass
Alat gelas lain
3|KIMIA KOORDINASI
Indikator phenolptalin (PP)
Indicator metyl orange (MO)
Metode
1. Standarisasi beberapa larutan
a. Larutan NaOH
Disiapkan buret 50 ml dan diisi larutan NaOH yang akan distandarisasi.
Disiapkan 3 buah Erlenmeyer dan diisi masing masing dengan 10 ml larutan
standart H2C2O4 dan ditambah masing masing indicator pp kemudian dititrasi
dengan larutan NaOH .
Hitung konsentrasi NaOH.
b. Larutan HCl
Dilakukan standarisasi larutan HCl dengan menggunakan larutan standar NaOH
hasil standarisasi langkah a.
c. Larutan NH3
Dilakukan standarisasi larutan NH3 dengan menggunakan larutan HCl hasil
standarisasi langkah b.
4|KIMIA KOORDINASI
[ ammonia ] kloroform
Kd =
[ ammonia ] air
Hasil pengamatan
10 21,9
10 18,2
10 18,1
10 18,3
10 18,3
10 18,3
5|KIMIA KOORDINASI
Standarisasi NH3 + HCl
10 0,8
10 0,9
10 0,9
Volume HCl = 2,4 ml dan 2,5 ml. Rata-rata volume HCl = 2,45 ml
NH3 (bening) + Cu2+ (biru bening)---> larutan biru prusia + kloroform (bening)
terbentuk 2 lapisan , lapisan atas biru dan lapisan bawah bening.
Diambil 10 ml + H2O --->2 tetes metil orange = larutan berwarna peach. Larutan HCl
yang digunakan untuk titrasi 2,2 ml.
Perhitungan
1. Standarisasi larutan
NaOH
V1 x M1 = V2 x M2
10 x 0,1 = 18,15 x M2
M2 = 0,055 M
6|KIMIA KOORDINASI
HCl
V1 x M1 = V2 x M2
10 x 0,055 = 18,3 x M2
M2 = 0,03 M
NH3
V1 x M1 = V2 x M2
10 x 0,03 = 0,87 x M2
M2 = 0,34 M
2. Penentuan koefisien distribusi ammonia dalam air
[HCl]baku = 0.055 M
= (0.34 – 0,013) M
= 0.327 M
KD = [NH3] kloroform
[NH3] air
0,327 M
7|KIMIA KOORDINASI
[HCl]baku = 0.055 M
KD = [NH3] kloroform
[NH3] air
0,315 M
= 0,315 M x 10 ml = 3,15
= 0,1 x 10 ml = 1
1 : 3,15
1 : 3
Pembahasan
Prinsip dasar dari percobaan ini layaknya dalam proses ekstraksi pelarut dimana
berlaku hokum distribusi yang menyatakan apabila suatu system terdiri dari dua lapisan
campuran (solvent) yang tidak saling bercampur satu sama lain, dan ketika ditambahkan
8|KIMIA KOORDINASI
senyawa ketiga (zat terlarut), maka senyawa itu akan terdistribusi (terpartisi) kedalam kedua
lapisan tersebut.
Pada percobaan percobaan kali ini bertujuan untuk menentukan rumus molekul
kompleks ammin tembaga (II), dimana dilakukan 3 tahapan. Yang pertama yaitu standarisasi
beberapa larutan, dalam hal ini larutan NaOH, HCl dan NH3. Standarisasi ini dilakukan untuk
menentukan konsentrasi larutan yang sebenarnya. Yang kedua adalah penentuan koefisien
distribusi amoniak antara air dan Kloroform, dan yang ketiga yaitu penentuan rumus
kompleks tembaga ammin. Langkah yang pertama kali dilakukan pada percobaan ini yaitu
menstandarisasi larutan NaOH dengan menggunakan larutan H2C2O4 (larutan asam oksalat)
dengan tujuan untuk mengetahui konsentrasi NaOH secara akurat. 10 ml asam oksalat yang
telah diketahui konsentrasinya ditetesi dengan indikator pp sebagai penanda titik akhir titrasi
denga perubahan warna. Dalam perlakuan standarisasi ini dilakukan metode titrasi asam-basa,
oleh karena itu indikator pp yang digunakan sebagai indikator karena titik akhir titrasi berada
dalam keadaan basa dengan trayek pH 8,3-10,6. Kemudian dititrasi dengan laruta NaOH
sampai terjadi perubahan warna merah muda, sebagai penanda titik akhir titrasi. Dari hasil
titrasi didapatkan volume larutan NaOH yang digunakan untuk menitrasi yaitu 18,15 ml dan
konsentrasi yang didapatkan yaitu 0.055 M. Tujuan penggunaan larutan asam oksalat yaitu
untuk memberi suasana asam.
Langkah yang kedua yaitu menstandarisasi larutan HCl, dengan menggunakan larutan
NaOH yang telah distandarisasi. Dimana 10 ml larutan NaOH yang telah distandarisasi dan
telah diketahui konsentrasinya ditambahkan dengan indikator pp. Pada saat penambahan
indikator pp terjadi perubahan warna pada larutan NaOH yang sebelumnya berwarna bening
menjadi warna merah muda, hal ini dikarenakan larutan NaOH yang bersifat basa sehingga
setelah ditetesi dengan indikator pp larutan akan menunjukan warna merah muda sesuai
dengan trayek pH indikator pp yaitu 8,3-10.6 dimana pada suasana asam berwarna bening dan
pada suasan abasa akan nerwarna merah muda. Setelah itu larutan NaOH dititrasi denga
larutan HCl, sehingga didapatkan volume larutan HCl yang digunakan untuk menitrasi yaitu
18,3 ml, dari volume tersebut didapatkan konsentrasi larutan HCl yaitu 0.03 M.
Selanjutnya yaitu menstandarisasi larutan NH3 dengan menggunakan larutan HCl yang
telah didatndarisasi pada langkah sebelumnya. Langkah yang dilakukan yaitu mengambil 10
ml larutan HCl kemudian menetesi dengan indikator pp. Kemudian larutan diititrasi dengan
9|KIMIA KOORDINASI
larutan NH3, sehingga didapatkan volume NH3 yaitu 0,87 ml dari volume ini didapatkan
konsentrasi NH3 yaitu 0.34 M.
10 | K I M I A K O O R D I N A S I
air, dan jika lebih dari 1 maka konsentrasi zat terlarut lebih banyak pada pelarut organik, dan
jika nilai KD yang didapatkan sama dengan 1 maka zat terlarut terdistribusi sempurna artinya
konsentrasi zat terlarut pada pelarut air sama dengan konsentrasi zat terlarut dalam perlarut
organik. Koefisien distribusi merupakan perbandingan konsentrasi zat terlarut didalam dua
fasa yaitu fasa organik dan fasa air. Menurut hukum Nernst, suatu zat terlarut akan membagi
dirinya antara dua cairan yang tak dapat campur sedemikian rupa sehingga angka banding
konsentrasi pada keseimbangan adalah kosntanta pada temperatur tertentu (Underwood dan
Day, 1999). Dalam perlakuan ini, metode yang digunakan yaitu metode ekstraksi cair-cair,
dan prinsip dari metode ini yaitu distribusi zat terlarut yang merupakan zat cair ke dalam dua
pelarut cair yang tidak saling bercampur, dengan mengetahui perbandingan konsentrai zat
terlarut tersebut ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur tersebut.
11 | K I M I A K O O R D I N A S I
adalah 0.038. Kemudian untuk menetukan rumus kompleks dari dari Cu-ammin yaitu dengan
cara mencari mol dari Cu2+ dengan mengalikan konsentrasi Cu2+ dengan volume Cu2+ yang
digunakan dan didapatkan yaitu 1 mmol dan kemudian menentukan mol dari NH3 dalam Cu2+
yaitu dengan mengalikan konsentrasi NH3 dalam Cu2+ dengan volume NH3 yang digunakan
sehingga didapatkan yaitu 3 mmol. Dengan Rumus Kompleks adalah = [Cu(NH3)3]2+.
Dalam percobaan ini menunjukkan bahwa atom Cu sebagai atom pusat dan NH3 sebagai
ligannya. Cu(H2O)42+ + 3 NH3 [Cu(NH3)3]2+ + 4H2O
Kesimpulan
1. Konsentrasi untuk standarisasi NaOH, HCl, NH3 secara berturut-turut yaitu 0,055,
0,03 dan 0,34.
2. Koefisien distribusi ammonia antara air dan kloroform adalah 0,04
3. Rumus kompleks Cu2+ ammin dan nilai Kd-nya adalah [Cu(NH3)3]2+ dan nilai Kd
yaitu 0,038
Daftar Pustaka
12 | K I M I A K O O R D I N A S I
Rilyanti Mila et al. 2008. Sintesis Senyawa Kompleks Cis-[Co(Bipi)2(CN)2] dan Uji
Interaksinya dengan Gas NO2 Menggunakan Metoda Spektrofotometri UV-Vis Dan
IR. Seminar Nasional Sains dan Teknologi II. Universitas Lampung. Lampung.
Saito, Tairo. 1996. Kimia Anorganik. Permission of Iwanami Shoten. Tokyo.
Sulaiman, Hardi Adang, Anis Kundari Noor. 2007. Pemisahan dan Karakterisasi Spesi
Senyawa Kompleks Yttrium-90 dan Stronsium-90 dengan Elektroforesis Kertas. JFN
1(2).
Underwood dan Day. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Kelima. Erlangga. Jakarta.
13 | K I M I A K O O R D I N A S I