Anda di halaman 1dari 8

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Ilmu Fiqih yang bersumber dari Al-Quran dan Hadist Nabi, ternyata mampu bertahan
dan terus berkembang dalam mengatur kehidupan muslim, baik individu maupun
kelompok. Fiqih telah lahir sejak periode sahabat, yaitu sesudah Nabi Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam wafat. Perkembengan terakhir dalam penyusunan buku
Ushul Fiqih mayoritas menggabungkan aliran Syafi’iyyah dan Hanafiyyah.
Keadaan seperti itu terus berlangsung dikarenakan masalah yang muncul sebagai
akibat dari perubahan sosial karena perkembangan ilmu pengetahuan. Dalam kehidupan
umat islam, perkembangan lembaga tidak hanya terjadi sebagai aplikasi ajaran islam,
tetapi juga timbul hanya sebagai interaksi umat islam dengan kebudayaan lain yang
menunjukkan pentingnya pranata dalam memelihara ketertiban dan ketentraman.
Dalam sebuah penetapan hukum yang diberlakukan secara umum, ada beberapa unsur
yang harus diperhatikan, khususnya hukum syara’ berupa hukum, al – hakim, mahkum
fiihi, serta dalil – dalil yang dapat dipergunakan.
Oleh karena itu, diharapkan dengan adanya makalah ini dapat membantu untuk
memahami pengertian dasar dan ruang lingkup dalam ilmu fiqih.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Apa yang dimaksud dengan Fiqih?
1.2.2. Apa yang dimaksud dengan Qonun (Hukum Islam)?
1.2.3. Apa yang dimaksud dengan Syariah?
1.2.4. Apa saja ruang lingkup dalam Ilmu Fiqih?
1.2.5. Apa tujuan mempelajari Ilmu Fiqih?
1.2.6. Apa manfaat mempelajari Ilmu Fiqih?
1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1. Mengetahui pengertian Fiqih.
1.3.2. Mengetahui pengertian Qonun (Hukum Islam).
1.3.3. Mengetahui pengertian Syariah.
1.3.4. Mengetahui Ruang Lingkup Ilmu Fiqih.
1.3.5. Mengetahui tujuan mempelajari Ilmu Fiqih.
1.3.6. Mengetahui manfaat mempelajari Ilmu Fiqih.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Fiqih
Di dalam Al – Quran terdapat lebih dari 19 ayat yang berkaitan dengan kata fiqih
sebagai kata kerja. Pada ayat Al – Quran surah At – Taubah ayat 122, Allah Subhanahu
Wa Ta’ala, berfirman :

Artinya :
“Dan tidak sepatutnya orang – orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang).
Mengapa sebagian dari setiap golongan diantara mereka tidak pergi untuk memperdalam
pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya jika mereka
telah kembali agar mereka dapat menjaga dirinya.” (Q.S At – Taubah ayat 122)
Di dalam sunnah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Nabi Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, bersabda :
)‫من يردهللا خيرا يفقهه فى الدين (رواه البخارى‬
Artinya :
“Barang siapa yang dikehendaki Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadi orang yang baik di
sisi-Nya. Niscaya diberikan kepadanya pemahaman (yang mendalam) dalam pengetahuan
agama.” (H.R. Bukhari)
Dari ayat Al – Quran dan hadist tadi dapat disimpulkan, bahwa fiqih secara semantik
adalah mengetahui, memahami, dan mendalami ajarab – ajaran agama secara
keseluruhan. Istilah fiqih di kalangan sahabat dan tabiin adalah mereka yang memiliki
ilmu mendalam tetang agama Allah dan Sunnah Rasulullah. Jadi, pengertian fiqih pada
masa pertama islam mencakup seluruh masalah agama islam baik mencakup masalah
akidah, ibadah, muamalah, dan lainnya. Sementara menurut para ulama, istilah fiqih
diartikan sebagai sekumpulan hukum syara’ yang berhubungan dengan perbuatan
mukallaf yang diketahui melalui dalil – dalilnya yang terperinci dan dihasilkan dengan
jalan ijtihad. Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al – Ghazali dari Madzhab Syafi’i
menyebutkan bahwa, ”fiqih berarti mengetahui dan memahami. Akan tetapi, dalam tradisi
para ulama, fiqih diartikan dengan suatu ilmu tentang hukum – hukum syara’ yang
tertentu bagi perbuatan mukallaf, seperti wajib, haram, mubah (kebolehan),
sunnat,makruh, sah, fasid, batal, qodlo, ada’an, dan yang sejenisnya.”
Menurut Abdul Manan dalam Reformasi Hukum Islam, hakikatnya fiqih adalah :
1. Ilmu yang menerangkan hukum syara’ dari setiap aktivitas mukallaf, baik yang wajib,
haram, makruh, mandub, maupun mubah.
2. Objek kajian fiqih adalah hal – hal yang berkaitan dengan amaliah.
3. Pengetahuan hukum syariah didasarkan pada dalil tafsili.
4. Fiqih digali dan ditemukan melalui penalaran dan ta’amul yang diistinbatkan dari
ijtihad.
5. Fiqih sebagai ilmu merupakan seperangkat cara kerja, cara berfikir, terutama cara
berfikis taksonomi dan cara berfikir logis untuk memahami kandungan ayat dan hadist
hukum.
6. Fiqih adalah seperangkat norma yang mengatur hubungan antar manusia dalam hidup
bermasyarakat.
2.2. Pengertian Qonun (Hukum Islam)
Istilah “qanun” dalam bahasa arab berasal dari kata “qanna” yang artinya membuat
hukum. Dalam perkembangannya, kata qanun berarti hukum, peraturan, dan Undang –
Undang. Dalam praktiknya, kata qanun digunakan untuk menunjukkan hukum yang
berkaitan dengan masyarakat, bukan ibadah. Selain itu, istilah qanun dipakai juga untuk
dokumen – dokumen yang bernuansa hukum, seperti daftar (list) dan rekaman pajak
tanah.
Secara terminologi, qanun merupakan ketetapan hukum yang berlaku dalam
masyarakat dan digunakan untuk kemaslahatan masyarakat. Berikut terminologi qanun
dalam beberapa referensi yang ditemukan :
1. Al – Yasa’ Abu Bakar, qanun adalah peraturan daerah yang setingkat dengan
peraturan pemerintah untuk melaksanakan otonomi khusus di Aceh.
2. Qanun merupakan kumpulan kaidah mengatur dasar dan hubungan kerja sama antar
sesama anggota masyarakat dalam sebuah negara, baik tertulis maupun tidak tertulis.
3. Sumber dari Jabbar Sabil merujuk pada Al – Najjar da Abdul Allah Mubruk secara
terminologi kata qanun berarti kumpulan kaedah yang mengatur hubungan
masyarakat dimana jika diperlukan seseorang akan dipaksa oleh pemerintah untuk
mengikuti aturan tersebut.
4. Sebutan qanun tertuju pada hukum yang dibuat oleh manusia (hukum konvensional),
yang artinya hukum yang menghasilkan kehendak manusia, sebagai lawan dari
hukum yang bersumber dari Tuhan. Namun dalam perkembangannya mengarah pada
hukum yang sedang berlaku di suatu negara pada waktu tertentu, atau menunjuk pada
hukum positif.
Merujuk pada penjelasan di atas, qanun adalah ketentuan hukum berdasarkan fiqih
yang diperoleh melalui ijtihad ulama atau fuqaha’ yang berfungsi sebagai aturan atau
hukum untuk wilayah tertentu.
2.3. Pengertian Syari’ah
Kata syari’ah secara semantik mempunyai banyak arti,sesuai dengan uslub kalimatnya
itu sendiri. Pada saat kata ini dipakai dalam pembahasan hukum, syari’ah menjadi
bermakna “segala sesuatu yang disyari’atkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala kepada hamba-
hamba –Nya sebagai jalan lurus untuk memperoleh kebahagiaan di dunia ataupun di
akhirat.”
Dalam Al – Quran surah Al – Jasiyah ayat 18, Allah berfirman :

Artinya :
“Kemudian Kami jadikan engkau (Muhammad) di atas perkara yang disyari’atkan,
maka ikutilah syari’ah itu dan janganlah engkau ikuti hawa nafsu orang – orang yang
tidak mengetahui.” (Q.S. Al – Jasiyah ayat 18)
Menurut Mahmud Syalthaut, syariah adalah ketentuan –ketentuan yang ditetapkan
Allah Subhanahu wa Ta’ala atau hasil pemahaman atas dasar ketentuan tersebut dijadikan
pegangan oleh umat manusia, baik dalam hubungannya dengan Tuhan, dengan manusia
lainnya, dengan alam sekitarnya, maupun dalam menata kehidupan ini.
2.4. Ruang Lingkup Studi Fiqih
Secara umum pembahasan fiqih ini, menurut Wahbah Zuhaili mencakup dua bidang,
yaitu fiqih ibadah dan fiqih mu’amalah. Sedangkan Mustafa Az – Zarqa membagi
pembahasan ilmu fiqih dalam enam bidang cakupan, yaitu :
1. Fiqih Ibadah
Dalam ensiklopedia islam terdapat penjelasan, bahwa secara semantik ibadah
berarti mematuhi, tunduk, atau berdo’a. Dalam Al – Quran surat Yaasin ayat 60, Allah
berfirman :
Artinya :
“Bukankah Aku telah memerintahkan kedapamu, wahai Bani Adam, supaya kamu tidak
mematuhi setan. Sesungguhnya, setan itu adalah musuh yang terang – terangan bagimu.”
(QS. Yaasin : 60)
Sementara itu, ulama – ulama fiqih mendefinisikan ibadah dengan :
‫مااديت ابتغاء لوجه هللا وطلبا لثوابه فى االخرة‬
Artinya :
“Segala perbuatan yang dilakukan dengan maksud mencapai keridhaan Allah Subhanahu
wa Ta’ala dan mengharapkan pahala-Nya di akhirat.”
Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa fiqih ibadah adalah
mengetahui ketentuan – ketentuan hukum yang berkaitan dengan rangkaian peribadahan
yang harus dilakukan oleh setiap mukallaf dan dijalankan semata – mata untuk mengabdi
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala serta taat terhadap segala perintah-Nya, sebagai hasil
penelaah yangmendalam terhadap dalil – dalil tafsili (terperinci) yang terdapat dalam Al –
Quran dan sunnah.
Tujuan disyari’atkannya ketentuan – ketentuan hukum tentang peribadahan ini adalah
memberi petunjuk kepada segenap umat islam untuk melaksanakan rangkaian kegiatan
peribadahan yang merupakan perwujudan dari tuntutan doktrin akidah, yakni meyakini
ketuhanan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kerasulan Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallamserta mempersiapkan kehidupan abadi di akhirat kelak agar hidup dalam keadaan
bahagia dan sejahtera.
2. Fiqih Mu’amalah
Kata mu’amalah merupakan mashdar dari ‫ معاملة‬- ‫ يعامل‬- ‫عامل‬yang artinya saling
bertindak, saling berbuat, atau saling mengamalkan. Adapun menurut istilah para ulama,
pengertian mu’amalah dibagi menjadi dua macam, yaitu :
a. Pengertian Mu’amalah dalam arti luas, seperti :
1. Al - Dimyati berpendapat bahwa mu’amalah adalah :
‫التحصيل الدنياوى ليكون سببا لالخرة‬
Artinya :
“Menghasilkan urusan duniawi, guna menjadi sebab suksesnya masalah ukhrowi.”
2. Muhammad Yusuf Musa berpendapat, bahwa mu’amalah adalah peraturan - peraturan
Allah Subhanahu wa Ta’ala yang harus diikuti dan ditaati dalam kehidupan
bermasyarakat untuk menjaga kepentingan manusia.
b. Pengertian mu’amalah dalam arti sempit, yaitu :
1. Khudhori Bayk berpendapat, bahwa :
‫المعاملة جميع العقود التى بها يتبادل الناس منافعهم‬
Artinya :
“Mu’amalah adalah semua bentuk aqad yang membolehkan manusia saling menukar
manfaatnya.”
2. Menurut Muhammad Rasyid Ridho, mu’amalah adalah tukar - menukar barang atau
sesuatu yang bermanfaat dengan cara - cara yang telah ditentukan.
Berdasarkan pemikiran tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa fiqih mu’amalah
adalah mengetahui ketentuan - ketentuan hukum tentang usaha - usaha memperoleh dan
mengembangkan harta, jual beli, utang - piutang, dan jasa penitipan diantara anggota -
anggota masyarakat sesuai dengan keperluan mereka yang dipahami dari dalil - dalil
syara’ yang terperinci.
Ciri pertama fiqih mu’amalah ini adalah terdapatnya kepentingan dalam rangka
mendorong timbulnya keuntungan material dalam proses akad dan kesepakatannya.
Tujuan disyari’atkannya ketentuan - ketentuan hukum dalam bidang ini adalah dalam
rangka menjaga kepentingan orang - orang terhadap harta - harta mereka sehingga tidak
dirugikan oleh tindakan orang lain, dan dapat memanfaatkan harta miliknya ini untuk
memenuhi kepentingan kehidupa mereka.
3. Ahwal Al - Syakhsiyah
Ahwal Al - Syakhsiyah membahas tentang ketentuan - ketentuan hukum islam
mengenai ikatan kekeluargaan dari awal terbentuknya sampai pada berbagai
implikasinya, seperti ketentuan - ketentuan distribusi harta waris dan yang mengatur
hubungan kekerabatan satu sama lain. Adapun ciri pokoknya, yaitu mengatur ikatan
kekerabatan berdasarkan prinsip kekeluargaan.
Tujuan dari penetapan ketentuan - ketentuan hukum dalam aspek ini adalah
memelihara keturunan beserta kelangsungan hidup mereka satu sama lain untuk
memperkukuh kebersamaan.
4. Fiqih Jinayah
Menurut definisi luas, jinayah merupakan perbuatan - perbuatan yang dilarang
syara’ dan dapat mengakibatkan pemberian hukuman hudud atau ta’zir. Sedangkan
menurut definisi sempit, jinayah merupakan perbuatan - perbuatan yang dilarang syara’
dan dapat mengakibatkan pemberian hudud saja.
Suatu perbuatan dapat dikatakan jinayah apabila perbuatan mereka mempunyai
unsur sebagai berikut :
a. Adanya nash yang melarang perbuatan - perbuatan tertentu disertai ancaman hukuman
atas perbuatan - perbuatan tersebut (Ar - Ruknusyar’i)
b. Adanya unsur perbuatan yang membentuk jinayah, baik melakukan perbuatan yang
dilarang maupun meninggalkan perbuatan yang diharuskan (Ar - Ruknul Madhi)
c. Adanya pelaku kejahatan, yaitu orang yang dapat menerima khitab atau dapat
memahami taklif (Ar - Ruknul Adabi)
Merujuk pada pemaparan tersebut, maka fiqih jinayah adalah mengetahui
ketentuan - ketentuan hukum tentang tindakan - tindakan kriminal yang dilakukan oleh
orang - orang mukallaf sebagai hasil pemahaman atas dalil - dalil yang terperinci. Tujuan
disyari’atkannya adalah memelihara akal, jiwa masyawakat secara umum, dan keturunan.
5. Fiqih Siyasah
Fiqih siyasah adalah mengetahui ketentuan - ketentuan hukum tentang masalah -
masalah politik yang dikaji dari dalil - dalil yang terperinci dalam Al - Quran dan
sunnah. As - Siyasah mempunyai arti semantik mengatur , mengendalikan, mengurus
atau mebuat keputusan. Berkenaan dengan hal yang sama, Nabi Muhammad Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam, bersabda :
‫ كانت بنوا سرائيل تسوسوهم االنبياء‬: ‫ قال النبي صلى هللا عليه و سلم‬: ‫عن ابى هريرة رضي هللا عنه قال‬
Artinya :
“Dari Abu Hurairah, telah bersabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam : Bani Israil
dikendalikan oleh Nabi - Nabi mereka. “ (HR. Bukhari Muslim)
Ibnu ‘Aqil sebagaimana dikutip oleh Ibnu Qayyim berpendapat, bahwa siyasah
adalah segala perbuatan yang membawa manusia lebih dekat pada kemaslahatan dan
lebih jauh dari kemafsadatan, sekalipun Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak
menetapkannya dan (bahkan) Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menentukannya. Tujuan
disyari’atkannya adalah untuk memelihara keseluruhan norma - norma syari’ah, yaitu
memelihara agama, jiwa, akal, harta, dan keturunan karena organisasi kenegaraan itu
dibentuk untuk menegakkan keseluruhan norma - norma syari’ah.
2.5. Tujuan Mempelajari Ilmu Fiqih
Imam Syatibi menyimpulkan bahwa tujuan hukum islam (Maqashid Al - Syari’ah)
ada lima (Al - Maqashid Al - Khamsah), yaitu :
1. Memelihara agama, yang dimaksud dalam agama di sini adalah dalam arti sempit
(ibadah).
2. Memelihara diri, termasuk di bagian ini adalah larangan membunuh diri, laragan
menghina, dan sebagainya.
3. Memelihara keturunan atau kehormatan, seperti aturan - atura pernikahan, larangan
perzinahan, dan lain - lain.
4. Memelihara harta, termasuk bagian ini adalah kewajiban mencari pekerjaan yang
halal, larangan mencuri, merampas hak - hak orang lain, dan lain - lain.
5. Memelihara akal, termasuk di dalamnya adalah larangan meminum minuman keras.
Untuk kelima hal tersebut, terdapat aturan - aturan yang bersifat primer (dharuriyat),
yaitu aturan pokok, dan ada aturan - aturan yang bersifat sekunder (hajiyyat), yaitu
bersifat keringanan, dan ada aturan - aturan yang bersifat asesoris (tahsiniyat), yaitu
aturan - aturan yang membawa keindahan di dalam hidup.
Yang dimaksud aturan dharuriyat adalah aturan yang mesti ada agar tercapai
kemashlahatan hidup, seperti masalah - masalah keimanan, aturan - aturan pokok dalam
ibadah mahdhah, memelihara diri, kerukunan, harta, dan akal.
Adapun yang dimaksud dengan aturan - aturan hajiyyat adalah aturan - aturan yang
bertujuan agar hidup tidak dirasakan sempit dan sulit, tetapi memiliki keleluasan dan
fleksibilitas, seperti aturan yang berkaitan dengan rukhshah, jama’, qashar shalat bagi
yang berpergian, dan aturan - aturan lainnya.
Sedangkan aturan - aturan tahsiniyat adalah aturan - aturan yang terkait erat dengan
sikap dan tingkah laku yang terpuji, mendorong manusia untuk berakhlakhul karimah
dan menjauh dari akhlakul madzmumah, seperti aturan menutup aurat, sopan santun
dalam tingkah laku, baik dalam cara makan, minum, berpakaian, dan sebagainya.
Untuk itu, berdasarkan maqashid syari’ah, tujuan mempelajari ilmu fiqih adalah
mengarahkan kehidupan manusia pada keadilan, kemaslahatan, mengandung rahmat dan
hikmah yang pada akhirnya memperoleh keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan
melaksanakan syari’atnya dan mengontrol kehidupan masyarakat dengan aturan - aturan
terperinci yang telah ditegaskan oleh Al - Quran dan hadist ataupun hasil ijtihad para
ulama.
2.6. Manfaat Mempelajari Ilmu Fiqih
a. Kita akan mengetahui aturan - aturan secara rinci mengenai kewajiban dan tanggung
jawab manusia terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala
b. Mengerti dasar – dasar berdalil
c. Menyelesaikan perkara zaman modern
d. Mengetahui mekanisme atau kaidah dalam mengeluarkan fatwa
e. Hasil ijtihad mendekati kebenaran

Anda mungkin juga menyukai