Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

AIR BORNE DISEASES: ISPA DAN TUBERKULOSIS


Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Epidemiologi Penyakit Menular

Dosen pengajar: Dr. Dyan Kunthi, SKM. KM

Tingkat : 3-C
Kelompok :5

Fahrizal Oki Naufal (113117082)


Afifah Shefira (113117092)
Gina Rihadatul Nur Dania (113117105)
Farhan Fadhila Ramadhan (113117107)

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT (S-1)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI
TAHUN 2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga makalah
ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Cimahi, April 2020

Kelompok 5

2
DAFTAR ISI

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN
C. RUMUSAN MASALAH

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. ISPA
1. ETIOLOGI
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernafasan akut
yang menyerang tenggorokan, hidung dan paru-paru yang berlangsung kurang lebih
14 hari, ISPA mengenai struktur saluran di atas laring, tetapi kebanyakan penyakit ini
mengenai bagian saluran atas dan bawah secara stimulan atau berurutan (Muttaqin,
2008).
ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari
saluran pernafasan mulai dari hidung hingga alveoli termasuk jaringan adneksanya
seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Nelson, 2003).
Jadi disimpulkan bahwa ISPA adalah suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi
yang terjadi disetiap bagian saluran pernafasan atau struktur yang berhubungan
dengan pernafasan yang berlangsung tidak lebih dari 14 hari.
Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri
penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptokokus, Stafilokokus,
Pneumokokus, Hemofillus, Bordetelia dan Korinebakterium. Virus penyebab ISPA
antara lain adalah golongan Miksovirus, Adnovirus, Coronavirus, dan lain-lain
(Suhandayani, 2007)
Klasifikasi penyakit ISPA dibedakan untuk golongan umur di bawah 2 bulan dan
untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun (Muttaqin, 2008):
a. Golongan Umur Kurang 2 Bulan
1) Pneumonia Berat Bila disertai salah satu tanda tarikan kuat di dinding pada bagian
bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu
6x per menit atau lebih.
2) Bukan Pneumonia (batuk pilek biasa) Bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat
dinding dada bagian bawah atau napas cepat.

5
b. Golongan Umur 2 Bulan-5 Tahun
1) Pneumonia Berat Bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan di dinding dada
bagian bawah ke dalam pada waktu anak menarik nafas (pada saat diperiksa anak
harus dalam keadaan tenang, tidak menangis atau meronta).
2) Pneumonia Sedang Bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah: a) Untuk usia
2 bulan-12 bulan = 50 kali per menit atau lebih b) Untuk usia 1-4 tahun = 40 kali per
menit atau lebih.
3) Bukan Pneumonia Bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan
tidak ada napas cepat.

Klasifikasi ISPA menurut Depkes RI (2002) adalah :


a. ISPA ringan Seseorang yang menderita ISPA ringan apabila ditemukan gejala
batuk, pilek dan sesak.
b. ISPA sedang ISPA sedang apabila timbul gejala sesak nafas, suhu tubuh lebih
dari 390 C dan bila bernafas mengeluarkan suara seperti mengorok.
c. c. ISPA berat Gejala meliputi: kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba,
nafsu makan menurun, bibir dan ujung nadi membiru (sianosis) dan gelisah

2. MASA INKUBASI DAN PENULARAN


Penyebab ISPA adalah virus atau bakteri, yang mudah sekali menular. Penularan
virus atau bakteri penyebab ISPA dapat terjadi melalui kontak dengan percikan air
liur orang yang terinfeksi. Virus atau bakteri dalam percikan liur akan menyebar
melalui udara, masuk ke hidung atau mulut orang lain.
Selain kontak langsung dengan percikan liur penderita, virus juga dapat menyebar
melalui sentuhan dengan benda yang terkontaminasi, atau berjabat tangan dengan
penderita.
Walaupun penyebarannya mudah, ada beberapa kelompok orang yang lebih
rentan tertular ISPA, yaitu:
1. Anak-anak dan lansia
Anak-anak dan lansia memiliki sistem kekebalan tubuh yang rendah, sehingga
rentan terhadap berbagai infeksi. Selain itu, penyebaran virus atau

6
bakteri ISPA di kalangan anak-anak dapat terjadi sangat cepat karena anak-
anak banyak berinteraksi secara dekat dan melakukan kontak dengan anak-
anak yang lain.
2. Orang dewasa dengan sistem kekebalan tubuh lemah
Sistem kekebalan tubuh sangat berpengaruh dalam melawan infeksi virus
maupun bakteri. Ketika kekebalan tubuh menurun, maka risiko terinfeksi akan
semakin meningkat. Salah satunya adalah penderita AIDS atau kanker.
3. Penderita gangguan jantung dan paru-paru
ISPA lebih sering terjadi pada orang yang sudah memiliki penyakit jantung
atau gangguan pada paru-paru sebelumnya.
4. Perokok aktif
Perokok lebih berisiko mengalami gangguan fungsi paru dan saluran
pernapasan, sehingga rentan mengalami ISPA dan cenderung lebih sulit untuk
pulih.

B. TBC
1. ETIOLOGI DAN SEJARAH
Tuberkolosis (TB) merupakan penyakit menular disebabkan oleh berbagai
strain mikobakteria, umumnya Mycobacterium tuberculosis. Myco dalam bahasa
Yunani artinya jamur, bakteri ini tumbuh dengan lambat seperti halnya jamur.
Dibutuhkan waktu 18 jam untuk mengganda dan pertumbuhan pada media kultur
biasa dapat dilihat dalam waktu 6-8 minggu. Bakteri ini memiliki bentuk batang dan
bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA).
Tuberculosis sudah ada dalam kehidupan manusia sejak zaman kuno. Para
peneliti menemukan pembusukan tuberkulosis di dalam tulang spina mumi-
mumi Mesir dari tahun 3000–2400 SM. "Phthisis" berasal dari bahasa Yunani yang
artinya “konsumsi,” yakni istilah kuno untuk tuberkulosis paru. Sekira 460
SM, Hippocrates mengidentifikasi bahwa phthisis adalah penyakit yang paling mudah
menular pada saat itu. Orang dengan phthisis mengalami demam dan batuk darah. Di
abad 17, TB disebut “white plague” karena para penderita TB terlihat pucat. Johann

7
Schonlein menyarankan penamaan “tuberculosis” ditahun 1984 untuk mengakhiri
banyaknya penamaan pada penyakit ini.
Pada tahun 2008 ahli arkeolog menemukan kerangka manusia seorang ibu dan
anak berumur 9.000 tahun (7000 SM) yang dikubur dalam tanah di Israel. Dalam
penelitian mencari akibat dari kematian kerangka manusia tersebut, ditemukan
adanya infeksi TB pada tulang belakang. Ini menambah sejarah bahwa penyakit TB
telah terjadi dalam jangka waktu yang lama. Sejarah paling awal mencatat kasus TB
berada di India (3.300 tahun yang lalu) dan di China (2.300 tahun yang lalu).
Diperkirakan mycobacterium tuberculosis sudah berada sejak 3 juta tahun yang lalu.
Tuberkulosis menimbulkan kekhawatiran masyarakat pada abad ke-19 dan pada
awal abad ke-20 sebagai penyakit endemik masyarakat miskin di perkotaan. Di
Eropa, angka tuberkulosis mulai meningkat pada awal 1600-an. Pada 1815 TB
menimbulkan satu di antara empat kematian di Inggris. Pada 1918, satu di antara
enam kematian di Prancis disebabkan oleh TB. Setelah para ilmuwan menetapkan
bahwa penyakit tersebut menular pada 1880-an, TB dimasukkan ke penyakit wajib
lapor di Inggris.
Kampanye dimulai agar orang-orang berhenti meludah di tempat umum dan orang
miskin yang terinfeksi penyakit tersebut ‘didorong’ untuk masuk sanatorium yang
menyerupai rumah tahanan. (Sanatorium untuk kelas menengah ke atas menawarkan
perawatan yang luar biasa dan pemeriksaan medis terus-menerus.). Sanatorium
tersebut seharusnya memberi manfaat "udara bersih" dan pekerjaan. Namun bahkan
dalam kondisi terbaik, 50% pasien di dalamnya meninggal setelah lima tahun. Angka
kasus TB mencapai puncak tertingginya di Eropa pada 1800-an ketika penyakit ini
menyebabkan hampir 25% dari keseluruhan kasus kematian. Angka kematian
kemudian menurun hingga hampir mencapai 90% pada 1950-an. Sampai saat ini TB
masih menjadi salah satu penyakit infeksi terbesar yang mematikan, menyebabkan
lebih banyak kematian dibandingkan malaria atau HIV/AIDS di dunia.

2. MASA INKUBASI DAN PENULARAN


Penyakit TB ditularkan melalui udara yang mengandung bakteri. Transmisi terjadi
melalui droplet di udara yang berasal dari individu yang mengidap TB aktif, atau

8
dalam stadium infeksius TB. Droplet rata-rata berdiameter 1-5 µm, yang dalam sekali
batuk dapat menyemburkan 3000 droplet terinfeksi, dimana sedikitnya 10 basil saja
sudah mampu mengawali infeksi paru-paru.
Bakteri TB masuk kedalam saluran pernafasan dan menginfeksi paru-paru.
Didalam paru-paru sel imun yang disebut makrofag akan dengan cepat bergerak
menyerap dan menghancurkan bakteri tersebut. Dibeberapa kasus respon ini cukup
untuk menghilangkan bakteri. Namun pada beberapa orang, respon imun mungkin
tidak cukup kuat untuk menghancurkan bakteri tersebut.
90% individu yang terpapar Mycobacterium tuberculosis tidak menunjukkan
gejala apapun atau disebut Laten TB. Dalam infeksi laten ini, bakteri menjadi
dorman. Hanya aktif ketika system imun menjadi lemah untuk melawan bakteri. Hal
ini membuat TB menjadi penyakit yang sulit untuk didiagnosis.
Namun, bila kekebalan tubuh individu yang imunokompeten berubah menjadi
menurun, atau tidak kompeten maka Mycobacterium tuberculosis yang tadinya laten
akan aktif kembali. Bakteri akan memperbanyak diri melawan sel imun dan
membentuk koloni disekeliling paru-paru. Saat bakteri menginfeksi sel lainnya,
bakteri mengeluarkan enzim penghancur sel yang merusak jaringan terinfeksi dan
memicu gejala TB.
Cara penularan penyakit TB:
a. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
b. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000
percikan dahak.
c. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam
waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar
matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama
beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
d. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan
dahak, makin menular pasien tersebut.

9
e. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

Risiko menjadi sakit TB:

a. Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.


b. Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000
terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap
tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif.
c. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah
daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi
buruk).
d. HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi
sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh
seluler (cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi penyerta (oportunistic),
seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan
bisa mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka
jumlah pasien TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat
akan meningkat pula. Pasien
e. TB yang tidak diobati, setelah 5 tahun, akan:
50% meninggal
25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi
25% menjadi kasus kronis yang tetap menular

Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya


kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini
berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu
yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa
inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang
waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga
mencapai jumlah 103 -104 , yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons
imunitas seluler.

10
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat
terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman
menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan
pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan
menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang
menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.
Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan
logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi
terhadap tuberculin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat
terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi.
Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji tuberculin. Selama
masa inkubasi, uji tuberculin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk,
imunitas seluluer tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu
dengan system imun yang berfungsi baik, begitu system imun seluler
berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB
dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman
TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan.

11
BAB III
PENUTUPAN

A. KESIMPULAN
B.

12
DAFTAR PUSTAKA

https://www.cdc.gov/tb/worldtbday/history.htm

https://tbfacts.org/history-tb/

WERDHANI, Retno. -. PATOFISIOLOGI, DIAGNOSIS, DAN KLAFISIKASI


TUBERKULOSIS. Makalah

https://www.alomedika.com/penyakit/pulmonologi/tuberkulosis-paru/etiologi

https://www.tbindonesia.or.id/page/view/25/sejarah-tbc-di-indonesia

https://id.wikipedia.org/wiki/Tuberkulosis

13

Anda mungkin juga menyukai