Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH AUDITING I

“AUDIT LAPORAN KEUANGAN, LAPORAN AUDITOR INDEPENDEN,


TUJUAN PENGAUDITAN DAN TANGGUNG JAWAB AUDITOR”

Dosen Pengampu :
Lili Safrida S.E., M.Si.,Ak.

Disusun oleh Kelompok 4:


1. Tiesa Amelia Safitri (1810313120016)
2. Azkiya Salma Muntaza (1810313220007)
3. Redina Nursyifa (1810313320033)
4. Atthariq Ahsana Ibrah (1810313310017)
5. Muhammad Rizhan Dani (1810313310047)

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARMASIN 2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan nikmat dan rahmat kepada kita semua, sehingga kami mampu
menyelesaikan tugas kelompok untuk mata kuliah Auditing I , dengan judul:
“Audit Laporan Keuangan, Laporan Auditor Independen, Tujuan
Pengauditan dan Tanggung Jawab Auditor”.

Kami juga menyampaikan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang
telah membantu dalam penggarapan makalah ini, terutama kepada dosen
pengampu kami ibu Lili Safrida S.E., M.Si.,Ak. Sehingga kami mampu
melaksanakan tugas mata kuliah ini.

Kami memohon maaf apabila dalam makalah yang kami buat ini masih
jauh dari sempurna, dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang
kami miliki. Untuk itu kami kelompok empat akan terbuka terhadap kritik maupun
saran agar kedepannya kami bisa membuat makalah yang lebih baik lagi. Akhir
kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.
Wassalamualaikum.Wr.Wb.

Banjarmasin, 22 Februari 2020

Kelompok 4
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................2
DAFTAR ISI..................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................................6
1.3 Tujuan Makalah........................................................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................................7
2.1 Latar Belakang Pengauditan Laporan Keuangan..................................................................7
2.2 Pihak-pihak yang berinteraksi secara profesional dengan auditor.......................................7
2.3 Laporan Auditor Bentuk Baku.................................................................................................7
2.4 Jenis Pendapat Auditor.............................................................................................................7
2.5 Syarat yang harus Dipenuhi untuk Setiap Jenis Opini...........................................................7
2.6 Tujuan Pengauditan Laporan Keuangan................................................................................7
2.7 Tanggung Jawab Editor............................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................7
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Laporan keuangan mempunyai peranan penting dalam proses pengukuran dan penilaian
kinerja perusahaan serta bermanfaat dalam pengambilan keputusan. Banyak pihakseperti
manajemen, pemegang saham, kreditur, pemerintah dan lain-lainnya yang berkepentingan
dengan laporan keuangan. Laporan keuangan harus disusun sedemikian rupa agar dapat
memenuhi kebutuhan dari semua pihak yang membutuhkannya. Perkembangan pasar modal di
Indonesia menyebabkan adanya permintaan akan transparansi kondisi keuangan perusahaan.
Laporan keuangan disusun dan disajikan sekurang-kurangnya sekali dalam setahun untuk
memenuhi kebutuhan para pengguna.
Audit laporan keuangan adalah penilaian atas suatu perusahaan atau badan hukum
lainnya (termasuk pemerintah) sehingga dapat dihasilkan pendapat yang independen tentang
laporan keuangan yang relevan, akurat, lengkap dan disajikan secara wajar. Hasil audit laporan
keuangan harus memiliki manfaat baik bagi pihak internal maupun eksternal perusahaan. Selain
itu, laporan audit memiliki keterbatasan tertentu dan beberapa penyimpangan dari standar
laporan audit, dan auditor harus mengetahui semuanya.
Masyarakat yang semakin kompleks menyebabkan pengguna laporan keuangan
(pengambil keputusan ekonomi) dihadapkan kepada informasi yang semakin tidak bisa
dipercaya. Agar dapat digunakan untuk berbagai kepentingan yang berbeda (yang sebagian di
antaranya merupakan pihak diluar manajemen), maka laporan keuangan harus disusun
berdasarkan kerangka laporan keuangan yang berlaku. Para pengguna laporan keuangan kadang-
kadang meragukan kewajaran informasi yang tertuang dalam laporan keuangan yang disusun
manajemen karna berbagai hal.
1.2 Rumusan Masalah

Kami mengidentifikasi permasalahan yang ada yaitu sebagai berikut:


1. Jelaskan secara rinci bagaimana latar belakang pengauditan laporan keuangan?
2. Siapa pihak-pihak yang berinteraksi secara profesional dengan auditor?
3. Bagaimana laporan auditor bentuk baku?
4. Apa saja senis opini audit?
5. Apa saja syarat yang harus dipenuhi untuk masing-masing jenis opini?
6. Jelaskan tujuan pengauditan laporan keuangan
7. Apa saja tanggung jawab auditor

1.3 Tujuan Makalah

1. Untuk mengetahui bagaimana latar belakang pengauditan laporan keuangan.


2. Untuk mengetahui siapa pihak- pihak yang berinteraksi secara profesional dengan
auditor.
3. Untuk mengetahui Bagaimana laporan auditor bentuk baku
4. Untuk mengetahui Apa saja senis opini audit
5. Untuk mengetahui Apa saja syarat yang harus dipenuhi untuk masing-masing jenis opini
6. Untuk mengetahui tujuan pengauditan laporan keuangan
7. Untuk mengetahui Apa saja tanggung jawab auditor
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Latar Belakang Pengauditan Laporan Keuangan

Pada bagian berikut ini akan dibahas tentang (1) asumsi yang mendasari pengauditan dan
(2) kondisi-kondisi yang menyebabkan timbulnya kebutuhan akan pengauditan.

A. Hubungan antara Akuntansi dan Pengauditan

Banyak pemakai laporan keuangan dan masyarakat awam pada umumnya, rancu tentang
hubungan antara auditing dengan akuntansi. Ada yang mengatakan bahwa auditing adalah
cabang dari akuntansi, karena orang yang melakukan auditing pasti harus ahli dibidang
akuntansi. Ada pula yang mengatakan bahwa pengauditan adalah pemeriksaan atas catatan
akuntansi, sehingga pengauditan di artikan sebagai pemeriksaan akuntansi.

Sebenarnya segala macam informasi yang bisa dikuantifikasi dan bisa di verifikasi akan
bisa diaudit, sepanjang terdapat kesepakatan antara auditor dengan pihak diaudit mengenai
kriteria yang akan digunakan sebagai dasar untuk menyatakan tingkat kepatuhan (kesesuaian).
Sebagai contoh, auditor bisa diminta untuk mengaudit keefektivan sebuah perusahaan
penerbangan. Kriteria yang biasa disepakati untuk mengukur tingkat efektifitas perusahaan itu
bisa berupa kecepatan, akselerasi, keceptana jelejah pada keetinggian tertentu, dan sebagiannya.
Kriteria-kriteria tersebut bukan merupakan data akuntansi.

Namun dalam sebagian besar audit, lebih-lebih dalam audit laporan keuangan, terdapat
hubungan yang erat dan banyak melibatkan data akuntansi. Sebagaimana diketahui akuntansi
didefisinikan sebagai proses mengindentifikasi, mengukur, dan mengomunikasikan informasi
keuangan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Pelaporan keuangan yang merupakan tahap
pengkomunikasian dalam akuntansi adalah penyampaian informasi akuntansi dalam bentuk
laporan keuangan, meski pun konsep laporan keuangan tidak terbatas hanya pada keuangan.
B. Asumsi yang mendasari pengauditan data laporan keuangan bisa diverifikasi

Pengauditan didasarkan pada asumsi bahwa data laporan keuangan bisa diverifikasi. Data
dikatakan bisa diverifikasi apabila dua orang atau lebih yang memiliki kualifikasi tertentu,
masing-masing melakukan pemeriksaan secara independen atas data tertentu, dan dari hasil
pemeriksaan tersebut diperoleh kesimpulan yang sama tentang data yang diperiksanya. Masalah
bisa tidak nya data diverifikasi terutama berkaitan dengan ketersediaan bukti yang memiliki
keabsahan sesuai dengan audit yang dilakukan.

Data dikatakan bisa diperiksa apabila pemeriksa membuktikan tanpa keraguan  bahwa
data benar atau salah. Hal itu tidak berlaku dalam akuntansi dan pengauditan. Auditor hanya
membutuhkan dasar yang memadai untuk menyatakan suatu pendapat tentang kewajaran laporan
keuangan. Dalam pengauditan laporan, auditor harus yakin  bahwa asersi-asersi individual bisa
diverifikasi (atau bisa diperiksa) dan dimungkinkan untuk mencapai suatu kesimpulan tentang
kewajaran laporan sebagai keseluruhan dengan memeriksa akun-akun yang membentuk laporan.

C. Kondisi-kondisi yang menyebabkan timbulnya kebutuhan akan pengauditan.

Masyarakat yang semakin kompleks menyebabkan pengguna laporan keuangan


(pengambil keputusan ekonomi) dihadapkan kepada informasi yang semakin tidak bisa
dipercaya. Agar dapat digunakan untuk berbagai kepentingan yang berbeda (yang sebagian di
antaranya merupakan pihak diluar manajemen), maka laporan keuangan harus disusun
berdasarkan Kerangka laporan keuangan yang berlaku. Para pengguna laporan keuangan kadang-
kadang meragukan kewajaran informasi yang tertuang dalam laporan keuangan yang disusun
manajemen karna berbagai alasan antara lain:

1. Informasi dibuat oleh pihak lain

Apabila informasi berasal dari pihak lain, maka kemungkinan (disengaja atau tidak
disengaja) adanya informasi yang tidak benar menjadi bertambah besar. Resiko salah informasi
semakin meningkat ketika obyek yang dilaporkan berjauhan dengan penerima informasi.
2. Bias dan motivasi pembuat informasi

Apabila informasi disusun oleh pihak atau orang lain yang tujuannya tidak selaras dengan
tujuan pengambilan keputusan, maka informasi bisa menjadi bias demi keuntungan si pembuat
informasi.

3. Volume data

Bertambahnya jumlah transaksi bisa menyebabkan terjadi kesalahan dalam pencatatan.


Sebagai contoh, apabila sebuah perusahaan besar menarik selembar check yang jumlah rupiah
nya ditulis lebih besar beberapa ribu rupiah dar jumlah yang seharusnya, kesalahan seperti ini
sering tidak nampak kecuali bila perusahaan tersebut memiliki prosedur kontrol yang sangat
ketat.

4. Kerumitan transaksi

Transaksi pertukaran antara organisasai semakin bertambah kompleks dan akibatnya


semakin sulit untuk mencatatnya secara cepat. Sebagai contoh pada tahun-tahun terakhir ini
transaksi leasing (sewa guna) dan pencatatannya cukup rumit semakin sering terjadi, begitu pula
penggabungan dan pengungkapan hasil operasi dari anak perusahaan pada berbagai industri.

Cara mengurangi resiko informasi

Ada tiga pilihan yang mungkin dilakukan untuk mengurangi resiko informasi, yaitu:

1) Pemakai laporan melakukan sendiri verifikasi atas informasi

Pemakai laporan datang keperusahaan untuk melakukan pemeriksaan atas catatan dan
mencari informasi tenteng keandalan laporan.

2) Pemakai membebankan resiko informasi pada manajemen

Membebanan kerugian manajemen kadang-kadang tidak dapat menutup kerugian yang


diderita pemakai informasi.

3) Disediakan laporan keuangan auditor

Cara yang umum ditempuh untuk mendapatkan informasi yang dapat di andalkan adalah
dengan mengharuskan dilakukan audit secara independen. Informasi yang telah di audit
kemudian telah digunakan dalam proses pengambilan keputusan dengan asumsi bahwa
informasi tersebut lengkap, akurat, dan tidak bias.

2.2 Pihak-pihak yang berinteraksi secara profesional dengan auditor

Audit laporan keuangan adalah penilaian atas suatu perusahaan atau badan hukum
lainnya (termasuk pemerintah) sehingga dapat dihasilkan pendapat yang independen tentang
laporan keuangan yang relevan, akurat, lengkap dan disajikan secara wajar. Hasil audit laporan
keuangan harus memiliki manfaat baik bagi pihak internal maupun eksternal perusahaan.

Dalam suatu audit atas laporan keuangan, auditor menjalin hubungan profesional dengan
berbagai pihak, yaitu (1) manajemen yaitu individu atau sekelompok individu dengan tanggung
jawab eksekutif untuk melaksanakan operasi entitas, (2) pihak yang bertanggung jawab atas tata
kelola, (3) auditor internal yaitu auditor yang berkerja pada satu entitas, dan (4) pemegang
saham.

Dalam mengaudit laporan keuangan, auditor menggunakan standar audit untuk memenuhi
tanggung jawab profesional mereka. Standar audit adalah pedoman umum untuk membantu para
auditor dalam memenuhi tanggung jawab profesional mereka dalam pengauditan laporan
keuangan historis. Standar tersebut mencakup pertimbangan kualitas profesional antara lain
persyaratan kompetensi dan independensi, pelaporan, dan bukti.

2.3 Laporan Auditor Bentuk Baku

Laporan auditor bentuk baku harus menyebutkan laporan keuangan yang diaudit dalam
paragraf pengantar, menggambarkan sifat audit dalam paragraf lingkup audit, dan menyatakan
pendapat auditor dalam paragraf pendapat. Unsur pokok laporan auditor bentuk baku adalah
sebagai berikut :

a. Suatu judul laporan yang membuat kata independen. Misalnya, judul yang tepat
adalah “Laporan Auditor Independen” atau “Pendapat Akuntan Independen”. Persyaratan bahwa
judul harus mencakup kata “Independen” dimaksudkan untuk meyakinkan pemakai bahwa dalam
semua aspek penugasan audit tersebut tidak memihak.
b. Alamat yang dituju laporan audit, laporan ini biasanya ditujukan kepada perusahaan
bersangkutan, pemegang saham, atau dewan direksi, atau komisarisnya. Dalam beberapa tahun
belakangan, makin sering laporan ini ditujukan kepada para pemegang saham untuk
menunjukkan bahwa auditor independen terhadap persahaan, dewan direksi dan komisarisnya.

c. Paragraf pendahuluan, paragraf pertama dari laporan ini ditujukan untuk 3 hal yaitu :

· Pertama, paragraf ini merupakan pernyataan sederhana bahwa kantor akuntan publik
bersangkutan telah melaksanakan suatu audit. Hal ini dimaksudkan untuk membedakan laporan
tersebut dari laporan kompilasi atau review.

· Kedua, paragraf ini mencantumkan laporan keuangan yang di audit, termasuk


tanggal neraca, dan periode-periode akuntansi untuk laporan laba rugi dan laporan arus kas.
Kata-kata dalam laporan tersebut harus sama dengan laporan yang digunakan manajemen untuk
laporan keuangan itu.

· Ketiga, paragraf pendahuluan yang menyatakan bahwa laporan keuangan tersebut


merupakan tanggung jawab manajemen dan bahwa tanggung jawab auditor adalah untuk
menyatakan suatu pendapat atas laporan itu berdasarkan suatu audit. Pernyataan itu bertujuan
untuk menyatakan bahwa manajemen bertanggungjawab atas pemilihan prinsip akuntansi yang
berlaku umum dan atas pengambilan keputusan pengukuran dan pengungkapan dalam penerapan
prinsip-prinsip itu, dan untuk menjelaskan masing-masing peranan manajemen dan auditor.

d. Paragraf lingkup audit, adalah pernyataan aktual mengenai apa yang dilakukan
auditor di dalam audit. Paragraf ini terlebih dahulu menyatakan bahwa auditor bersangkutan
mengikuti standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI). Bagian
selanjutnya menerangkan secara singkat mengenai aspek-aspek penting dari suatu audit.

Paragraf lingkup audit menyatakan bahwa audit dirancang untuk dapat memperoleh
keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji yang material. Penyertaan
kata material menerangkan bahwa auditor hanya bertanggungjawab untuk mencari kekeliruan
yang signifikan, bukan salah saji kecil yang tidak berpengaruh pada keputusan pemakai laporan.
Penggunaan istilah “keyakinan memadai” menunjukkan bahwa suatu audit tidak dapat
diharapkan untuk menghilangkan sepenuhnya kemungkinan adanya salah saji atau
ketidakberesan yang material di dalam laporan keangan. Dengan perkataan lain, audit
memberikan suatu tingkat keyakinan yang tinggi, tetapi bukan merupakan jaminan.
Bagian lain dari paragraf lingkup audit membahas mengenai bahan bukti audit yang
dikumpulkan dan menyatakan bahwa auditor bersangkutan yakin bahwa bahan bukti yang
dikumpulkan mencukupi untuk situasi tersebut guna membuat pendapat yang disajikan. Kata-
kata “atas dasar pengujian” menunjukkan bahwa yang dilakukan adalah uji petik dan bukan audit
atas setiap transaksi dan setiap jumlah dalam laporan keuangan tersebut. Maka dari itu, paragraf
pendahuluan laporan audit menyatakan bahwa manajemen bertanggungjawab atas penyusunan
dan isi laporan keuangan, sedangkan paragraf lingkup audit menyatakan bahwa auditor
mengevaluasi ketepatan prinsip akuntansi, estimasi, dan pengungkapan serta penyajian laporan
keuangan.

Suatu pernyataan bahwa audit meliputi :

1) Pemeriksaan (examination), atas dasar pengujian, bukti-bukti yang mendukung jumlah-


jumlah dan pengungkapan dalam laporan keuangan

2) Penentuan prinsip akuntansi yang digunakan dan estimasi-estimasi signifikan yang dibuat
manejemen

3) Penilaian penyajian laporan keuangan secara keseluruhan

e. Paragraf pendapat, paragraf terakhir dalam laporan audit standar memuat kesimpulan
auditor berdasarkan hasil audit. Bagian ini sangat penting sehingga seringkali keseluruhan
laporan audit hanya disebut sebagai pendapat auditor. Paragraf pendapat dengan tegas
menyatakan bahwa yang diberikan adalah suatu pendapat dan bukan suatu pernyataan mutlak
atau jaminan. Tujuannya adalah untuk menunjukkan bahwa kesimpulan tersebut didasarkan atas
pertimbangan profesional. Dengan memakai istilah ungkapan “menurut pendapat kami”
menunjukkan bahwa terdapat resiko informasi berkaitan dengan laporan keuangan tersebut,
sekalipun laporan tersebut telah diaudit.

Salah satu bagian laporan audit yang mengandung kontroversi adalah istilah menyajikan
secara wajar. Apakah ini berarti bahwa jika SAK telah ditaati, laporan keuangan yang
bersangkutan telah disajikan dengan wajar, atau mungkinkah ada sesuatu yang lain diluar prinsip
akuntansi yang harus dipatuhi ? ada kemungkinan pengadilan memutuskan bahwa auditor wajib
melihat kepada hal-hal diluar SAK untuk mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan lain
yang mungkin menyesatkan para pemakai. Pada umumnya, para auditor merasa yakin bahwa
laporan keuangan telah “disajikan dengan wajar” jika laporan tersebut sesuai SAK, tetapi mereka
juga harus memeriksa kemungkinan salah informasi yang terdapat pada saldo dan catatan
transaksi.

f. Tanda tangan, nama rekan, nomor izin akuntan publik, nomor izin usaha kantor
akuntan publik.

g. Tanggal laporan audit, tanggal yang dipakai di dalam laporan ini adalah tanggal saat
auditor telah menyelesaikan bagian terpenting dari prosedur audit dilapangan. Tanggal ini sangat
penting karena menunjukkan sampai tanggal berapa setelah tanggal laporan keuangan, auditor
bertanggungjawab atas peninjauan terhadap peristiwa yang terjadi. Sebagai contoh, jika neraca
dibuat per tanggal 31 Desember 1991, dan laporan audit bertanggal 6 Maret 1992, ini berarti
bahwa auditor telah mencari transaksi dan peristiwa yang belum tercatat yang terjadi sampai
tanggal 6 Maret 1992. (Arens & Loebbecke, 1997)

2.4 Jenis Pendapat Auditor

Menurut Standar Profesional Akuntan Publik (PSA 29 SA Seksi 508), ada lima jenis
pendapat akuntan, yaitu :

1. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion)

Jika auditor telah melaksanakan pemeriksaan sesuai dengan standar auditing yang telah
ditentukan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), seperti yang terdapat dalam standar profesional
akuntan publik, dan telah mengumpulkan bahan-bahan pembuktian (audit evidence) yang cukup
untuk mendukung opininya, serta tidak menemukan adanya kesalahan material atas
penyimpangan dari prinsip akuntan yang berlaku umum di Indonesia, maka auditor dapat
memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian.

Dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, auditor menyatakan bahwa laporan keuangan
menyajikan secara wajar, dalam semua posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus
kas suatu entitas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. (Sukrisno,
2004). Kriteria pendapat wajar tanpa pengecualian antara lain:

1. Laporan keuangan lengkap


2. Tiga standar umum telah dipenuhi
3. Bukti yang cukup telah diakumulasi untuk menyimpulkan bahwa tiga standar lapangan
telah dipatuhi
4. Laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan GAAP (Generally Accepted
Accounting Principles)

2. Pendapat wajar dengan bahasa penjelasan (Unqualified Opinion With


Language Disclosure)

Keadaan tertentu mungkin mengharuskan auditor menambahkan suatu paragraf


penjelasan (atau bahasa penjelasan yang lain) dalam laporan auditnya. Auditor menyampaikan
pendapat ini jika:

1. Kurang konsistennya suatu entitas dalam menerapkan GAAP


2. Auditor ingin menekankan suatu hal

3. Pendapat wajar dengan pengecualian (Qualified Opinion) “jika ada penyalahan


laporan, atau memanipulasi laporan”

Kondisi tertentu mungkin memerlukan pendapat wajar dengan pengecualian. Pendapat


wajar dengan pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar,
dengan semua posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas dan arus kas sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, kecuali untuk dampak hal yang berkaitan
dengan yang dikecualikan.

4. Pendapat tidak wajar (Adverse Opinion) “tidak sesuai dengan standar


akuntansi”

Suatu pendapat tidak wajar menyatakan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara
wajar posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas dan arus kas sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Pendapat ini dinyatakan bila, menurut pertimbangan
auditor, laporan keuangan secara keseluruhan tidak disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
5. Pernyataan tidak memberikan pendapat (Disclainer Opinion) “adanya
pembatasan teerhadap auditor,tidak bisa independen”

Suatu pernyatakan tidak memberikan pendapat menyatakan bahwa auditor tidak


menyatakan pendapat atas laporan keuangan. Auditor dapat tidak menyatakan suatu pendapat
bilamana ia tidak dapat merumuskan suatu pendapat tentang kewajaran laporan keuangan sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Jika auditor menyatakan tidak
memberikan pendapat, laporan auditor harus memberikan semua alasan substantif yang
mendukung pernyataan tersebut.

2.5 Syarat yang harus Dipenuhi untuk Setiap Jenis Opini

Bentuk laporan audit yang paling umum adalah laporan audit standar dengan pendapat
wajar tanpa pengecualian. Lebih dari 90% laporan audit menggunakan bentuk ini. Laporan audit
standar wajar tanpa pengecualian digunakan bila kondisi berikut terpenuhi :

a. Semua laporan keuangan – neraca, laporan laba rugi, saldo laba, dan laporan arus kas –
sudah tercakup di dalam laporan keuangan.
b. Ketiga standar umum telah diikuti sepenuhnya dalam penugasan.
c. Bahan bukti yang cukup telah dikumpulkan dan auditor tersebut telah melaksanakan
penugasan dengan cara yang memungkinkan baginya untuk menyimpulkan bahwa ketiga
standar pekerjaan lapangan telah terpenuhi.
d. Laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Ini
berarti bahwa pengungkapan yang memadai telah disertakan dalam catatan kaki dan
bagian-bagian lain laporan keuangan.
e. Tidak terdapat situasi yang memerlukan penambahan paragraf penjelasan atau modifikasi
kata-kata dalam laporan. (Arens & Loebbecke, 1997)

2.6 Tujuan Pengauditan Laporan Keuangan

a. Tujuan Audit Umum

Tujuan pengauditan umum atas laporan keuangan oleh auditor independen merupakan
pemberian opini atas kewajaran di mana laporan tersebut telah disajikan secara wajar, dalam
segala hal yang material , posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas, sesuai dengan prinsip-
prinsip akuntansi yang berlak umum di Indonesia.

Jika auditor yakin bahwa laporan tidak disajikan secara wajar atau tidak mampu
menarik kesimpulan dikarenakan bahan bukti yang tidak memadai, maka auditor bertanggung
jawab untuk menginformasikan kepada para pengguna laporan keuangan melaui laporan
auditnya.

Untuk mencapai tujuannya, auditor perlu menghimpun bukti komponen yang cukup,
auditor perlu mengindentifikasikan bukti apa yang dapat dihimpun dan bagaimana cara
menghimpun bukti tersebut.

Kewajaran laporan keuangan diukur berdasarkan asersi terkandung dalam setiap unsur
yang disajikan dalam laporan keuangan, yang disebut dengan asersi manajemen. Asersi
manajemen yang disajikan dalam laporan keuangan dapat diklasifikasikan menjadi lima kategori:

1) Keberadaan atau kejadian (existency or occurence).

Asersi ini merupakan pernyataan manajemen terhadap aktiva, kewajiban, dan ekuitas
yang tercantum dalam neraca benar-benar ada pada tanggal neraca serta apakah pendapatan dan
beban yang tercantum dalam laporan rugi laba benar-benar terjadi selama periode akuntansi.

2) Kelengkapan (completeness).

Kelengkapan berarti semua transaksi dan akun-akun yang seharusnya tercatat dalam
laporan keuangan telah dicatat. Asersi kelengkapan berlawanan dengan asersi keberadaan. Jika
asersi keberadaan tidak benar maka akun akan dinyatakan terlalu tinggi, sementara jika asersi
kelengkapan tidak benar, maka akun akan dinyatakan terlalu rendah. Asersi kelengkapan
berkaitan dengan kemungkinan hilangnya hal-hal yang harus dicantumkan dalam laporan
keuangan sedangkan asersi keberadaan berkaitan dengan penyebutan angka yang seharusnya
tidak dimasukkan.

3) Hak dan kewajiban (rights and obligations).

Asersi tentang hak dan kewajiban berhubungan dengan dua hal, yaitu:

a. Apakah aktiva yang tercantum dalam laporan keuangan benar-benar merupakan hak
perusahaan pada tanggal tertentu.
b. Apakah utang yang tercantum dalam laporan keungan benar-benar merupakan
kewajiban perusahaan pada tanggal tertentu.

Dalam hal ini manajemen membuat asersi bahwa jumlah sewa guna usaha yang
dikapitalisasi di neraca mencerminkan nilai perolehan hak perusahaan atas kekayaan yang
disewa guna-usahakan, dan utang sewa guna usaha yang bersangkutan mencerminkan suatu
kewajiban perusahaan

Asersi hak dan kewajiban mempunyai hunbungan yang sangat erat dengan asersi
keberadaan atau keterjadian. Keeratan hubungan ini mengakibatkan salah satu kantor akuntan
publik besar di Indonesia dengan suatu kantor akuntan publik asing dari Amerika Serikat yang
menganggap keduanya adalah satu dan menamakannya sebagai asersi genuine (pernyataan asli).

4) Penilaian atau alokasi (valluation or allocation).

Asersi ini menyangkut apakah aktiva, kewajiban, ekuitas, pendapatan, atau beban telah
dicantumkan dalam laporan keuangan pada jumlah yang tepat. Contoh manajemen membuat
asersi bahwa aktiva tetap dicatat berdasarkan harga perolehanya dan perolehan yang semacam itu
secara sistematik dialokasikan kedalam periode-periode akuntansi yang semestinya, dan
manajemen membuat asersi bahwa piutang usaha yang tercantum di neraca dinyatakan
berdasarkan nilai bersih yang dapat direalisasikan.

Dengan demikian, asersi penilaian berkaitan dengan akun – akun riil yang tercantum
pada neraca. Asersi penilaian berkaitan dengan apakah harta, utang dan modal telah di
cantumkan pada neraca dengan jumlah yang semestinya. Asersi pengalokasian berkaiatan
dengan apakah akun-akun nominal, yaitu pendapatan biaya, telah dicantumkan pada laporan rugi
laba dengan jumlah yang semestinya. Asersi pengalokasian pada intinya adalah ketetapan saat
pengakuan pendapatan maupun biaya. Apakah suatu pendapatan dinyatakan sebagai pendapatan
(pos rugi laba) tahun 19X1, ataukah sebaliknya diakui sebagai piutang pendapatan atau
pendapatan diterima dimuka (pos neraca) tahun 19X1 dan baru diakui sebagai pendapatan pada
tahun 19X2.

5) Penyajian dan pengungkapan ( presentation and disclosure).

Asersi tentang penyajian dan pengungkapan berhubungan dengan apakah komponen –


komponen tertentu dalam laporan keuangan sudah diklasifikasikan, dijelaskan dan diungkapkan
secara semestinya. Pelaporan komponen laporan keuagan pada jumlah yang semestinya
mengandung arti bahwa jumlahnya sudah ditentukan dengan menggunakan metode perlakuan
akuntansi bedasar prinsip akuntansi yang berlaku umum, dan bebas dari kesalahan matematikal.

Misalnya manejemen membuat asersi bahwa kewajiban-kewajiban yang diklasifikasikan


sebagai utang jangka panjang di neraca tidak akan jatuh tempo dalam waktu satu tahun, dan
menajemen membuat asersi bahwa jumlah yang disajikan sebagai pos luar biasa dalam laporan
rugi laba diklasifikasikan dan diungkapkan semestinya.
b. Tujuan Audit Khusus

Seperti pada tujuan audit yang berkaitan dengan transaksi, sesudah tujuan audit umum
pada tujuan yang berkaitan dengan saldo ditentukan, maka tujuan audit khusus yang berkaitan
dengan saldo untuk setiap saldo akun dalam laporan keuangan dapat dikembangkan. Setidaknya
satu tujuan audit khusus yang berkaitan dengan saldo harus disertakan pada setiap tujuan audit
umum yang berkaitan dengan saldo, kecuali auditor yakin bahwa tujuan audit umum yang
berkaitan dengan saldo tidak relevan atau tidak penting bagi saldo akun yang sedang
dipertimbangkan.

Audit dengan ruang lingkup pemeriksaan hanya terhadap pemenuhan kepada tertentu.
Dengan kata lain, audit hanya dilakukan terhadap beberapa transaksi tertentu saja. Berikut ini
diberikan contoh audit spesifik untuk akun persediaan agar dapat lebih memahami asersi-asersi
yang telah dikemukakan.

1) Asersi keberadaan dan keterjadian

Tujuan audit spesifik :

a. Persedian yang di cantumkan dalam neraca, secara fisik ada.


b. Persediaan merupakan unsur yang disimpan untuk dijual dan digunakan dalam
operasi normal perusahaan
2) Asersi kelengkapan

Tujuan Audit spesfik :

a. Persediaan meliputi semua produk jadi, bahan baku dan penolong, dan bahan habis
pakai yang dimiliki perusahaan.
b. Kuantitas Persediaan meliputi semua produk jadi, bahan baku dan penolong, dan
bahan habis pakai yang dimiliki perusahaan yang masih dalam perjalanan maupun
yang disimpan diluar perusahaan misalnya persediaan barang konsiyasi.
c. Daftar hasil perhitungan fisik persedian dikompilasi dengan teliti dan totalnya telah
dimasukkan kedalam rekening persediaan.
3) Asersi hak dan kewajiban
a. Perusahaan memiliki hak milik sah secara hukum terhadap persedian.
b. Persediaan tidak mencakup unsur yang telah di tagihkan kepada pelanggan atau
dimiliki oleh pihak lain.
4) Asersi penilaian dan pengalokasian

Tujuan Audit spesifik :

a. Persediaan dinyatakan secara tepat pada harga pokok atau perolehanya, kecuali jika
harga pasarnya lebih rendah
b. Unsur persediaan yang lambat perputarannya (turn overnya rendah) berlebihan
rusak, dan usang dimasukkan persediaan telah diidentifikasikan.
c. Persediaan dikurangi, jika semestinya demikian, ke harga perolehan penggantian
( replancement cost) atau nilai bersih yang dapat direalisasikan.

5) Asersi penyajian dan pengungkapan


a. Persedian diklasifikasikan sebagaimana mestinya dalam neraca sebagai aktiva
lancar.
b. Golongan besar persediaan dan dasar penilaiannya di ungkapkan secara memadai
dalam neraca.
c. Persediaan yang digadaikan atau dititipkan kepihak lain diungkapkan secara
memadai.

2.7 Tanggung Jawab Editor

Menurut PSA 1 (SA 110) revisi, menyatakan bahwa :


“Auditor memiliki tanggung jawab untuk merencanakan dan menjalankan audit untuk
memperoleh keyakinan yang memadai apakah laporan keuangan telah bebas dari salah saji
material, yang disebabkan oleh kesalahan ataupun kecurangan. Karna sifat dari bahan bukti
audit dan karakteristik kecurangan, auditor harus mampu mendapatkan keyakinan yang
memadai, namun bukan absolute, bahwa salah saji material telah dideteksi. Auditor tidak
memiliki tanggung jawab untukmerencanakan dan menjalankan audit untuk mendapatakan
keyakinan yang memadai bahwa kesalahan penyajian yang disebabkan oleh kesalahan maupun
kecurangan, yang tidak signifikan terhadap laporan keuangan telah terdeteksi”
Paragraf ini membahas mengenai tanggung jawab auditor untuk mendeteksi kesalahan penyajian
yang sifatnya material dalam laporan keuangan serta diskusi terkait dalam standar mengenai
tanggung jawab auditor untuk mendeteksi salah saji yang material memasukkan beberapa istilah
dan kalimat penting.

I. Tanggung Jawab Auditor dalam Mendeteksi Kesalahan Saji Material

Auditor menekan beragam kesalahan yang diakibatkan oleh kesalahan-kesalahan dalam


perhitungan, kealpaan, kesalahpahaman dan kesalahan penerapan standar akuntansi, serta
kesalahan dalam pengelompokan dan penjelasan.

a. Tanggung Jawab Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan Material

Standar audit juga mengakui bahwa kecurangan lebih sulit untuk dideteksi karena
manajemen atau karyawan yang terlibat dalam kecurangan tersebut berusaha untuk menutup-
nutupi kecurangan tersebut. Namun demikian, kesulitan dalam mendeteksi tidak mengubah
tanggung jawab auditor untuk merencanakan dan menjalankan audit dengan tepat untuk
mendeteksi salah saji material, baik yang disebabkan oleh kesalahan maupun kecurangan.

Kecurangan yang Diakibatkan Kecurangan dalam Pelaporan Keuangan dan


Penyalahgunaan aset baik kecurangan dalam pelaporan keuangan maupun penyalahgunaan aset
berpotensi membahayakan para pengguna laporan keuangan, namun ada perbedaan penting
diantara kedua kecurangan tersebut. Biasanya, namun tidak selalu, penggelapan aset dilakukan
oleh karyawan dan bukan manajemen, dan jumlah yang dicuri sering kali tidak signifikan.

Terdapat perbedaan penting antara penggelapan aset dan salah saji yang muncul dari
penggelapan aset tersebut. Pertimbangkan situasi berikut.

1. Aset diambil dan penggelapan ini ditutupi dengan cara menyalahsajikan aset. Misalnya,
kas yang ditagih dari konsumen telah dicuri sebelum dicatat sebagai penerimaan kas, dan
akun piutang untuk konsumen tersebut tidak dikreditkan. Sehingga salah saji ini tidak
dapat dideteksi.
2. Aset diambil dan penggelapan ini ditutupi dengan mengurangsajikan pendapatan atau
melebihsajikan beban. Misalnya, kas yang diterima dari penjualan tunai telah dicuri dan
transaksi tidak dicatat.
3. Aset diambil, namun penyalahgunaan dapat dideteksi. Laporan laba rugi dan catatan kaki
yang terkait dengan jelas menggambakan adanya penyalahgunaan tersebut.

II. Tanggung Jawab Auditor untuk Membongkar Tindakan Ilegal

Tindakan ilegal didefinisikan dalam PSA 31 (SA 317) sebagai pelanggaran terhadap
hukum atau peraturan pemerintah selain kecurangan. Dua contoh tindakan ilegal adalah
pelanggaran terhadap peraturan perpajakan yang ditetapkan pemerintah dan pelanggaran hukum
perlindungan lingkungan.

Tindakan Ilegal Berdampak Langsung. Tanggung jawab auditor yaitu setiap melakukan
audit, auditor biasanya akan mengevaluasi apakah terdapat bahan bukti yang tersedia yang
mengindikasikan adanya pelanggaran yang signifikan terhadap peraturan perpajakan pemerintah.
Untuk melakukan evaluasi ini, audtor dapat melakukan diskusi dengan personel klien dan
memeriksa laporan yang diterbitkan oleh kantor pajak setelah selesai memeriksa pajak
penghasilan klien.

Tindakan Ilegal Berdampak Tidak Langsung. Denda potensial yang besarnya signifikan
dan sanksi yang diberikan berdampak tidak langsung terhadap laporan keuangan dengan
menciptakan kebutuhan untuk mengungkapkan liabilitas kontinjensi sejumlah denda yang
mungkin harus dibayarkan. Contoh tindakan ilegal ini diantaranya pelanggaran peraturan insider
trading, hukum hak sipil, dan peraturan keselamatan karyawan. Standar audit menyatakan bahwa
auditor tidak memberikan keyakinan bahwa tindakan-tindakan ilegal berdampak tidak langsung
dapat dideteksi.

Akumulasi Bukti Ketika Tidak Ada Alasan untuk Meyakini Adanya Tindakan ilegal
Berdampak Tidak Langsung. Auditor juga harus menanyakan pada manajemen mengenai
kebijakan yang mereka terapkan untuk mencegah tindakan ilegal dan apakah manajemen
mengetahui adanya hukum dan peraturan yang mungkin telah dilanggar perusahaan. Selain itu
auditor tidak diharuskan untuk mencari tindakan ilegal berdampak tidak langsung kecuali ada
alasan yang memadai untuk meyakini bahwa telah terjadi tindakan pelanggaran hukum.

Akumulasi Bukti Ketika Ada Alasan Untuk Meyakini Adanya Tindakan Ilegal
Berdampak Langsung atau Tidak Langsung yang Mungkin Timbul. Ketika auditor yakin bahwa
suatu tindakan ilegal telah terjadi, beberapa tindakan diperlukan untuk menentukan apakah
tindakan ilegal yang dicurigai tersebut memang benar-benar terjadi. Tindakan-tindakan itu
sebagai berikut :

1. Auditor pertama kali harus menanyakan pada manajemen yang tingkatnya lebih tinggi
dari pihak yang dicurigai terlibat dalam tindakan ilegal yang potensial.
2. Auditor harus berkonsultasi dengan penasehat hukum klien atau ahli lainnya memiliki
pengetahuan mengenai potensial tindakan ilegal.
3. Auditor harus mempertimbangkan untuk menambah akumulasi bahan bukti audit untuk
menentukan apakah benar-benar terjadi tindakan ilegal.

Tindakan Ketika Auditor Mengetahui Adanya Tindakan Ilegal. Tindakan pertama yang
dilakukan ketika tindakan ilegal teridentifikasi adalah mempertimbangkan dampaknya terhadap
laporan keuangan, termasuk kecukupan pengungkapannya. Dampak dari tindakan ilegal ini
mungkin sangat kompleks dan sulit untuk diselesaikan. Auditor juga harus mempertimbangkan
dampak dari tindakan ilegal tersebut terhadap hubungan KAP dengan manajemen. Auditor juga
harus mengkomunikasikan dengan komite audit atau otoritas lainnya yang setara untuk
meyakinkan bahwa mereka mengetahui adanya tindakan ilegal tersebut. Komunikasi dapat
dilakukan secara lisan maupun tertulis. Jika dilakukan secara lisan, sifat komunikasi dan diskusi
yang dilakukan harus didokumentasikan dalam arsip pengauditan. Jika klien menolak untuk
menerima laporan audit yang dimodifikasi, atau tidak melakukan tindakan yang segera untuk
menangani tindakan tersebut, maka dirasa penting bagi auditor untuk menarik diri dari kontrak
kerja tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Arens, A. A., & Loebbecke, J. K. (1997). Auditing. Jakarta: Salemba Empat.

Arfan, dkk.”AUDITING : Pemeriksaan Akuntansi”, edisi 2, 2018, Madenatera, Medan.

Sukrisno, A. (2004). AUDITING (Pemeriksaan Akuntan) oleh Kantor Akuntan Publik jilid I. Jakarta:
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Abdul Halim., "Pemeriksaan Akuntansi 1", 1994, Penerbit Gunadarma, Jakarta.

Arens & Loebbecke, Adaptasi oleh : Amir Abadi Jusuf., "Auditing : Pendekatan Terpadu", Buku 2, Edisi
Indonesia, 1999, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Ukrisno Agoes, "Auditing (Pemeriksaan Akuntan) oleh Kantor Akuntan Publik", Jilid 1, Edisi kedua, 2000,
Lembaga Penerbita FEUI, Jakarta.

Tugiman Hiro, "Standar Profesional Audit Internal", 2000, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

1ST, A. (2011, October 6). ACCOUNTING 1ST. Retrieved October 10, 2017, from Wordpress.com:
https://accounting1st.wordpress.com/2011/10/01/penyajian-wajar-dan-pengungkapan/

http://www.sinarharapan.co.id/ ekonomi/ Keuangan/ 2005/ 0103/keu2.html)

Anda mungkin juga menyukai