Anda di halaman 1dari 11

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kami
kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Kami
mengucapkan Syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,baik berupa sehat fisik
maupun akal pikiran,sehingga kami mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai
tugas acuan dari mata kuliah Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya dengan judul “Ban
Syariah”.
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,kami mengharapkan kritik
serta saran dari pembaca untuk makalah ini,supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah
yang lebih baik lagi. Demikian,dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami
mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen
pengampu kami Bapak Ahmad Rifqi yang telah membimbing kami dalam menulis makalah ini.
Demikian,semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih
                                                                                               
                               Pekanbaru,08 April 2019
                                     

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Hal paling umum yang manjadi salah satu penggerak ekonomi konvensional adalah riba
atau interest. Suku bunga yang menjadi mesin penggerak perekonomian konvensional memang
menjadi rancu penggunaanya dalam sistem konvensional sendiri. Menurut Adiwarman Karim,
suku bunga sendiri pada awalnya merupakan rate of return bagi kepemilikan modal, atau imbal
jasa atas modal yang digunakan dalam proses produksi, bukan merupakan sebuah keuntungan
atau uang yang dipinjamkan kepada investor yang menjalankan perekonomian. Namun seiring
berjalannya waktu, riba atau interest akhirnya lazim digunakan untuk menggerakan
perekonomian, terutama institusi perbankan sebagai sebuah medium of intermesdiary.

Dalam ekonomi islam, riba dapat diartikan sebagai sebuah tambahan atas pinjaman yang
diberikan kepada pihak peminjam terhadap pihak yang dipinjamkan tanpa keikhlasan dari pihak
yang meminjamkan. Ekonomi Islam kini menganggap bahwa interest rate sebagai perannya
dalam menggerakkan perekonomian konvensional sekarang dapat diubah dengan rate on kapital,
yaitu pendapatan atas modal barang dan jasa dalam proses produksi. Dengan alasan ini,
Adiwarman Karim menjelaskan bahwa perbankan Islam dapat menggerakan perputaran kegiatan
atau aktivitasnya dengan ikut masuk ke dalam proses produksi yaitu dengan ikut atau berperan
aktif dalam kegiatan usaha. Oleh karena itu, maka dua produk perbankan Islam yang sekarang
ada terbentuk dari ide dasar ini. Mudharobah dan musyarokah dapat dikedepankan sebagai dua
produk Islam yang muncul dari ide dasar bahwa perbankan Islam haruslah perbankan yang
mengambil untung dari ikut berperannya mereka dalam proses produksi dengan mendapat bagian
dari bagi hasil pendataan atau dari untung usaha yang didapatkan perusahaan yang menjadi rekan
usahanya.

Selain produk Mudharobah dan Musyarokah, perbankan Islam juga menganut prinsip
dual system. Perbankan Islam selain berperan sebagai partner usaha juga dapat berperan sebagai
penjual dalam akad Mudharobah, ijarah, atau ishtinah. Dengan peran perbankan Islam sebagai
pedagang inilah maka perbankan Islam kini mendapatkan selisih keuntngan yang sudah
ditetapkan di awal dengan barang yang disepakati untuk diperjualbelikan. Akad jual beli ini lah
yang selama ini menjadi produk yang banyak di gunakan oleh institusi syariah karena
perhitungan dan sifat produknya yangg lebih mudah digunakan dalam buisnis syariah. Dengan
digunakannya produk Mudharobah, ijarah, atau istisna ini memang membuat banyak orang
awam merasa produk syariah menjadi mirip perbankan dengan perbankan konvensional. Apalagi
penempatan margin keuntungan yang jauh beda dengan interest rate. Terlepas dari pembelaan
bank syariah terhadap hal ini, kritik mengenai produk yang berlandaskan akad jual beli ini patut
menjadi perhitungan sendiri bagi perbankan syariah.
BAB II
PEMBAHASAN

A.SEJARAH BANK SYARI’AH

Bank syariah adalah suatu bank yang dalam aktivitasnya; baik dalam penghimpunan dana
maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar
prinsip syariah.
Pada dasarnya ketiga fungsi utama perbankan (menerima titipan dana, meminjamkan
uang, dan jasa pengiriman uang) adalah boleh dilakukan, kecuali bila dalam melaksanakan
fungsi perbankan melakukan hal – hal yang dilarang syariah. Dalam praktik perbankan
konvesional yang dikenal saat ini, fungsi tersebut dilakukan berdasarkan prinsip bunga. Bank
konvensional memang tidak serta merta identik dengan riba, namun kebanyakan praktik bank
konvnsionaldapat digolonglan sebagai transaksi ribawi.

B.SEJARAH BANK SYARI’AH

Indonesia yang sebagian besar penduduknya adalah Muslim membuat negara ini menjadi
pasar terbesar di dunia bagi perbankan syariah. Besarnya populasi muslim itu memberikan ruang
yang cukup lebar bagi perkembangan bank syariah di Indonesia.

Di Indonesia, bank syariah pertama baru lahir tahun 1991 dan beroperasi secara resmi
tahun 1992. Padahal, pemikiran mengenai hal ini sudah terjadi sejak dasawarsa 1970-an.
Menurut Dawam Raharjo, saat memberikan Kata Pengantar buku Bank Islam Analisa Fiqih dan
Keuangan penghalangnya adalah faktor politik, yaitu bahwa pendirian bank Islam dianggap
sebagai bagian dari cita-cita mendirikan Negara Islam.

Namun, sejak 2000-an, setelah terbukti keunggulan bank syariah (bank Islam)
dibandingkan bank konvensional antara lain, Bank Muamalat tidak memerlukan suntikan dana,
ketika bank-bank konvensional menjerit minta Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)
ratusan triliunan akibat negatif spread bank-bank syariah pun bermunculan di Indonesia.
Hingga akhir Desember 2006, di Indonesia terdapat tiga Bank Umum Syariah (BUS) dan 20 Unit
Usaha Syariah (UUS).
Fungsi-fungsi bank sudah dipraktikkan oleh para sahabat di zaman Nabi Muhammad
SAW, yakni menerima simpanan uang, memberikan pembiayaan, dan jasa transfer uang. Namun,
biasanya satu orang hanya melakukan satu fungsi saja. Baru kemudian, di zaman Bani
Abbasiyah, ketiga fungsi perbankan dilakukan oleh satu individu.
Usaha modern pertama untuk mendirikan bank tanpa bunga pertama kali dilakukan di Malaysia
pada pertengahan tahun 1940-an, namun usaha tersebut tidak berhasil.Berikutnya, eksperimen
dilakukan di Pakistan pada akhir 1950-an.
Namun, eksperimen pendirian bank syariah yang paling sukses dan inovatif di masa
modern dilakukan di Mesir pada 1963, dengan berdirinya Mit Ghamr Local Saving
Bank.Kesuksesan Mit Ghamr memberi inspirasi bagi umat Muslim di seluruh dunia, sehingga
muncul kesadaran bahwa prinsip-prinsip Islam ternyata masih dapat diaplikasi dalam bisnis
modern.

C.ATURAN – ATURAN BANK SYARI’AH

Bank Indonesia (BI) tengah menggodok aturan leveraging untuk perbankan syariah.
Direktur Kepala Group Penelitian Perkembangan dan Regulasi Perbankan Syariah BI, Ahmad
Buchori, mengatakan aturan ini akan mempermudah Bank Umum Syariah (BUS) atau bank
syariah dalam menggunakan jaringan kantor induknya untuk melayani masyarakat.

Leveraging sama dengan office chanelling di Unit Usaha Syariah (UUS). Inti aturan ini,
kata Buchori, agar BUS atau bank syariah dapat memanfaatkan jaringan konvensional milik
induknya. BI menargetkan aturan tersebut terbit akhir tahun ini.
Misalnya, sebuah bank syariah yang sudah memiliki kantor cabang di Bandung ingin menarik
Dana Pihak Ketiga (DPK) di luar wilayah Bandung, tapi masih di Jawa Barat. Bank syariah
tersebut bisa menggunakan jaringan bank induknya yang konvensional untuk melayani
pengumpulan dana pihak ketiga yang berada di luar wilayah Bandung, seperti Sukabumi, Bogor
hingga Cianjur.
Bahkan dalam aturan ini, bank syariah yang menggunakan jaringan kantor bank konvensional
induknya tersebut tak perlu mempekerjakan pegawainya dalam melayani masyarakat. Pelayanan
tersebut bisa dilakukan oleh pegawai kantor dari bank konvensional yang merupakan jaringan
induk bank syariah itu.

D. Perbedaan Bank Syariah Dengan Bank Konvensional

NO Perbedaan Bank Konvensional Bank Syariah


1 Bunga Berbasis bunga Berbasis revenue/profit loss
sharing
2 Resiko Anti risk Risk sharing
3 Operasional Beroperasi dengan
pendekatan sektor Beroperasi dengan pendekatan
keuangan, tidak langsung sektor riil
terkait dengan sektor riil
4 Produk Produk tunggal (kredit) Multi produk (jual beli, bagi
hasil, jasa)
5 Pendapatan Pendapatan yang diterima Pendapatan yang diterima
deposan tidak terkait dengan deposan terkait langsung dengan
pendapatan yang diperoleh pendapatan yang diperolah bank
bank dari kredit dari pembiayaan
6 Dasar Hukum Bank Indonesia dan Al Qur’an. Sunnah, fatwa ulama,
Pemerintah Bank Indonesia, dan Pemerintah
7 Operasional         Dana Masyarakat (Dana         Dana Masyarakat (Dana Pihak
Pihak Ketiga/DPK) berupa Ketiga/DPK) berupa titipan (
titipan simpanan yang harus wadi’ah) dan
dibayar bunganya pada saat investasi(mudharabah) yang baru
jatuh tempo akan mendapat hasil jika
        Penyaluran dan pada sektor “diusahakan“ terlebih dahulu
yang menguntungkan, aspek         Penyaluran dana (financing)
halal tidak menjadi pada usaha yang halal dan
pertimbangan agama menguntungkan

E. Kritik Terhadap Perbankan Islam

Dari penjelasan mengenai dual system perbankan syariah, maka terdapat dua kritik yang
dapat diutarakan. Pertama, perbankan syariah belum bisa di harapkan menjadi media
pembangunan bangsa bagi para pengusaha kecil. Mengingatkan terkadang margin yang di
berikan perbankan syariah bagi produk jual beli cukup tinggi, karna besaranya yang mirip
dengan intrest rate. Hal ini tentunya menjadi constrain bagi pengusaha kecil yang bermodal pas-
pasan dengan angunan yang berat ditambah beban margin yang juga cukup besar. Belum lagi
keritik yang banyak menganggap bahwa perbankan syariah tidak ubahnya dengan leasing yang
menjual motor kredit dengan kredit suku bunga tetap.
Kedua, konsep bagi hasil perbankan syariah yang menurut penulis juga memiliki
kelemahan. Bayangkan jika produk yang paling banyak digunakan oleh perbankan syariah
adalah bagi hasil maka hanya bank atau UKM-UKM yang sudah masuk ke sektor formallah yang
bisa mengakses produk ini mengingat jasa auditor akan sangat krusial dalam menentukan
besaran bagi hasil yang akan diterima oleh perbankan syariah.
Ada asimetric information yang akan terjadi jika jasa auditor tidak digunakan dalam
perjanjian bagi hasil ini. Bank syariah tidak akan tahu informasi atau revenue yang
sesungguhnya diterima oleh pengusaha yang mendapatkan dana dari bank syariah. Dengan
banyaknya pengusaha yang terlibat dalam perbankan syariah, tentu hal ini akan membuat
semakin besarnya cost yang harus diberikan bagi pihak auditor, hal ini tentu mekanisme yang
tedak efisien bagi sistem perbankan syariah.

F. Konsep Perbankan Syariah Negara

Dengan kritik ini maka saya mencoba membangun sebuah sistem perbankan syariah yang
saya impikan. Ekonomi Islam menganggap bahwa uang sebagaian medium of intermediary.
Uang harus diposisikann hanya sebagai uang, bukan sebagai komoditas yang dapat menghasilkan
uang dengan cara batil. Uang dapat mendapatkan manfaat dengan membelanjakaannya lewat
barang-barang faktor input yang produktif, baru dapat menghasilkan uang melalui
Profit dari capital yang dibelanjakan. Dengan ini, uang sejatinya memang bersifat media
yang meang diciptakan pemerintah untuk mempermudah jalannya perekonomian. Dengan
demikian, seharusnya uang tidak bias tersimpan begitu saja, malah harus dikenakan pajak bila
hal itu terjadi. Uang harus terus berputar. Menurut Irving Fisher, semakin cepat perputaran uang
beredar, tentu semakin baik bagi perekonomian, dengan asumsi jumlah uang beredar tetap.
Berawal dari sini, maka perbankan syariah haruslah merupakn sebuah institusi yang menjadi
media penyalur bagi orang yang kelebihan uang kepada pengusaha- pengusaha yang memeang
membutuhkannya.

Dengan demikian, tidak patut sebuah perbankan menjadikan peminjam uang sebagai
mesin untuk menghasilkan uang. Namun bagi perbankan untuk menjalankan aktivitasnya. Hal
inilah yang menjadi sulit bagi system perbankan konvesional. Oleh karena itu, keuntungan tanpa
harus menjadi lintah darat berdasi. Salah satu cara adalah dengan menjadikan bank yang saya
sebut Bank Syariah Negara ini menjadi barang public. Dengan statusnyan sebagai institusi yang
mendapatkan gaji dari pemerintah dan gaji dari banker-nya dibiayai lewat APBN, tentu tidak
akan menjadikan mereka bersifat seperti yang biasanya lagi.
Namun, tentu konsep ini berbeda dengan konsep bank yang pernah ada di zaman
Soeharto dulu yang hanya memberikan kredit kepada kroni-kroninya saja. Di alam keterbukan
seperti sekarang, maka audit bagi perbankan syariah ini akan menjadi tanggung jawab lembaga
independen di luar ajring sperti BPK (Lembaga Pengawas Keuangan), KPK (Komisi
Pemberantas Korupsi), dan dibawah control langsuung dari Bank Indonesia. Bank tetaplah
bersifat bank dan memberikan kredit tanpa bunga khusus bagi UKM- UKM bermodal kecil
sehingga BSN(Bank Syariah Negara) bias menjadi agen perubahan bagi perekonomian bangsa.
Dengan demikian tentu kredit tanpa bunga ini akan menberikan kemudahan bagi pihak swasta.

Lantas pertanyaannya, apakah BSN akan merugikan bagi Negara mengingat tidak ada
imbal jasa bagi Negara karena tida mendapatkan riba? Hal ini tentu saja tidak masalah, justru
Negara akan semakon diuntungkan dengan keberadaan bank syariah ini. Pertama BSN akan
menjadi salah satu perpanjangan tangan bagi petugas pajak untuk melebrkan sayapnya. Dengan
dibangunnya perbankan ini, maka bank akan dapat mendata siapa saja nasabah yang belum
mepunyai NPWP ketika individu ini berinteraksi dengan BSN.

Kedua, dengan adanya perbankan ini, maka pemasukan Negara dari pajak akan
meningkat. Mengingat UKM yang meminjam akan dibelanjakn uangnya untuk barang modal
serta menambah kapasitas produksi. Pajak yang akan diterima Negara dapat meningkat, baik dari
pajak pertambahan nilai (PPN) maupun pajak penghasilan (PPh) akibat pertabahan pendapatan
yang diterima pengusaha sehinnga kapasitas produksinya semakin meningkat. Dengan
pertambahan pendapatan pajak ini tentu akan meningkatkan APBN Negara dan akan menambah
kapasitas kemampuan BSN untuk menyalurkan kredit lewat pertumbuhan pendapatan Negara.

Ketiga, perbankan syariah akan menjadi tulang punggung bagi UKM untuk biasa
bertransformasi menjadi perusahaan yang memasuki sector formal tanpa beban bunga. Walaupun
tanpa bunga, BSN ini tetaplah sebuah bank yang memberikan kredit sesuai dengan prinsip-
prinsip perbankan. Pemilihan perusahaan yang mendaptakan dana tabaru’ ini haruslah UKM-
UKM yang potensial dan bisa sebanyak – sebanyaknya menciptakan lapangan pekerjaan yang
memang tujuan pemerintah.
PENUTUPAN

Demikian yang dapat saya paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam
makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya
pengetahuan yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.

Saya berharap para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada saya
demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan
berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca pada
umumnya.

KESIMPULAN

1) Bank Syari’ah merupakan implementasi dari Bank Islam dengan ciri tanpa bunga/riba
2) Bank Syari’ah sebenarnya sama dengan Bank Konvensional pada umumnya, yang
membedakannya kalau Bank Syari’ah memakai system bagi hasil sedangkan bank Konvensional
memakaisistem bunga.
3) MUI dan Muhammadiyah mengharamkan adanya bunga bank karena hal ini sama dengan riba
sedangkan NU masih khilafiyah, ada sebagian yang membolehkan dengan alasan dharurat ada
juga yang mengharamkannya, akan tetapi semuanya mendukung adanya bank syari’ah sebagai
lembaga perekonomian yang berdasarkan syari’at Islam (tidak ada unsur riba di dalamnya)

SARAN
Setelah kita semua mengetahui apa itu bank syari’ah, sejarah, aturan dan lain sebagainya
diharapkan agar kita lebih memilih menggunakan jasa bank syari’ah dan alangkah baiknya yang
sudah menggunakan bank konvensional pindah ke bank syari’ah.

Anda mungkin juga menyukai