Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belkang

Bimbingan adalah terjemah dari istilah bahasa inggris “Guidance”. Guidance adalah kata
dalam bentuk masdar yang ber. yang benar.

Jadi, guidance berarti pem.beri petunjuk, pemberian bimbingan atau tuntunan kepada orang
lain yang membutuhkan.

Counseling adalah kata dalam bentuk masdar dari ”to counsel” yang artinya memberikan
nasehat atau memberi anjuran kepada orang lain secara face to face (berhadapan muka satu sama
lain). Jadi, counseling adalah pemberian nasehat atau penasehatan kepada orang lain secara
individu (perseorangan) yang dilakukan dengan face to faci

Islam adalah ajaran islam yang menyimpan khazanah-khazanah berharga yang dapat
digunakan untuk menyelesaikan problem kehidupan manusia.(Saiful Akhyar Lubis, 2007:85)

Bimbingan konseling islami adalah proses pemberian bantuan terarah, continu dan
sistematis kepada setiap individu agar ia dapat mengembangkan potensi fitrah beragama yang
dimilikinya secara optimal dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam Al-Qur’an dan hadits.
Dengan bimbingan dibidang agama islam merupakan kegiatan dari dakwah islamiah. Karena
dakwah yang terarah adalah memberikan bimbingan kepada umat islam untuk betul-betul
mencapai dan melaksanakan keseimbangan hidup fid dunya wal akhirah.

Konselor termasuk salah satu profesi yang kini banyak diminati dan dicari keberadaannya.
Selayaknya profesi lainnya, konselor juga memiliki aturan-aturan yang disebut kode etik
konseling. Tujuannya untuk mengatur dan menghindari pelanggaran-pelanggaran yang mungkin
terjadi.

Adanya pelanggaran-pelanggaran ataupun penyalahgunaan profesi konselor di sekolah


meyebabkan citra konselor di sekolah saat ini masih belum bisa dikatakan baik. Banyak hal yang
melatar belakangi buruknya citra konselor di sekolah, mulai dari sikap konselor dan tugas
konselor yang memang kurang jelas dan disalah gunakan oleh pihak sekolah itu sendiri.
Konselor yang bertugas sebagai “polisi sekolah” dan menjadi momok menakutkan bagi siswa-
siswanya, terutama siswa-siswa yang sering melakukan pelanggaran dan “nakal”.

Adanya konselor yang berasal bukan dari lulusan Bimbingan dan Konseling membuat
kondisi BK di sekolah semakin memprihatinkan, dan adanya konselor sekolah yang memang
dari lulusan BK namun kurang menjunjung tinggi kode etik profesinya membuat keberadaan
konselor kurang diperhitungkan dan dianggap tidak penting bagi para siswanya sendiri.
Karenanya penting bagi para konselor sekolah benar-benar memperjuangkan agar citranya
menjadi positif dan dapat benar-benar bermanfaat bagi para siswa dan seluruh warga ssekolah
sesuai dengan tugas sebenarnya sebagai konselor. Dengan penegakan kode etik konselor
diharapkan dapat memperbaiki kembali citra buruk konselor yang ada selama ini.

Dalam keadaan hidup bersama ini masyarakat menciptakan sesuatu yang dapat dijadikan
sebagai pedoman hidup. Sesuatu yang diciptakan itu bisa berupa benda-benda (artifak), peraturan
dan nilai nilai yang dipakai secara kolektif. Dengan mempergunakan kematangan dirinya, maka
masyarakat tersebut menciptakan suatu bentuk budaya tertentu. Spesifikasi budaya yang dimiliki
oleh masyarakat tertentu akan berbeda dengan budaya yang dimiliki oleh masyarakat lainnya
Dengan demikian, budaya akan dapat dipakai sebagai salah satk mengenal masyarakat tertentu.

Pedoman hidup yang telah diciptakan itu dipakai secara bersama sama dan dilakukan secara
turun temurun. Kebersamaan ini dapat dilihat dari serangkaian proses kehidupan manusia.
Manusia lahir ke dunia selalu membutuhkan orang tua untuk dapat bertahan hidup. Pada usia
anak anak, mereka akan mengadopsi nilai nilai yang diajarkan oleh orang tuanya tanpa ada
protes yang berarti. Dalam hal ini, orang tua meletakkan dasar dasar pergaulan di dalam rumah
dan di masyarakat. Setelah dia menginjak masa remaja, dia mulai mengadopsi nilai nilai yang
ada di masyarakat, dan selanjutnya dia akan mulai belajar untuk hidup mandiri.

Individu dalam berperilaku mengacu pada sesuatu yang diyakini baik dan dianggap benar oleh
masyarakat yang ada di sekitarnya. Keyakinan ini menjadi panutan bagi masyarakat secara
umum. Keyakinan ini dapat bersumber dari agama atau kesepakatan umum. Keyakinan yang
berasal dari agama tidak akan dapat dirubah oleh manusia, artinya bersifat dogmatis. Tetapi,
masyarakat juga menciptakan suatu keyakinan yang lebih khusus lagi, dimana keyakinan ini
menjadi panutan, pedoman hidup dan diagungkan. Keyakinan yang muncul di masyarakat ini
diwujudkan dalam bentuk ide ide/pemikiran (idea), tujuan tujuan tertentu (goals), serta suatu
perilaku yang sifatnya sangat mendasar dan diyakini kebenarannya oleh individu (spesific
behavior). Hal ini lebih dikenal dengan istilah nilai/value.

B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Budaya dan Kode etik

a) Budaya

Budaya adalah karakteristik dan pengetahuan suatu grup tertentu, meliputi bahasa l,
kepercayaan, makanan, kebiasaan sosial, musik dan seni. Budaya menurut matsumot
adalah seperangakat sikap, nilai kepercayaan, dan tingakh laku yang di bagi kepada
sekelompok orang. Tetapi berbeda pada tiap individu yang disebarkan daei generasi ke
generasi berikutnya. Hal ini terus menjalani perubahan seiring dengan berjalannya
waktu.1

b) Kode Etik

Kata etik (ethics) berasal dari bahasa Yunani ethos, yang berarti karakter. Sedangkan
dalam bahasa latin, ethica yang berarti falsafah moral. Etika merupakan pedoman atau cara
bertingkah laku yang baik dari sudut pandang budaya, susila serta agama. 2

Istilah etika secara harfiah berasal dari kata Yunani, ethos dalam bentuk tunggal yang
berarti adat, sedangkan jamaknya adalah ta etha, yang artinya adat kebiasaan. Etika adalah
ekspresi atau pernyataan dari yang terpendam dalam hati sekaligus menentukan tingkah laku
secara nyata terhadap sesama. Arti kata etika menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu ilmu
tentang baik dan buruk, hak dan kewajiban moral (akhlak), kumpulan asas atau nilai yang
berkenaan dengan akhlak, dan nilai mengenai benar dan salah yang dianut oleh suatu golongan
atau masyarakat. Jadi, Etika adalah ilmu tentang baik atau buruknya tingkah laku yang
diekspresikan oleh manusia secara nyata dan dinilai berdasarkan kumpulan asas atau nilai yang
dianut oleh suatu golongan tertentu.3

Banyak yang menyamaratakan antara etika dan moral, namun sebenarnya kedua istilah
tersebut memiliki beberapa perbedaan. Etika cenderung bersifat teori sedangkan moral
1
Utr lies, dkk, komunikasi budaya dan dokumentasi kontemporer,(jawa barat:Unpad press,2019)hal.129
2
Arijo Isnoer Narjono, Etika Islam dan Motivasi Kerja (Islam Ethics and Employee Motivation), jurnal
JIBEKA, Vol. 7, No. 2, Agustus 2013, 8
3
Sofyan Hadi, Ilmu Dakwah dari Konsep Paradigma hingga Metodologi (Jember: Tsaqila Pustaka, 2012) 67
cenderung bersifat praktek, etika membicarakan tentang bagaimana seyogiannya manusia
bertingkah laku sedangkan moral justru membicarakan bagaimana manusia bertingkah laku.
Etika senantiasa menyelidiki, mempertimbangkan dan memikirkan tentang baik dan buruk
sedangkan moral menyatakan ukuran baik suatu tindakan manusia dalam komunitas tertentu.4

Kode etik adalah norma-norma yang harus di indahkan oleh setiap profesi didalam
hidupnya di masyarakat. Kode etik juga dapat diartikan sebagau suatu ciri profesi yang
bersumber dari nilai-nilai internal dan eksternal suatu disiplin ilmu dan merupakan pengetahuan
komprehensif suatu profesi yang memberikan tuntunan bagi anggota dalammelaksanakan
pengabdian profesinnya.5

Karena etika menyangkut interaksi antar manusia yang dinamis, maka selanjutnya
mengalami perkembangan menjadi etika agama-agama seperti etika Islam salah satunya, etika
politik, etika profesi, etika pelayanan, etika medis, dan lain sebagainya. Keseluruhannya itu,
kemudian menghasilkan atau membentuk suatu kode etik yang lebih spesifik sesuai bidang
masing-masing.

1. Etika dalam Islam

Al-Qur’an dan As-Sunnah merupakan pegangan dan landasan utama dalam etika Islam,
sebab masyarakat Islam jadi memiliki pandangan umum tentang berbagai perilaku yang benar
dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban agama yang disesuaikan dengan ajaran agama. Jadi,
gambaran manusia yang beretika dalam islam adalah manusia yang berakhlak terpuji, dimana ia
berbuat atau bertingkah laku berdasarkan apa yang seharusnya, sesuai Al-Qur’an dan As-sunnah
serta sesuai dengan apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.

Sistem etika Islam (Islamic ethical system) merupakan salah satu sistem yang unik,
karena sistem etika Islam tidak memisahkan sistem etik dengan agama dan Islam
menekankan pada keseimbangan kehidupan dunia dan akhirat, jadi ada tuntutan untuk
melakukan suatu tindakan namun tetap sewajarnya, dalam artian tidak kurang maupun melebih-
4
Ibid., 70
5
Gita farelya, nurrobikha,etikolegal dalam pelayanan kebidanan,(yogyakarta:CV BUDI UTAMA,2018)hal.2
lebihkan, serta muncul keyakinan adanya pengawasan tindakan karena manusia meyakini bahwa
tindakan yang dilakukan di dunia akan selalu mendapatkan balasan yang setimpal di kehidupan
akhirat. Keyakinan tersebut melahirkan pertimbangan bagi manusia untuk memilih berakhlak
baik atau berakhlak buruk.

Terdapat beberapa parameter kunci untuk sistem etika Islam, yaitu:

a. Perilaku dinilai etis bergantung pada niat baik masing-masing individu.


b. Niat yang baik harus diikuti oleh perbuatan yang baik. Niat baik tidak dapat mengubah
perbuatan haram menjadi halal.
c. Islam memberikan kebebasan individu untuk mempercayai sesuatu atau berbuat
sesuatu, selama tidak mengorbankan nilai tanggungjawab dan keadilan.
d. Harus ada kepercayaan bahwa Allah memberikan kepada individu pembebasan
(freedom) yang komplit, dari sesuatu atau siapa pun selain Allah.
e. Keputusan mengenai keuntungan mayoritas atau minoritas tidak diperlukan. Sebab etika
bukanlah permainan angka.
f. Islam menggunakan sistem pendekatan terbuka kepada etika, tidak tertutup atau self-
oriented system. Tidak ada egoisme dalam Islam.6

2. Etika Konseling Multikultural

Kode etik merupakan etika profesi yang harus dipegang erat oleh konselor. Kode etik juga
merupakan moralitas para konselor dalam menjalankan profesinya. Prof. Drs Anas Salahuddin
M.pd, Bimbingan & Konseling, (CV. Pustaka Setia, Jawa Baarat:2016), hal.48. setiap profesi
memiliki kode etik atau sistem etika, kode etik dalam bimbingan dan konseling sebagai berikut :

1. Pembimbing atau pejabat lain yang memegang jabatan dalam bidang bimbingan dan

konseling harus memegang teguh prinsip-prinsip bimbingan dan konseling.

2. Pembimbing harus berusaha semaksimal mungkin untuk dapat mencapai hasil yang

sebaik-baiknya, dengan membatasi diri pada keahliannya atau wewenangnya. karena itu
6
Arijo Isnoer Narjono, Etika Islam dan Motivasi Kerja (Islam Ethics and Employee Motivation), jurnal
JIBEKA, Vol. 7, No. 2, Agustus 2013, 9
pembimbing jangan sampai mencampuri wewenang serta tanggung jawab yang bukan

wewenang serta tanggung jawabnya.

3. Oleh karena pekerjaan pembimbing berhubungan langsung dengan kehidupan pribadi

orang maka seseorang pembimbing harus :

a) Dapat memegang atau menyimpan rahasia klien dengan sebaik-baiknya.

b) Menunjukkan sikap hormat kepada klien.

c) Menghargai sama terhadap bermacam-macam klien. Jadi di dalam menghadapi

klien pembimbing harus menghadapi klien dalam derajat yang sama.

4. Pembimbing tidak diperkenankan :

a) Menggunakan tenaga pembantu yang tidak ahli atau tidak terlatih.

b) Menggunakan alat-alat yang kurang dapat dipertanggungjawabkan.

c) Mengambil tindakan-tindakan yang mungkin akan menimbulkan hal-hal yang tidak

bagi klien.

d) Mengalihkan klien kepada konselor lain tanpa persetujuan klien.

5. Meminta bantuan kepada ahli dalam bidang lain di luar kemampuan ataupun di luar

keahlian stafnya yang diperlukan dalam bimbingan dan konseling.

6. Pembimbing haruslah selalu menyadari akan tanggung jawabnya yang berat yang

memerlukan pengabdian sepenuhnya.

Kode etik yang dipaparkan seperti di atas itu mempunyai hubungan yang erat satu dengan yang
lain, yang tidak dapat dilepaskan satu dari yang lainnya apabila hendak mencapai tujuan
bimbingan dan konseling dengan sebaik-baiknya. http://inayah2306.blogspot.com/2017/02/kode-
etik-konseling.html?m=1
Konselor harus pandai-pandai memahami konseli secara utuh untuk memahami perbedaan antara
konselor dan konseli yang berbeda latar belakang, budaya, dan agama. Sebagai masyarakat
Indonesia yang mempunyai banyak keanekaragaman budaya, tradisi, suku dan agama kita harus
memiliki sikap saling menghargai, menghormati, saling memberi dan menerima dan bekerjasama
dalam hal kebaikan.

Menurut Lonner dan Draguns menyatakan bahwa beberapa aspek dalam konseling multikultural
yakni :

1. latar belakang budaya yang dimiliki oleh konselor

2. Latar belakang budaya yang diimiliki oleh konseli

3. asumsi-asumsi terhadap masalah yang akan dihadapi selama konseling

4. nilai-nilai yang mempengaruhi hubungan konseling, yaitu adanya kesempatan dan

hambatan yang berlatar belakang tempat di mana konseling itu dilaksanakan.

Dalam pelaksanaan konseling, terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi jalannya proses
konseling. Kita ketahui bersama bahwa antara konselor dan konseli pasti akan membawa
budayanya sendiri sendiri dimana mereka berasal. http://aaryant.blogspot.com/2011/10/etika-
konseling-lintas-budaya.html?m=1

Tujuan etika konseling :

Pada saat konseling perlunya membangun kepercayaan yang tinggi antara konselor dan konseli.
Konselor yang memegang teguh etika dalam Konseling maka dalam proses Konseling, konselor
akan mampu menjadi konselor yang efektif dengan tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap
konselornya, wujud dari etika dalam konseling sebagai berikut :

1. Rasa tanggung jawab konselor terhadap konseli

2. Kompetensi

3. Objektivitas

4. Kejujuran dalam menerapkan kemampuan profesional


5. Menyadari konsekuensi tindakannya

6. Memprioritaskan konseli

Nurul Hartini, dan Atika Dian Ariana, Psikologi konseling: Perkembangan dan penerapan
konseling dalam psikologi. (Airlangga University Press, Surab.
Kelebihan Konseling Multikultural

Konseling multikultural berkontribusi dalam memberikan layanan konseling yang

lebih akurat. Karena secara konvensional, dalam melayani konseling kita lebih fokus

pada masalah dan kebutuhan klien, namun dengan mempertimbangkan

implementasi konseling multikultural, layanan konseling perlu mengetahuinya jati diri

klien, pribadi, suku, ras, agama, budaya, jenis kelamin, status sosial ekonomi,

lingkungan tempat tinggal dan sebagainya. Dengan memperhatikan realistis sosial

budaya yang melingkupi kehidupan klien, insyaAllah konselor bisa memberikan

layanan konseling yang akurat dan memuaskan. 7 Konseling multikultural membuat


individu dapat mengexplorasi pengalaman-pengalaman psikologis yang bermaknya baginya
dengan perasaan aman. Konseling multikultural dapat diterapkan pada setting individual
maupun kelompok serta emberikan peluang yang lebih luas terhadap klien untuk mendengar dan
didengar.8

Hambatan dalam Proses Konseling Lintas Budaya

1. Bahasa yang digunakan antara konselor dengan klien berbeda


2. Diikutsertakannya penerjemah dalam proses konseling yang pada awalnya bertujuan untuk
membantu konselor memahami maksud klien, namun karena penerjemah itu bagian dari
anggota keluarga klien, maka muncul bias.
3. Syaratnya nilai-nilai budaya keluarga pada diri klien
4. Munculnya stereotip tentang beberapa hal terkait dengan pribadi klien yang dihubungkan
dengan persepsi orang yang memiliki latar budaya yang berbeda.
5. Kesulitan pemberian alternatif penyelesaian masalah dikarenakan benturan nilai budaya.

7
https://www.timesindonesia.co.id/read/227678/20190904/110256/konseling-multikultural/
8
https://brainly.co.id/tugas/10908829
Hambatan dan Masalah Konselor Lintas Budaya

Dalam melaksanakan suatu kegiatan terkadang terdapat hambatan baik hambatan sebelum
pelaksaan ataupun saat pelaksanaannya. Begitu pula dalam melaksanakan tugas profesional,
konselor juga mendapat hambatan yang berbagai macam baik hambatan yang biasa-biasa saja
bahkan sampai hambatan yang serius. Seorang konselor pun mempunyai keterbatasan untuk
melakukan proses konseli sehinnga terkadang proses konseling tidak efektif.
1. Keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh konselor
Menurut Yeo (2003), ada beberapa hal yang merupakan keterbatasan-keterbatasan konselor
sepanjang melaksanakan  tugas profesional, yaitu:
a. Pengetahuan dan Keterampilan
Sering sekali kita mendapati bahwa tidak semua orang yang masuk dalam profesi
membantu (konseling) memiliki pengetahuan dan keterampilan, bahkan tidak sedikit
konselor mengalami hambatan karena tidak dilengkapi dengan pengetahuan dan
keterampilan konseling yang mencukupi. Konselor sering kali dihadapkan dengan teori
tanpa mendapat keterampilan-keterampilan yang khusus agar dapat bekerja dengan utuh.
b. Usia dan pengalaman
Usia dan pengalam merupakn salah satu hal yang mungkin saja bisa jadi masalah atau
hambatan dalam proses konseling. Klien melihat usia dan pengalaman konselor
mempengaruhi klien untuk lebih manatap dalam mengambil keputusan. Hal ini
dikarenakan konselor yang memiliki pengalaman yang cukup dan usia yang mencukupi
untuk dilihat sebagai orang yang bijak.  Biasanya klien lebih memilih konselor yang
usianya sesuai dengannya.
c. Emosi
Merupakan karakteristik pribadi atau relatif menetap.
d. Kebudayaan, bahasa dan agama
Dengan adanya keragaman, ras, budaya, dan bahasa maka konselor juga menghadapi
kendala dalam praktinya. Konselorpun dalam hal ini terbatas. Hal ini  menjadi masalah
karena konselor belum sepenuhnya memahami budaya, bahasa, atau agama klien. Pada
kenyataannya setiap klien memiliki bahasa, budaya dan agama yang berbeda-beda, dan
perbedaan inilah yang harus dipahami oleh konselor.
2. Masalah-Masalah Yang Dihadapi Oleh Konselor
Dalam Cavanag (1982) dalam lesmana (2006) mengemukakan ada beberapa 7 masalah
umum yang dapat menghambat dalam suatu hubungan konseling, yaitu:
a. Kebosanan
Menutur Cavanag (1982). Konselor pemula jarang mengalami kebosanan karena sifat
baru dari pekerjaan mereka. Setiap mereka bertemu dengan orang-orang yang
mempunyai problem berbeda dan mecoba keterampilan dan tanggung jawab sebagai
seorang konselor. Tetapi seperti halnya tingkah laku lain yang harus berulang, konseling
dapat membosankan.  Beberapa hal yang dapat timbul karena kebosanan:
1) Konselor mengambil jarak dengan klienya, makin lama makin menjauh. Klien dapat
merasakan hal ini, ia akan kehilangan rasa aman dan rasa diterima sangat penting bagi
keberhasilan konseling.
2) Konselor terkadang mengambil cara negative dalam menangani kebosanan  ia
mencoba mengangguk, tersenyum tapi tampak tahu apa yang dibicarakan oleh
kliennya. Atau sebaliknya ia menjadi kurang perhatian, kurang konsentrasi atau malah
mungkin ia memikirkan masalahnya sendiri.
3) Kemungkinan konselor kehilangan informasi penting sangatlah besar, kalau ia
dikuasai oleh kebosanannya , karena ia kurang perhatian, kurang kosentrasi dan
mungkin malah memikirkan masalahnya sendiri.
b. Hostilitas
Konselor yang sering merasa dirinya nice people karena sudah membantu orang lain dan
ia berharap akan dihargai oleh orang lain karena hal itu. Tetapi orang (klien) dalam
konseling punya hostilitas terpendam yang harus diurai dulu sebelum melangkah maju.
Konselor harus mengurangi apa yang melatar belakangi suatu hostilitas terjadi.
c. Distansi Emosional
Konselor yang distansi secara emosional tidak dapat “masuk” kedalam diri klien. Ia tidak
dapat menyatukan diri dengan pikiran, perasaan, dan persepsi diri klien sehingga tidak
benar-benar berempati.
d. Kesalahan-kesalahan konselor
Semua konselor pasti pernah melakukan kesalahan. Subjek pekerjaan konselor dan
tingkah laku manusia adalah hal yang sangat kompleks. Tidak dapat diukur dengan tepat,
tidak dapat dipahami dengan tepat. Jadi, pasti akan terjadi sesuatu kesalahan. Ini harus
diakui dan kemudian belajar dari kesalahan ini.
e. Kelekatan emosional
Kelekatan emosional bararti bahwa konselor dan klien bergantung pada yang lain untuk
pemuasan kebutuhan dasar mereka. Kebutuhan dasar yang terpenuhi dalam hubungan
semacam ini merupakan kebutuhan untuk merasa aman, untuk menerima dan memberi
cinta, untuk dikagumi dan dibutuhkan (Lesmana 2006).  Beberapa kemungkina perilaku
konselor yang lekat emosional adalah:
1) Memperpanjang sesi
2) Mengganggap sesi lebih sebagian rekreasi daripada kerja
3) Iri terhadap hubungan klien dengan orang lain secara halus meremehkan atau tidak
mendorong hubungan ini
f. Penderitaan (suffering/psichological bleeding)
Konselor adalalah penyebab penderitaan, meskipun bukan penyebab utama. Konselor
bisa menimbulkan pendeeritaan ketika ia mendorong kliennya untuk berkembang,
padahal klien ini mempunyai keinginan besar untuk menetap pada suatu keadaan atau
bahkan mundur. Konselor yang tidak mampu menjadi sebab penderitaan atau tidak dapat
mengizinkan kliennya mengalami penderitaan dapat menyebabkan kerugian.
Seorang konselor harus mampu untuk duduk dan  membiarkan kliennya berdarah-darah
sehingga semua racun dalam tubunhnya keluar. Saat yang tepat dan bagaimana
menghentikan pendarahan ini adalah suatu keterampilan yang di dapat berdasarkan
pengalaman.
g. Burnout
Burnout adalah suatu suasana kepadaman gairah kerja dan bereprestasi, kadang-kadang
juga bisa dinamakan stress kerja (mappiare, 2006). Untuk mempertahankan pendekatan
yang sehat, konselor yang sukses memakai cara-cara preventif untuk mencegah burnout.
Beberapa saran menurut gladding (1992) untuk mencegah atau mengobati burnout
sebagai berikut :
1) Menjalin hubungan dengan individu-individu yang sehat
2) Bekerja dengan rekan-rekan yang committed dan dengan organisasi yang punya misi
3) Melakukan latihan-latihan untuk mengurangi stress
Peran konselor memang sangatlah rentan untuk terjadinya burnout. Konselor terus-
menerus berhadapan dengan emosional tinggi. Penderitaan klien juga menjadi
penderitaannya, tetapi ia harus bisa mempertahankan sikap profesionalnya.
3. Kesenjangan Berkaitan Relasi  dengan Klien
Menurut Yeo (2003, 104:107) menyebutkan beberapa kesenjangan berkaitan dengan relasi
dengan klien yang dialami oleh konselor:
a. Membuka diri
Sebagin klien mengharapkan konselor mau menceritakan informasi-informasi pribadi
tentang diri konselor sendiri dan berusaha mendapatkan  kesejajaran dalam relasi. Tentu
saja tidak ada salahnya bila konselor menceritakan sedikit informasi tentang dirinya pada
klien tapi walau demikian juga tidak perlu bahwa konselor terlalu membuka kehidupan
pribadinya. Dengan arti ini, konseling tidak lagi relasi sejajar. Hal ini dikarenakan relasi
konseling bukan masalah “buka-bukaan” antara konselor dengan klien tapi lebih
dimaksudkan untuk menolong klien menghadapi masalah-masalahnya.
b. Perasaan-perasaan konselor terhadap klien
Terkadang tidak semua klien yang dihadapi oleh konselor itu menyenangkan, atau dengan
kata lain klien tersebut itu menjengkelkan, lalu apa yang harus dilakukan konselor apabila
ada dalam situasi seperti ini? Pertama, konselor adalah mengakui bahwa dirinya bukan
malaikat. Konselor adalah manusia biasa yang dapat terpengaruh oleh klien dan kadang-
kadang tidak suka pada mereka. Kedua konselor dapat membicarakannya dengan sejawat
untuk mendiskusikan bersama dengan mereka.
a. Daya tarik seksual
Tidak dapat dihindari bahwa para konselor mengalami daya tarik seksual kliennya. Hal
penting adalah konselor dapat membuat batasan-batasan  yang jelas pada awal sesi
konseling (misalnya dengan menggunakan teknik strukturing). Selain itu konselor juga
dapat mengusahakan tindakan-tindakan pencegahan dengan tidak menutup-nutupi
kenyataan ini dari rekan-rekan sejawat atau konselor yang lebih senior. Setiap profesional
dalam bidang menolong orang lain (helping profesion) akan menghadapi situasi-situasi
dimana klien “menantang” kehandalan, pengalaman dan kepakaran dalam konselor.9

9
http://rubirimonda11.blogspot.com/2015/07/konseling-lintas-budayahambatan-dalam.html
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

Anda mungkin juga menyukai